Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak
terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan,
iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh.
Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun pada pasien
DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut (seperti diabetes
ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar nonketotik) maupun kronik. Komplikasi
kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa ditegakkan.
Komplikasi kronik terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50%
akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu,
sebanyak 30% penderita diabetes mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10%
menjalani amputasi tungkai kaki.
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada
abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes
di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang. Menurut data
WHO, Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita
diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk
Indonesia yang mengidap penyakit diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. Identitas Pasien dan Keluarga
Identitas Pasien
Nama
: Ny. Imronah
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 45 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat
: Dusun Kliwonan RT 02 RW 07 Desa Jogomulyo,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Tengah
: Islam
: Jawa
: Tamat SD
: Buruh Tani
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Tengah
: Islam
: Jawa
: Tamat SD
: Buruh Tani
B. Profil Keluarga
Tabel 1. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
No
Nama
Kedudukan JK
dalam
1. Panut
2. Imronah
Keluarga
KK
Istri KK
Umur
(tahun)
L
P
48
45
SD
SD
Buruh tani
Buruh tani
Sehat
Sakit
3. Sarinah
Ibu KK
4. Mustakim
Anak KK
85
18
Tidak sekolah
SMP
Tidak
Sehat
bekerja
TD : 120/70
Tidak
mmHg
Sehat
bekerja
Keterangan :
L
: laki-laki
: perempuan
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
Kedua tangan dan kaki sering kesemutan, sering BAK malam hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Tempuran untuk kontrol penyakitnya.
Sebelumnya pasien didiagnosis oleh dokter menderita diabetes melitus sejak
1 tahun yang lalu. Saat ini pasien mengeluh kedua tangan dan kaki sering
kesemutan sepanjang hari. Pasien juga mengatakan bahwa ia merasa cepat
haus dan sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil sebanyak 34 kali/ malam.
1 tahun yang lalu, pasien datang ke Puskesmas Muntilan dengan
keuhan adanya luka melentung di daerah punggung. Awalnya luka tersebut
dirasakan kecil, tetapi lama-kelamaan semakin membesar, dan membuat
pasien merasa tidak nyaman. Saat berobat ke puskesmas, luka melentung
tersebut pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kuning, dan setelah itu
dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan hasilnya 480 mg/dl.
Pasien didiagnosis oleh dokter menderita diabetes melitus.
2 bulan yang lalu, pasien merasa badannya lemas dan berat badan
menurun, padahal pasien mengaku nafsu makannya semakin meningkat.
Penurunan berat badan diakui pasien tidak diikuti dengan diet, pasien juga
mengatakan tidak sedang banyak pikiran. Keluhan jantung berdebar-debar
disangkal, ia juga mengatakan tidak ada keluhan leher membesar ataupun
bola mata yang menonjol.
Pasien mengaku tidak merasakan gatal gatal di selangkangan atau
bagian tubuh lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat sakit jantung, darah tinggi, ginjal
maupun asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama seperti
pasien. Riwayat kencing manis, hipertensi, asma, penyakit jantung dalam
keluarga disangkal.
Riwayat Kesehatan Reproduksi
Pasien mengaku tidak ada keluhan dalam aktifitas sexualnya. Pasien
tidak menggunakan KB sudah 1 tahun setelah IUD lepas.
Riwayat Kebiasaan
Pasien sering mengkonsumsi makanan manis dan jarang berolahraga.
Merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien kontrol rutin ke puskesmas untuk penyakit kencing manisnya.
Pertama kali berobat pasien diberikan metformin 2x500 mg oleh dokter.
Puskesmas. Saat ini pasien diberi obat tambahan Glibenklamid 1 x 5 mg yang
sudah diminum selama 2 bulan.
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Daerah tempat
tinggal pasien merupakan daerah endemis penyakit DBD.
Pemeriksaan Fisik
Tanggal 14 September pukul 12.00 WIB di kediaman pasien.
