Вы находитесь на странице: 1из 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Petrologi
Secara

umum,

petrologi

merupakan

ilmu

pengetahuan

yang

memepelajari tentang aspek batuan sebagai pembentuk kerak bumi. Secara


khusus, Petrologi merupakan cabang dari ilmu Geologi yang membahas dan
meneliti batuan, baik mengenai asal usulnya (petro genesa), struktur, tekstur,
mineralogi, serta penyebarannya.
1.2. Batuan
Batuan didefinisikan sebagai bahan yang menyusun kerak bumi dan
merupakan agregat atau kumpulan mineral-mineral yang telah menghablur.
Tanah dan bahan lepas lainnya bukan termasuk batuan.
Secara genesa, batuan terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
1. Batuan Beku
Batuan beku merupakan kumpulan interlocking agregat mineralmineral silikat hasil penghabluran magma yang mendingin (W. T. Huang,
1962).
2. Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik adalah batuan yang bertekstur klastik yang
dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung
api dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W. T. Huang, 1962
dan William, 1954).
3. Batuan Sedimen
Batuan sedimen merupakan batuan hasil lithifikasi bahan rombakan
dari hasil pelapukan atau hasil reaksi kimia maupun hasil aktifitas
organisme (Pertjihon, 1975).
4. Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk
(source rock) yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi kimia atau

mineral pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi fisik (HGH,
Winkler, 1967).
1.3. Magma
Magma adalah cairan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah,
bersifat mobilis dengan suhu 600o 1200o C atau lebih yang berasal dari kerak
bumi bagian bawah atau kerak bumi bagian atas.
Komposisi magma terdiri atas SiO2, MnO, Al2O, CaO, Fe2O3, TiO2,
P2O3. Senyawa-senyawa tersebut bersifat non volatil dengan komposisi 99%
dan sisanya 1% bersifat volatil dan unsur jejak.
Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh
Norman L. Bowen disusun suatu seri yang kemudian dikenal sebagai Bowen
Reaction Series. Seri reaksi Bowen menggambarkan proses pembentukan
mineral pada saat pendinginan magma, dimana ketika magma mendingin,
magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik.

*Sumber : Prawira, 2010

Gambar 1.1
Bowen Reaction Series
BAB II
BATUAN BEKU

2.1. Tujuan Praktikum


1. Mengetahui dan membedakan batuan beku berdasarkan klasifikasinya.
Modul & Panduan Praktikum Petrologi
2014-2015

2. Menginterpretasikan

penamaan

batuan-batuan

beku

berdasarkan

deskripsinya.
3. Mengetahui kandungan mineral yang terdapat dalam batuan beku.
2.2. Struktur Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari proses pembekuan magma,
baik yang terbentuk di bawah permukaan bumi (intrusif), yang terbentuk di
permukaan bumi (ekstrusif) ataupun juga berupa intrusi magma.
Struktur adalah kenampakan hubungan antara batuan dalam skala besar
ataupun kecil. Bentuk struktur sangat erat kaitannya dengan pembentukan
batuan beku. Berikut beberapa struktur dari batuan beku :
1.

Masif apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran atau fragmen

lain yang tertanam.


2.
Joint adalah apabila batuan mempunyai retakan ataupun kekar.
Struktur ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a.
Columnar Joint yaitu struktur yang memperlihatkan
batuan terpisah poligonal seperti batang pensil
b. Sheeting Joint apabila retakan atau kekar berbentuk seperti

lembaran-

lembaran atau struktur batuan yang terlihat seperti lembaran.


c. Pillow Lava adalah struktur yang berbentuk seperti bantal. Hal ini
diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
d. Vesikuler, dicirikan adanya lubang-lubang gas di saat pembekuan dan
susunan lubangnya teratur.
e. Amigdaloidal, merupakan struktur yang berlubang-lubang namun
lubang-lubang terisi oleh mineral sekunder, misalnya kalsit dan zeolit.
f. Skoria, sama seperti vesikuler namun susunan lubangnya tidak teratur.
g. Xenolit, struktur yang memperlihatkan fragmen batuan yang tertanam
ke dalam masa batuan.
h. Autobreccia, merupakan struktur yang memperlihatkan adanya fragmen
lava yang tertanam pada lava.
2.3. Tekstur Batuan Beku
Tekstur batuan beku adalah hubungan antara mineral penyusun batuan
dengan mineral massa gelas suatu penyusun batuan tersebut.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

1. Granularitas, yaitu bentuk butiran-butiran yang terdapat dalam batuan beku


dapat dibedakan beberapa struktur, diantaranya :
a.

Fanerik, butiran mineral dapat dilihat dengan mata telanjang.


1)

Halus (fine), apabila ukuran diameter butir


kurang dari 1 mm.

2)

Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir


antara 1 5 mm.

3)

Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir


antara 5 30 mm.

4)

Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran


diameter butir lebih dari 30 mm.

b.
c.

Afanitik, bila butiran mineral sangat halus sehingga tidak dapat


dilihat dengan mata telanjang.
Porfiritik, dibedakan menjadi dua :
1) Faneroporfiritik,

bila

butiran-butiran

mineral

yang

besar

dikelilingi oleh mineral-mineral yang berukuran butir lebih kecil


yang dapat dikenal dengan mata telanjang.
2) Porfiroafanitik, bila butiran-butiran mineral sulung

(fenokris)

dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik


2. Derajat Kristalisasi, merupakan perbandingan antara kristal dengan massa
gelas penyusun batuan.

Ada tiga macam jenis derajat kristalisasi

diantaranya :
a.
Holokristalin, apabila massa batuan tersusun butiran-butiran
kristal.
b.

Hipokristalin, apabila massa batuan tersusun dari butiran-butiran


kristal dan massa gelas.

c.

Holohialin, apabila batuan tersusun dari massa gelas.

3. Bentuk Butiran (Kemas), merupakan kenampakan dari tubuh kristal yang


terbentuk.
a. Euhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai
bidang yang sempurna.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

b.

Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh


sebagian bidang kristal yang sempurna dan sebagian bidang tidak
sempurna.

c.

Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi bentuk


bidang yang tak sempurna.

