Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
INDONESIA
KEMITRAAN
DALAM HUBUNGAN
DOKTERPASIEN
EDITOR
Muhammad Mulyohadi Ali
Ieda Poernomo Sigit Sidi
Tini Hadad
Kresna Adam
Adriyati Rafly
Budi Sampurna
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
TIM PENYUSUN
Muhammad Mulyohadi Ali
Ieda Poernomo Sigit Sidi
Tini Hadad
Kresna Adam
Adriyati Rafly
Budi Sampurna
Agus Purwadianto
Arsil Rusli
Asri Rasad
Bahar Aswar
Budi Sampurna
Broto Wasisto
Edi Hartini Sundoro
Enizar
Farid Anfasa Moeloek
Herkutanto
Huzna Zahir
Kartono Mohamad
Luwiharsih
Mahlil Ruby
Muryono Subyakto
Sabir Alwy
Safitri Hariyani
Sanusi Tambunan
Sjamsuhidajat
Sri Mardewi Surono Akbar
Sutoto
Teddy Kharsadi
PENYUNTING BAHASA
Abidinsyah Siregar
Dad Murniah
ii
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
iii
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KATA PENGANTAR
Peran dokter/dokter gigi dalam membantu masyarakat untuk dapat
mengupayakan kesembuhan sudah dikenal lama. Pelayanan medis yang
dilakukan oleh dokter/dokter gigi perlu dipahami secara baik oleh masyarakat
agar pemanfaatannya tepat dan harapannya pun sesuai antara yang
diinginkan dengan fakta ketersediaan pelayanan. Kondisi dan situasi dalam
pemberian pelayanan medis mengalami banyak perubahan. Cara
pengobatan tidak lagi sepenuhnya seperti dulu, yang membuat hubungan
dokterpasien pun mengalami perubahan. Kemajuan dalam ilmu dan
teknologi kedokteran dan perkembangan masyarakat mempengaruhi
terjadinya perubahan tersebut.
Pendidikan dokter/dokter gigi semakin meningkat jenjangnya, tidak lagi hanya
menghasilkan dokter/dokter gigi umum melainkan sampai pada tingkat sub
spesialis. Kondisi ini membuat pembidangan dan pembagian tugas,
wewenang, kewajiban dokter/dokter gigi menjadi semakin kompleks.
Masyarakat perlu diberi informasi mengenai pengertian, pembidangan tugas,
batasan wewenang dan tanggung jawab dalam pelayanan medis. Pasien dan
keluarganya serta lingkungan di sekitarnya perlu memahami, kasus mana
yang bisa ditangani oleh dokter/dokter gigi umum dan dokter/dokter gigi
spesialis dan subspesialis, sesuai ketentuan dari Departemen Kesehatan RI.
Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien ini disusun dalam rangka
sosialisasi kepada masyarakat mengenai pelayanan medis yang diberikan
oleh dokter/dokter gigi. Melalui buku ini diharapkan masyarakat dapat lebih
memahami berbagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan
medis oleh dokter/dokter gigi. Perlindungan kepada masyarakat pengguna
pelayanan medis oleh dokter/dokter gigi diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, antara lain dengan
membentuk Konsil Kedokteran Indonesia. Salah satu upaya perlindungan
tersebut adalah dengan memberikan informasi kepada masyarakat sehingga
dapat dicapai pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan
medis oleh dokter/dokter gigi.
Penyusunan buku ini melibatkan berbagai unsur, yaitu dari kalangan
kedokteran dan kedokteran gigi dan masyarakat pengguna pelayanan medis
yang diberikan oleh dokter/dokter gigi. Konsep awal yang disusun kemudian
dibahas bersama dalam kelompok kecil, kemudian disampaikan pada
berbagai pertemuan dalam rangka disiminasi dan sosialisasi guna
mendapatkan masukan/tanggapan/komentar, juga kritik dan saran.
Melalui buku ini diharapkan masyarakat dapat memahami secara tepat
mengenai dokter/dokter gigi dan pelayanannya, baik umum maupun spesialis
dan subspesialis. Penjelasan mengenai pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter/dokter gigi dilengkapi dengan uraian mengenai pendidikan, keahlian,
iv
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
SAMBUTAN
KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Konsil Kedokteran Indonesia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Di antara tugas yang
dibebankan kepada KKI adalah menjaga kualitas pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter/dokter gigi sebagai upaya perlindungan kepada
masyarakat penggunanya. Salah satu dari pelaksanaan tugas tersebut
dilaksanakan dalam bentuk penerbitan buku Kemitraan Dalam Hubungan
Dokter-Pasien yang dapat dijadikan acuan oleh masyarakat dan semua pihak
yang terkait dengan pelayanan medis oleh dokter/dokter gigi. Dari penjelasan
yang diuraikan dalam buku ini diharapkan masyarakat dapat memilih
dokter/dokter gigi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, tahu yang
harus dilakukannya ketika mendapatkan pelayanan medis dari dokter/dokter
gigi, dan bekerja sama dalam upaya penyembuhannya.
Mengacu pada buku ini masyarakat diharapkan dapat memahami perlunya
memilih dokter/dokter gigi yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan
Surat Izin Praktik (SIP). Perlindungan terhadap pasien dapat diberikan oleh
undang undang karena dipenuhinya persyaratan untuk pembuktian ada atau
tidaknya pelanggaran. STR memang dimaksudkan untuk menertibkan praktik
dokter/dokter gigi yang semakin beragam. Kemampuan ilmiah dan sikap
peduli pada pasien merupakan pertimbangan KKI dalam memberikan STR
kepada dokter/dokter gigi. Berdasarkan STR inilah kemudian SIP diberikan
kepada dokter/dokter gigi dan dengan demikian praktik yang dilakukannya
dianggap sah. KKI melakukan pengawasan secara bersinambung agar
kualitas pelayanannya benar-benar terjaga.
Pengawasan oleh KKI juga meliputi pembinaan terhadap penyelenggaraan
praktik kedokteran dalam rangka mempertahankan profesionalisme dan
peningkatan mutu pelayanan medis, dengan cara pembinaan praktik
dokter/dokter gigi dan perumusan pendidikan kedokteran berkelanjutan. Buku
ini merupakan salah satu dari rangkaian buku pedoman yang diterbitkan KKI.
