Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Kelulusan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Budhi Asih Jakarta
PEMBIMBING:
dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S
DISUSUN OLEH:
Gabriel Klemens W
030.08.107
LEMBAR PENGESAHAN
1
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia, stroke merupakan
penyakit neurologis yang serius dan paling banyak dijumpai serta angka kematian cukup
tinggi. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor 3
setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, lebih dari 700.000 orang Amerika
mengalami stroke, 25% di antaranya berusia di bawah 65 tahun dan 150.000 orang meninggal
akibat stroke atau komplikasi segera setelah stroke. Berdasarkan penelitian Riskesdas
Departemen Kesehatan tahun 2008, stroke di Indonesia merupakan penyebab nomor satu
kematian, baik di perkotaan maupun pedesaan, khususnya pada kelompok umur 55-64 tahun.
Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses
patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak,
perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas
darah itu sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat
bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif atau sekunder akibat proses
lain, seperti peradangan, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes mellitus.1
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ke tingkat melampaui batas
toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (treshold of brain functional
activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik stroke. Stroke infark merupakan jenis
stroke yang paling banyak ditemui dibanding jenis stroke lainnya. Berdasarkan data di RS
CiptoMangunkusumo pada tahun 2002, terdapat sebanyak 543 kasus stroke terdiri dari 62%
stroke iskemik dan 38% stroke perdarahan.
Stroke infark serebral pada dasarnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah otak
atau iskemik otak. Iskemik serebral regional atau global termasuk gangguan perfusi serebral
dan gangguan metabolisme seluler yang dapat mengakibatkan kerusakan sel otak secara
sementatra atau permanen. Perbaikan perfusi jaringan otak iskemik sangat ditentukan oleh
jendela terapi. Jadi, apabila terapi diberikan tepat pada waktu tersebut akan mencegah
kerusakan-kerusakan sel otak dan memperbaiki penyembuhan.
BAB II
ISI
II.1 DEFINISI
Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan atau kematian), tanpa tanda-tanda penyebab
non vaskular, termasuk didalamnya tanda-tanda perdarahan subaraknoid, perdarahan
intraserebri, iskemik atau infark serebri.3
II. 2 EPIDEMIOLOGI
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah
stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1 Stroke menduduki peringkat ke-3
sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker di Amerika Serikat dan
sekitar 500.000 orang terserang stroke setiap tahunnya, 400.000 orang terkena stroke iskemik
dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan
subarakhnoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami kematian.2 Prevalensi stroke di
Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk serta yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di
NAD (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke
lebih tinggi dari angka nasional.3
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung,
anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes
melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak
bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4
II.3 KLASIFIKASI
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
5
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosis yang berbeda walaupun patogenesisnya serupa.
Klasifikasi modifikasi Marshall:3
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
Stroke Iskemik
o Transient Ischemic Attack (TIA)
o Trombosis Serebri
o Emboli Serebri
Stroke Hemoragik
o Perdarahan Intraserebral
o Perdarahan Subarakhnoid
2) Berdasarkan stadium.pertimbangan waktu
Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution
Completed Stroke
3) Berdasarkan sistem pembuluh darah
Sistem Karotis
Sistem Vertebro-basilar
Klasifikasi stroke iskemik dari Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment
(TOAST) membagi stroke iskemik berdasarkan mekanisme patofisiologi yang bersumber
dari penemuan klinis dan pemeriksaan penunjang (CT-Scan dan MRI).1
1.
2.
3.
4.
5.
aa.pontis dan aa.mesencephalica kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang cabang
a.cerebri posterior yang menvaskularisasi lobus occipital dan sebagian medial lobus
temporalis.
Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang
arteri panjang yang melingkupi cerebellum. Arteriarteri tersebut adalah arteri cerebellaris superior,
arteri cerebellaris inferior anterior, arteri cerebellaris
inferior posterior. Untuk menjamin pemberian darah
ke otak, ada 3 sistem kolateral antara sistem carotid
dan sitem vertebrobasilar, yaitu
Sirkulus Willisi merupakan anyaman arteri
di dasar otak yang dibentuk oleh a.cerebri
anterior kanan dan kiri yang dihubungkan
dengan a.cerebri posterior kanan dan kiri
oleh a.communicans posterior, sedangkan
arteri cereberi anterior kanan dengan kiri
akan
dihubungkan
oleh
a.communican
anterior.