4. Relasi, merupakan hubungan bentuk keseragaman antar butiran kristal satu


dengan yang lainnya.
a. Equigranular, apabila mineral mempunyai bentuk relatif sama.
b. Inequigranular, apabila mempunyai ukuran butir yang tidak sama.
2.4. Mineral-Mineral Pembentuk Batuan Beku
Berdasarkan dari Walter T. Huang, 1962, komposisi mineral
dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Mineral Utama
Mineral ini terbentuk secara langsung pada waktu kristalisasi
magma dan merupakan mineral dominan yang membentuk batuan beku.
Mineral utama terbagi menjadi dua :
a.

Mineral felsik, adalah mineral yang berwarna terang, terdiri


dari ; Kuarsa, Plagioklas, Orthoklas, Muskovit, dan Feldspar.

b.

Mineral mafik, adalah mineral-mineral yang berwarna gelap


yang terdiri dari ; Olivin, Piroksin, Amphibole, dan Biotit.

2. Mineral Sekunder
Mineral tersebut merupakan mineral hasil dari ubahan mineral
utama yang disebabkan proses pelapukan, reaksi hidrotermal maupun hasil
metamorfisme terhadap mineral utama. Mineral sekunder terdiri dari :
a.

Kelompok kalsit, terdiri dari ; Kalsit, Dolomit, Magnesit, Sideret.


Kelompok ini merupakan ubahan dari mineral Plagioklas.

b.

Kelompok serpentin, merupakan ubahan dari mineral olivin dan


piroksin, terdiri dari ; Antigonit dan Crysotil. Banyak terdapat pada
batuan serpentinit.

c.

Kelompok klorit, merupakan ubahan dari mineral Plagioklas, terdiri


dari ; Proktor, Talk, dan lain - lain.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

3. Mineral Tambahan
Merupakan mineral yang terbentuk pada waktu kristalisasi magma,
dengan jumlah yang sangat kecil. Contohnya seperti hematite, kromit,
rutile, magnetit, rulit, dan apatit.
2.5. Jenis Jenis Batuan Beku
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan atas 3 patokan, yaitu
sebagai berikut :
1. Berdasarkan senyawa SiO2 menurut C.J. Hughes, 1962 yaitu :
a. Batuan beku asam apabila kandungan SiO2 lebih dari 66% atau banyak
mengandung mineral kuarsa.
b. Batuan beku intermediet apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.
c. Batuan beku basa apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%.
d. Batuan beku ultrabasa apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.
2. Berdasarkan unsur mineralogi menurut S.J. Shand, 1943 yaitu :
a. Leukokratik Rock, jika mengandung < 30 % mineral mafik.
b. Mesokratik Rock, jika mengandung 30 % - 60 % mineral mafik.
c. Melanokratik Rock, jika mengandung 60 % - 90 % mineral mafik.
d. Hypermelanic Rock, jika mengandung > 90 % mineral mafik.
Menurut S. J. Elis, 1948, batuan beku dapat dibagi menjadi empat
golongan tekstur, yaitu :
a. Felsic (indeks warna kurang dari 10%)
b. Mafelsic (indeks warna 10% - 40%)
c. Mafic (indeks warna 40% - 70%)
d. Ultra mafic (indeks warna lebih dari 70%)

Cara Penggunaan Klasifikasi (W. T. Huang, 1962)


1. Dengan mempertimbangkan tabel, dapat diketahui nama batuan yang tercantum
pada lajur yang menunjukkan cara terjadinya dan jenis teksturnya. Untuk batuan
vulkanik di bagian atas dari batuan plutonik.
2. Jenis dan kelompok batuan dibatasi oleh kolom-kolom dengan ciri-ciri mineral
tertentu. Masing-masing batuan dibatasi garis kolom terpanjang, yaitu jenis

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

batuan asam, jenis batuan beku menengah, dan jenis batuan beku basa (mafik,
alkali, dan ultra mafik).
3. Masing-masing kolom jenis dibagi dalam kolom-kolom kecil yang menunjukkan
kelompok batuan, dimana masing-masing kolom mempunyai kandungan mineral
yang hampir sama, hanya saja berbeda teksturnya, yakni tekstur plutonik dan
vulkanik.
4. Kuarsa sebagai mineral utama penyebarannya dibagi oleh garis bagi kuarsa,
dimana bagian kiri dari garis tersebut adalah batuan yang mengandung kuarsa >
10%, sedangkan di sebelah kanan garis merupakan batuan yang mengandung
kuarsa < 10% (batuan jenis menangah dan basa).
5. Mineral orthoklas dalam hal ini meliputi pengertian keseluruhan alkali feldspar
lainnya seperti sanidin, mikrolin, anorthoklas, dan lain-lain. Sedangkan
plagioklas dibedakan menjadi plagioklas asam dan basa.
Tahap Penentuan Jenis Batuan
1.

Untuk pemerian batuan beku adalah mengamati kehadiran mineral kuarsa


bebas serta menghitung proporsi secara relatif dalam batuan

2.

Jika mineral kuarsa hadir dan mencapai 10 % atau lebih maka jenis batuannya
adalah batuan beku asam

3.

Jika mineral kuarsa hadir dan kurang dari 10 % maka jenis batuannya adalah
batuan beku intermediet, dicirikan dengan melimpahnya mineral orthoklas dan
plagiokas asam, sedangkan pada jenis basa dicirikan dengan melimpahnya
plagioklas basa.
Plagioklas asam umumnya relatif cerah dibandingkan dengan plagioklas basa,

tetapi pada kenyataannya secara megaskopis sulit untuk membedakannya. Untuk


membedakannya kita melihat presentasi kandungan mineral mafik yang utama.
Tahap Menentukan Nama Batuan
1. Tentukan terlebih dahulu jenis batuannya.
2. Tentukan kelompok batuannya berdasarkan proporsi dari mineral-mineral mafik
dan felsik.
3. Tentukan relasinya, kemudian menentukan nama batuannya.
Contoh :
Dari hasil pemerian diketahui kandungan :
- Kuarsa 25%
- Orthoklas 40%

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

Plagioklas 10%
Relasinya panidiomorfik granular
Karena kuarsa lebih dari 10%, maka jenis batuannya adalah asam,

sedangkan kelompoknya adalah granit, granit porfir, atau rhyolite. Setelah


mengetahui relasinya panidiomorfik granular, maka dapat ditentukan nama
batuannya adalah granit. Jika relasinya vitroferik, nama batuannya rhyolite.
Jika secara megaskopis dapat dikenal tekstur khususnya, maka dapat pula
nama batuannya, sebagai contoh : trachyte dengan tekstur khususnya trakhitik, diabas
dengan tekstur khususnya diabasik.
Tabel 2.1
Jenis Batuan dan Komposisi Utama
Mineral

Granit

Sierit

Diorit

Batuan
Gabro
Hornblende

Dunit

Serpentinit

Kuarsa
Kalium
Feldspar
Plagioklas
Mika
Amfibol
Piroksen
Olivin
Serpentin

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

*Sumber : Khalik dkk, 2013

Gambar 2.1
Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi dan Tekstur

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

BAB III
BATUAN PIROKLASTIK

3.1. Tujuan Praktikum


1.