Dua lainnya adalah buku pedoman Pembinaan Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi dan buku pedoman Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Bagi Dokter dan Dokter Gigi.
Landasan utama pelayanan medis adalah pemahaman tentang perlunya
melakukan tindakan medis secara benar, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran dan kompetensi perkembangan keahlian dan
memahami tuntutan masyarakat. Prinsip pelayanan medis selalu mengacu
pada standar serta upaya menjaga kualitas. Upaya ini jelas memerlukan kerja
sama dengan semua pihak terkait, seperti organisasi profesi, institusi
pemerintah yang menjadi penanggung jawab program, lembaga pendidikan
dan komponen masyarakat lainnya.
vi
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
vii
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................
Sambutan Ketua Konsil Kedokteran................................... ...............................
Daftar Isi ............................................................................................................
Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 19/KKI/KEP/IX/2006
Tentang Buku Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien ..............................
Bab I
Pendahuluan: ...................................................................................
1. Latar Belakang ..........................................................................
2. Filosofi Tentang Kesehatan dan Kedokteran .............................
Bab II
Hubungan Dokter dan Pasien ........................................................
1. Esensi Hubungan Dokter - Pasien ............................................
2. Aspek Hukum Hubungan Dokter-Pasien ...................................
3. Kesetaraan Hubungan Dokter - Pasien .....................................
4. Persetujuan Tindakan Kedokteran .............................................
Bab III
Hak dan Kewajiban Pasien...............................................................
1. Hak Pasien .................................................................................
2. Kewajiban Pasien Dalam Pelayanan Medis...............................
Bab IV
Hak dan Kewajiban Dokter ..............................................................
1. Hak Dokter ..................................................................................
2. Kewajiban Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Medis ..........
Bab V
Pelayanan Kedokteran .....................................................................
1. Mengenal Pelayanan Kedokteran .............................................
2. Dokter dan Dokter Gigi ..............................................................
3. Sarana Pelayanan Kedokteran ..................................................
4. Sistem Rujukan...........................................................................
5. Pembiayaan Pelayanan Medik ..................................................
6. Daftar Spesialisasi Dokter dan Dokter Gigi ...............................
Bab VI
Hasil Pelayanan Kedokteran ...........................................................
1. Hasil Optimal Pelayanan Kedokteran ..........................................
2. Hasil yang Tidak Diharapkan ......................................................
3. Mekanisme Pengaduan dan Penyelesaian ................................
Bab VII Penutup ...............................................................................................
Daftar Pustaka ..................................................................................................
Daftar Nama Kontributor ....................................................................................
viii
iv
vi
viii
ix
1
1
4
7
7
9
15
22
26
26
29
31
31
32
34
34
35
37
41
44
46
48
48
49
51
60
65
67
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
TENTANG
BUKU KEMITRAAN DALAM HUBUNGAN DOKTER - PASIEN
Mengingat
ix
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu
Kedua
Ketiga
Keempat
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 September 2006
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Lampiran
Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia
Nomor
: 19/KKI/KEP/IX/2006
Tanggal : 21 September 2006
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Memilih Dokter
Pasien dalam konteks hubungan pasien-dokter, seyogianya memulai langkah
pertamanya dengan pemahaman tentang dokter/dokter gigi (layanan primer) atau
pernah dikenal sebagai dokter umum/dokter gigi. Dokter mengetahui hampir segala
macam penyakit yang umum dijumpai di negara kita. Demikian pula dengan dokter
gigi untuk penyakit gigi. Pengetahuannya luas dan cukup, meskipun tidak mendalam.
Banyak sekali penyakit yang dapat mereka ketahui (diagnosis) yang lalu mereka obati
(terapi). Karena itu dokter dapat menjadi pilihan pertama dalam berobat.
Dokter/dokter gigi juga bisa melakukan operasi kecil. Apabila terjadi sesuatu yang
membahayakan pasien dan dokter menemukan adanya indikasi rawat, maka ia harus
mengirim petunjuk untuk pasien dirawat.
Dalam hal penanganan pasien yang kondisi dan situasinya berada di luar batas
kemampuan/kewenangannya maka dokter harus mengirim (merujuk) pasien tersebut
ke dokter spesialis. Pada upaya pengobatan yang dirasakan kurang atau tidak
memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan (pasien merasa belum sembuh)
maka dokter akan mengirimkan pasien tersebut ke dokter spesialis. Dalam hal ini
dokter tersebut akan membantu pasien untuk memilih dokter spesialis sesuai dengan
penyakit pasien.
Memilih dokter spesialis sebaiknya dilakukan berdasarkan pembicaraan
dengan dokter karena kesulitan memilih dokter spesialis umumnya
disebabkan ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya sendiri. Dengan
sendirinya pasien pun tidak tahu tentang dokter spesialis apa yang cocok
untuk penyakitnya, serta siapa dan di mana dokter spesialis yang dibutuhkan
tersebut dapat dijumpainya. Ketidaktahuan ini dapat menyebabkan upaya
mendapatkan pengobatan yang tepat menjadi tidak efisien, baik dalam hal
waktu maupun biaya. Menyerahkan pilihan dokter spesialis kepada dokter
yang merawat diharapkan dapat mempersingkat jalan untuk memperoleh
pengobatan. Hal yang sama juga diharapkan pada upaya memperoleh
pelayanan medis dari dokter gigi ke dokter gigi spesialis. Pasien dapat
membicarakan pemilihan dokter spesialis dengan dokter yang telah
membantu pengobatan.
Masyarakat Indonesia umumnya masih perlu dibiasakan dalam
mengutarakan sesuatu kepada dokter yang merupakan hal-hal pokok,
berwujud sebagai jalinan komunikasi dokter pasien. Uraian mengenai hal ini
dipaparkan dalam Bab II, III, dan IV buku ini. Sedangkan untuk mengetahui
kiat menjalani pengobatan dijelaskan secara rinci pada Bab V dan VI buku ini.
