Вы находитесь на странице: 1из 31

REFERAT STROKE

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Kelulusan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Budhi Asih Jakarta

PEMBIMBING:
dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S

DISUSUN OLEH:
Gabriel Klemens W
030.08.107

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 10 Juni 13 Juli 2013

LEMBAR PENGESAHAN
1

Referat dengan judul


STROKE
telah diterima dan disetujui oleh pembimbing,
sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Saraf di RSUD Budhi Asih
periode 10 Juni 2013 13 Juli 2013

Jakarta, Juni 2013

(dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua.


Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga pada akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan referat ini dengan sebaik-baiknya.
Referat ini disusun untuk melengkapi tugas di kepanitraan klinik Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Julintari Bidramnanta, Sp.S selaku pembimbing referat penyusun di Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Saraf yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan dalam penyusunan
referat ini.
Penyusun menyadari betul bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat penyusun sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Terima kasih.
.

Jakarta, Juni 2013


Penyusun,
Gabriel Klemens W (030.08.107)

BAB I
PENDAHULUAN
Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia, stroke merupakan
penyakit neurologis yang serius dan paling banyak dijumpai serta angka kematian cukup
tinggi. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor 3
setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, lebih dari 700.000 orang Amerika
mengalami stroke, 25% di antaranya berusia di bawah 65 tahun dan 150.000 orang meninggal
akibat stroke atau komplikasi segera setelah stroke. Berdasarkan penelitian Riskesdas
Departemen Kesehatan tahun 2008, stroke di Indonesia merupakan penyebab nomor satu
kematian, baik di perkotaan maupun pedesaan, khususnya pada kelompok umur 55-64 tahun.
Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses
patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak,
perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas
darah itu sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat
bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif atau sekunder akibat proses
lain, seperti peradangan, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes mellitus.1
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ke tingkat melampaui batas
toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (treshold of brain functional
activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik stroke. Stroke infark merupakan jenis
stroke yang paling banyak ditemui dibanding jenis stroke lainnya. Berdasarkan data di RS
CiptoMangunkusumo pada tahun 2002, terdapat sebanyak 543 kasus stroke terdiri dari 62%
stroke iskemik dan 38% stroke perdarahan.
Stroke infark serebral pada dasarnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah otak
atau iskemik otak. Iskemik serebral regional atau global termasuk gangguan perfusi serebral
dan gangguan metabolisme seluler yang dapat mengakibatkan kerusakan sel otak secara
sementatra atau permanen. Perbaikan perfusi jaringan otak iskemik sangat ditentukan oleh
jendela terapi. Jadi, apabila terapi diberikan tepat pada waktu tersebut akan mencegah
kerusakan-kerusakan sel otak dan memperbaiki penyembuhan.

BAB II
ISI
II.1 DEFINISI
Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan atau kematian), tanpa tanda-tanda penyebab
non vaskular, termasuk didalamnya tanda-tanda perdarahan subaraknoid, perdarahan
intraserebri, iskemik atau infark serebri.3
II. 2 EPIDEMIOLOGI
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah
stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1 Stroke menduduki peringkat ke-3
sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker di Amerika Serikat dan
sekitar 500.000 orang terserang stroke setiap tahunnya, 400.000 orang terkena stroke iskemik
dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan
subarakhnoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami kematian.2 Prevalensi stroke di
Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk serta yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di
NAD (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke
lebih tinggi dari angka nasional.3
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung,
anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes
melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak
bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4
II.3 KLASIFIKASI
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
5

berbeda-beda ini perlu, sebab setiap stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosis yang berbeda walaupun patogenesisnya serupa.
Klasifikasi modifikasi Marshall:3
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
Stroke Iskemik
o Transient Ischemic Attack (TIA)
o Trombosis Serebri
o Emboli Serebri
Stroke Hemoragik
o Perdarahan Intraserebral
o Perdarahan Subarakhnoid
2) Berdasarkan stadium.pertimbangan waktu
Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution
Completed Stroke
3) Berdasarkan sistem pembuluh darah
Sistem Karotis
Sistem Vertebro-basilar
Klasifikasi stroke iskemik dari Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment
(TOAST) membagi stroke iskemik berdasarkan mekanisme patofisiologi yang bersumber
dari penemuan klinis dan pemeriksaan penunjang (CT-Scan dan MRI).1
1.
2.
3.
4.
5.

Large-artery atherosclerosis (embolus/thrombosis)


Cardioembolism (high risk/medium risk)
Small-vessel occlusion
Stroke of other determined etiology
Stroke of undetermined etiology
Klasifikasi dari Oxfordshire Community Stroke Project Classification membagi stroke

iskemik berdasarkan gambaran klinis pada waktu onset stroke muncul.1


1.
2.
3.
4.

Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)


Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)
Lacunar Syndrome (LACS)
Posterior Circulation Syndrome (POCS)

II.4 ANATOMI SISTEM VASKULAR OTAK


Anatomi vaskular otak dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anterior (carotid system)
dan posterior (vertebrobasiler system). Pada setiap sistem vaskular otak terdapat 3 komponen,
yaitu arteri-arteri ekstrakranial, arteri intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri
perforantes berdiameter kecil.
6

Sistem Anterior (Sistem Carotid)1pm


Arteri carotis communis (ACC) sinistra
dipercabangkan langsung dari arkus aorta sebelah
kiri, sedangkan arteri carotis communis dekstra
dipercabangkan langsung dari arteri inominata
(brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago
thyroidea, ACC bercabang menjadi a.carotis
interna (ACI) dan arteri ncarotis eksterna (ACE)
yang mana ACI terletak lebih posterior dari ACE.
Percabangan a.carotis communis ini sering disebut
sebagai bifurcatio carotis yang mengandung
carotid body yang berespons terhadap kenaikan
tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran
darah, pH arterial dan penurunan PaCO 2 serta suhu
tubuh.
Arteri carotis interna bercabang menjadi dua bagian, yaitu ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a.carotis interna setelah dipercabangkan di daerah
bifurcatio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan
beranastomosis dengan arteri maksillaris interna, salah satu cabang ACE.
Arteri carotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus ,
berjalan dalam sinus kavernosus mempercabangkan a.opthalmica untuk n.optikus dan retina
kemudian bercabang menjadi a.cerebri media dan anterior. Keduanya bertanggung jawab
memvaskularisasi lobus frontalis, parietal dan sebagian temporal.