Mengetahui

dan

membedakan

batuan

piroklastik

berdasarkan

klasifikasinya.
2.

Menginterpretasikan penamaan batuan-batuan piroklastik berdasarkan


deskripsinya.

3.2. Definisi Batuan Piroklastik


Batuan piroklastik merupakan batuan vulkanik yang memiliki tekstur
klastik, dihasilkan dari serangkaian proses yang berkaitan dengan aktivitas
vulkanisme atau letusan gunungapi, dengan material penyusun dari asal yang
berbeda-beda (W. T. Huang 1962, William 1982). Material penyusun tersebut
terendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi (reworked)
baik oleh air ataupun media es.
3.3. Komposisi Material Batuan Piroklastik
Material penyusun batuan piroklastik hasil erupsi ledakan (eksplosif)
Gunungapi bersifat fragmental. Material penyusun batuan piroklastik
dikelompokkan menjadi (Fisher, 1984 dan William, 1982) :
1. Kelompok Juvenil (Essential)
Bila material penyusun yang dikeluarkan secara langsung dari
magma, terdiri dari padatan, atau partikel dari suatu cairan yang mendingin
dan mengkristal (Pyrogenic Crystal).
2. Kelompok Cognate (Accessory)
Bila material penyusunnya dari material hamburan yang berasal
dari letusan sebelumnya, dari gunung api yang sama atau tubuh vulkanik
yang lebih tua daripada dinding kawah.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

10

3. Kelompok Accidental (Bahan Asing)


Bila material penyusunnya merupakan bahan hamburan yang
berasal dari batuan non gunung api atau batuan dasar berupa batuan beku,
batuan sedimen, atau batuan metamorf sehingga memiliki komposisi yang
beragam.
3.4. Struktur Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik memiliki struktur yang sama dengan batuan beku,
yaitu skoria, vesikuler, serta amigdaloidal.
3.5. Tekstur Batuan Piroklastik
Jika dilihat dari variasi batuan, pembundaran, dan pemilahan, batuan
piroklastik mirip dengan batuan sedimen klastik pada umumnya. Hanya saja
unsure-unsur tersebut bergantung pada tenaga letusan, penguapan, tegangan
permukaan, dan pengaruh seretan eksplosif.
3.6. Komposisi Mineral Batuan Piroklastik
1. Mineral-mineral Sialis

2.

a.

Kuarsa (SiO2)

b.

Feldspar (K-Feldspar, Na-Feldspar, maupun Ca-Feldspar)

c.

Feldspatoid

Mineral-mineral Ferromagnesic
Kelompok mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat
dan terkadang disusul dengan Ca-silikat.
a. Piroksin
b. Olivin

3.

Mineral Tambahan
Mineral-mineral yang sering hadir seperti hornblende, biotit,
magnetit, dan ilmenit.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

11

3.7. Klasifikasi Batuan Piroklastik


Tabel 3.1
Klasifikasi Batuan Piroklastik
Endapan Piroklastik

Ukuran Butir
(mm)

Sebutan
(Piroklastik)

> 64

Bomb, Block

Bomb, Block,
Tephra

64 2

Lapillus

Tephra lapilli

116 2

Debu Kasar

Debu kasar

< 1/16

Debu Halus

Debu halus

Tak Terkonsolidasi

Terkonsolidasi
Aglomerat,
Breksi
Piroklastik
Batulapilli
Tuff, debu
kasar
Tuff, debu
halus

*Sumber: wikipedia.org, 2013

1.

Endapan Piroklastik Tak Terkonsolidasi


a. Bomb Gunung api
Bomb merupakan gumpalangumpalan lava yang memiliki
ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau semuanya bersifat
plastis pada waktu tererupsi. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang
sangat besar. Bomb terdiri dari tiga macam, yaitu bomb pita, bomb teras,
dan bomb kerak roti.
b. Lapili
Lapili berasal dari bahasa latin yaitu lapilus, nama untuk hasil
erupsi eksplosif gunungapi yang berukuran 2 mm64 mm. Selain itu
dari fragmen batuan kadangkadang terdiri dari mineralmineral augit,
olivin, atau plagioklas. Bentuk khusus dari lapili yang terdiri dari
jatuhan lava injeksi dalam keadaan sangat cair dan membeku di udara,
mempunyai bentuk membola atau memanjang dan berakhir dengan
meruncing.
c. Debu Gunung api
Debu gunung api terbentuk dari tephra yang berukuran
2 mm 1/256 mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat
erupsi eksplosif, namun ada juga debu gunung api yang terjadi karena
proses pergesekan pada waktu erupsi gunung api.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

12

2.

Endapan Piroklastik Terkonsolidasi


Endapan piroklastik terkonsolidasi merupakan akibat dari proses
lithifikasi endapan piroklastik jatuhan.
a. Breksi Piroklastik
Breksi piroklastik merupakan batuan yang disusun oleh blockblock gunung api yang telah mengalami konsolidasi dalam jumlah
lebih dari 50% serta mengandung sekitar 25% lapili dan debu.
b. Aglomerat
Aglomerat merupakan batuan yang dibentuk oleh konsolidasi
materialmaterial dengan kandungannya didominasi oleh bomb gunung
api, dimana kandungan lapili dan abu kurang dari 25%.
c. Batu Lapili
Batu lapili merupakan batuan yang dominan terdiri dari fragmen
lapili dengan ukuran 2 64 mm.
d. Tuff
Tuff merupakan endapan dari gunung api yang telah mengalami
konsolidasi, dengan kandungan abu mencapai 75%. Jenisnya yaitu
berupa tuff lapili, tuff aglomerat, dan tuff breksi piroklastik. Selain itu
ada pula batuan piroklastik akibat litifikasi endapan piroklastik aliran,
yaitu ignimbrit, breksi aliran piroklastik, vitrik tuff, dan welded tuff.