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
memperoleh standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan
mental. Cara memperoleh kesehatan adalah dengan menerapkan pola hidup
sehat seperti makanan seimbang, perumahan layak huni, air dan udara
bersih dan olahraga serta gaya hidup teratur. Selain itu juga melakukan
pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit menular dan
tidak menular, penyakit lain yang berhubungan dengan perlaku dan
pekerjaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 12 Konvenan Internasional
tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dan Pembukaan Konstitusi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ilmu Kedokteran adalahsalah satu unsur yang penting dalam upaya
mejingkatkan kesehatan manusia, khususnya kesehatan perorangan. Dalam
pengabdiannya untuk kemanusiaan, ilmu kedokteran digunakan untukL
a. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
b. Pengurangan gejala nyeri dan penderitaan
c. Pengobatan penyakit
d. Penyempurnaan fisiologis dan mempertahankan kondisi kesehatan
tertentu (compromise status) seseorang
e. Pendidikan pasien sesuai kondisi dan perkiraan atau prognosisnya
f. Penmulihan setelah pasien sembuh dari penyakitnya.
Beragamnya tujuan kedokteran tersebut mudah menimbulkan persepsi
berbeda antara pasien dengan dokter karena terdapat perbedaan
pengalaman dan pengetahuan. Seorang pasien yang sama dalam kondisi
berbeda, atau seorang pasien diperiksa oleh dokter yang sama namun pada
waktu berbeda, dapat menimbulkan tujuan kedokteran yang berlainan. Hal ini
terjadi karena pada hakikatnya kondisi pasien tidak senantiasa tetap dari
waktu ke waktu. Tubuh pasien senantiasa berubah ke arah membaik maupun
memburuk, bahkan dalam penyakit akut atau gawat, perubahan tersebut
dalam bilangan detik.
Demikian pula penyakit yang sama pada orang yang berbeda dapat
menampilkan gejala yang berbeda. Terapi yang sama untuk penyakit yang
sama yang diderita orang yang berbeda, dapat memberikan hasil yang
berbeda.
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
BAB II
HUBUNGAN DOKTER PASIEN
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
10
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
keadaan tertentu seperti pembuatan gigi palsu atau anggota badan palsu,
oleh dokter gigi, ahli orthopedi atau ahli bedah kosmetik.
Sebagai sebuah perjanjian, sebagaimana lazimnya ketentuan mengenai
perjanjian, maka untuk sahnya perjanjian harus dipenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Kesepakatan dari pihak-pihak yang bersangkutan,
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. suatu hal tertentu, dan
4. suatu sebab yang halal.
Dari keempat syarat tersebut, syarat 1 dan 2 merupakan persyaratan dari
subjek yang melakukan kontrak medis, karenanya disebut syarat
subjektif, sedangkan syarat 3 dan 4 adalah tentang objek kontrak medis
tersebut dan biasanya disebut syarat objektif. Tidak dipenuhinya syarat
subjektif dapat dilihat terutama dari persyaratan subjektifnya, maka
perjanjian medis mempunyai keunikan tersendiri yang berbeda dengan
perjanjian pada umumnya.
Ad. 1. Kesepakatan
Dalam perjanjian terapeutik, tidak seperti halnya perjanjian biasa, terdapat
hal-hal khusus. Di sini pasien merupakan pihak yang meminta
pertolongan sehingga relatif lemah kedudukannya dibandingkan dokter.
Untuk mengurangi kelemahan tersebut, telah bertambah prinsip yang
dikenal dengan informed consent, yaitu suatu hak pasien untuk
mengizinkan dilakukannya suatu tindakan medis. Informed consent
merupakan suatu kehendak sepihak secara yuridis, yaitu dari pihak
pasien, jadi karena syarat perjanjian tersebut tidak bersifat suatu
persetujuan yang murni, dokter tidak harus turut menandatanganinya. Di
samping itu, pihak pasien dapat membatalkan pernyataan setujunya
setiap saat sebelum tindakan medis dilakukan. Padahal menurut KUH
Perdata Pasal 1320, suatu perjanjian hanya dapat dibatalkan atas
persetujuan kedua belah pihak; pembatalan sepihak dapat
mengakibatkan timbulnya gugatan ganti kerugian.
Ad.2. Kecakapan
Seseorang dikatakan cakap-hukum apabila ia pria atau wanita telah
berumur 21 tahun, atau bagi pria apabila belum berumur 21 tahun tetapi
telah menikah. Pasal 1330 KUH Perdata, menyatakan bahwa seseorang
yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah
Belum dewasa, yang menurut KUH Perdata Pasal 330 adalah belum
berumur 21 tahun dan belum menikah.
Berada di bawah pengampuan, yaitu orang yang telah berusia 21
tahun tetapi dianggap tidak mampu karena ada gangguan mental.
Wanita dalam hal yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan dalam hal ini masih berstatus istri dan pada umumnya
11
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
12
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Medical check-up
Upaya ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang berada
dalam kondisi sehat atau cenderung mengalami suatu kelainan dalam
taraf dini. Hal ini berkaitan dengan usaha promotif yang bertujuan
memelihara atau meningkatkan kesehatan secara umum.
2. Imunisasi
Tindakan ini ditunjukkan untuk mencegah terhadap suatu penyakit
tertentu bagi seseorang yang mempunyai risiko terkena. Misalnya
anggota keluarga dari pasien yang menderita Hepatitis B, dianjurkan
sekali untuk mendapatkan vaksinasi Hepatitis B. Usaha preventif ini
bersifat spesifik untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B.
3. Keluarga Berencana
Keluarga berencana adal;ah upaya untuk mengatur jarak kehamilan
yangsatu dengan yang berikutnya, atau untuk mengatur kapan
seseorang ingin atau tidak ingin mempunyai anak. Upaya ini lebih
bersifat preventif dan dilakukan oleh orang yang sehat dan sadar.
Tujuan lain dari keluarga berencana adalah menjaga kesehatan
perempuan. Meskipun yang datang dalam keadaan sehat, adakalanya
perlu dilakukan pemeriksaan awal untuk memastikan apakah ada
halangan untuk menggunakan alat keluarga berencana tertentu.