Sistem Posterior (Sistem Vertebro Basilar)1


Sistem ini berasal dari a.basilaris yang dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di a.subklavia. Dia berjalan menuju dasar kranium melalui kanalis transversalis di
kolumna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga kranium melalui foramen
magnum lalu masing-masing mempercabangkan sepasang a.cerebelli inferior. Pada batas
medulla oblongata dan pons, a.vertebralis kanan dan kiri tadi akan bersatu menjadi arteri
basilaris. A.basilaris pada tingkat mesencephalon akan mempercabangkan a.labirintis,
7

aa.pontis dan aa.mesencephalica kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang cabang
a.cerebri posterior yang menvaskularisasi lobus occipital dan sebagian medial lobus
temporalis.
Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang
arteri panjang yang melingkupi cerebellum. Arteriarteri tersebut adalah arteri cerebellaris superior,
arteri cerebellaris inferior anterior, arteri cerebellaris
inferior posterior. Untuk menjamin pemberian darah
ke otak, ada 3 sistem kolateral antara sistem carotid
dan sitem vertebrobasilar, yaitu
Sirkulus Willisi merupakan anyaman arteri
di dasar otak yang dibentuk oleh a.cerebri
anterior kanan dan kiri yang dihubungkan
dengan a.cerebri posterior kanan dan kiri
oleh a.communicans posterior, sedangkan
arteri cereberi anterior kanan dengan kiri
akan

dihubungkan

oleh

a.communican

anterior.
Anastomosis a.carotis interna dan a.carotis
eksterna di daerah orbital/
Hubungan antara sistem vertebral dengan
a.carotis eksterna.

II. 5 PATOGENESIS
PATOGENESIS INFARK OTAK
Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di
otak. Aliran darah otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaann istirahat nilainya stabil
tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik, aliran darah regional pada daerah
yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya. Derajat ambang batas aliran
darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu2
a. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60 cc/100 gram/menit) yang
bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal tetapi integritas
sel-sel saraf masih utuh.
8

b. Ambang aktivitas listrik otak adalah batas aliran darah otak (15 cc/100 gram/menit)
yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti, berarti
sebagian besar struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel adalah batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <15 cc/100/menit/gram).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi memungkinkan terjadinya beberapa
keadaan berikut ini:2
a. Pada sumbatan kecil terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala
yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa
hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih
besar tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi
neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada
pemeriksaan klinis ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND
(Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini,
timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda: 2
a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBFnya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa
adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah.
Daerah ini akan mengalami nekrosis.
b. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti dan terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan
asam laktatmeningkat. Terjadi kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
c. Daerah disekeliling penumbra tampak bewarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi serta kolateral maksimal.
9

Pada daerah ini, CBF sangat meninggu sehingga disebut sebagai daerah dengan
perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Pada proses iskemia fokal terjadi juga perubahan penting di daerah penumbra pada
sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemia, yaitu2
a) Kerusakan membran sel
b) Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
c) Meningkatnya asam arakhidonat dalam jaringan diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan menungkatnya agregasi
trombosit.
d) Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di daerah otak tetrtentu yang
mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia, yaitu di daerah talamus, area CA di
hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinje di serebelum serta lapisan 3,5,6 korteks
piramidalis.
e) Lepasnya radikal bebas, yaitu unsu yang mempunyai elektron pada lingkar paling
luarmya tidak berpasangan sehingga sangat labil dan reaktif. Besarnya peran radikal
bebas dalam kerusakan sel-sel saraf dan jaringan iskemik masih dalam penelitian.
PATOGENESIS PERDARAHAN OTAK
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak.
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah
yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak. Sedangkan perdarahan
subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid di sekitar sirkulus
arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding pembuluh
arah (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital, misalnya malformasi arteri-vena,
infeksi (sifilis) dan trauma.1,2
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh
sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah
atau penyakit pada dinding pembuluh darah (Congophilic Angiopathy) tetapi dapat juga
akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan subkortikal.
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis. Pada fase awal perdarahan, ekstravasasi darah mendesak jaringan
otak tanpa merusaknya karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan

10

ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat
dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorbsi darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu.
B. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenital yang sering terjadi
di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri serebri posterior dan arteri
komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak, berupa sakit kepala hebat dan muntamuntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi
hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan
subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan
vasospasme serebral hebat disertai infark otak.
II.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut, berupa:1
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemihipestesi).
Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, sopor atau koma).
Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan).
Disartria (bicara pelo/cadel).
Gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler) atau diplopia.
Ataksia (trunkal atau anggota badan).
Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.

11

Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior dapat
menimbulkan gejala klinik:
Amourosis fugax (fleeting blindness).
Afasia atau problem gangguan berbahasa lainnya seperti dislexia atau disgrafia.
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi posterior dapat
menimbulkan gejala klinik:

Gangguan lapang pandang sesisi


Kombinasi gejala-gejala gangguan batang otak seperti vertigo, diplopia dan disfagia.
Bilateral hemiparesis atau hemihipestesi.
Sindroma klinik yang terjadi pada TIA gangguan sirkulasi anterior atau posterior

dapat menimbulkan gejala klinik:

Kelemahan pada otot wajah, lengan atau tungkai, baik tersendiri maupun kombinasi.
Gangguan sensoris pada wajah, lengan atau tungkai tersendiri ataupun kombinasi.
Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh darah otak yang

mengalami gangguan. Berikut ini penggolongan sindroma klinik oklusi berdasarkan


lokasinya: 1
a. Arteri serebri anterior
Sindroma klinis oklusi arteri serebri anterior atau stroke arteri serebri anterior jarang
terjadi. Gejala yang timbul adalah paralisis (kelemahan) dan hilangnya sensasi pada
kaki kontralateral. Pengendalian miksi mungkin akan terganggu karena kegagalan