3.8. Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik


1. Endapan Piroklastik Jatuhan
Piroklastik jatuhan yaitu tumpukan piroklastik yang diendapkan
melalui udara. Endapan ini umumnya akan berlapis baik, dan pada
lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun.
2. Endapan Piroklastik Aliran
Piroklastik aliran yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi,
kemudian teronggok di suatu tempat. Aliran ini umumnya berlangsung
pada suhu tinggi antara 500o 650o C, dan temperaturnya cenderung
menurun selama pengalirannya.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

13

3. Endapan Piroklastik Gelombang


Piroklastik gelombang yaitu suatu awan campuran dari bahan padat
dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak
dengan kecepatan tinggi secara turbulen di atas permukaan.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

14

BAB IV
BATUAN SEDIMEN

4.1.

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah :

1.

Mengetahui dan membedakan batuan sedimen berdasarkan klasifikasinya.

2.

Menginterpretasikan

penamaan

batuan-batuan

sedimen

berdasarkan

deskripsinya.
4.2.

Penggolongan Batuan Sedimen


Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses
diagenesis dari material batuan lain yang sudah mengalami sedimentasi.
Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan deposisi.
Secara genetis terdapat dua golongan batuan sedimen (Pettijohn, 1975
dan W. T. Huang, 1962), yaitu batuan sedimen klastik dan non klastik.
1.

Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk
dari pengendepan kembali denritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal
dapat berupa batuan beku, batuan sedimnen, dan batuan metamorf.
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun
secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu
cekungan pengendapan. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen
mengalami diagenesa (proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada
temperature rendah di dalam suatu sedimen).
Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa, yaitu :
a. Kompaksi sedimen, yaitu proses termampatnya butir sedimen satu
terhadap yang lain akibat tekanan dari berat di atasnya. Disini volume
sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dan yang lain
menjadi rapat.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

15

b. Sementasi, yaitu turunnya materialmaterial di ruang antar butir


sedimen, dan secara kimiawi mengikat butirbutir sedimen satu dengan
yang lain. Sementasi makin efektif bila derajat kelolosan larutan pada
ruang antar butir semakin besar.
c. Rekristalisasi, yaitu proses pengkristalan kembali suatu mineral dari
suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama
diagenesa

atau

jauh

sebelumnya

Sangat

umum

terjadi

pada

pembentukan batuan karbonat.


d. Autigenesis, yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik
sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu
sedimen. Mineral yang umum diketahui adalah karbonat, silika,
klaorite, illite, gipsum, dan lain-lain.
e. Metasomatisme, yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai
mineral autigenik tanpa pengurangan volume asal, contohnya
dolomitisasi sehingga dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat atau
fosil.
f. Pengeringan, yaitu keluarnya air dari pori-pori karena pemadatan atau
penguapan.
2.

Batuan Sedimen Non Klastik


Batuan sedimen ini merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari
hasil reaksi kimia atau bias juga dari hasil kegiatan organisme. Reaksi
kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik
(penggaraman unsure-unsur laut, pertumbuhan kristal dan agregat kristal
yang terpresipitasi dan replacement.
R. P. Koesoemadinata (1980) mengemukakan ada enam golongan

utama batuan sedimen, yaitu :


1. Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk
dalam golongan ini antara lain breksi, konglomerat, dan batupasir. Batuan
ini diendapkan di lingkungan sungai, danau atau laut.
2. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk golongan ini umumnya diendapkan di
lingkungan laut, dari laut dangkal hingga laut dalam. Termasuk dalam
golongan ini yaitu batulanau, batulempung, serpih, dan napal.
3. Golongan Karbonat

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

16

Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang


moluska, algae, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Jenis
batuan ini banyak sekali tergantung material penyusunnya, misalnya
batugamping terumbu.
4. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan dari proses organic
dan kimiawi. Termasuk golongan ini adalah rijang, radiolaria, dan tanah
diatom. Jenis batuan ini tersebarnya hanya sedikit dang sangat terbatas.
5. Golongan Evaporit
Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut
yang tertutup dan untuk terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang
memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Termasuk dalam golongan ini
yaitu gipsum, anhidrit, batugaram, dan lain-lain.
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik, yaitu dari
tumbuh-tumbuhan dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat
tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak
memungkinkan terjadinya pelapukan.
4.3. Batuan Sedimen Klastik
1. Struktur Batuan Sedimen klastik
Struktur batuan sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan
normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan.
Pembentukannya dapat terjadi pada waktu dan segera setelah proses
pengendapan. Dengan kata lain struktur sedimen adalah kenampakan
batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar. Struktur batuan sedimen
klastik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Struktur sedimen primer, terbentuk karena proses sedimentasi dengan
demikian dapat merefleksikan mekanisasi pengendapannya contohnya
antara lain perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan silang siur,
konvolut, perlapisan bersusun, dan lain-lain. Struktur Sedimen
Sekunder
b. Struktur sedimen sekunder, terbentuk sesudah sedimentasi, sebelum
atau pada waktu diagenesa. Struktur ini juga merefleksikan keadaan
lingkungan pengendapan, misalnya keadaan dasar, lereng dan

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

17

lingkungan organisnya. Contoh struktur ini antara lain beban, rekah


kerut, jejak binatang, dan lain-lain.
c. Struktur organik, adalah struktur yang

terbentuk

oleh kegiatan

organisme seperti mollusca, cacing atau binatang lainnya contohnya


antara lain kerangka, laminasi pertumbuhan, dan lain-lain.
Struktur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen
klastik yang menghasilkan bidang-bidang sejajar sebagai hasil dari proses
pengendapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya
struktur perlapisan adalah :
a. Adanya perbedaan warna mineral
b. Adanya perbedaan ukuran besar butir
c. Adanya perbedaan komposisi mineral
d. Adanya perubahan macam batuan
e. Adanya perubahan struktur sedimen
f. Adanya perubahan kekompakan
a. Macam-macam Perlapisan
1) Masif, bila tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih
dari 120 cm.
2) Perlapisan sejajar, bila bidang perlapisan saling sejajar satu sama
lain.
3) Laminasi, merupakan perlapisan sejajar yang ukuran atau
ketebalannya lebih kecil dari 1 cm dan terbentuk dari suspensi
tanpa energi mekanis.
4) Perlapisan pilihan, bila perlapisan disusun atas butiran yang
berubah teratur dari halus ke kasar pada arah vertikal, terbentuk
dari arus pekat.
5) Perlapisan silang siur, yaitu perlapisan yang membentuk sudut
terhadap bidang lapisan yang berada di atas atau di bawahnya dan
dipisahkan oleh bidang erosi.
b. Bidang Perlapisan
1) Gelembur gelombang, terbentuk sebagai akibat pergerakan air
atau angin.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

