Вы находитесь на странице: 1из 38

Topik: Stroke Non Hemoragik

Tanggal (kasus): 19

Persenter: dr. Mas Aditya Senaputra

November 2014
Tangal presentasi: 9

Pendamping: dr. Hery Kristiyanto

Desember 2014
Tempat presentasi: RSUD Kayen
Obyektif presentasi:
Keterampilan
Keilmuan
Diagnostik
Neonat
Bay
us
Bahan
bahasan:
Cara

Manajemen
Ana
Remaj

k
Tinjauan

Penyegar

Tinjauan

an
Masalah
Dewasa

pustaka
Istimewa
Lansia Bumi

a
Riset

pustaka
Diskus Presentasi dan

membahas:
i
Data
Nama: Tn. S

Kasus

l
Audit

E-mail

Pos

diskusi
No registrasi: 15-062900

pasien:
Nama klinik: IGD RSUD Kayen

Telp:

Terdaftar sejak: 11-082015

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan utama: Badan sebelah kiri lemas dan susah digerakkan tiba-tiba
RPS : Pasien laki laki, 60 tahun, datang ke IGD dengan keluhan badan
sebelah kiri lemas dan susah digerakkan secara tiba-tiba sejak 2 jam
sebelum masuk RS. Dikatakan bahwa 2 jam SMRS, pasien ketika bangun
dari tempat tidur merasa badannya lemas kemudian pasien terjatuh,
setelah pasien terjatuh pasien tidak bisa bangun sendiri tanpa dibantu,
pasien sedikit merasa pusing, tidak kesemutan, tidak pingsan, kepala
pasien juga tidak terbentur ketika jatuh. Pasien mengatakan bahwa hal ini
baru pertama kali terjadi dan tidak pernah merasa lemas seperti ini
sebelumnya. Pasien tidak merasakan mual, muntah, kejang, maupun
pingsan.

Pasien

juga

menyangkal

adanya

gangguan

ingatan

dan

gangguan penglihatan ganda. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya


pasien tidak pernah demam, batuk atau pilek. Pasien menyangkal pernah
terbentur sesuatu. Pasien tidak mengeluhkan adanya kesemutan. Pasien

menyangkal adanya nyeri kepala yang dirasa semakin berat. Pasien


hanya merasa sedikit pusing tapi hilang dengan minum obat orang
warung saja.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak mengkonsumsi obat obatan rutin.
3. Riwayat kesehatan/Penyakit:
Belum pernah mengalami keluhan serupa.
Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu,
namun pasien jarang berobat dan minum obat hipertensi tidak teratur.
Penyakit jantung, diabetes melitus, paru, ginjal, alergi terhadap makanan
maupun obat disangkal pasien.
4. Riwayat keluarga:
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki gejala
penyakit yang sama sepertinya. Riwayat hipetensi, kencing manis,
penyakit jantung, paru, ginjal maupun alergi terhadap makanan atau obat
pada keluarga disangkal oleh pasien.
5. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan:
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien mengaku merokok sejak muda serta sering
minum kopi.

6. Lain-lain:
STATUS INTERNA
1. Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

2. Tanda Vital :
a. Kesadaran

: compos mentis. GCS E4M6V5

b. Tekanan darah

: 180/100 mmHg

c. Nadi

: 80x/menit

d. Suhu

: 36,5 0C

e. Pernapasan

: 20x/menit

f. BB

: 52 kg

g. TB

: 168 cm

3. Jantung

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

4. Paru

: Suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing

(-/-)
5. Abdomen

: Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri

lepas (-), bising usus (+) , organomegali (-)


6. Extremitas

: Akral hangat (+/+/+/+), oedem (-/-/-/-)

STATUS NEUROLOGI
Kesan Umum
Kesadaran

: compos mentis, GCS E4M6V5

Pembicaraan :
Disartri
Afasia

: tidak
: tidak

Kepala : normocephali
Pemeriksaan Khusus
1. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk

: (-)
: >1350/>1350

Kernig
Brudzinsky I

: -/-

Brudzinsky II

: -/-

Brudzinsky III

: -/-

Brudzinsky IV

: -/-

2. Nervus Kranialis
Nervus I
Hypo/anosmia : -/Nervus II
Visus

: tidak dilakukan

Campus warna: tidak dilakukan


Melihat warna : baik
Funduscopi

: tidak dilakukan

Nervus III, IV, VI


Kedudukan bola mata

: ortoforia / ortoforia

Pergerakan bola mata


Ke atas

: (+)/(+)

Ke temporal

: (+)/(+)

Ke bawah

: (+)/(+)

Ke temporal bawah

: (+)/(+)

Eksopthalmus : (-)/(-)
Ptosis

: (-)/(-)

Pupil
Bentuk

: bulat/bulat

Lebar

: 2mm/2mm

Anisokoria

: tidak

Reaksi cahaya langsung

: +/+

Reaksi cahaya tidak langsung :+/+


Reaksi akomodasi

:+/+

Reaksi konvergensi :+/+


Nervus V
Cabang motorik
Otot masseter

: dalam batas normal

Otot temporal

: dalam batas normal

Otot pterygoidus int./eks.

: dalam batas normal

Cabang sensorik
I : baik

II : baik
III

: baik

Refleks kornea

: +/+

Nervus VII
Waktu diam
Kerutan dahi
Tinggi alis

: simetris
: simetris

Sudut mata
Lipatan nasolabial

: simetris
: simetris

Sudut mulut

: simetris

Waktu gerak
Mengerut dahi

: simetris

Menutup mata
Bersiul

: simetris
: simetris

Memperlihatkan gigi

: simetris

Pengecapan 2/3 depan lidah

: tidak dilakukan

Sekresi air mata

: tidak dilakukan

Nervus VIII
Mendengar suara berbisik

: +/+

Uji garpu tala Weber

: tidak dilakukan

Uji garpu tala Rinne

: tidak dilakukan

Uji garpu tala Schwabach

: tidak dilakukan

Nervus IX, X
Bagian motorik
Suara biasa/ parau/ tidak bersuara : biasa
Kedudukan arcus faring

: simetris

Kedudukan uvula

: di tengah

Detak jantung
Bising usus
Menelan
Bagian sensorik

: reguler, murmur (-), gallop (-)


: (+)
: tak ada kelainan

Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan


Refleks muntah

: tidak dilakukan

Nervus XI
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala

: baik
: baik

Nervus XII
Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah
Kedudukan lidah waktu dijulurkan : di tengah
Atrof
Fasikulasi/tremor

: tidak
: tidak

3. Sistem Motorik
Kekuatan otot
Superior 5.5.5/3.3.3
Inferior 5.5.5/3.3.3
Tonus otot
Superior N/N
Inferior N/N
Gerakan
Superior +/+
Inferior +/+
Trof
Superior eutrof/eutrof
Inferior eutrof/eutrof
Klonus
Inferior -/4. Sistem Sensorik : hemihipeestesi sinistra
5. Refleks
Refleks tendon/periost
Refleks biceps : +/+
Refleks triceps : +/+
Refleks patella : +/++