Anastomosis a.carotis interna dan a.carotis
eksterna di daerah orbital/
Hubungan antara sistem vertebral dengan
a.carotis eksterna.
II. 5 PATOGENESIS
PATOGENESIS INFARK OTAK
Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di
otak. Aliran darah otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaann istirahat nilainya stabil
tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik, aliran darah regional pada daerah
yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya. Derajat ambang batas aliran
darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu2
a. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60 cc/100 gram/menit) yang
bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal tetapi integritas
sel-sel saraf masih utuh.
8
b. Ambang aktivitas listrik otak adalah batas aliran darah otak (15 cc/100 gram/menit)
yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti, berarti
sebagian besar struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel adalah batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <15 cc/100/menit/gram).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi memungkinkan terjadinya beberapa
keadaan berikut ini:2
a. Pada sumbatan kecil terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala
yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa
hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih
besar tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi
neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada
pemeriksaan klinis ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND
(Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini,
timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda: 2
a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBFnya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa
adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah.
Daerah ini akan mengalami nekrosis.
b. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti dan terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan
asam laktatmeningkat. Terjadi kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
c. Daerah disekeliling penumbra tampak bewarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi serta kolateral maksimal.
9
Pada daerah ini, CBF sangat meninggu sehingga disebut sebagai daerah dengan
perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Pada proses iskemia fokal terjadi juga perubahan penting di daerah penumbra pada
sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemia, yaitu2
a) Kerusakan membran sel
b) Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
c) Meningkatnya asam arakhidonat dalam jaringan diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan menungkatnya agregasi
trombosit.
d) Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di daerah otak tetrtentu yang
mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia, yaitu di daerah talamus, area CA di
hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinje di serebelum serta lapisan 3,5,6 korteks
piramidalis.
e) Lepasnya radikal bebas, yaitu unsu yang mempunyai elektron pada lingkar paling
luarmya tidak berpasangan sehingga sangat labil dan reaktif. Besarnya peran radikal
bebas dalam kerusakan sel-sel saraf dan jaringan iskemik masih dalam penelitian.
PATOGENESIS PERDARAHAN OTAK
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak.
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah
yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak. Sedangkan perdarahan
subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid di sekitar sirkulus
arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding pembuluh
arah (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital, misalnya malformasi arteri-vena,
infeksi (sifilis) dan trauma.1,2
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh
sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah
atau penyakit pada dinding pembuluh darah (Congophilic Angiopathy) tetapi dapat juga
akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan subkortikal.
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis. Pada fase awal perdarahan, ekstravasasi darah mendesak jaringan
otak tanpa merusaknya karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan
10
ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat
dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorbsi darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu.
B. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenital yang sering terjadi
di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri serebri posterior dan arteri
komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak, berupa sakit kepala hebat dan muntamuntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi
hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan
subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan
vasospasme serebral hebat disertai infark otak.
II.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut, berupa:1
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemihipestesi).
Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, sopor atau koma).
Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan).
Disartria (bicara pelo/cadel).
Gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler) atau diplopia.
Ataksia (trunkal atau anggota badan).
Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.
11
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior dapat
menimbulkan gejala klinik:
Amourosis fugax (fleeting blindness).
Afasia atau problem gangguan berbahasa lainnya seperti dislexia atau disgrafia.
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi posterior dapat
menimbulkan gejala klinik:
Kelemahan pada otot wajah, lengan atau tungkai, baik tersendiri maupun kombinasi.
Gangguan sensoris pada wajah, lengan atau tungkai tersendiri ataupun kombinasi.
Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh darah otak yang
12
kontralateral. Dengan oklusi yang berdekatan terhadap sumber arteri serebri posterior
13
pada tingkat midbrain, abnormalitas okuler yang timbul, antara lain vertical gaze
palsy, oculomotor nerve palsy, internuclear opthalmoplegia dan penyimpangan mata
ke arah vertikal. Infark arteri cerebri posterior dapat menyebabkan kortikal blindness,
gangguan memori atau ketidakmampuan memngenali wajah yang familier.
e. Arteri basilar
Sindroma klinis oklusi arteri basiler, antara lain:
Trombosis (oklusi trombotik pada arteri basilaris)
Trombosis basilar biasanya mempengaruhi bagian proksimal arteri basilaris yang
mensuplai pons. Keterlibatan bagian dorsal pons mengakibatkan paresis nervus
abducens unilateral atau bialteral, gangguan gerakan mata horizontal tetapi nistagmus
vertikal dan occular bobbing mungkin muncul. Hemiplegia atau quadriplegia biasanya
muncul dan koma adalah hal yang sering terjadi.
Emboli
Emboli cukup kecil untuk dapat melewati arteri vertebralis menuju ke arteri basilaris
yang lebih besar dan biasanya tertahan pada bagian puncak arteri basilaris, di mana
terdapat bifurcatio ke dalam arteri serebri posterior. Hasilnya adalah berkurangnya
aliran darah menuju formasio retikularis ascending midbrain dan thalamus yang
menyebabkan hilangnya atau gangguan kesadaran yang muncul dengan segera.
Paresis nervus okulomotorius unilateral atau bilateral menjadi ciri yang khas.
Hemiplegia atau quadriplegia dengan postur deserebrasi atau dekortikasi terjadi
karena keterlibatan pedunkulus serebri dalam midbrain.
f. Arteri sirkumferensial rami longus
Sindrom klinis arteri sirkumferensial rami longus merupakan suatu oklusi pada salah
satu percabangan sirkumferensial yang menghasilkan infark pada daerah dorsolateral
medulla atau pons.
Oklusi arteri serebelli inferior posterior yang mengakibatkan lateral medullary
syndrome. Sindrom ini memiliki gambaran ataksia serebelum ipsilateral, Horner
syndrome dan defisit sensorik fasialis; gangguan sensoris nyeri dan temperatur
14
stroke akut yang optimal. Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis,
atau
menyebabkan
sentakan
15
Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)?
Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologis:
o Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
o Apakah onsetnya mendadak?
o Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimak saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul atau progresif dalam
menit/jam/hari atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal?
Apakah ada kemungkinan presipitasi:
o Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset?
Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai:
o Misalnya nyeri kepala, kejang epileptik, panik dan anxietas, muntah, nyeri dada?
Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan:
o Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
o Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermitten claudicatio atau arteritis?
o Apakah ada riwayat penyakit vaskular atau trombotik pada keluarga?
Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan:
o Merokok, konsumsi alkohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khususnya
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan)?
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien stroke harus dilakukan dengan cepat
karena adanya periode kritis. Pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan antara lain:1,2
1. Pemeriksaan status generalis:
Pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu) untuk
mengetahui apakah ada hipertensi sebagai salah satu faktor risiko, ada gangguan pada
pola pernapasan.
Pemeriksaan funduskopi pada retina dapat mengetahui adanya emboli pada pembuluh
darah retina.
Pemeriksaan pada leher (hilangnya denyut nadi carotis/bruit arteri carotis) yang
menandakan adanya gangguan pada a.carotid interna.
Pemeriksaan pada jantung untuk mendeteksi aritmia/murmur yang berkaitan dengan
gangguan katup jantung sebagai faktor predisposisi emboli jantung ke otak.
Palpasi arteri temporal berguna untuk mendiagnosis adanya giant cell arteritis dimana
pembuluh darah teraba keras, bernodul atau tidak teraba.
2. Pemeriksaan neurologis:
Pemeriksaan tingkat kesadaran secara kualitatif (compos mentis sampai dengan
koma) dan kuantitatif (dengan Glasgow Comma Scale).
Pemeriksaan defisit kognitif yang menandakan adanya lesi kortikal di sirkulasi
anterior.
16
Pemeriksaan lapang pandang. Hemianopia dapat terjadi apabila ada gangguan pada
a.cerebri anterior dan posterior.