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36,80 C
Pernapasan
: 20x/menit
BB sebelum sakit : 54 kg
BB sekarang
: 45 kg
TB
: 155 cm
BMI
: 18,73
Status Generalis
Kepala
: Normosefali
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan (-)
Leher
Thoraks
Paru - paru
o Inspeksi :
Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada pernafasan simetris, sama
tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, retraksi (-/-).
o Palpasi :
Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, vocal
fremitus simetris, sama kuat.
o Perkusi :
Kedua hemitoraks berbunyi sonor, peranjakan paru tidak dapat dinilai.
o Auskultasi :
Suara napas vesikuler, rhonkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
o Inspeksi :
Bentuk dada normal, simetris, iktus kordis terlihat pada ICS V 2 cm lateral
dari garis midklavikularis kiri.
o Palpasi :
Iktus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral dari garis midklavikularis kiri.
o Perkusi :
Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada garis sternalis kiri setinggi ics IV,
batas paru lambung sekitar ics VI, batas jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis
midklavikularis kiri, batas atas jantung kiri setinggi ics III pada garis sternalis kiri.
o Auskultasi :
Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Ekstremitas
Ekstremitas Superior
GDS
: 182 mg/dl
GDS
: 167 mg/dl
Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe 2
Rencana Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Glibenklamid 1 x 5 mg (p.o)
Non medikamentosa :
Edukasi
ringan
bisa
menggunakan
buah-buahan,
perbanyak
Olahraga teratur
Olahraga yang dilakukan oleh pasien dianjurkan 3-4 x/minggu, dalam
1 kali dilakukan dalam waktu + 30 menit. Olahraga tidak perlu
mengangkat atau melakukan sesuatu hal yang berat. cukup berjalan
kaki dipagi atau disore hari. kurangi aktifitas seperti menonton tf dan
bermalas malasan.
Faktor pendukung :
Pasien rutin minum obat dan kontrol ke dokter.
Faktor penghambat :
Terkadang masih susah untuk mengatur pola makan.
Indikator keberhasilan
Perbaikan keadaan umum
Fungsi Biologis
Fungsi Psikologis
Penderita memiliki satu anak. Saat ini penderita tinggal serumah dengan anaknya
yang belum bekerja dan ibunya. Hubungan antara penderita dengan anak dan
ibunya baik. Penderita bekerja sebagai buruh tani. Penderita mempunyai
kepribadian yang terbuka dan ramah terhadap orang lain.
Fungsi Sexual
Pasien wanita subur yang berusia 45 tahun dan mengaku masih menstruasi.
Pasien mengaku tidak menggunakan alat kontrasepsi sejak 1 tahun yang lalu
setelah IUD lepas. Tidak terdapat keluhan pada aktifitas sexual pasien.
Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi dari upahnya sebagai buruh tani.
Pendapatan perbulan kurang lebih Rp. 500.000 800.000. Uang tersebut dipakai
untuk kebutuhan rumah tangga seperti listrik dan makan. Pasien tidak
mempunyai ASKES untuk kesehatan.
Fungsi Pendidikan
Penderita bersekolah sampai SD.
Fungsi Religius
Penderita seorang Muslim dan keluarga yang lain memeluk agama Islam,
menjalankan ibadah agama secara rutin (sholat dan pengajian). Penerapan nilai
agama dalam keluarga baik.
dan
10
bayam, dll), air minum (air putih, teh, kopi). Pasien jarang mengkonsumsi ayam,
daging. Air minum berasal dari air sumur pompa yang dimasak sendiri.
F. Identifikasi Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan
Faktor Perilaku
Penderita bekerja sebagai buruh tani.