12

untuk menghambat kontraksi refleks kandung kemih sehingga menimbulkan


gangguan precipitate micturition.
b. Arteri serebri media
Sindroma klinis oklusi arteri serebri media atau stroke arteri serebri media paling
sering terjadi. Hal ini karena arteri serebri media merupakan pembuluh darah yang
sering terlibat dalam stroke iskemik. Tergantung pada lokasi yang terkena, beberapa
sindroma klinis yang mungkin timbul adalah
Stroke belahan superior
Mengakibatkan hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan
lengan tetapi kaki tidak terpengaruh; defisit hemisensorik kontralateral dengan
distribusi yang sama; tidak timbul hemianopia homonim. Jika hemisfer yang
dominan terkena, disertai afasia Broca (gangguan ekspresi bahasa dengan
pemahaman yang masih utuh).
Stroke belahan inferior
Lebih jarang terjadi, biasanya mengakibatkan hemianopia homonim kontralateral
yang mungkin lebih buruk pada sisi inferior; gangguan nyata fungsi sensorik;
gangguan pemikiran spasial. Jika hemisfer yang dominan terlibat, disertai afasia
Wernicke (gangguan pemahaman dan bicara yang lancar tetapi sering tidak
bermakna).
Oklusi pada bifurcatio arteri serebri media
Sindrom stroke ini menggabungkan gambaran hemiparesis dan defisit
hemisensorik kontralateral yang melibatkan wajah dan lengan jauh lebih berat
dari kaki, hemianopia homonim dan jika hemisfer dominan terlibat disertai afasia
global (gabungan ekspresif dan reseptif).
Oklusi batang arteri serebri media
Sindrom klinis stroke arteri cerebri media ini yang paling berat. Mengakibatkan
hemiplegia dan hilangnya sensasi kontralateral yang mempengaruhi wajah, lengan
dan kaki.
c. Arteri karotis interna
Sindroma klinis oklusi arteri karotis interna meliputi oklusi arteri karotis interna
ekstrakranialis dan intrakranialis yang bertanggung jawab atas seperlima kasus stroke
iskemik. Dapat asimptomatik dan simptomatik. Akan menimbulkan gejala yang
hampir sama dengan stoke arteri serebri media (hemiplegia, defisit hemisensori
kontralateral dan hemianopia homonim, afasia juga dapat muncul pada keterlibatan
hemisfer dominan)
d. Arteri serebri posterior
Mengakibatkan hemianopia homonim

yang mempengaruhi lapang pandang

kontralateral. Dengan oklusi yang berdekatan terhadap sumber arteri serebri posterior
13

pada tingkat midbrain, abnormalitas okuler yang timbul, antara lain vertical gaze
palsy, oculomotor nerve palsy, internuclear opthalmoplegia dan penyimpangan mata
ke arah vertikal. Infark arteri cerebri posterior dapat menyebabkan kortikal blindness,
gangguan memori atau ketidakmampuan memngenali wajah yang familier.
e. Arteri basilar
Sindroma klinis oklusi arteri basiler, antara lain:
Trombosis (oklusi trombotik pada arteri basilaris)
Trombosis basilar biasanya mempengaruhi bagian proksimal arteri basilaris yang
mensuplai pons. Keterlibatan bagian dorsal pons mengakibatkan paresis nervus
abducens unilateral atau bialteral, gangguan gerakan mata horizontal tetapi nistagmus
vertikal dan occular bobbing mungkin muncul. Hemiplegia atau quadriplegia biasanya
muncul dan koma adalah hal yang sering terjadi.

Emboli

Emboli cukup kecil untuk dapat melewati arteri vertebralis menuju ke arteri basilaris
yang lebih besar dan biasanya tertahan pada bagian puncak arteri basilaris, di mana
terdapat bifurcatio ke dalam arteri serebri posterior. Hasilnya adalah berkurangnya
aliran darah menuju formasio retikularis ascending midbrain dan thalamus yang
menyebabkan hilangnya atau gangguan kesadaran yang muncul dengan segera.
Paresis nervus okulomotorius unilateral atau bilateral menjadi ciri yang khas.
Hemiplegia atau quadriplegia dengan postur deserebrasi atau dekortikasi terjadi
karena keterlibatan pedunkulus serebri dalam midbrain.
f. Arteri sirkumferensial rami longus
Sindrom klinis arteri sirkumferensial rami longus merupakan suatu oklusi pada salah
satu percabangan sirkumferensial yang menghasilkan infark pada daerah dorsolateral
medulla atau pons.
Oklusi arteri serebelli inferior posterior yang mengakibatkan lateral medullary
syndrome. Sindrom ini memiliki gambaran ataksia serebelum ipsilateral, Horner
syndrome dan defisit sensorik fasialis; gangguan sensoris nyeri dan temperatur

kontralateral; nistagmus, vertigo, muntah, disfagia, disartria dan cegukan.


Oklusi arteri serebelli inferior anterior mengakibatkan infark pada bagian lateral
kaudal pons dan menyebabkan disfagia, Horner syndrome, disartria, gaze palsy,

tinnitus, tuli dan cegukan.