Pemeriksaan gerak bola mata, nistagmus, optalmoplegia internuklear yang apabila
abnormal menandakan adanya gangguan pada batang otak dan sirkulasi posterior.
Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya.
Pemeriksaan dolls eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
Pemeriksaan sensasi dengan memeriksa sensasi kornea dan wajah sebagai respons
terhadap benda tajam.
Pemeriksaan faring dan lingual dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara bicara
dan memeriksa mulut.
Pemeriksaan motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan dan tonus otototot tangan dan kaki.
Pemeriksaan fungsi sensoris dengan memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris dengan jarum, rabaan, vibrasi dan posisi (tingkat level gangguan sensibilitas
pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis pada medulla spinalis/dermatom).
Pemeriksaan fungsi serebelum dengan melihat cara berjalan dan pemeriksaan
disdiadokokinesia.
Pemeriksaan ataxia pada tungkai. Hemiataxia menunjukkan adanya lesi ipsilateral
pada batang otak atau cerebellum tetapi dapat juga disebabkan oleh lakuna pada
kapsula interna.
Pemeriksaan refleks asimetri (misalnya refleks fisiolgis anggota gerak kanan
meningkat dan kiri normal).
Pemeriksaan refleks patologis (refleks babinski)
Selain itu, ada cara sederhana skrining pasien stroke dengan anamnesis sederhana dan
pemeriksaan fisik singkat. Beberapa metode skrining untuk mendiagnosis stroke di luar
rumah sakit adalah Face Arm Speech Test (FAST), Los Angeles Paramedic Stroke Scale
(LAPSS), Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS) dan Melbourne Ambulance Stroke
Screen (MASS) (Harbison et al., 200; Nor et al., 2004; Khotari et al., 1999; Hand et al.,
2006)1
Assessment
Anamnesis:
FAST
LAPSS
CPSS
MASS
R. kejang/epilepsi
mmol/L
Pemeriksaan fisik:
17
menunjukka giginya)
Arm
drift
(kelumpuhan X
lengan)
Hand grip (kekuatan tangan
menggenggam)
Speech (mengulangi kalimat) X
Kriteria untuk identifikasi
stroke:
Pemeriksaan fisik yang (+)
X
X
dijawab iya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
Pemeriksaan laboratorium:2
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT) dan profil lipid
sejak tahun 1996. Rekomendasi pengobatan stroke diarahkan pada perbedaan keuntungan dan
kerugian dalam tatalaksana yang diberikan pada terapi fibrinolitik dengan r-TPA yang secara
umum mempunyai keuntungan terhadap reperfusi segera akibat lisisnya trombus dan
perbaikan sel serebral sangat bermakna. Oleh karena itu, pengobatan lini pertama pada stroke
akut adalah pemberian
ditegakkan. Penggunaan r-TPA dihubungkan dengan perbaikan outcome pasien dalam 3 jam
onset stroke. Pengobatan sedini mungkin ( dalam 90 menit) menghasilkan outcome yang
sangat baik. Tujuan terapi trombolitik ini
memperbaiki daerah penumbra iskemik yang disebabkan oleh kondisi hipoperfusi yang kritis
terhadap jaringan otak yang masih hidup berada di sekitar inti infark yang rusak dan
irreversibel. Daerah iskemik penumbra masih sekitar 80% pada pasien dengan 3 jam onset
stroke tetapi proporsi semakin berkurang dengan bertambahnya waktu.
Manajemen Tekanan darah Pada Stroke Akut3,5
Hipertensi sangat sering terjadi pada stroke akut. Penelitian di Indonesia didapatkan
kejadian hipertensi pada stroke akut sekitar 73,9%. Penurunan tekanan darah secara rutin
tidak dianjurkan karena kemungkinan dapat memperburuk keadaan neurologis. Pada
guideline Stroke 2007 Perdossi, tekanan arteri rata-rata pada stroke akut dianjurkan di bawah
145 mmHg. AHA/ASA guideline 2007 dan ESO 2009 merekomendasikan penurunan tekanan
darah yang tinggi pada stroke akut:
o Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama onset stroke, apabila tekanan darah sistolik
>220 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg
o Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (r-TPA), TD
sistolik diturunkan hingga <185 mmHg dan TD diastolik < 110 mmHg.
o Obat antihipertensi yang diberikan adalah labetalol, nitropruside, nikardipin,
nitropaste atau diltiazem intravena.