Faktor Lingkungan
Tinggal dalam lingkungan yang cukup padat penduduk, dimana kebersihan di
dalam rumah kurang. Pencahayaan di dalam rumah kurang dan sirkulasi udara
juga kurang baik. Sumber air minum berasal dari sumur pompa dan dimasak
sebelum diminum. Buang air besar menggunakan jamban leher angsa di wc
umum di luar rumah yang langsung dibuang ke septic tank. Untuk pembuangan
limbah, dibuang ke got dan mengalir ke saluran kota, dan tersedianya tempat
pembuangan sampah di luar rumah.
Faktor Keturunan
Tidak ada anggota keluarga yang menderita diabetes melitus.
11
lubang asap dapur, namun asap dapur langsung mengarah ke pintu. Tidak ada
saluran untuk pembuangan air limbah. Tidak ada tempat pembuangan sampah
dan tertutup dan membuang sampah di kebun. Jalan di depan rumah lebarnya 4
meter terbuat dari tanah . Kebersihan lingkungan di sekitar rumah cukup.
Dapur
Ruang
Makan
Kamar
tidur 2
Kamar
Mandi
Umum
Jamban
Umum
Kamar
tidur 3
Kamar
tidur 1
Ruang
Tamu
12
GENETIK
YANKES
STATUS
KESEHATAN
- Puskesmas
berlokasi cukup
dekat
LINGKUNGA
N
PERILAKU
Sering
mengkonsum
si makanan
manis
Jarang
berolahraga
13
Keluarga
yang terlibat
Pasien
Mendapatkan diagnosis
September
2013
Hasil Kegiatan
kerja pasien
Pasien
keluarga
lingkungan sekitar.
penjelasan yang
Memberikan penjelasan
diberikan dan
diharapkan dapat
Diabetes mellitus,
komplikasi, pengobatan
pencegahan, faktor resiko.
Edukasi mengenai pola
penyakit Diabetes
menangani penyakit
tersebut.
Tingkat pemahaman :
Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan cukup baik.
14
Faktor pendukung :
Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan yang
diberikan tentang penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk memperbaiki pola
perilaku hidup yang sehat.
Faktor penyulit : -
Indikator keberhasilan : pasien mengetahui risiko dan bahaya dari penyakit itu
sendiri.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association(ADA) 2005, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-keduanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes Melitus merupakan suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relative dan gangguan fungsi
insulin.3
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dapat dilihat pada table 1.3
Tabel 4.Klasifikasi Etiologis DM
Tipe 1
15
absolute :
Tipe 2
Autoimun
Idiopatik
Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi
Tipe lain
Endokrinopati
Infeksi
Diabetes
Melitus
Gestasional
umur
kehamilan,
tetapi
tidak
merupakan
C. PATOFISIOLOGI
16
17
D. DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
18
keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama jika keluhan klasik
ditemukan. maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Meskipun TTGO beban 75g glukosa
lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah
dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan
untuk diagnosis DM.6
19
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok
diperoleh.7
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L)
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6 -6,9 mmol/L)
20
E. PEMERIKSAAN PENYARING
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun
tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. 8
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m 2 yang disertai dengan faktor
risiko:
riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau riwayat
DM-gestasional
menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
21
Tabel 6. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)7
Bukan DM
Belum pasti
DM
200
Kadar
Glukosa darah
Plasma vena
<100
DM
100-199
sewaktu (mg/dL)
Kadar glukosa
Darah kapiler
<90
90-199
200
darah puasa(mg/dL)
Plasma vena
<100
100-125
126
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri tanda dan gejala hipoglikemi dan cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
22
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Perjalanan penyakit DM
dihadapi (misalnya:
hiperglikemia
pada
kehamilan)
Edukasi
dapat
dilakukan
secara
individual
dengan
pendekatan
23
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 % kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
Bahan makanan yang
banyak
24
Protein
Dibutuhkan sebesar 15 - 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang, dan kacangkacangan (Leguminosa), tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan
65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Garam
Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6 gr/hari
garam dapur, terutama pada mereka yang hipertensi.
Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut.
Pemanis
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol, mengandung 2 kalori /g .