Sindroma infark pons bagian rostral sisi lateral mengakibatkan gangguan sensorik

kontralateral (sensasi sentuhan, getaran, posisi, nyeri dan temperatur).


g. Penetrasi panjang arteri vertebrobasilar paramedia rami longus

14

Menyebabkan infark paramedian pada batang otak dan menghasilkan hemiparesis


kontralateral jika pedunkulus terlibat. Keterlibatan nervus kranialis yang berhubungan
tergantung pada tingkat batang otak yang mengalami gangguan oklusi.
h. Arteri vertebrobasilar rami brevis
Menyebabkan hemiparesis kontralateral yang disebabkan karena keterlibatan traktus
kortikospinal dalam pedunkulus serebri atau basis pontis. Nervus kranialis juga
mungkin terpengaruh (N. III,IV,VII) sehingga menyebabkan paresis nervus kranialis
ipsilateral.
i. Infark lakunar
Arteri kecil yang terletak di kedalaman otak mungkin mengalami oklusi karena
perubahan di dalam dinding pembuluh darah yang dipicu oleh hipertensi kronis.
Infark lakunar paling sering terjadi di deep nuclei otak (putamen, thalamus, pons,
nukleus kaudatus dan bagian posterior dari kapsula interna. Ada 4 sindroma lakunar
klasik, antara lain stroke dengan hemiparesis motorik murni, stroke dengan gangguan
sensoris murni, ataksia hemiparesis dan dysarthria-clumsy hand syndrome.
II.7 DIAGNOSIS
Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius dan menduduki peringkat tinggi
sebagai penyebab kematian. Menit pertama sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit
neurologis merupakan kesempatan untuk mencegah kematian ataupun kecacatan permanen
yang serius. Sistem diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam
terapi

stroke akut yang optimal. Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis,

pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang.


ANAMNESIS
Penilaian pasien yang diduga mengalami TIA atau stroke bergantung pada waktu
yang telah dilewati dari onset gejala. Anamnesis harus memperoleh informasi sebagai berikut
(Warlow et al, 2007):
Karakteristik gejala dan tanda:1,2
o Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensorik atau visual)?
o Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki dan apakah
seluruh tubuh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
o Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal?
o Apakah kualitasnya (apakah negatif (misalanya kehilangan kemampuan sensoris,
motoris

atau

visual) ataukah positif (misalnya

menyebabkan

sentakan

tungkai/limb jerking, kesemutan atau halusinasi))?

15

Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)?
Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologis:
o Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
o Apakah onsetnya mendadak?
o Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimak saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul atau progresif dalam
menit/jam/hari atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal?
Apakah ada kemungkinan presipitasi:
o Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset?
Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai:
o Misalnya nyeri kepala, kejang epileptik, panik dan anxietas, muntah, nyeri dada?
Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan:
o Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
o Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermitten claudicatio atau arteritis?
o Apakah ada riwayat penyakit vaskular atau trombotik pada keluarga?
Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan:
o Merokok, konsumsi alkohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khususnya
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan)?
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien stroke harus dilakukan dengan cepat
karena adanya periode kritis. Pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan antara lain:1,2
1. Pemeriksaan status generalis:
Pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu) untuk
mengetahui apakah ada hipertensi sebagai salah satu faktor risiko, ada gangguan pada
pola pernapasan.
Pemeriksaan funduskopi pada retina dapat mengetahui adanya emboli pada pembuluh
darah retina.
Pemeriksaan pada leher (hilangnya denyut nadi carotis/bruit arteri carotis) yang
menandakan adanya gangguan pada a.carotid interna.
Pemeriksaan pada jantung untuk mendeteksi aritmia/murmur yang berkaitan dengan
gangguan katup jantung sebagai faktor predisposisi emboli jantung ke otak.
Palpasi arteri temporal berguna untuk mendiagnosis adanya giant cell arteritis dimana
pembuluh darah teraba keras, bernodul atau tidak teraba.
2. Pemeriksaan neurologis:
Pemeriksaan tingkat kesadaran secara kualitatif (compos mentis sampai dengan
koma) dan kuantitatif (dengan Glasgow Comma Scale).
Pemeriksaan defisit kognitif yang menandakan adanya lesi kortikal di sirkulasi
anterior.
16

Pemeriksaan lapang pandang. Hemianopia dapat terjadi apabila ada gangguan pada
a.cerebri anterior dan posterior.
Pemeriksaan gerak bola mata, nistagmus, optalmoplegia internuklear yang apabila
abnormal menandakan adanya gangguan pada batang otak dan sirkulasi posterior.
Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya.
Pemeriksaan dolls eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
Pemeriksaan sensasi dengan memeriksa sensasi kornea dan wajah sebagai respons
terhadap benda tajam.
Pemeriksaan faring dan lingual dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara bicara
dan memeriksa mulut.
Pemeriksaan motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan dan tonus otototot tangan dan kaki.
Pemeriksaan fungsi sensoris dengan memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris dengan jarum, rabaan, vibrasi dan posisi (tingkat level gangguan sensibilitas
pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis pada medulla spinalis/dermatom).
Pemeriksaan fungsi serebelum dengan melihat cara berjalan dan pemeriksaan
disdiadokokinesia.
Pemeriksaan ataxia pada tungkai. Hemiataxia menunjukkan adanya lesi ipsilateral
pada batang otak atau cerebellum tetapi dapat juga disebabkan oleh lakuna pada
kapsula interna.
Pemeriksaan refleks asimetri (misalnya refleks fisiolgis anggota gerak kanan
meningkat dan kiri normal).
Pemeriksaan refleks patologis (refleks babinski)
Selain itu, ada cara sederhana skrining pasien stroke dengan anamnesis sederhana dan
pemeriksaan fisik singkat. Beberapa metode skrining untuk mendiagnosis stroke di luar
rumah sakit adalah Face Arm Speech Test (FAST), Los Angeles Paramedic Stroke Scale
(LAPSS), Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS) dan Melbourne Ambulance Stroke
Screen (MASS) (Harbison et al., 200; Nor et al., 2004; Khotari et al., 1999; Hand et al.,
2006)1
Assessment
Anamnesis:

FAST

LAPSS

CPSS

MASS

Umur >45 tahun

R. kejang/epilepsi

Riwayat lumpuh sebelumnya

Kadar gula darah 2,8-2,2

mmol/L
Pemeriksaan fisik:
17

Facial droop (senyum atau X

menunjukka giginya)
Arm

drift

(kelumpuhan X

lengan)
Hand grip (kekuatan tangan

menggenggam)
Speech (mengulangi kalimat) X
Kriteria untuk identifikasi

stroke:
Pemeriksaan fisik yang (+)

Point-point anamnesis yang

X
X

dijawab iya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
Pemeriksaan laboratorium:2

Pemeriksaan kimia darah lengkap:


Gula darah sewaktu pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula

darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT) dan profil lipid

(trigliserida, LDL, HDL dan lipid total)


Pemeriksaan hemostatis:
Waktu protrombin
APTT
Kadar fibrinogen
D-dimer
INR
Viskositas plasma
Pemeriksaan neurokardiologi pada sebagian kecil pendertita stroke terdapat
perubahan pada EKG. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan serangan infark
jantung atau akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu miokard infark. Dalam
hal ini dilakukan pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya CK-MB atau

transesofagial echocardiography untuk visualisasi emboli kardial.