18

2) Rekah kerut, yaitu rekahan pada permukaan bidang perlapisan


sebagai akibat proses penguapan.
3) Cetak suling, merupakan cetakan sebagai akibat penggerusan
media terhadap batuan dasar.
4) Cetak beban, yaitu cetakan akibat pembebanan pada sedimen
yang masih plastis.
5) Beban jejak organisme, yaitu bekas rayapan, rangka, maupun
tempat berhentinya binatang.
c. Struktur Deformasi
Struktur deformasi terbentuk akibat deformasi non tektonik
(gravity) dari sedimen pada waktu sedimentasi atau segera
tersedimentasi sebelum terkonsolidasi. Adapun jenisnya antara lain :
1) Konvoluth, terbentuk akibat deformasi sedimen yang dihasilkan
oleh arus turbidit.
2) Slump, luncuran ke bawah dari satu atau beberapa bagian debris
batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.
Tabel 4.1
Penggolongan Lapisan Menurut Ketebalan
(Mc Kee & Weir, 1953)
Ketebalan
Penamaan
(cm)
>120
Lapisan sangat tebal
120
Lapisan tebal
60
Lapisan tipis
5
Lapisan sangat tipis
1
Laminasi
0.2
Laminasi tipis

2. Tekstur Batuan Sedimen Klastik


Ada lima hal yang diperhatikan dalam pengamatan tekstur yaitu :
a. Ukuran Butir (Grain Size)
Untuk menentukan ukuran butir biasanya dipakai skala
Wentworth (1922) sebagai skala pembanding.
Tabel 4.2
Skala Wentworth
Nama Butir

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

Ukuran Butir
(mm)

19

Bongkah
Berangkal
Kerakal
Kerikil
Pasir sangat kasar
Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Pasir sangat halus
Lanau
Lempung

Boulder
Couble
Pebble
Granule
Very coarse sand
Coarse sand
Medium sand
Fine sand
Very fine sand
Silt
Clay

> 256
64 256
4 64
24
12
-1
-
1/8
1/16 1/8
1/256 1/16
< 1/256

b. Derajat Pemilihan (sortasi)


Tingkat keseragaman dari butiran pembentuk batuan sedimen,
bila semakin seragam ukuran besar butirnya maka pemilahan batuan
sedimen tersebut baik, antara lain :
1) Pemilahan Baik (well sorted)
2) Pemilahan Sedang (medium sorted)
3) Pemilahan Buruk (PoorIy sorted)
c. Derajat Pembundaran (Roundness)
Derajat

pembundaran

adalah

nilai

membulat

atau

meruncingnya butiran, dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan
sedimen klastik kasar. Ada lima batasan dalam pemerian derajat
pembundaran yaitu :
1) Menyudut (angular)
2) Menyudut tanggung (subangular)
3) Membundar tanggung (subrounded)
4) Membundar (rounded)
5) Membundar baik (well rounded)
d. Porositas
Porositas adalah perbandingan volume pori batuan dengan
volume total batuan. Porositas terbagi atas :

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

20

1) Porositas baik
2) Prositas sedang
3) Porositas buruk
e. Kemas
Di dalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas
yaitu :
1) Kemas terbuka, butiran tidak saling bersinggungan (mengambang
di dalam matrik).
2) Kemas tertutup, butiran bersentuhan satu sama lain.
3. Komposisi Mineral
a. Fragmen, yaitu bagian butir yang ukuran butirannya paling besar dan
dapat berupa pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang-cangkang
fosil atau zat organik lainnya.
b. Matrik, yaitu bagian butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen
dan terletak di antara fragmen sebagai massa dasar. Matrik bisa juga
berbentuk batuan mineral dan fosil.
c. Semen, yaitu bahan pengikat antara semen dengan matrik. Dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Semen karbonat contohnya, kalsit dan dolomit.
2) Semen silika contohnya, kalsedon dan kuarsa.
3) Semen oksida besi contohnya, limonit dan hematit.
Pada batuan sedimen detritus halus semen tidak harus ada karena
butiran dapat saling terikat oleh kohesi masing-masing butir misalnya
batulempung, lanau, serta serpih.
4.4. Batuan Sedimen Non Klastik
1. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik
Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi
kimia ataupun kegiatan organik.
a. Fossilliferous, yaitu struktur yang ditunjukkan oleh adanya fosil.
b. Oolitik, yaitu struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh
mineral non klastik dan bersifat konsentrasi dengan diameter < 2 mm.
c. Pisolitik, yaitu struktur yang sama dengan oolitik tapi ukuran
diameternya > 2 mm.
d. Konkresi, yaitu struktur yang sama dengan oolitik tetapi tidak
menunjukkan adanya sifat konsentris.
e. Septaria, yaitu struktur yang sejenis konkresi tetapi mempunyai
komposisi lempungan dengan ciri khas adanya rekahan-rekahan yang

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

21

tidak teratur akibat penyusutan bahan lempungan tersebut karena


proses dehidrasi yang kemudian celah-celah yang terbentuk terisi oleh
kristal-kristal karbonat yang kasar.
f. Bioherm, yaitu struktur yang tersusun oleh organisme murni dan
bersifat insitu (fosilnya tidak pecah-pecah).
g. Biostrom, yaitu struktur yang seperti bioherm tetapi bersifat klastik
(fosilnya pecah-pecah).
h. Cone in cone, yaitu struktur pada batugamping kristalin yang
menunjukkan pertumbuhan kerucut per kerucut.
i. Geode, yaitu struktur yang banyak dijumpai pada batugamping, berupa
rongga-rongga yang terisi oleh mineralmineral yang tumbuh ke arah
pusat rongga tersebut.
j. Styolite, merupakan hubungan antar butir yang bergerigi.
2. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik
Tekstur batuan sedimen non klastik dapat dibedakan menjadi dua
yaitu :
a. Tekstur kristalin, terdiri dari kristal-kristal yang interlocking (kristalnya
saling mengunci satu sama lain). Pemerian dapat menggunakan skala
Wentworth dengan modifikasi sebagai berikut :
Tabel 4.3
Skala Wentworth Batuan Sedimen Non Klastik
Nama Butir
Besar Butir ( mm )
Berbutir kasar
Berbutir sedang
Berbutir halus
Berbutir sangat halus