Sebenarnya pengertian pelayanan keluarga berencana juga
mencakup pemberian pertolongan bagi mereka yang (sudah) ingin
mempunyai anak.
Usaha Penyembuhan Penyakit
Sifat tindakan di sini adalah kuratif, untuk menyembuhkan penyakit
yang akut atau relatif belum terlalu lama diderita.
4. Meringankan Penderitaan
Tidak semua penyakit dapat disembuhkan atau dapat segera
diketahui diagnosisnya sementara pasien dalam keadaan menderita
dan cemas. Untuk itu diperlukan upaya memperingan penderitaan
(gejala). Umumnya dokter memberikan obat-obat yang simptomatis
sifatnya, hanya menghilangkan gejala saja, karena penyebab
penyakitnya belum dapat diatasi. Misalnya obat-obat penghilang rasa
nyeri.
13
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
5. Memperpanjang Hidup
Seperti halnya meringankan penderitaan, di sini pun penyakit pasien
belum dapat diatasi sepenuhnya sehingga sewaktu-waktu perlu
dilakukan tindakan medis tertentu. Misalnya pada pasien gagal ginjal
yang memerlukan cuci darah.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan kondisi seorang pasien
setelah mengalami perawatan, pengobstsn arau tindakan medik berat.
Melalui upaya rehabilitasi diharapkan pasien akan mampu lagi untuk
berfungsi sebagaimana sebelumnya, meskipun mungkin masih ada
cacat atau ketidak sempurnaan fisik atau mental dibanding dengan
sebelum sakit. Oleh karena itu rehabilitasi medik tidak hanya berupa
pemulihan fungsi fisik tetapi juga konseling untuk memulihkan rasa
percaya diri pasien.
Secara yuridis semua upaya tindakan medis tersebut di atas dapat
menjadi objek hukum yang sah. Akan tetapi bentuk perjanjian medisnya
harus
jelas
apakah
inspanningsverbintenis
atau
suatu
resultaatsverbintenis. Hal ini penting kaitannya dengan beban
pembuktian apabila terjadi suatu gugatan hukum. Akan tetapi apabila
dokter bekerja sesuai dengan standar profesinya dan tidak ada unsur
kelalaian serta hubungan dokter-pasien merupakan hubungan yang saling
penuh pengertian dengan komunikasi yang terjalin dengan baik dan
dipenuhinya hak dan kewajiban masing-masing, umumnya tidak akan ada
permasalahan yang menyangkut jalur hukum.
14
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
15
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
16
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
17
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
terdahulu
(hasil
18
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
19
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
20
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Jam praktik.
Keahlian (umum, spesifikasi/spesialisasi)
Macam pelayanan medis yang dapat diperoleh
Biaya konsultasi/pemeriksaan/pengobatan
Tindakan/cara pemeriksaan dan atau pengobatan yang dilakukan
Prognosa penyakit
Rujukan,
baik
untuk
pemeriksaan
maupun
pengobatan,
kalau disarankan untuk hal tersebut
Pengakhiran hubungan profesional sesuai kondisi dan kebutuhannya.
21
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
22
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
23
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
24
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
25
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
1. Hak Pasien
Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak
dasar individual dalam bidang kesehatan, The Right of Self Determination.
Meskipun sama fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan sering
dianggap lebih mendasar. Dalam hal ini negara berkewajiban untuk
menyelenggarakan pemenuhan layanan kesehatan tersebut, sehingga
masyarakat dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan layanan kesehatan
yang terjangkau, berkualitas, dan tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Selanjutnya, di dalam praktik kedokteran terjadilah hubungan pasien-dokter
yang esensi hubungannya adalah saling menghargai dan saling
mempercayai. Tetapi, hubungan ini, tidak seimbang. Secara relatif pasien
berada pada posisi yang lebih lemah. Kekurangmampuan pasien untuk
membela kepentingannya, yang dalam hal ini disebabkan ketidaktahuan
pasien pada masalah pengobatan, menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk
mempermasalahkan hak-hak pasien dalam menghadapi para profesional
kesehatan.
Hubungan yang terjadi biasanya lebih bersifat paternalistik, di mana pasien
selalu mengikuti apa yang dikatakan dokter/dokter gigi, tanpa bertanya
apapun. Sebenarnya dokter adalah partner pasien dalam hal mencari
kesembuhan penyakitnya dan kedudukan keduanya sama secara hukum.
Pasien dan dokter sama-sama mempunyai hak dan kewajiban tertentu.
Dimulai pada bulan September 1981, pada Musyawarah ke-34 Asosiasi
Kedokteran Sedunia (World Medical Association) di Lisabon, untuk pertama
kalinya dideklarasikan hak-hak pasien, yang meliputi hak untuk memilih
dokter secara bebas, hak untuk dirawat oleh dokter yang memiliki kebebasan
dalam membuat keputusan klinis dan etis tanpa pengaruh dari luar, hak untuk
menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang
adekuat, hak untuk mengharapkan bahwa dokternya akan merahasiakan
rincian kesehatan dan pribadinya, hak untuk mati secara bermartabat, dan
hak untuk menerima atau menolak layanan moral dan spiritual.
Di Indonesia, semula baru sebagian kecil masyarakat yang mengetahui hakhaknya sebagai pasien dan hanya diberlakukan secara voluntary sebagai
kode etik dokter dan belum ada jaminan hukumnya. Kemudian pada tahun
1992, hak-hak pasien dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan. Hal ini dirasakan perlu karena selama ini pasien,
bila berhubungan dengan dokter, benar-benar harus mempercayakan seluruh
nasibnya kepada dokter tersebut. Dalam arti bila terjadi suatu kesalahan
26
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter, pasien hanya bisa pasrah, tanpa
dapat menggugat, karena tidak ada landasan hukumnya.
Isi pasal hak-hak pasien di undang-undang tersebut hampir sama, hanya
terdapat sedikit perbedaan, yaitu pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran tidak disebutkan hak pasien untuk
mendapatkan ganti rugi.
tentang Kesehatan
(2)
(3)
Penjelasan sebagaimana
kurangnya mencakup:
dimaksud
pada
ayat
(2)
sekurang-
27
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
28
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
29
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
yang
sudah
30
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER
Dalam melakukan praktik kedokteran, dokter memiliki hak dan kewajiban
dalam hubungannya dengan pasien. Hak dan kewajiban yang esensial diatur
di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Selain itu masih ada hak dan kewajiban umum lainnya yang mengikat dokter.