Pemeriksaan radiologi:
CT-Scan otak segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan perdarahan otak atau infark otak. Pada infark otak,
gambaran CT-Scan pada hari-hari pertama tidak memberikan gambaran jelas dan
18

biasanya baru tanpak setelah 72 jam serangan. Perdarahan/infark di batang otak


sangat sulit diidentifikasi sehingga perlu pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologis di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks dapat memperlihatkan keadaan jantung (pemebesaran
ventrikel kiri sebagai akibat hipertensi kronis atau kelainan jantung lain) dan paruparu.
II.8 KOMPLIKASI
Pasien stroke berisiko tinggi mengalami komplikasi medis serius yang disebabkan
oleh arteriosklerosis (iskemia/infark miokard), tirah baring yang lama dan mobilitas rendah
(ulkus dekubitus, DVT, emboli paru, depresi dan malnutrisi) dan akibat langsung stroke itu
sendiri (peningkatan tekanan intrakranial, kejang, ulkus saluran cerna yang diinduksi stress,
masalah berkemih, pneumonia aspirasi). Komplikasi perdarahan terutama dapat terjadi pada
penggunaa antikoagulan dan trombolitik.4
II.9 PENATALAKSANAAN
Penderita stroke sejak mulai pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan di luar
RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus-menerus sampai optimal dan mencapai
keadaan fisil maksimal. Jadi, strategi manajemen stroke mempunyai tujuan utama untuk:1,2
a) Memperbaiki keadaan penderita sehingga kesempatan hidup maksimum, di mana
dilakukan usaha medis/terapeutik terutama dalam fase akut hingga optimal.
b) Memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga.
c) Mencegah timbulnya serangan stroke berulang.
d) Mencegah timbulnya komplikasi akibat stroke.
Menurut WHO, konsekuensi stroke dilihat dari 4 aspek, yaitu2
Aspek patologi membicarakan anatomi, etiologi dan patofisiologi stroke secara klinis
dan intervensi medik (surgikal) dilakukan berdasarkan proses patologis tersebut.
Impairment menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis
yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, terapi okupasional, EMG/Evoked
Potential ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
Disability menggambarkan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatuy yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat, seperti tidak bisa
jalan, menelan dan melihat.
Handicap menggambarkan halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
akibat impairment atau disability tersebut.
Manajemen stroke terdiri dari beberapa fase yang saling berurutan:

Umum pada fase akut


Spesifik pada fase akut, surgikal maupun medik
19

Rehabilitasi dan perawatan lanjutan

MANAJEMEN STROKE ISKEMIK FASE AKUT


Manajemen stroke iskemik fase akut, dilakukan ABC sesuai kedaruratan:2
a) Airways and Breathing
Pembebasan jalan napas bagian tas merupakan prioritas yang pertama supaya bersih
dan bebas dari hambatan. Setelah itu, dilakukan penilaian tingkat kesadaran, kemampuan
bicara dan kontrol pernapasan dengan cepat hanya dengan menanyakan nama dan
alamat penderita. Pemeriksaan orofaring dan mulut untuk melihat sisa makanan atau
benda asing di mulut. Kesulitan untuk memperoleh udara dan upper respiratory airways
umumnya karena kesadaran menurun, mungkin diperlukan guedel atau jalan napas
hidung. Jika penderitan dengan kesadaran sangat menurun dan tidak mampu
mengendalikan sekret oral, pertimbangkan pemasangan intubasi dan ventilasi mekanik.
Setelah potensi jalan napas terkendali, observasi terus menerus irama dan frekuensi
pernapasan untuk mendeteksi tanda-tanda awal gagal napas.
b) Circulation
Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat. Termasuk
komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi denyut jantung dan tekanan darah.
Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan pada kedua sisi, jika terjadi perbedaan nyata
kemungkinan terdapat diseksi aorta atau carotis. Keadaan ini seterusnya bermanifestasi
pada kedaruratan neurologi. Jika mungkin, monitor kardian dan tekanan darah serta pulse
oksimetri dapat dipasang dan dilakukan deteksi EKG. Perubahan EKG dapat terjadi,
misalnya inversi gelombang T pada 15-70% kasus stroke akut. Jika sirkulasi telah stabil,
maka penilaian tiap 15 menit diperlukan.
Selain itu, penderita stroke perlu segera dipasang IVFD (intra venous fluid drip) dan
cairan yang diberikan tidak boleh mengandung glukosa karena hiperglikemia
menyebabkan perburukan fungsi neurologis.
Pengobatan medik yanh spesifik dilakukan dengan 2 prinsip dasar, yaitu
o Pengobatan mendik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke
o Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapt menghancurkan emboli atau
trombus yang ada di pembuluh darah otak.
Terapi Trombolisis3
Terapin intravena trombolisis untuk stroke akut telah diterima secara umum. The
Food and Drug Administration (FDA) menyetujui dan merekomendasikan penggunaan
intravena r-TPA (recombinant-Tissue Plasminogen Activator) pada penelitian stroke akut
20

sejak tahun 1996. Rekomendasi pengobatan stroke diarahkan pada perbedaan keuntungan dan
kerugian dalam tatalaksana yang diberikan pada terapi fibrinolitik dengan r-TPA yang secara
umum mempunyai keuntungan terhadap reperfusi segera akibat lisisnya trombus dan
perbaikan sel serebral sangat bermakna. Oleh karena itu, pengobatan lini pertama pada stroke
akut adalah pemberian