>2
1/16 2
1/256 1/16
<1/256

b. Tekstur amorf, terdiri dari mineral-mineral yang tidak membentuk


kristal-kristal atau amorf (non kristal).
3. Komposisi Mineral Batuan Sedimen Non Klastik
Komposisi mineral batuan sedimen non klastik lebih sederhana,
biasanya terdiri dari satu atau dua macam mineral (monomineralic)
contohnya :
a. Batugamping (kalsit dan dolomit)
b. Chert (kalsedon)

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

22

c. Gipsum (mineral gipsum)


4.5. Batuan Gamping (Karbonat)
Batuan sedimen karbonat meliputi semua batuan yang terdiri dari garam
karbonat (R. P. Koesumadinata) bersifat polygenetic sehingga klasifikasinya
sangat komplek. Batuan sedimen karbonat adalah batuan sedimen dengan
komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari mineral-mineral atau
garam-garam karbonat yang dalam prakteknya secara umum meliputi
batugamping dan dolomit.
Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu berasal dari larutan
yang menalami proses kimia maupun biokimia, dimana organisme turut
berperan. Dapat terjadi dari butiran rombakan yang mengalami transportasi
secara mekanik dan diendapkan di tempat lain. Seluruh proses tersebut terjadi
di lingkungan air laut, sehingga bebas dari detritus asal darat.
Dunham (1961) secara megaskopis mengamati indikasi pengendapan
batugamping yang ditunjukkan tekstur hasil pengendapan, yaitu mengamati
limemud (nikrit). Semakin sedikit nikrit, semakin besar energi yang
mempengaruhi pengendapannya.
Menurut Dunham (1961), batugamping dibagi menjadi :
1. Mud stone, berbutir lempung (fragmen < 10 %) identik dengan kalsilutit
diendapkan pada kondisi air tenang.
2. Wake stone, berbutir lempung (fragmen > 10 %) identik dengan
kalkarenetik dan calcilutite.
3. Pack stone, berbutir micrit, identik dengan batupasir lempungan,
diendapkan pada kondisi air berenergi cukup besar.
4. Grain stone, berkomposisi hampir seluruhnya butiran.
5. Bound stone, terdiri dari fragmen-fragmen yang diikat oleh matrik dan
micrit.
6. Kristalin karbonat, terdiri dari Kristal-kristal karbonat.
Secara umum, batugamping dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Batugamping Klastik
Batugamping yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus
batugamping asal, contohnya kalsirudit (butiran berukuran rudit atau

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

23

granule), kalkarenit (butiran berukuran arenit atau sand) dan kalsilutit


(butiran berukuran lutit atau clay).
a. Struktur hampir sama dengan pemerian batuan sedimen klastik.
b. Tekstur sama dengan pemerian batuan sedimen klastik, hanya berbeda
istilahnya saja
Tabel 4.4.
Skala Besar Ukuran Butir Batugamping
Nama Butir
Besar Butir ( mm )
Rudite

>1

Arenite

0,062 1

Lutite

< 0,062

c. Komposisi mineralnya juga hampir sama dengan sedimen klastik


namun berbeda istilah saja (Folk, 1954), meliputi :
1) Allochem, yaitu fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butiranbutiran klastik dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya
telah ada. Allochem terbagi atas :
a) Skeletal (kerangka organisme), merupakan fragmen yang terdiri
atas

cangkang-cangkang

binatang

atau

kerangka

hasil

pertumbuhan.
b) Interclast, merupakan fragmen yang terdiri atas butiran-butiran
dari hasil abrasi batugamping yang telah ada sebelumnya.
c) Pisolit, merupakan butiran-butiran oolit dengan ukuran lebih
besar dari 2 mm.
d) Pellet, merupakan fragmen yang menyerupai oolit tapi tidak
menunjukkan adanya sifat konsentris.
2) Mikrit, adalah agregat halus berukuran 1 - 4 mikron yang
merupakan kristal-kristal karbonat yang terbentuk secara biokimia
atau kimiawi langsung dari presipitasi air laut yang mengisi rongga
antar butir.
3) Sparit, adalah semen yang mengisi antara ruang antar butir dan
rekahan, berukuran butiran halus (0,02 0,1 mm), dan dapat

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

24

terbentuk langsung dari sedimen secara insitu atau rekristalisasi


mikrit.
2. Batugamping Non Klastik
Batugamping yang terbentuk dari proses-proses kimiawi maupun
organisme. Umumnya bersifat monomineral dan dapat dibedakan
menjadi hasil biokimia (bioherm dan biostrome), hasil larutan kimia
(turvertin dan tufa), dan hasil replacement seperti batugamping fosfat,
batugamping dolomit, batugamping silikat, dan lain-lain.
Pemerian batugamping ini sama dengan pemerian batuan sedimen
non klastik lainnya.