Suatu tindakan yang dilakukan dokter secara material tidak bersifat melawan
hukum, apabila memenuhi syarat-syarat berikut secara kumulatif: tindakan itu
mempunyai indikasi medik dengan tujuan perawatan yang sifatnya konkret;
dan dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam bidang
ilmu kedokteran; serta diizinkan oleh pasien. Dua norma yang pertama timbul
karena sifat tindakan tersebut sebagai tindakan medis. Adanya izin pasien
merupakan hak dari pasien. Hak tersebut menyebabkan timbulnya kelompok
norma-norma yang lain yaitu norma untuk menghormati hak-hak pasien
sebagai individu dan norma yang mengatur agar pelayanan kesehatan dapat
berfungsi di dalam masyarakat untuk kepentingan orang banyak, dalam hal
ini pasien sebagai anggota masyarakat
1. Hak Dokter
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang ia melakukan praktik
kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional.
Standar profesi menurut Penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 adalah batasan kemampuan (knowledge, skill dan
professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. PB IDI, PB PDGI dan para
pakar berpendapat bahwa standar profesi tersebut terdiri dari standar
pendidikan, standar kompetensi, standar pelayanan dan pedoman
perilaku sesuai dengan kode etik kedokteran dan kedokteran gigi.
Menurut Penjelasan Pasal 50 Undang Undang Nomor 29 tahun 2004,
standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkahlangkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu. Standar Prosedur Operasional memberikan langkah yang benar
dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana
pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
Dokter yang melakukan praktik sesuai dengan standar tidak dapat
disalahkan dan bertanggungjawab secara hukum atas kerugian atau
cidera yang diderita pasien karena kerugian dan cidera tersebut bukan
diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian dokter. Perlu diketahui bahwa
31
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
cedera atau kerugian yang diderita pasien dapat saja terjadi karena
perjalanan penyakitnya sendiri atau karena risiko medis yang dapat
diterima (acceptable) dan telah disetujui pasien dalam informed consent.
b. Melakukan praktik kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional.
Dokter diberi hak untuk menolak permintaan pasien atau keluarganya
yang dianggapnya melanggar standar profesi dan atau standar prosedur
operasional.
c. Memperoleh informasi yang jujur dan lengkap dari pasien atau
keluarganya.
Dokter tidak hanya memerlukan informasi kesehatan dari pasien,
melainkan juga informasi pendukung yang berkaitan dengan identitas
pasien dan faktor-faktor kontribusi yang berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit dan penyembuhan penyakit.
d. Menerima imbalan jasa
Hak atas imbalan jasa adalah hak yang timbul sebagai akibat hubungan
dokter dengan pasien, yang pemenuhannya merupakan kewajiban
pasien. Dalam keadaan darurat atau dalam kondisi tertentu, pasien tetap
dapat dilayani dokter tanpa mempertimbangkan aspek finansial.
Selain itu dokter juga memiliki hak-hak yang berasal dari hak azasi
manusia, seperti:
- hak atas privasinya
- hak untuk diperlakukan secara layak
- hak untuk beristirahat
- hak untuk secara bebas memilih pekerjaan
- hak untuk terbebas dari intervensi, ancaman dan kekerasan, dan lainlain sewaktu menolong pasien.
2. Kewajiban Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Medis
Kewajiban dokter pada dasarnya terdiri dari:
a. kewajiban yang timbul akibat pekerjaan profesinya atau sifat layanan
medisnya yang diatur dalam sumpah dokter, etika kedokteran dan
berbagai standar dan pedoman
b. kewajiban menghormati hak pasien, dan
c. kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan
kesehatan.
Beberapa kewajiban dokter tersebut adalah:
a. Memberi pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional, serta kebutuhan pasien.
32
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
33
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
BAB V
PELAYANAN KEDOKTERAN
34
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
35
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
36
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Praktik perorangan
Klinik bersama
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas)
Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Pendidikan
37
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
3.3. Puskesmas
Dokter dan dokter gigi yang berpraktik di Puskesmas umumnya adalah
dokter/dokter gigi yang ditempatkan sebagai pegawai negeri sipil atau
pegawai tidak tetap Departemen Kesehatan atau Pemerintah Daerah
setempat. Puskesmas adalah tempat pelayanan kesehatan yang disediakan
oleh pemerintah bagi masyarakat. Wilayah kerja Puskesmas biasanya
meliputi wilayah kecamatan, sedangkan di wilayah tertentu seperti di DKI
Jakarta, terdapat Puskesmas dengan wilayah kerja di tingkat kelurahan.
Dilihat dari bentuk pelayanannya, Puskesmas umumnya hanya memberikan
pelayanan rawat jalan, namun terdapat pula Puskesmas yang mempunyai
fasilitas untuk rawat inap, atau Puskesmas yang dilengkapi dengan layanan
pertolongan persalinan dengan fasilitas rawat inap. Informasi mengenai
layanan medis yang bisa diberikan oleh dokter/dokter gigi di Puskesmas
tertentu dapat ditanyakan kepada petugas atau berdasarkan keterangan yang
dimuat pada papan pelayanan di ruang tunggu Puskesmas.
38
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
3.4. Balkesmas
Pelayanan di Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) dapat dikatakan
sama dengan Puskesmas. Bedanya, Balkesmas merupakan tempat
pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta. Dokter/dokter gigi
yang bertugas di Balkesmas sama halnya dengan di Puskesmas.
39
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Status dokter/dokter gigi di rumah sakit dapat sebagai dokter tetap atau
purnawaktu, dapat pula sebagai dokter paruhwaktu, ataupun dokter tamu.