terapi fibrinolisis segera setelah diagnosis stroke iskemik akut

ditegakkan. Penggunaan r-TPA dihubungkan dengan perbaikan outcome pasien dalam 3 jam
onset stroke. Pengobatan sedini mungkin ( dalam 90 menit) menghasilkan outcome yang
sangat baik. Tujuan terapi trombolitik ini

adalah rekanalisasi trombus arterial dan

memperbaiki daerah penumbra iskemik yang disebabkan oleh kondisi hipoperfusi yang kritis
terhadap jaringan otak yang masih hidup berada di sekitar inti infark yang rusak dan
irreversibel. Daerah iskemik penumbra masih sekitar 80% pada pasien dengan 3 jam onset
stroke tetapi proporsi semakin berkurang dengan bertambahnya waktu.
Manajemen Tekanan darah Pada Stroke Akut3,5
Hipertensi sangat sering terjadi pada stroke akut. Penelitian di Indonesia didapatkan
kejadian hipertensi pada stroke akut sekitar 73,9%. Penurunan tekanan darah secara rutin
tidak dianjurkan karena kemungkinan dapat memperburuk keadaan neurologis. Pada
guideline Stroke 2007 Perdossi, tekanan arteri rata-rata pada stroke akut dianjurkan di bawah
145 mmHg. AHA/ASA guideline 2007 dan ESO 2009 merekomendasikan penurunan tekanan
darah yang tinggi pada stroke akut:
o Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama onset stroke, apabila tekanan darah sistolik
>220 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg
o Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (r-TPA), TD
sistolik diturunkan hingga <185 mmHg dan TD diastolik < 110 mmHg.
o Obat antihipertensi yang diberikan adalah labetalol, nitropruside, nikardipin,
nitropaste atau diltiazem intravena.
Pemberian Antikoagulan Pada Stroke Iskemik Akut3
Pada fase akut stroke, antikoagulan heparin sering dipakai. Antikoagulan ini dapat
mengurangi kejadian deep vein thrombosis dan emboli pulmonal. Efek samping yang sering
terjadi dari pemberian antikoagulan adalah bahaya perdarahan intraserebral yang cepat
terutama pada orang tua, hipertensi berat dan infark yang sangat luas. Penggunaan heparin
subkutan lebih disukai daripada intravena dan pemberiannya hanya beberapa hari kemudian
dilanjutkan dengan antikoagulan per oral. ESO guideline 2008 merekomendasikan pemberian

21

heparin, Low Molecular Weight Heparin atau heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak
bermanfaat.
Pemberian Terapi Antitrombotik Pada Stroke Iskemik Akut3
Pengobatan dengan antiplatelet pada fase akut stroke dianjurkan. Berdasarkan
AHA/ASA guideline 2011 tentang pemberian aspirin pada stroke akut dengan dosis 325 mg
dalam 24-48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
Pemberian Terapi Citicholin
Mekanisme yang pasti tentang citicholin sebagai terapi pada stroke iskemik akut belum jelas.
Diperkirakan citicholin menurunkan pelepasan free fatty acid dan mengurangi radikal bebas
sehingga mencegah kerusakan sel neuron otak. Pemberian citicholin juga mengurangi
progresivitas kerusakan sel iskemik dengan pelepasan asam lemak bebas. Pada penelitian
ICTUS (International Citicholine Trial in Acute Stroke, ongoing) dikatakan bahwa citicholin
diberikan pada fase akut stroke iskemik dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu cukup bermanfaat.
MANAJEMEN STROKE HEMORAGIK 2,5
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan
dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi. Penanganan medik fase akut
dilakukan pada penderita stroke hemoragik dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang
tinggi (TD sistolik >220 mmHg atau TD diastolik >120 mmHg atau MAP >130 pada stroke
hemoragik) sedini dan secepat mungkin agar membatasi pembentukan edema vasogenik
akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan. Pada perdarahan
subarakhnoid tekanan darah diturunnkan hingga sistolik 140-160 mmHg tetapi tergantung
kondisi pasien agar tidak terjadi vasospasme. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko perdarahan ulang atau terus-menerus akan tetapi daerah otak sekitar hematom
bertambah iskemik karena autoregulasi hilang sehingga obat antihipertensi diberikan apabila
TD sistolik >180 mmHg atau TD diastolik >100 mmHg. Pada fase akut sebaiknya digunakan
obat antihipertensi intravena baik kontinu maupun intermitten agar dapat diatur penurunan
tekanan darah sesuai target dengan pemantauan kontinu.
Pada stroke hemorragik, sering terjadi peningkatan tekanan intracranial karena edema
otak. Pemberian antiedema seperti mannitol, diuretic dan steroid dapat dilakukan
untuk mengelakkan keparahan lebih lanjut seperti terjadinya herniasi otak, sehingga
menekan batang otak. Indikasi untuk pemberian mannitol berupa:- menurunkan
tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral, meningkatkan diuresis pada
22

pencegahan dan/atau
pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular,
meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner
pada operasi prostat atau operasi transuretral.
Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Anak-anak :
I.V : dilakukan uji dosis (untuk menilai fungsi ginjal): 200 mg/kg selama 3-5 menit
untuk menghasilkan kecepatan aliran urin sekurangnya 1 mL/kg selama 1-3 jam.
Dosis awal : 0.25-1 g/kg.
Dosis pemeliharaan : 0.25-0.5 g/kg diberikan setiap 4-6 jam
Dewasa :
IV : dilakukan uji dosis (untuk menilai fungsi ginjal) : 12.5 g(200 mg/kg) selama 3-5
menit untuk menghasilkan kecepatan aliran urin sekurangnya 30-50 mL urin per jam,
jika kecepatan tidak meningkat, lakukan uji kedua.
Jika tes ini tidak menghasilkan output urin yang diharapkan, dilakukan pemeriksaan
kembali.
Dosis awal : 0.2-1 g/kg.
Dosis pemeliharaan : 0.25-0.5 g/kg setiap 4-6 jam, dosis harian lazim : 20-200 g/24
jam.
Tekanan intrakranial : edema serebral : 0,25-1.5 g/kg/dosis I.V dalam larutan 20%50% larutan dalam > 30 menit, pertahankan osmolalitas serum 310 sampai <320
mOsm/kg. Pemberian mannitol juga pada kasus-kasus seperti:Pencegahan gagal ginjal akut (oliguria)

: 50-100 g.