4.6. Penamaan Batuan yang Digunakan di Laboratorium


Penamaan batuan sedimen klastk lebih ditekankan pada ukuran dan
bentuk butir, dengan perincian sebagai berikut :
1. Untuk butiran yang sama atau lebih kecil dari pasir :
a. Batupasir
: butiran yang berukuran pasir.
b. Batulempung : butiran yang berukuran lempung.
c. Serpih
: batulempung yang menunjukkan struktur sifat belah.
2. Untuk butiran yang lebih besar dari pasir :
a. Konglomerat : jika butirannya berbentuk membulat.
b. Breksi
: jika butirannya berbentuk runcing.
Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis
mineral penyusunnya dank arena pembentukannya disebabkan oleh larutan
kimia maupun organisme, maka batuan sedimen non klastik ini bersifat
monomineral. Contoh : Rijang jika tersusun oleh mineral kalsedon.
Tabel 4.5
Sistem Penamaan Batuan Sedimen Karbonat
Batuan Karbonat
Klastik
Dominan
detritus karbonat
Kalsirudite
(ukuran rudite)
Kalkarenite

Dominan
detritis fosil
Batugamping
bioklastik

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

Non Klastik
Pertumbuhan
Kristalin
fosil
Batugamping
Batugamping
kerangka koral
kristalin

25

(ukuran arenite)
Kalsilutite
(ukuran lutite)

BAB V
BATUAN METAMORF

5.1. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mengetahui dan membedakan batuan metamorf berdasarkan klasifikasinya.
2. Menginterpretasikan penamaan batuanbatuan metamorf berdasarkan
deskripsinya.
5.2. Definisi Batuan Metamorf
Batuan metamorf merupakan suatu batuan yang terbentuk akibat
proses-proses metamorfisme pada batuan yang telah ada sebelumnya. Proses
metamorfisme itu adalah suatu proses reaksi rekristalisasi di dalam kerak bumi
pada kedalaman tertentu (3 20 km) yang pada keseluruhannya atau sebagian
besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fase cair sehingga
terbentuk struktur dan mineral yang baru, akibat dari pengaruh temperatur (T)
dan tekanan (P) yang tinggi.
5.3. Struktur Batuan Metamorf
1.
Struktur Foliasi
Modul & Panduan Praktikum Petrologi
2014-2015

26

Struktur foliasi merupakan struktur pada batuan metamorf yang


ditunjukkan oleh adanya suatu penjajaran dari mineral-mineral penyusun
batuan metamorf.
a. Struktur schistosa, yaitu suatu struktur dimana mineral pipih lebih
banyak dibandingkan mineral butirannya (granular) dan kristalin.
b. Struktur slatycleavage, yaitu struktur yang hampir sama dengan
schistose, hanya saja mineralnya berukuran halus.
c. Struktur phylitic, yaitu struktur yang hampir

sama

dengan

slatycleavage, hanya saja mineral dan penjajarannya mulai agak kasar.


d. Struktur gneissic, yaitu struktur dimana jumlah mineral yang granular
relatif lebih banyak dari mineral pipih.
1. Struktur Non Foliasi
Struktur ini merupakan suatu struktur batuan metamorf yang tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf.
a. Struktur hornfelsic, dicirikan oleh adanya butiran-butiran yang seragam.
b. Struktur granulose, hampir sama dengan struktur hornfelsic, akan tetapi
butirannya mempunyai bentuk yang tidak sama besar.
c. Struktur kataklastik, yaitu struktur yang terdiri dari pecahan-pecahan di
dalam mineralnya (oleh penghancuran terhadap batuan asal yang
mengalami proses dinamo).
d. Struktur milonitik, struktur ini sama dengan struktur kataklastik, hanya
butiran melonitik lebih halus dan dapat dibelahbelah. Struktur ini
adalah suatu ciri adanya sesar.
e. Struktur pilonitik, struktur ini hampir sama dengan milonitik tetapi
butirannya relatif lebih halus lagi.
f. Struktur flaser, menyerupai struktur kataklastik dimana pada batuan
asalnya berbentuk lensa yang tertanam pada massa dasar yang
milonitik.
g. Struktur augen, mempunyai bentuk yang sama dengan flaser akan tetapi
hanya lensanya saja yang terdiri dari butiran dalam feldspar yang
massanya lebih halus.
h. Struktur liniasi, yaitu struktur yang membentuk kumpulan seperti
jarum.
5.4. Tekstur Batuan Metamorf
Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan teksturnya ada dua macam,
yaitu tekstur kristaloblastik dan tekstur palimset.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

27

1. Tekstur kristaloblastik, yaitu tekstur yang sama sekali baru dan tekstur
batuan asalnya tidak terlihat lagi.
a. Tekstur lapidoblastik, yaitu tekstur yang didominasi oleh mineral pipih
yang memperlihatkan suatu orientasi sejajar.

b. Tekstur granoblastik, yaitu tekstur yang terdiri dari mineral-mineral


yang membentuk butiran-butiran di dalam yang seragam dan terarah
dengan bentuk mineral pipih (tabular).
c. Tekstur nematoblastik, yaitu mineral-mineral yang membentuk suatu
prismatik menjarum serta memperlihatkan orientasi yang sejajar.
d. Tekstur porfiroblastik, yaitu tekstur porfiritik pada batuan beku, hanya
saja fenokrisnya disebut porfiroblast.
e. Tekstur idioblastik, yaitu tekstur dengan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
f. Tekstur xenoblastik, yaitu tekstur dengan mineral-mineral berbentuk
anhedral.
2. Tekstur palimset, yaitu tekstur sisa dari batuan asal yang dijumpai pada
batuan metamorf.
a. Tekstur blastoporfiritik, yaitu suatu tekstur sisa dari batuan asal atau
pada batuan beku yang memiliki suatu tekstur porfiritik.
b. Tekstur blastosephit, yaitu sisa dari batuan sedimen yang ukurannya
jauh lebih besar daripada pasir
c. Tekstur blastosamit, yaitu tekstur sisa dari batuan sedimen yang
ukurannya sama dengan pasir.
d. Tekstur blastopellite, yaitu tekstur sisa dari batuan sedimen yang
berukuran lempung.
5.5. Komposisi Mineral Batuan Metamorf
Komposisi mineral batuan metamorf dibagi menjadi dua golongan,
yaitu :
1. Mineral stress, yaitu mineral yang bias stabil dalam kondisi tekanan.
Contohnya mika, staurolit, serpentinit, anthopillite, scolite, epidote,
claurite, glaukopan, termalite, silimanite.
2. Mineral anti stress, yaitu mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi
tekanan yang terbentuk equidimensional. Contohnya kuarsa, kordierit,
garnet, kalsit, dan feldspar.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

28

5.6. Tipe-Tipe Metamorfosa


1. Tipe Metamorfosa Lokal
Penyebaran metamorfosa ini sangat terbatas sekali (beberapa meter
sampai beberapa puluh meter), terdiri dari :
a. Metamorfosa kontak atau thermal, merupakan metamorfosa yang
terjadi karena adanya kenaikan temperatur pada batuan tersebut.
Biasanya jenis ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi magma
atau batuan di sekitarnya.
b. Metamorfosa dinamo atau dislokasi, yaitu jenis metamorfosa yang
diakibatkan oleh factor penekanan (kompresional) baik tegak maupun
mendatar. Batuan metamorf ini banyak dijumpai pada daerah yang
mengalami dislokasi.
2. Tipe Metamorfosa Regional
a. Metamorfosa dynamo thermal, yaitu metamorfosa yang terjadi pada
kulit bumi bagian dalam dan factor yang berpengaruh adalah temperatur
pada tekanan yang sangat tinggi.
b. Metamorfosa beban atau burial, yaitu metamorfosa karena proses
pembebanan oleh suatu massa sedimentasi yang sangat tebal pada suatu
cekungan yang sangat luas atau yang dikenal sebagai cekungan
geosinklin.