Status kepegawaian dokter juga dapat sebagai pegawai rumah sakit atau
sebagai profesional bukan pegawai dengan ikatan kontrak dengan rumah
sakit. Dokter purnawaktu dan dokter paruhwaktu memiliki jam praktik yang
jelas dan memiliki hubungan kerja yang jelas dengan rumah sakit, sehingga
dapat bekerja dengan leluasa di rumah sakit tersebut. Dokter tamu tidak
memiliki jam praktik, namun ia memiliki hak untuk merawat pasien-pasiennya
di rumah sakit tersebut. Dokter purnawaktu memiliki waktu yang lebih banyak
di rumah sakit sehingga lebih mudah ditemui pasien. Dokter paruhwaktu
umumnya hanya dapat ditemui pada jam praktik dan jam kunjungan ke
pasien rawat inapnya. Dalam keadaan pasien mengalami kegawatdaruratan,
dokter-dokter tersebut dapat dipanggil untuk merawat pasiennya. Rumah
sakit juga memiliki sistem kerja sedemikian rupa sehingga dalam hal dokter
yang merawat pasien berhalangan hadir, maka dokter lain yang kompeten
harus dapat menggantikan tugasnya. Dokter jaga dan dokter ruangan adalah
dokter yang selalu siap siaga di rumah sakit.
40
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
4. Sistem Rujukan
Merujuk berarti melihat untuk meneliti (KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi ketiga, cetakan 1, Balai Pustaka, Jakarta, 2001 dari Departemen
Pendidikan Nasional). Dalam istilah kedokteran, merujuk juga disebut
sebagai konsultasi yang berarti meminta pendapat untuk mengambil suatu
keputusan (Microsoft Encarta Reference Library 2005). Pasien perlu
memahami sistem rujukan dalam memperoleh pelayanan medis agar dapat
dilakukan secara efisien dan efektif. Sistem rujukan dapat dilihat dari
perujukan antar dokter pemberi layanan, dapat pula perujukan antar sarana
pelayanan kesehatan. Perujukan dapat dilakukan dari bawah ke atas, dan
dapat pula dilakukan dari atas ke bawah, atau ke samping.
Kompetensi atau kemampuan dokter dan dokter gigi berjenjang dan
berjurusan sesuai bidang spesialisasi, sehingga akibatnya pada tiap jenjang
dan tiap spesialisasi akan memiliki keterbatasan kompetensi. Dokter dapat
merujuk ke dokter spesialis, demikian pula sebaliknya. Dokter spesialis yang
satu dapat merujuk ke spesialis lainnya, demikian pula sebaliknya.
Sistem rujukan sebagaimana ditemukan pada tingkat dokter ke dokter
spesialis atau dari dokter gigi ke dokter gigi spesialis juga ditemukan pada
tingkat dokter spesialis ke dokter spesialis konsultan atau subspesialis.
Di dalam sistem rujukan yang baik, pasien yang mencari pengobatan
sebaiknya memulainya dari sarana pelayanan kesehatan primer (Puskesmas,
Poli Umum di rumah sakit, atau tempat praktik dokter). Pada umumnya,
penyakit yang tidak sulit akan dapat diatasi di tingkat pelayanan kesehatan
primer tersebut. Apabila diperlukan, baik atas inisiatif pemberi layanan
ataupun permintaan pasien dan kemudian disetujui keduanya, yaitu apabila
pemberi layanan merasa tidak mampu menangani pasien lebih lanjut atau
apabila penanganan belum menunjukkan hasil yang diharapkan, maka
41
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
pasien dapat dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi (rumah
sakit atau dokter spesialis) atau ke dokter spesialis lain yang lebih tepat.
Perujukan membutuhkan adanya surat pengantar dari dokter yang merujuk
yang berisi informasi kesehatan pasien dan penanganannya hingga saat
perujukan. Informasi tersebut sangat berguna bagi dokter yang menerima
rujukan agar penanganan pasien dapat berlanjut dengan efektif dan efisien.
Dalam keadaan tertentu, seperti pada keadaan darurat medis atau
kekambuhan penyakit yang sebelumnya sudah diketahui, pasien dapat saja
langsung mencari pertolongan medis ke rumah sakit atau ke dokter spesialis
yang sudah dikenalnya atau yang selama ini menanganinya.
Dilihat dari segi pelayanan gigi, pemahaman sistem rujukan akan membantu
mendapatkan pelayanan medis gigi yang efisien dan efektif.
Tingkatan sarana berdasarkan kemampuan pelayanan
1) Puskesmas mempunyai kemampuan pelayanan medis gigi dasar tidak
lengkap
2) Rumah sakit tipe D mempunyai kemampuan pelayanan medis gigi dasar
lengkap
3) Rumah sakit tipe C mempunyai kemampuan pelayanan medis gigi dasar
lengkap ditambah dengan 1 atau 2 pelayanan medis gigi spesialistik
4) Rumah sakit tipe B mempunyai kemampuan pelayanan medis gigi dasar
lengkap ditambah dengan 4 pelayanan medis gigi spesialistik.
5) Rumah sakit tipe A mempunyai kemampuan pelayanan medis gigi dasar
lengkap dengan 7 pelayanan medis gigi spesialistik.
Dalam kedokteran rujukan bersifat dinamis, sesuai perkembangan penyakit
pasien. Tergantung atas tingkat keahliannya, rujukan bisa dilakukan vertikal
(v) atau horizontal (h). Rujukan dokter ke dokter spesialis adalah vertikal ke
atas (v). Dari dokter subspesialis ke dokter spesialis adalah vertikal ke
bawah (v). Antara sesama tingkat keahlian, horizontal (h). Rujukan dapat
dilakukan untuk meminta pendapat banding, pengobatan bersama,
pengambilalihan pengobatan atau pengembalian pasien.
Lazimnya rujukan yang dilakukan sesuai dengan tahapan dapat mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Perujukan dapat dilakukan dengan
cara mendatangkan dokter yang diperlukan ke tempat pasien dirawat, atau
dengan cara mengirimkan pasien ke dokter yang diperlukan. Cara pertama
umumnya ditujukan bagi pasien yang dalam keadaan lemah dan tidak stabil
keadaan kesehatannya. Cara kedua dilakukan pada keadaan pasien yang
relatif cukup kuat sehingga bisa bergerak sendiri ke dokter yang diperlukan
(rawat jalan) atau pasien yang lemah (rawat inap) tetapi cukup stabil keadaan
kesehatannya sehingga dapat dipindahkan tanpa membahayakan keadaan
pasien.