Pengobatan oliguria

: 100 g

Pre operasi neuro

: 1.5-2 g/kg diberikan 1-1.5 jam sebelum

operasi
Penurunan tekanan intraokular

: 1.5-2 g/kg dalam larutan 20%-50%;

berikan selama 30 menit.


Pasien lanjut usia

: berikan rentang dosis awal terendah.

Manitol dikontraindikasikan untuk keadaan gagal ginjal parah. Hati-hati pada


penggunaan pada pasien dengan penyakit ginjal.
Tindakan bedah pada ICH sampai sekarang masih kontroversial, terutama pada
ganglionic hemorrhage prognosis biasanya buruk. Ada beberapa indikasi untuk tindakan
23

bedah, misalnya volume 55 cc, midline shift 5mm, perdarahan pada ICH, pasien dapat
survive tetapi level fungsionalnya kurang baik. Tindakan bedah yang dilakukan adalah
aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah terbuka, evakuasi endoskopik dan aspirasi
stereotaksik. Pada penatalaksanaan perdarahan subarakhnoid dilakukan pengobatan kausal
untuk mencegah komplikasi dan perburukan kondisi penderita. Pengobatan kausal dilakukan
oleh spesialis bedah saraf.
Tabel. Obat-obat antihipertensi parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke
akut3,5
Obat

Dosis

Mula

Lama

Kerja

Kerja

Segera

1-2 menit

Efek Samping

Keterangan

Vasodilator
Sodium

0,25-10

nitropruside

g/kg/menit

berkeringat,

emergensi

IV infus

kontraksi otot

pada semua

Nicardipine

Mual,

muntah, Hipertensi

kasus;

hati-

hati

pada

TIK

tinggi

5-15 mg/jam 5-10 menit

15-30

dan azotemia
Takikardia, sakit Hipertensi

IV

menit,

kepala, flushing

Nitrogliserin 5-100

2-5 menit

dapat

pada semua

melebihi 4

kasus,

jam

kecuali gagal

5-10 menit

g/menit IV
infus
Inhibitor adrenergik
Labetalol
20-80 mg IV 5-10 menit
hidroklorida bolus setiap
10 menit

emergensi

3-6 jam

Sakit

jantung
kepala, Iskemia

muntah

koroner

Bronkokonstriksi

Hipertensi

, muntah, pusing emergensi


hipotensi

pada semua

ortostatik

kasus kecuali

0,5-2

gagal jantung

mg/menit IV

akut

24

Esmolol

infus
250-500

1-2 menit

10-30 menit Hipotensi,

hidroklorida g/kg/menit
IV

bolus

asthma,

Diseksi
nausea, aorta,

gagal jantung

perioperative

kemudian
50-100
g/kg/menit
infus
PERAWATAN UMUM PADA PENDERITA STROKE AKUT
Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada penderita stroke akut adalah
mempertahankan kondisi agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta makanan
yang cukup agar metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis dilakukan:

Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC.


Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratorius dan urinarius.
Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal.
Mencegah dekubitus dan trombosis vena dalam.
Mencegah timbulnya stress ulcer dengab pemberian antasida/PPI.
Menilai kemampuan menelan penderita untuk menilai apakah dapat diberikan
makanan per oral atau dengan NGT (naso gastric tube).

II.10 PENCEGAHAN
Kegagalan untuk mengidentifikasi dan menangani faktor risiko stroke secara optimal
akan berperan di dalam kejadian recurrent stroke dan kematian karena oenyakit
serebrovaskular. American Heart Association (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi
untuk prevensi primer dan sekunder berdasarkan faktor-faktor risiko.1
Prevensi Primer dan Sekunder Serangan Stroke Pada AF
Farmakoterapi:
1. Terapi Upstream dan modifikasi faktor risiko (ACEI, ARBs, statin, digitalis,
amiodarone, -blocker dan calcium antagonis.
2. Platelet inhibitor (aspirin, clopidogrel, ticlopidine).
3. Multitarget (inhibitor koagulasi):
Antagonis vitamin K (warfarin, acenocumarol, phenprocoumon).
Heparin, Low Molecular Weight Heparin
4. Selective inhibitors faktor-faktor koagulasi
Faktor Xa inhibitor:

25

Short acting, direct inhibitor (rivaroxaban)


Long acting, indirect inhibitors (idraparinux, biotinylated idraparinux)

Faktor Iia (trombin) inhibitor:


Direct oral trombin inhibitor (dabigatran)
Non farmakoterapi:
1. Modifikasi faktor risiko
2. Electrical cardiioversion
3. Electrical ablation of right atrial conductive tissue
4. Percutaneous left atrial appendage occlusion
5. Minimally invasive surgical isolation of the LAA
Evidence-based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke pada hipertensi
berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Network (2008) adalah1
Faktor Risiko

Pernyataan
Terapi antihipertensi
untuk

mencegah

Rekomendasi
direkomendasikan Class I, level of

stroke

rekuren

dan evidence A

kejadian vaskular lainnya pada pasien yang


pernah mengalami stroke iskemik dan di
luar periode hiperakut .
Mengingat manfaat yang meluas pada Class Iia, level
pasien yang dengan atau tanpa riwayat of evidence B
hipertensi,

rekomendasi

dipertimbangkan

Hipertensi

untuk

ini

harus

semua

pasien

stroke iskemik dan TIA.