Refleks achilles

: +/+

Refleks patologik
Tungkai
Babinski

: -/-

Chaddock : -/Oppenheim

: -/-

Rossolimo : -/Gonda

: -/-

Gordon : -/Schaefer

: -/-

Lengan
Hoffman-tromer

: -/-

6. SSO
Miksi

: baik

Defekasi

: baik

Sekresi keringat

: baik

Salivasi

: baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27 Januari 2013


Pemeriksaa
n
HEMATOLOGI
Hemoglobin

Leukosit

Hasil

Nilai Rujukan

13 g/dl

13 18 g/dl
4000
1000

12190/mm3

0
150000

Trombosit

/mm3

4000

391.000/mm3

00
/mm3

Hematokrit
KIMIA DARAH
SGOT

39 %

40 54 %

21 U/l

< 42 U/l

SGPT
Ureum

13 U/l
17,7 mg/dl

Kreatinin

0.87 mg/dl

<47 U/l
10 50 mg/dl
0,67

1,36
mg/dl

Glukosa
Se
wa

118 mg/dl

< 140 mg/dl

ktu

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29 Januari 2013


LDL

88 mg/dl

<159 mg/dl

140 mg/dl
117 mg/dl
34 mg/dl

<240 mg/dl
<200 mg/dl
35-80 mg/dl

Ch
ol
es
ter
ol
Cholesterol
Trigliserid
HDL
Ch
ol
es
ter
ol

Pemeriksan EKG : Normal sinus rhytm

Pemeriksaan CT-scan : -

SIRIRAJ SCORE
(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan darah
diatolik) (3 x ateroma) 12 =

(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) (3 x 0) 12 = -2


STROKE ISKEMIK

DIAGNOSIS
I.

Diagnosis Klinis

: 1. Hemiparese sinistra spastika


2. Hemihipeestesi sinistra

Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologi
II.

: Korteks serebri hemisferium dextra


: Susp. stroke non hemoragik

Hipertensi Grade II

Penatalaksanaan di IGD
Terapi:

Inf RL 20 tpm
Inj citicolin 3 x 500mg iv
Inj Ranitidin 2 x 1 amp iv
Aspilet 1 x 80 mg
Captopril 3 x 6,25mg
B1 B6 B12 3 x 1 tab

Daftar Pustaka:
1. Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS,
ed. Pocket medicine, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia;
2008: 3.1-25.
2. Longo DL. Gastrointestinal bleeding. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
et al, eds. Harrisons manual of medicine, 17th ed. McGraw Hill: New York;
2009: 259-62
3. Smyth EM. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In:
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic & clinical pharmacology,
11th ed. McGraw-Hill: China; 2009: e-book
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Gastritis
2. Patofsiologi hematemesis ec Gastritis erosive
3. Penatalaksanaan hematemesis ec Gastritis Erosif

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:

Pasien laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RSMM

Bogor dengan keluhan

badan sebelah kiri lemas dan susah digerakkan secara tiba-tiba sejak 2 jam
sebelum masuk RS. Dikatakan bahwa 2 jam SMRS, pasien ketika bangun dari
tempat tidur merasa badannya lemas kemudian pasien terjatuh, setelah pasien
terjatuh pasien tidak bisa bangun sendiri tanpa dibantu. Keluhan ini baru
pertama kali terjadi dan tidak pernah merasa lemas seperti ini sebelumnya.
Pasien

mengatakan

sesudah

kejadian

bicaranya

menjadi

pelo.

Pasien

mempunyai riwayat hipertensi dan DM sejak 7 tahun yang lalu, namun jarang
terkontrol. Pasien merokok sejak muda dan sering mengkonsumsi kopi. Pasien
juga jarang olah raga.
2. Objektif:
Pada pemeriksaan fsik ditemukan :
Keadaan Umum
Kesadaran

: Tampak sakit sedang

: compos mentis

Tanda Vital :
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,50C

Pernapasan

: 20x/menit

Status generalis

: dalam batas normal.

Status neurologis

: GCS E4M6V5

Tanda Rangsang Meningeal

: dalam batas normal

Saraf kranialis

: dalam batas normal

Sistem motorik :
Lengan kanan/kiri

: 5.5.5/3.3.3

Tungkai kanan/kiri : 5.5.5/3.3.3


Sistem sensorik

: hemihipeestesi sinistra

Refleks fsiologis

: hiperefleksi pattela

Refleks patologis

: (-)

3. Assessment (penalaran klinis):


Pada kasus perdarahan saluran cerna, perlu diketahui beberapa kondisi
yang

dapat

terjadi

pada

pasien,

yakni

hematemesis,

melena,

dan

hematoskezia. Pada hematemesis terdapat perdarahan yang berasal dari lesi di


mukosa saluran cerna yang terletak di atas perbatasan duodenojejunum.
Penyebab utama dari hematemesis ada beberapa, yakni ulkus peptikum,
gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, dan varises esofagus. Pada 80-90%
kasus, satu dari keempat diagnosis tersebut dapat dijumpai pada pasien
dengan

keluhan

utama

hematemesis.