42
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
43
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Kedua
44
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
45
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
SpP
SpPA
SpTHT
SpPD
SpA
SpB
SpOT
SpM
SpRad
SpOG
SpKK
SpJP
SpU
SpAn
SpBS
SpKJ
SpS
SpRM
SpBP
SpMK
SpF
SpPK
SpFK
SpKO
SpKP
SpKL
SpKN
SpPK
SpO
SpGK
46
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
47
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
BAB VI
HASIL PELAYANAN KEDOKTERAN
1. Hasil Optimal Pelayanan Kedokteran
Pencapaian hasil yang optimal atas pelayanan kedokteran kepada
masyarakat merupakan upaya bersama antara dokter dengan pasien secara
optimal untuk mengobati penyakit yang diderita pasien. Hal ini sangat
tergantung pada komunikasi yang efektif. Pasien dan dokter harus mampu
menciptakan komunikasi dengan memberikan penjelasan baik oleh dokter
terhadap pasien maupun sebaliknya sehingga komunikasi yang efektif dan
jujur dapat dijadikan dasar bagi dokter untuk bertindak. Namun perlu disadari
bagi pasien dan keluarganya bahwa apa yang dilakukan dokter itu adalah
upaya maksimal sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya yang sudah tentu
tidak luput dari keterbatasan kehendak Ilahi. Berdasarkan pemahaman akan
keterbatasan inilah maka apapun hasil yang telah dicapai sudah tentu
membuat suatu kepuasan tersendiri bagi dokter dan pasien. Doa dan tawakal
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sangatlah menjadi pegangan, baik bagi
para dokter dalam bekerja maupun bagi pasien.
Dokter dan pasien diharapkan menjalin hubungan kemitraan yang dilandasi
oleh saling percaya untuk bersama-sama berupaya memperoleh
penyembuhan pasien. Untuk itu di antara keduanya harus terjalin komunikasi
yang baik dan efektif. Pasien harus mengutarakan segala sesuatu tentang
dirinya yang berkaitan dengan penyakit dan upaya penyembuhannya kepada
dokter agar dokter dapat mempertimbangkan pemeriksaan diagnostik yang
tepat guna dan sesuai dengan kemampuan finansial pasien. Dalam hal
pasien tidak mampu, dokter diharapkan dapat mencarikan jalan keluar
melalui program-program yang diselenggarakan pemerintah ataupun
masyarakat.
Dokter kemudian diharapkan memberikan penjelasan kepada pasien tentang
penyakitnya dan upaya kesehatan yang dapat dilakukan kepada pasien
berikut prospeknya (prognosisnya). Dalam hal diperlukan suatu terapi tertentu
atau tindakan medis tertentu, maka dokter menjelaskan tentang manfaat dan
risikonya serta gambaran ringkas bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Dokter juga menjelaskan alternatif terapi atau tindakan medis lain apabila
ada, berikut manfaat dan risikonya. Dalam hal penyakit atau keadaan
kesehatan pasien tersebut dapat mengakibatkan komplikasi (penyulit), yang
dapat berhubungan dengan tindakan medis namun dapat pula tidak
berhubungan, dokter diharapkan juga dapat menjelaskannya dengan baik.
Keseluruhan komunikasi antara pasien dengan dokter di atas diharapkan
akan dapat memberi gambaran tentang harapan tentang hasil yang akan
diperoleh, sekaligus tentang keterbatasan pencapaiannya, baik akibat
penyakitnya sendiri maupun akibat keterbatasan ilmu dan teknologi
kedokteran. Pasien dan dokter kemudian dapat bekerjasama dalam
48
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Kohn LT, Corrigan JM and Donaldson MS. To err is human, building a safer health system. Washington
DC: National Academy Press, 2000, p58-60
49
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
50
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
51
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
52
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
53
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Pengaduan tertulis
Menolak karena
hal-hal
Penetapan Majelis
Pemeriksa Awal
Pelanggaran
Etik
Pemeriksa Awal
Investigasi
Pelanggaran Disiplin
PELAKSANAAN KEPUTUSAN
Kepada
Pengadu
Sekretariat MKDKI/
MKDKI Prov
Organisasi
Profesi
54
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Pemeriksaan Awal
Pelanggaran Disiplin
Bebas / tidak
bersalah
Pemeriksaan Proses
Pembuktian
Penetapan Majelis
Pemeriksa o/ Ketua
MKDKI
KEPUTUSAN
Rekomendasi pencabutan
SIP/STR
Peringatan Tertulis
Mengikuti Pendidikan/
Pelatihan
PELAKSANAAN KEPUTUSAN
Sekretariat
MKDKI/MKDKI
Provinsi
Dokter/dokter gigi
Sekretariat
MKDKI/MKDKI
Provinsi
Sekretariat
MKDKI/MKDKI
Provinsi
KKI
STR
dr/ drg
Sekretariat
MKDKI/MKDKI
Provinsi
Dinkes
Kab/
Kota
dr / drg
KKI
dr/drg
Institusi
Pendidikan
55
Kolegium
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
56
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
ETIK
Disiplin
Organisasi Profesi
Disiplin Kedokteran
Pengaduan
Pengaduan
MKEK/MKEKG
Hukum
Perdata
Pidana
Gugat
Lap.Poli
si/ Jaksa
MKDKI
Laporan
Tuntutan
Gugatan
MKDKI Provinsi
Tindakan Disiplin
Pengadilan
Keputusan
Tindakan Disiplin
Teguran
Pencabutan Izin Praktik
Keputusan
Keputusan
Ganti rugi
Sementar
Administrasi
Tetap
Selamanya
a
Pernyataan
Tertulis
Rekomendasi
Pencabutan
Tanda Registrasi
& Surat Izin
Mati/kurung/
penjara/ denda
Teguran/
Pencabutan
Kewajiban mengikuti
Pelatihan /Latihan
57
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Tak memuaskan
Memuaskan
Isu etik
Isu Disiplin
Isu Hukum
Pidana
MKEK/MKEKG
MKDKI/MKDKI Prov
POLRI
Isu Hukum
Perdata
Isu Hukum
Administrasi
ADR
P.N.