25
Kebutuhan kalori
BB Norma l
: BB ideal 10%
Kurus
Gemuk
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB(m2) Klasifikasi IMT *
BB kurang : <18,5
BB Normal : 18,5-22,9
BB Lebih
: 23,0
26
Dengan risiko
23,0-24,9
Obes I
25,0-29,9
Obes
30
WHO
WPR/IASO/IOTF
dalam
The
Asia-Pasific
Perspective;
27
28
Misalnya,
menonton
televise,
menggunakan
Misalnya,
berjalan
kaki
ke
pasar
(tidak
tangga
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pancreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan
kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faai ginjai dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfoniiurea
kerja panjang.
2)
Glinid
29
Terutama
dipakai
pada
diabetisi
gemuk.
Metformin
30
makan.
Acarbose
tidak
menimbulkan
efek
samping
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Efek
Meningkatkan
utama
BB
sekresi Insulin
hipoglikemia
Meningkatkan
BB
sekresi Insulin
hipoglikemia
hati
naik,
dispepsia, 1,5-2%
menambah
sensitivitas
Penghambat
terhadap insulin
Menghambat
Flatulens,
glukosidase
absorpsi glukosa
lembek
alfa
Tiazolidindion
Menambah
Edema
tinja 0,5-1,0%
1,3%
sensitivitas
Insulin
terhadap insulin
Menekan produksi Hipoglikemia, BB Potensial
glukosa
hati, naik
sampai
normal
stimulasi
pemanfaatan
glukosa
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
31
2. Insulin
32
33
3. Terapi kombinasi
34
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin
saja.
hemoglobin
terglikasi,
yang
disebut
juga
sebagai
35
*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)
dilakukan pada jam 22.00
4. Pemeriksaan Glukosa Urin
Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung.
Hanya digunakan pada diabetisi yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa
kadar glukosa darah. Ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL,
dapat bervariasi pada beberapa diabetisi bahkan pada pasien yang sama
dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tegantung pada fungsi
ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.
36
dapat
mencegah
terjadinya
komplikasi
kronik,
diperlukan
pengendalian DM yang baik yang merupakan target terapi. Diabetes terkendali baik,
apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan
A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan
darah.
Glukosa
(mg/dL)
Glukosa
darah
darah
Baik
puasa 80-100
Sedang
100-125
Buruk
126
jam 80-144
145-179
180
6,5 8
200-239
100-129
>8
240
130
150-199
23-25
130-140/80-
200
>25
>140/90
(mg.dL)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigeliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (nmHg)
<6,5
<200
>100
>45
<150
18.5 2,3
130/180
90
Tabel 10. Kriteria pengendalian DM
Keterangan:
37
Melakukan
Pemantauan
Glukosa
Darah
Mandiri
(PGDM)
dan
38
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara detail pada semua diabetesi dengan
ulkus maupun neuropati peripheral dan penyakit arteri perifer
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas atau
daerah kemerahan atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoieskan iosion pelembab ke
kulit yang kering
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60
mg/dL
Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran.
2 Penyulit menahun:
1. Makroangiopati yang melibatkan:
40
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi. Biasanya teriadi dengan
gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala
terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko dan memberatnya retinopati. Terapi asatosal tidak mencegah
timbulnya retinopati
Nefropati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0.8 g/kg BB) juga akan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki
dan amputasi.
Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri,
dan lebih terasa nyeri di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan
sederhana. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan antara lain duloxetine,
antidepresan trisiklik atau gabapentin.
Semua diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
Prediabetes
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of
Health and Human Services (DHHS) dan the American Diabetes
Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan
prediabetes adalah TGT dan GDPT Setiap tahun 4-9% orang dengan
prediabetes akan menjadi Diabetes.