Pemberian Antikoagulan Pada Stroke Iskemik Akut3
Pada fase akut stroke, antikoagulan heparin sering dipakai. Antikoagulan ini dapat
mengurangi kejadian deep vein thrombosis dan emboli pulmonal. Efek samping yang sering
terjadi dari pemberian antikoagulan adalah bahaya perdarahan intraserebral yang cepat
terutama pada orang tua, hipertensi berat dan infark yang sangat luas. Penggunaan heparin
subkutan lebih disukai daripada intravena dan pemberiannya hanya beberapa hari kemudian
dilanjutkan dengan antikoagulan per oral. ESO guideline 2008 merekomendasikan pemberian
21
heparin, Low Molecular Weight Heparin atau heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak
bermanfaat.
Pemberian Terapi Antitrombotik Pada Stroke Iskemik Akut3
Pengobatan dengan antiplatelet pada fase akut stroke dianjurkan. Berdasarkan
AHA/ASA guideline 2011 tentang pemberian aspirin pada stroke akut dengan dosis 325 mg
dalam 24-48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
Pemberian Terapi Citicholin
Mekanisme yang pasti tentang citicholin sebagai terapi pada stroke iskemik akut belum jelas.
Diperkirakan citicholin menurunkan pelepasan free fatty acid dan mengurangi radikal bebas
sehingga mencegah kerusakan sel neuron otak. Pemberian citicholin juga mengurangi
progresivitas kerusakan sel iskemik dengan pelepasan asam lemak bebas. Pada penelitian
ICTUS (International Citicholine Trial in Acute Stroke, ongoing) dikatakan bahwa citicholin
diberikan pada fase akut stroke iskemik dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu cukup bermanfaat.
MANAJEMEN STROKE HEMORAGIK 2,5
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan
dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi. Penanganan medik fase akut
dilakukan pada penderita stroke hemoragik dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang
tinggi (TD sistolik >220 mmHg atau TD diastolik >120 mmHg atau MAP >130 pada stroke
hemoragik) sedini dan secepat mungkin agar membatasi pembentukan edema vasogenik
akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan. Pada perdarahan
subarakhnoid tekanan darah diturunnkan hingga sistolik 140-160 mmHg tetapi tergantung
kondisi pasien agar tidak terjadi vasospasme. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko perdarahan ulang atau terus-menerus akan tetapi daerah otak sekitar hematom
bertambah iskemik karena autoregulasi hilang sehingga obat antihipertensi diberikan apabila
TD sistolik >180 mmHg atau TD diastolik >100 mmHg. Pada fase akut sebaiknya digunakan
obat antihipertensi intravena baik kontinu maupun intermitten agar dapat diatur penurunan
tekanan darah sesuai target dengan pemantauan kontinu.
Pada stroke hemorragik, sering terjadi peningkatan tekanan intracranial karena edema
otak. Pemberian antiedema seperti mannitol, diuretic dan steroid dapat dilakukan
untuk mengelakkan keparahan lebih lanjut seperti terjadinya herniasi otak, sehingga
menekan batang otak. Indikasi untuk pemberian mannitol berupa:- menurunkan
tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral, meningkatkan diuresis pada
22
pencegahan dan/atau
pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular,
meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner
pada operasi prostat atau operasi transuretral.
Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Anak-anak :
I.V : dilakukan uji dosis (untuk menilai fungsi ginjal): 200 mg/kg selama 3-5 menit
untuk menghasilkan kecepatan aliran urin sekurangnya 1 mL/kg selama 1-3 jam.
Dosis awal : 0.25-1 g/kg.