Target penurunan tekanan darah absolut Class Iia, level
tidak pasti dan bersifat individual tetapi of evidence B
ada manfaat dengan penurunan rata-rata
10/5 mmHg dan tingkat tekanan darah
normal telah didefinisikan <120/80 mmHg
oleh JNC VII.
Beberapa
modofikasi

gaya

hidup Class IIb, level

dihubungkan dengan penurunan tekanan of evidence C


darah dan harus dimasukkan sebagai
bagian

dari

terapi

komprehensif

antihipertensi.
26

Regimen obat yang optimal masih belum Class I, level of


diketahui dengan pasti, tetapi bukti yang evidence A
ada mendukung penggunaan diuretik dan
kombinasi diuretik dengan ACE-I. Pilihan
obat dan target spesifik harus dibuat secara
individual berdasarkan data klinis dan
pertimbangan yang ada serta karakteristik
pasien yang spesifik (gangguan ginjal,
penyakit jantung, DM)
Evidence-based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke dengan antiplatelet
pada TIA atau stroke iskemik berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Network (2008)
adalah1
Pernyataan
Dosis rendah aspirin (75 mg/dL) dan dipiridamol (200 md-

Rekomendasi
A

modified released 2 kali sehari) harus diberikan setelah


serangan stroke iskemik atau TIA untuk prevensi sekunder
dari kejadian gangguan vaskular
Titrasi dosis dipiridamol dapat membantu menurunkan

insidensi nyeri kepala.


Clopidogrel (57 md/dL)

sebagai

monoterapi

dapat

dipertimbangkan sebagai alternatif terapi kombinasi aspirin


dan dipiridamol pasca stroke iskemik/TIA untuk prevensi
sekunder.
Kombinasi aspirin dan clopidogrel tidak direkomendasikan

untuk prevensi sekunder untuk jangka panjang pada pasien


TIA atau stroke iskemik.
Evidence-based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi stroke ulang pada TIA atau
stroke iskemik dengan dislipidemia berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Network
(2008) adalah1
Pernyataan
Statin dapat diberikan kepada pasien yang mengalami

Rekomendasi
A

stroke iskemik tanpa memandang tingkat kolesterolnya.


Atorvastatin (80 mg) dapat dipertimbangkan untuk pasien-

pasien dengan TIA/stroke iskemik.


27

Evidence-based medicine dalam pelayanan medik untuk prevensi faktor risiko stroke
berdasarkan pada American Heart Association/American Stroke Association (Sacco et al.,
2006) adalah1
Faktor Risiko
Merokok

Pernyataan
Rekomendasi
Semua pasien stroke iskemik Class I, level of evidence C
atau

TIA

merokok

yang

pernah

dalam

tahun

sebelumnya
dianjurkan

untuk

tidak

merokok.
Menghindari

sebagai

perokok pasif.
Konseling produk

nikotin

dan
Alkohol

sangat

obat

oral

untuk

menghentikan merokok
pasien stroke iskemik atai Class I, level of evidence A
TIA yang pernah menjadi
peminum

berat

harus

menghilangkan
mengurangi
Obesitas

alkohol
Penurunan

atau
konsumsi

BB

mungkin Class IIb, level of evidence C

dapat dipertimbangkan paa


semua pasien stroke iskemik
atau TIA dengan BB berlebih
untuk mempertahankan BMI
18,5-24,9 kg/m2 dan lingkar
pinggang < 35 cm pada
Aktivitas fisik

wanita dan pria < 40 cm.


Individu
dengan
stroke Class IIb, level of evidence C
iskemik/TIA yang mampu
melakukan

aktivitas

fisik,

setidaknya 30 menit latihan


fisik

dengan

intensitas
28

moderat

tiap

harinya.

Individu dengan disabilitas


setelah

stroke

iskemik,

latihan fisik terapetik dengan


pengawasan
direkomendasikan.

II.11 PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek, yaitu death, disease, disability, discomfort,
disatisfaction dan destitution (Asmedi & Lamsudin, 1998). Keenam aspek tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Kapelle et al mengatakan prognosis fungsional stroke
pada infark lakunar cukup baik karena tingkat ketergantungan pada activity daily living
(ADL) hanya 19% pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20%) sampai tahun pertama. 1
Dari berbagai penelitian, fungsi neurologis dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke
menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbaikan
fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan
pasca stroke (kojima et al., 1990). Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan pasien stroke minor. Menurut analisis multivarian disimpulkan bahwa
usia, indeks massa tubuh yang lebh rendah dan stroke perdarahan adalah faktor risiko yang
signifikan untuk kematian setelah stroke.1

BAB III
KESIMPULAN
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah
stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1 Menurut WHO MONICA project,
stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan
atau kematian), tanpa tanda-tanda penyebab non vaskular, termasuk didalamnya tanda-tanda
perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebri, iskemik atau infark serebri.3

29

Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung,
anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes
melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak
bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4 Menit pertama
sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit neurologis merupakan kesempatan untuk
mencegah kematian ataupun kecacatan permanen yang serius. Sistem diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam terapi stroke akut yang optimal.
Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
penunjang.
Beberapa metode skrining untuk mendiagnosis stroke di luar rumah sakit adalah
Face Arm Speech Test (FAST), Los Angeles Paramedic Stroke Scale (LAPSS), Cincinnati
Prehospital Stroke Scale (CPSS) dan Melbourne Ambulance Stroke Screen (MASS)
(Harbison et al., 200; Nor et al., 2004; Khotari et al., 1999; Hand et al., 2006) 1 Manajemen
stroke terdiri dari beberapa fase yang saling berurutan, yaitu umum pada fase akut, spesifik
pada fase akut, surgikal maupun medik dan rehabilitasi dan perawatan lanjutan.
Dari berbagai penelitian, fungsi neurologis dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari
pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai
6 bulan pasca stroke (kojima et al., 1990).

DAFTAR PUSTAKA
1. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press. 2009; pg.19-29, 46-52, 55-61, 64-7085-95, 121-31, 151-8, 165-66.
2. Misbach. Stroke Aspek diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI Jakarta. 1999; pg.1-9, 19-25, 46-58, 59-85
3. Rasyid Al. Updates on Neuroemergency 2011. Jakarta: FKUI. 2011; PG 40-6, 54.
4. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009; pg. 2-43.
5. Misbach J, Tobing SML (ed). Guidelines Stroke 2004. Jakarta: Perdossi. 2004; pg.3-11
6. Infuse mannitol. Available at: http://www.farmasiku.com/index.php?
target=products&product_id=33922. Accessed on 18th January 2013.

30

31

Вам также может понравиться