42
43
Kelompok prediabetes
1. Pengelolaan Prediabetes
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani teratur
mampu mengurangi resiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 50%. Sedangkan
penggunaan obat (seperti metformin thiazolidinediones, acarbose) hanya
mampu menurunkan resiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut
untuk penanganan Prediabetes masih menjadi kontroversi
44
a. Obesitas
b. Hipertertsi
c. Dislipidemia
L. PENCEGAHAN SEKUNDER5
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada diabetes yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM Dalam upaya pencegahan sekunder program penyluhan memegang
peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan diabetisi dalam menjalani program
pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap
kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan pada tingkat pertama dan
lanjutan dapat dilihat pada materi edukasi pada bab II.3.3.1 dan materi tentang
edukasi edukasi tingkat lanjut pada bab II.4.2.
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardivaskular,
yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetesi. Selain pengobatan
terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan, tekanan darah
profil lipid dalam darah serta pemberian antipletelet dapat
menurunkan resiko
Perlu pemeriksaan profit lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lemak sedikitnya dilakukan setahun sekali d dan bila
dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien dengan
profil lemak menunjukkan hasil yang baik (LDL<l00mg/dL; HDL>50 mg/dL;
trigleserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lemak dapat dilakukan 2 tahun sekali.
45
Target terapi:
Pada pasien target utamanya adalah penurunan LDL dengan pemberian
statin
Pada diabetisi dengan penyakit kardiovaskular:
dengan
<
40tahun
dengan
risiko
penyakit
HDL > 40 mg/dL (1.15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk
wanita
o Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1.7 mmol/L) atau
HDL 40 mg/dL (1.15 mmol/L) dapat diberikan fibrat
o Apabila trigliserida 400 mg/dL (4.51 mmol/L) perlu segera diturunkan
dengan terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.
o Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan
risiko timbulnya efek samping
o Niasin merupakan obat yang efektif untuk meningkatkan HDL, namun pada
dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah
o Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi
o Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia
pada DM
46
Indikasi pengobatan :
Pengelolaan:
Non-farmakoiogis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta
mengurangi konsumsi garam
Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi
(OAH):
Penghambat ACE
Penghambat alfa
Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan
gaya hidupo hingga 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan
terapi farmakologis
47
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan :
Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB =
angiotensin II receptor blocked) dan antagonis kalsium
golongan
non-dihidropiridin
dapat
memperbaiki
mikroalbuminuria.
Penghambat
ACE
dapat
memperbaiki
kinerja
kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti
memperburuk toleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran.
sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat
dicoba menurunkan dosis secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap
48
M. PENCEGAHAN TERSIER5
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah mempunyai
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih ianjut. Upaya rehabilitasi pada
diabetisi dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh pemberian
asetosal dosis rendah (75-160 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi diabetisi yang sudah
mempunyai penyulit makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi dan
keiuarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.
BAB IV
49
KESIMPULAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya (American Diabetes Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare,
2008).3
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-keduanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes
Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute
atau relative dan gangguan fungsi insulin.
Pengelolaan DM dimulai dengan
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pilar penatalaksanaan Diabetes
Mellitus antara lain: Edukasi, Terapi gizi medis, Latihan jasmani, Intervensi
Farmakologis.9
DAFTAR PUSTAKA
50
1. Hudak dan Gallo.Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume II.
Jakarta: EGC.
2. American Diabetes Association. Practical Insulin. A handbook for prescribers. ADA
edisi 2004
3. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes-2006.
Diabetes care 2006:29:S94-S102
4. DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and Endokrinology.
Mosby
5. American Diabetes Association. Hyperglikemic crises in diabetes. Diabetes care
2004:27:S94-S102
6. Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA. Elsevier
Science
7. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.
8. PB Perkeni. Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus Tipe 2. 2006
9. Adam JMF. Penatalaksanaan endokrin darurat. Perkumpulan Endokrinologi
indonesia. Makassar, 2002
10. Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care). Bandung. PT
Alumni
51
LAMPIRAN
52
53