Dosis pemeliharaan : 0.25-0.5 g/kg diberikan setiap 4-6 jam
Dewasa :
IV : dilakukan uji dosis (untuk menilai fungsi ginjal) : 12.5 g(200 mg/kg) selama 3-5
menit untuk menghasilkan kecepatan aliran urin sekurangnya 30-50 mL urin per jam,
jika kecepatan tidak meningkat, lakukan uji kedua.
Jika tes ini tidak menghasilkan output urin yang diharapkan, dilakukan pemeriksaan
kembali.
Dosis awal : 0.2-1 g/kg.
Dosis pemeliharaan : 0.25-0.5 g/kg setiap 4-6 jam, dosis harian lazim : 20-200 g/24
jam.
Tekanan intrakranial : edema serebral : 0,25-1.5 g/kg/dosis I.V dalam larutan 20%50% larutan dalam > 30 menit, pertahankan osmolalitas serum 310 sampai <320
mOsm/kg. Pemberian mannitol juga pada kasus-kasus seperti:Pencegahan gagal ginjal akut (oliguria)
: 50-100 g.
Pengobatan oliguria
: 100 g
operasi
Penurunan tekanan intraokular
bedah, misalnya volume 55 cc, midline shift 5mm, perdarahan pada ICH, pasien dapat
survive tetapi level fungsionalnya kurang baik. Tindakan bedah yang dilakukan adalah
aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah terbuka, evakuasi endoskopik dan aspirasi
stereotaksik. Pada penatalaksanaan perdarahan subarakhnoid dilakukan pengobatan kausal
untuk mencegah komplikasi dan perburukan kondisi penderita. Pengobatan kausal dilakukan
oleh spesialis bedah saraf.
Tabel. Obat-obat antihipertensi parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke
akut3,5
Obat
Dosis
Mula
Lama
Kerja
Kerja
Segera
1-2 menit
Efek Samping
Keterangan
Vasodilator
Sodium
0,25-10
nitropruside
g/kg/menit
berkeringat,
emergensi
IV infus
kontraksi otot
pada semua
Nicardipine
Mual,
muntah, Hipertensi
kasus;
hati-
hati
pada
TIK
tinggi
15-30
dan azotemia
Takikardia, sakit Hipertensi
IV
menit,
kepala, flushing
Nitrogliserin 5-100
2-5 menit
dapat
pada semua
melebihi 4
kasus,
jam
kecuali gagal
5-10 menit
g/menit IV
infus
Inhibitor adrenergik
Labetalol
20-80 mg IV 5-10 menit
hidroklorida bolus setiap
10 menit
emergensi
3-6 jam
Sakit
jantung
kepala, Iskemia
muntah
koroner
Bronkokonstriksi
Hipertensi
pada semua
ortostatik
kasus kecuali
0,5-2
gagal jantung
mg/menit IV
akut
24
Esmolol
infus
250-500
1-2 menit
hidroklorida g/kg/menit
IV
bolus
asthma,
Diseksi
nausea, aorta,
gagal jantung
perioperative
kemudian
50-100
g/kg/menit
infus
PERAWATAN UMUM PADA PENDERITA STROKE AKUT
Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada penderita stroke akut adalah
mempertahankan kondisi agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta makanan
yang cukup agar metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis dilakukan:
II.10 PENCEGAHAN
Kegagalan untuk mengidentifikasi dan menangani faktor risiko stroke secara optimal
akan berperan di dalam kejadian recurrent stroke dan kematian karena oenyakit
serebrovaskular. American Heart Association (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi
untuk prevensi primer dan sekunder berdasarkan faktor-faktor risiko.1
Prevensi Primer dan Sekunder Serangan Stroke Pada AF
Farmakoterapi:
1. Terapi Upstream dan modifikasi faktor risiko (ACEI, ARBs, statin, digitalis,
amiodarone, -blocker dan calcium antagonis.
2. Platelet inhibitor (aspirin, clopidogrel, ticlopidine).
3. Multitarget (inhibitor koagulasi):
Antagonis vitamin K (warfarin, acenocumarol, phenprocoumon).