Diagnosis

banding

lain

untuk

hematemesis yang lebih jarang dijumpai meliputi esofagitis, tumor regio


gastroduodenum, diatesis hemoragik, hemobilia, hemangioma, penyakit Osler,
fstula aortointestinal, oklusi arteri mesenterika, dan pseudoxantoma elastikum.
Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan
untuk menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi defnitifnya. Gastritis
merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang
dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi
kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel. Gastritis
merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri
(setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan pencetus
yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab gastritis
akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid,
steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung.
4. Plan:
Diagnosis:

Usulan CT Scan

Pengobatan :

Inf RL 20 tpm
Inj citicolin 3 x 500mg iv
Inj Ranitidin 2 x 1 amp iv
Aspilet 1 x 80 mg
Captopril 3 x 6,25mg
B1 B6 B12 3 x 1 tab
Awasi TTV dan defsit neurologis.
Pendidikan :
Modifkasi lifestyle (diet rendah garam, berhenti merokok)
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN

Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau


sekelompok gangguan cerebro vasculer, termasuk infark cerebral,
perdarahan intracerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut
Caplan, stroke adalah segala bentuk kelainan otak atau susunan
saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke
digunakan bila gejala yang timbul akut.
Klasifkasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Dimana stroke iskemik memliki angka kejadian 85%
terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80% stroke aterotrombotik
dan 20% stroke kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka
kejadian sebanyak 15% dari seluruh stroke, terbagi merata antara
jenis stroke perdarahan intraserebral dan stroke perdarahan
subaraknoid. Stroke adalah salah satu penyebab kematian tertinggi,
yang berdasarkanlaporan tahunan 2006 di RS dr. Saiful Anwar,
Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasiendirawatinapkan. Angkaangka tersebut tidak membedakan antara stroke iskemik dan
hemoragik.
DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan
fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa
penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada
prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah
otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh
darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut
stroke.
EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit
jantung dan keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per

100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab


utama cacat menahun. Pengklasifkasiannya adalah 65-85%
merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik,
dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke
trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non
hemoragik hanya sebanyk 15-35%. 10-20% disebabkan oleh
perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15% perdarahan
subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman
sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah
ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral
dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau
beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit
vascular perifer.
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu
stroke non hemoragik maupun stroke hemorragik.
a. stroke non hemoragik (iskemik)
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak
karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan
menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah
ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri

vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta


jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam


pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius
karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta


percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya
bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut
emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh
darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fbrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak


terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah
dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung
di dalam sebuah arteri.

peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan


pembuluh darah yang menuju ke otak.

Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa


mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan
stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan


berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya
menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal

ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang


banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung
atau irama jantung yang abnormal.
Macam macam stroke iskemik
i.

TIA

didefnisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang


disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang
terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta
meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
ii.

RIND

Defsit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam


iii.

Progressive stroke

iv.

Complete stroke

v.

Silent stroke

b. stroke hemoragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya contoh perdarahan intraserebral, perdarahan
subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70
persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko
terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk
terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh
darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga
mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar.
Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis
obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma.Hal ini
dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik maupun
diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.

2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi
jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya
stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
-

Penyakit katup jantung

Atrial fbrilasi

Aritmia

Hipertrof jantung kiri (LVH)

Kelainan EKG

3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark
otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga
DM mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai
arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria
dan 4 kali lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan
dengan yang tidak menderita DM pada umur dan jenis kelamin
yang sama.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini
berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan
untuk semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan
stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis yang
selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara
langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor
risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan
kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama
jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada
usia 65 tahun.

6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain,


amfetamin) dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan
hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan
hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat,
polisitemia, kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster,
juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi
frekuensinya.
Faktor predisposisi stroke hemoragik
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah
tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain
terjadinya stroke hemoragik adalah :

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri,


yang akhirnya dapat pecah.

Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti


kelainan arteriovenosa.

Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ


jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.

Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein


amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat
kemungkinan terjadi stroke lebih besar.

Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

Overdosis narkoba, seperti kokain.

PATOFISIOLOGI
Trombosis (penyakit trombo oklusif) merupakan penyebab stroke
yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan
sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tandatanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang
tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara

umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan


kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan
berserabut , sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina
elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung
terbentuk pada percabangan atau tempat tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat tempat khusus
tersebut. Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko
dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fbrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk
emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh
arteria itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda
dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli
serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari
penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami
embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian bagian yang sempit.. tempat yang paling
sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan
ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan
Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari

semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya


disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah
terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan.
Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan
vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi.
Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah
akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut
histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat
membengkak dan mengalami nekrosis.
GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat
dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit
(completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk
dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya
jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan
penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara
atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun
tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis,


koma).

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

Kesulitan menelan.

Kesulitan menulis atau membaca.

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari


tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tibatiba.

Kehilangan koordinasi.

Kehilangan keseimbangan.

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti


kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau
penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah.

Kejang.

Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti


penurunan sensasi, baal atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang
diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas
medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan
menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya
sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fsik. Jika seseorang telah
diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter
tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan
sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan
penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau
kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke.
Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung
jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke
meliputi:

Tumor otak

Abses otak

Sakit kepala migrain

Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

Meningitis atau encephalitis

Overdosis karena obat tertentu

Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat


juga menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa
dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang
sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan
melakukan pemeriksaan fsik, perawat akan mulai memonitor tandatanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan
pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fsik yang menjadi standar adalah
penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah
mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk
membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke
dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau
non hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian
dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka
langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk
jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan
seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan
perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan
anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan
tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain
dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke
Gadjah Mada

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

3.b.

Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke

score
Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk


stroke non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini
91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke nonhemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu
stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang
hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai

dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun


dapat digunakan.
3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu
menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan
sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT
scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam
otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk
menentukan:

jenis patologi

lokasi lesi

ukuran lesi

menyingkirkan lesi non vaskuler


MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI)

menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran


otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika

dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan


garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa
menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan
kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik
diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang
dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal
lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah
magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga
digunakan untuk secara spesifk melihat pembuluh darah secara
non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur
yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI
lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di
beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang
berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke
sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan
kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali
lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien
stroke.
Computerized tomography dengan angiography:
menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan,
gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi
tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan
peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser
angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes
lain yang kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah.
Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di
area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram
memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,

tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan


hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan
setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan
pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi
yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk
membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk
dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode noninvasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan
gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan
aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi
jantung sering dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber
emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang
dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada
atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram)
untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada
dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifkasi irama
jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan Creactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan
yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan
peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifkasi penyebab stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih
lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.

1 Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan
obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi
optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan
pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans
cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan
mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan
adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin
dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a

Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan

slem untuk mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat


buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak
terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS
< 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru)
merupakan merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke
2 4 setelah serangan otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam
posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada
radang atau asma cepat diatasi.
1.b.

Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera

diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada


tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg
(stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100
mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20
%.

Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 6


mcg/kg/menit infus kontinyu), Diltiazem (5 40 g/Kg/menit drip),
nitroprusid (0,25 10 g/Kg/menit infus kontinyu), nitrogliserin (5
10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 80 mg IV bolus tiap 10
menit, kaptopril 6,25 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk
outcome pasien stroke, pemberian insulin reguler dengan skala
luncur dengan dosis GD > 150 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50
mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD > 400
mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c.

Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan

tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di


berantas, obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5
gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 20
menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 320 mOsm,
keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak
pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan
BBB dan merusak pemulihan metabolisme enersi serta
memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan
30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan
memperburuk perfusi darah kejaringan otak
1.d

. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio

urine sebaiknya dipasang kateter intermitten. Bila terjadi


inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom kateter, pada
wanita pasang kateter.
1.e

. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan,

hindari obstipasi, Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila

didapatkan kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin perlu


diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
Stroke iskemik
-

Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya


yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA
adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan
dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya
infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan
dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah
kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit
dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT
Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat
menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifllin yang yang mengurangi
viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah
merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga
memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki
aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama
10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
-

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua


kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti
agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko
untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung
fbrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri,
infark miokard baru & katup jantung buatan.

Obat yang dapat

diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6
jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti
anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x

0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <


100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II
= 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko
terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi
diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc
selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan
menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan
aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari
dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan
ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme
kerja menghambat aktiftas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x
250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan
menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
-

Proteksi neuronal/sitoproteksi

Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini


karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik
sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron.

Obat-

obatan tersebut antara lain :


o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran
sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin
suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta
analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver
2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan
perdarahan, dosis 500 2.000 mg sehari selama 14
hari menunjukkan penurunan angka kematian dan
kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows 2
14 hari.

o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,


diperkirakan memperbaiki integritas sel,
memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan
fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4
x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat,
minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x
2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12 jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai
sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke.
Mempunyai efek anti oksidan downstream dan
upstream. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan
plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek
upstream adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat
anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),
menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese,
sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi
dan anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan
khasiat anti calpain, penghambat caspase dan
sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21 hari
menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang
bermakna.
2 Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke:

Untuk stroke infark diberikan :


a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

Menghindari rokok, obesitas, stres

Berolahraga teratur

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fsik dan mental,
dengan fsioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang
pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf
perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan
kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga
dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di
bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan
lengan dan tangan
3. Terapi fsik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan
berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka
dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah dan
tantangan yang akan mereka hadapi.
Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke
Hari 1-3 (di sisi tempat

tidur)

Kurangi penekanan pada daerah


yang sering tertekan (sakrum,
tumit)

Modifkasi diet, bed side,

positioning

Mulai PROM dan AROM


Evaluasi ambulasi

Beri sling bila terjadi subluksasi

bahu
Aktiftas berpindah

Latihan ADL: perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan
Team/family planing

Hari 3-5

Hari 7-10

2-3 minggu

Therapeuthic home evaluation


Home program

Independent ADL, tranfer,

mobility
Follow up

3-6 minggu

10-12 minggu

Review functional abilities


Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah,

seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu


tertentu sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan
prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fsik dapat
dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau
lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya
telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat
mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan
yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di
rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fsik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)

7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10.

Latihan membaca

11.

Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik
stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus
dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk
dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke
yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum
terjadi, dapat menyebabkan defsit neurologis menjadi
lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi
penyebab, timbul bersama atau akibat
stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada
stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada
stroke hemoragik dan pada umumnya akan
memperberat defsit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan
salah satu komplikasi stroke pada pernafasan yang
paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien dan

sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan


pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke,
seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3%
kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian
kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk
memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
-

Edema pulmonal neurogenik

Penurunan curah jantung

Aritmia dan gangguan repolarisasi


6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang


1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh
secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau
kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami
kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah
sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan
yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini

penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya


mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum
serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke
sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari
setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien.
Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI :
Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta,
1999.
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI :
Guideline Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke:
Classifcation of cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 63776.
4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on
stroke prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 140731.
5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New
York, 1990.
6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet
1992, 339: 533-6.
7. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute
ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 537-9.
8. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock,
JH Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management.

Specifc treatment of acute ischaemic stroke Excell Typesetters


Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.,
9. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya 2002.
10.

Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New

York, 2000 ; 225 -306


11.

Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic

Therapeutics. Fifth Edition. Litle Brown and Company Ney York


1995 ; 207 24.
12.

Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan

pemulihan stroke (terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu


Populer. Jakarta. 2006
13.

Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke.

2nd Ed, Professional communications inc New York, 2002

Вам также может понравиться