BAB VI
FORMASI BATUAN

6.1. Tujuan Praktikum


1.

Mengetahui definisi peta dan jenis-jenis peta.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

29

2.

Mengetahui formasi-formasi batuan yang terdapat


pada peta geologi.

3.

Mampu membaca peta geologi.

6.2. Formasi
Formasi merupakan satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi.
Formasi harus memiliki keseragaman atau gejala-gejala litologi yang nyata baik
terdiri dari satu macam jenis batuan, perulangan dari dua jenis batuan atau
lebih, beberapa jenis batuan yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari satuan
formasi lainnya.
Formasi dapat tersingkap di permukaan, berkelanjutan ke bawah
permukaan atau seluruhnya terdapat di bawah permukaan. Formasi haruslah
mempunyai nilai stratigrafi yang meliputi daerah cukup luas dan lazimnya
dapat dipetakan pada skala 1 : 25.000 atau lebih kecil.
Syarat pemberian nama suatu formasi, yaitu :
1. Nama yang dipakai untuk formasi baru belum dipakai sebelumnya.
2. Lokasi tipe nama-nama pegunungan, bukit, sungai, biasanya nama-nama
tempat yang tidak mudah berubah nama
3. Batas ditetapkan dengan jelas batas bawah dan atas serta dijelaskan
apakah selaras atau tidak selaras.
4. Umur, terutama umur relatif formasi baru harus ditentukan.
5. Tebal dan variasi litologi regional baru harus ditentukan.
6. Korelasi dengan satuan-satuan stratigrafi batuan lainnya harus ditetapkan.

6.3. Peta Geologi


Peta

geologi

pada

hakekatnya

merupakan

gambar

teknik

memperlihatkan sebaran satuan satuan batuan dan secara teknis dapat


dipertanggungjawabkan.

Berkat

perkembangan

teknologi

saat

ini,

memungkinkan pemanfaatan GPS (Global Positioning System) untuk


penentuan lokasi dari obyek-obyek geologi secara akurat serta penggunaan.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

30

Computer Note-book (Lap Top) dan PDA (Personal Digital Assistant) untuk
mencatat dan merekam data geologi langsung di lapangan.
Aktivitas yang dilakukan pada proses pemetaan geologi lapangan yang
meliputi antara lain :
1. Melakukan pengamatan / observasi singkapan batuan.
2. Mendeskripsi batuan

pada

singkapan-singkapan

yang

dijumpai

di

lapangan.
3. Melakukan pengukuran kedudukan batuan.
4. Pengukuran unsur-unsur struktur geologi, dan unsur-unsur geologi lainnya.
5. Mencatat hasil pengamatan kedalam buku catatan lapangan.
6. Menentukan lokasi singkapan-singkapan batuan di lapangan.
7. Penentuan lokasi singkapan-singkapan batuan dapat dilakukan dengan
kompas maupun dengan alat navigasi yang dikenal sebagai GPS.
6.4. Peran Formasi Batuan
Kegunaan dari formasi adalah formasi memungkinkan ahli geologi
untuk mengkorelasikan lapisan geologi melintasi jarak yang lebar antara
singkapan dan eksposur batu strata. Formasi batuan sangat erat hubungan
dengan skala waktu geologi. Skala waktu geologi digunakan oleh para
ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar
peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi.

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

31

*Sumber : Geologi-01ftuh.blogspot.com, 2005

Gambar 6.1
Skala Waktu Geologi
6.5. Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif
serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi
(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan.
Table 6.2
Modul & Panduan Praktikum Petrologi
2014-2015

32

Formasi Geologi

Formasi Luas
Geologi (Ha)

Luas Formasi
Luas Luas Formasi
(%) Geologi
(Ha)
(%) Geologi
Formasi
Alluvium
Granit
153.800 4,098 Manunggal 1691.00 4,506
Tua (Qal)
(Mgr)
(Km)
Anggota
Batuan
Alluvium
Pau
Tak
Muda
1.033.133 27,58 Formasi
65.020 1,732
Berinci
(Qha)
Manunggal
(Ksv)
(Kmp)
Formasi
Formasi
Diorit
Dohor
157.400 4,194 Keramaian
5.750 0,153
(Mdi)
(Qtd)
(Kak)
Formasi
Formasi
Gabro
Warukin
216.700 5,774
387.800 10,333
Pitab (Kp)
(Mgb)
(Tmw)
Formasi
Anggota
Pulau
Haruyan
Diabas
25.300 0,674
130.700 3,483
balang
Formasi
(Mdb)
(Tmp)
Pitab (Kph)
Anggota
Formasi
Batunggal
Basal
Berai
406.400 10,829
19.020 0,507
Formasi
(Mba)
(Tomb)
Pitab (Kbp)
Formasi
Basal
Batuan
Pemaluan 196.600 5,238 Kasale
1.500 0,040 Ultramafik
(Tomp)
(Tkb)
(Mu)
Formasi
Andesit
Rijang
Binuang
17.080 0.445
209 0,006
(An)
Radiolaria
(Tob)
Formasi
Batuan
Granodiorit
Tanjung
366.700 9,771
15.350 0,409 Malihan
(Kgd)
(Tet)
(Mm)
Anggota
Berai
Formasi
2.447 0,065
Tanjung
( Tetb)

Luas
(Ha)

Luas
(%)

68.150 1,816

5.189 0,138

16.240 0,433

10.980 0,293

84 0,002

1.672 0,045

217.600 5,798

6.876 0,183

56.220 1,498

*Sumber : Dee-jieta.blogspot.com, 2012

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

33

Modul & Panduan Praktikum Petrologi


2014-2015

34

Вам также может понравиться