Heparin, Low Molecular Weight Heparin
4. Selective inhibitors faktor-faktor koagulasi
Faktor Xa inhibitor:
25
Pernyataan
Terapi antihipertensi
untuk
mencegah
Rekomendasi
direkomendasikan Class I, level of
stroke
rekuren
dan evidence A
rekomendasi
dipertimbangkan
Hipertensi
untuk
ini
harus
semua
pasien
gaya
dari
terapi
komprehensif
antihipertensi.
26
Rekomendasi
A
sebagai
monoterapi
dapat
Rekomendasi
A
Evidence-based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi faktor risiko stroke
berdasarkan pada American Heart Association/American Stroke Association (Sacco et al.,
2006) adalah1
Faktor Risiko
Merokok
Pernyataan
Rekomendasi
Semua pasien stroke iskemik Class I, level of evidence C
atau
TIA
merokok
yang
pernah
dalam
tahun
sebelumnya
dianjurkan
untuk
tidak
merokok.
Menghindari
sebagai
perokok pasif.
Konseling produk
nikotin
dan
Alkohol
sangat
obat
oral
untuk
menghentikan merokok
pasien stroke iskemik atai Class I, level of evidence A
TIA yang pernah menjadi
peminum
berat
harus
menghilangkan
mengurangi
Obesitas
alkohol
Penurunan
atau
konsumsi
BB
aktivitas
fisik,
dengan
intensitas
28
moderat
tiap
harinya.
stroke
iskemik,
II.11 PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek, yaitu death, disease, disability, discomfort,
disatisfaction dan destitution (Asmedi & Lamsudin, 1998). Keenam aspek tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Kapelle et al mengatakan prognosis fungsional stroke
pada infark lakunar cukup baik karena tingkat ketergantungan pada activity daily living
(ADL) hanya 19% pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20%) sampai tahun pertama. 1
Dari berbagai penelitian, fungsi neurologis dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke
menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbaikan
fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan
pasca stroke (kojima et al., 1990). Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan pasien stroke minor. Menurut analisis multivarian disimpulkan bahwa
usia, indeks massa tubuh yang lebh rendah dan stroke perdarahan adalah faktor risiko yang
signifikan untuk kematian setelah stroke.1
BAB III
KESIMPULAN
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah
stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1 Menurut WHO MONICA project,
stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan
atau kematian), tanpa tanda-tanda penyebab non vaskular, termasuk didalamnya tanda-tanda
perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebri, iskemik atau infark serebri.3
29
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung,
anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes
melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak
bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4 Menit pertama
sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit neurologis merupakan kesempatan untuk
mencegah kematian ataupun kecacatan permanen yang serius. Sistem diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam terapi stroke akut yang optimal.
Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
penunjang.
Beberapa metode skrining untuk mendiagnosis stroke di luar rumah sakit adalah
Face Arm Speech Test (FAST), Los Angeles Paramedic Stroke Scale (LAPSS), Cincinnati
Prehospital Stroke Scale (CPSS) dan Melbourne Ambulance Stroke Screen (MASS)
(Harbison et al., 200; Nor et al., 2004; Khotari et al., 1999; Hand et al., 2006) 1 Manajemen
stroke terdiri dari beberapa fase yang saling berurutan, yaitu umum pada fase akut, spesifik
pada fase akut, surgikal maupun medik dan rehabilitasi dan perawatan lanjutan.
Dari berbagai penelitian, fungsi neurologis dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari
pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai
6 bulan pasca stroke (kojima et al., 1990).
DAFTAR PUSTAKA
1. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press. 2009; pg.19-29, 46-52, 55-61, 64-7085-95, 121-31, 151-8, 165-66.
2. Misbach. Stroke Aspek diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI Jakarta. 1999; pg.1-9, 19-25, 46-58, 59-85
3. Rasyid Al. Updates on Neuroemergency 2011. Jakarta: FKUI. 2011; PG 40-6, 54.
4. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009; pg. 2-43.
5. Misbach J, Tobing SML (ed). Guidelines Stroke 2004. Jakarta: Perdossi. 2004; pg.3-11
6. Infuse mannitol. Available at: http://www.farmasiku.com/index.php?
target=products&product_id=33922. Accessed on 18th January 2013.
30
31