58
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Selain itu tentu saja sengketa pasien-dokter dapat pula diselesaikan di dalam
pengadilan, baik melalui proses pengadilan pidana maupun melalui
pengadilan perdata. Dalam pengadilan perdata, pada umumnya para hakim
akan menganjurkan damai terlebih dahulu sebelum persidangan dimulai.
59
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
BAB VII
PENUTUP
60
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
61
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
62
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
63
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
Psikologi
Komunikasi
Hukum
Kedokteran
Kedokteran Gigi
Bahasa
64
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
BAHAN BACAAN
Badudu, JS, 2003, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa
Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia:
Standar Pelayanan Medis Volume 1, 2, 3; Jakarta, 1998.
General Medical Council: Good Medical Practice;
uk.org/guidance/good_medical_practice/index.asp.
http://www.gmc-
65
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
66
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONTRIBUTOR
PENYUSUNAN DRAF
BUKU KEMITRAAN DALAM HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
PERTEMUAN REGIONAL (JAWA TIMUR, JAWA TENGAH,
DI YOGYAKARTA, BALI, NUSA TENGGARA BARAT,
KALIMATAN SELATAN)
DISELENGGARAKAN DI SURABAYA, 23-25 APRIL 2006
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
67
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
68
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONTRIBUTOR
PENYUSUNAN DRAF BUKU
KEMITRAAN DALAM HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
PERTEMUAN REGIONAL (SULAWESI TENGAH, KALIMANTAN TIMUR,
SULAWESI SELATAN, SULAWESI UTARA)
DISELENGGARAKAN DI MAKASSAR, 27-29 APRIL 2006 DAN 14-16 MEI 2006
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
dr. Abdullah, DHSM, M.Kes (Dinkes Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah)
Abdul Malik Razak (Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan)
Abdurachman (Dinkes Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kaltim)
dr. Achlia. S. Dachlan, M.Kes (Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur)
Aflina Mustafainah (Yayasan Lembaga Konsumen Propinsi Sulawesi Selatan)
Agus Salim, SKM (Yayasan Mitra Husada Makassar Propinsi Sulsel)
Anang Nur Irmansyah, S.Sos (Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan)
Andar (FKM Universitas Hasanuddin Propinsi Sulawesi Selatan)
Andi Tuleng (FKM UVRI)
Anita. B. Nurdin (PDGI Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah)
Anna Mongan (Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara)
Anny Tambero (LSM Rosontapura Palu Propinsi Sulawesi Tengah)
dr. Hj. Aryani Arsyad, M.Kes (Dinkes Kabupaten Bulungan Propinsi Kaltim)
dra. Astuty Azis (Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan)
dr. B. Jimmy Waleleng (IDI Wilayah Propinsi Sulawesi Utara)
drg. Dyah Muryani (Dinkes Kota Balikpapan Propinsi Kalimantan Timur)
drg. Eman Suherman (Ketua PDGI Cabang Manado Propinsi Sulut)
dr. Emil. B. Moerad, Sp.P (Ketua IDI Wilayah Propinsi Kalimantan Timur)
Elianur Arsuka, SKM (Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan)
dr. I. Dewa Made Sudirman (Dinkes Kabupaten Pasir Propinsi Kaltim)
drg. I. Wayan Astika (Dinas Kesehatan Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah)
Prof. Dr. Joy Rattu (FKG Universitas Samratulagi Menado Propinsi Sulut)
Harry Pokajow, S.Sos (Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara)
Hasrullah (PPNI Propinsi Sulawesi Selatan)
dr. Herlima (IDI Cabang Toli-Toli Propinsi Sulawesi Tengah)
Kaharuddin (Dinas Kesehatan Makassar Propinsi Sulawesi Selatan)
Prof. Dr. Laihad (FK Universitas Samratulangi Manado Propinsi Sulut)
dr. Marten Walukow (Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Propinsi Sulut)
dr. Meyritha Sumarthi (Dinas Kesehatan Kota Manado Propinsi Sulut)
Prof. Drg. M. Dharmanta (FKG Universitas Hasanuddin Propinsi Sulsel)
dr. M. Eddy Muhtar, MARS (Dinas Kesehatan Kabupaten Maros Prop. Sulsel)
dr. M. Ishaq Iskandar, M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Palopo)
dr. M. Jusri Amrang (Dinkes Kab. Parigi Montong Propinsi Sulawsi Tengah)
dr. M. Thoufick. H. (Dinas Kesehatan Kota Bontang Propinsi Kaltim)
dr. A. Mukranis Anwar (IDI Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah)
dr. H. A. Munir, M.Kes (Dinkes Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan)
drg. Nina. E. R. (PDGI Wilayah Samarinda Propinsi Kalimantan Timur)
Norma Tadjuddin (IBI Propinsi Sulawesi Selatan)
Nurhany Kasim Nany (Dinas Kesehatan Kota Makassar Propinsi Sulsel)
69
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
70
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONTRIBUTOR
PENYUSUNAN DRAF BUKU
KEMITRAAN DALAM HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
PERTEMUAN REGIONAL (BANGKA BELITUNG, SUMATERA SELATAN,
LAMPUNG, JAMBI, BENGKULU)
DISELENGGARAKAN DI PALEMBANG, 30 APRIL S/D 2 MEI 2006
71
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
72
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
KONTRIBUTOR
PENYUSUNAN DRAF BUKU
KEMITRAAN DALAM HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
PERTEMUAN REGIONAL (SUMATERA UTARA, SUMATERA BARAT, RIAU,
DI ACEH, KEPULAUAN RIAU, BANGKA BELITUNG, BENGKULU)
DISELENGGARAKAN DI PADANG, 7 9 MEI 2006
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
73
KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
Sekretariat :
- Sjarifuddin Usman
- Sri Gunadi
- Samsu Hidayat
- R Bimo Satrio Rahardjo
- Mathilda Marpaung
- Agus Wihartono
- Yanthi Brihtsanthi
74