Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
merupakan
negara agraris yang beriklim
tropis dan memiliki kesuburan
tanah yang tinggi sehingga
membuat sektor pertanian dan
perkebunan menjadi primadona di
negeri
ini.
Dalam
perkembangannya,
bidang
Perkebunan,
2012).
Perkembangan luas lahan tersebut
tidak
hanya
pada
lahan
perkebunan milik perusahaan
tetapi juga lahan milik petani.
Perkembangan yang sangat pesat
pada sektor perkebunan kelapa
sawit tersebut telah mampu
menempatkan Indonesia menjadi
salah satu produsen CPO terbesar
di dunia.
Tanaman kelapa sawit di
Provinsi
Jambi
merupakan
komoditi andalan di sektor
perkebunan selain karet. Hingga
tahun 2011 luas perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Jambi
mencapai 465.265 ha (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2012).
Perkebunan tersebut tersebar di
semua kabupaten yang ada di
Provinsi Jambi, terluas ke-3
terdapat
pada
Kabupaten
Batanghari. Hingga tahun 2011
luas perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Batanghari mencapai
68.316,25 ha terdiri dari 9.531,81
ha
tanaman
yang
belum
menghasilkan (TBM), 54.875,44
ha tanaman menghasilkan (TM )
dan 3.909 ha tanaman tua/rusak
(TT/TR) (Dinas Perkebunan
Kabupaten Batanghari, 2012).
Perkebunan kelapa sawit juga
mengalami peningkatan luas
lahan di Kabupaten Sarolangun,
yang hingga tahun 2011 mencapai
39.775 ha (Direktorat Jenderal
Perkebunan,
2012).
Perkembangan sektor perkebunan
didukung oleh kondisi daerahnya
yang beriklim tropis dan sebagian
besar berupa dataran rendah
sehingga cocok bagi pertumbuhan
kelapa sawit. Seiring dengan
perkembangannya,
budidaya
tanaman kelapa sawit tidak
terlepas dari berbagai gangguan,
METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu
Pengambilan
sampel
penelitian
dilaksanakan
di
perkebuanan
rakyat
dan
perkebunan milik swasta di
Kabupaten
Sarolangun
dan
Kabupaten Batanghari pada
tanaman sawit yang belum
menghasilkan (TBM) dan yang
telah
menghasilkan
(TM).
Penelitian dilaksanakan selama 3
bulan dimulai bulan Oktober 2012
sampai bulan Desember 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu buah
kelapa sawit, formalin 5%, dan
kloroform 37%. Alat yang
digunakan
adalah
meteran,
perangkap tikus, alat spek, kertas
plastik, sarung tangan, kamera
digital, timbangan, karung kain,
alat tulis dan buku kunci
identifikasi tikus.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan
untuk
mempelajari
keanekaragaman
tikus
pada
perkebunan kelapa sawit yang
telah menghasilkan (TM) dan
yang
belum
menghasilkan
(TBM).
Kegunaan Penelitian
Sebagai informasi
tentang
kelimpahan
keanekaragaman spesies
pada perkebunan kelapa
yang telah menghasilkan
awal
dan
tikus
sawit
(TM)
Spesies tikus
Tikus yang terperangkap
diambil dengan cara memasukkan
tikus tersebut kedalam karung.
Selanjutnya tikus dibius dengan
kloroform lalu disuntik dengan
formalin agar tidak membusuk.
Tikus tersebut diidentifikasi
dengan buku Field Methods for
Rodent Studies in Asia and the
Indo-Pacific (Aplin et al., 2003).
Jumlah tikus tertangkap
Sejalan
dengan
identifikasi, tikus yang tertangkap
dihitung jumlah per spesiesnya.
Kepadatan tutupan lahan/gulma
Pengambilan data tutupan
lahan/gulma sebanyak 5 titik per
lahan dengan ukuran 1 m x 1 m
per titik. Pengamatan dilakukan
secara visual dengan empat
katagori yaitu: rendah (0-25%),
sedang (25-50%), padat (50-75%)
dan sangat padat (75-100%).
Analisis Data
Total
keanekaragaman
spesies akan di analisis dengan
index keanekaragaman Chao-1
pada program EstimateS 8.2,
selanjutnya
untuk
melihat
perbedaan antar komunitas tikus
pada tiap lahan dilakukan analisis
dengan menggunakan Non Metric
Dimensional Scaling (NMDS)
dan Analysis of Similarity
(ANOSIM) dengan menggunakan
program Primer 6.
Spesies
Tikus
tertangkap
(ekor)
TBM
Rattus
tiomanicus
Berlymis
bawersi
Rattus
tiomanicus
Jumlah
97
TM
1
23
121
Berdasarkan
hasil
identifikasi tikus yang tertangkap
di 16 lahan sampel, diperoleh dua
spesies tikus yaitu: Rattus
tiomanicus dan Berlymys bawersi.
Spesies tikus yang pertama
memiliki ciri ekor lebih panjang
daripada kepala + badan, terdapat
bantalan footpad pada telapak
kaki yang berukuran besar,
memiliki lima pasang puting susu
pada tikus betina (dua pasang
pada bagian pektoral dan tiga
pasang pada bagian ingunial),
tubuh bagian dorsal bewarna
coklat
kekuningan,
bagian
ventralnya
bewarna
putih
kekuningan dan memiliki kumis
lebih panjang melewati telingan
bila ditarik kebelakang (Gambar
1). Menurut Aplin et al. (2003)
ciri-ciri tersebut dimiliki oleh R.
tiomanicus.
Spesies yang kedua yaitu,
Berlymys bawersi dengan ciriciri: memiliki panjang kepala +
badan 190 mm, panjang tungkai
belakang 40 mm, warna kuning
keabuan, memiliki empat pasang
puting susu pada tikus betina (dua
pasang pada bagian pektoral dan
d
c
2.5
Keanekaragaman
g
d
2
1.5
Observed
Estimated
0.5
Eror
0
1 4 7 10 13 16
Lahan sampel
Gambar
3.
Kurva
akumulasi spesies tikus dari 16
lahan sampel perkebunan kelapa
sawit.
Kurva diatas menunjukkan
bahwa pada ekosistem kelapa
sawit tersebut memang hanya
terdapat dua spesies tikus yaitu R.
tiomanicus dan B. bawersi.
Spesies tikus yang ditemukan dari
16 lahan perkebunan didominasi
oleh R. tiomanicus dan hanya
pada satu lahan TBM yang
ditemukan dua spesies tikus yaitu
R. tiomanicus dan B. bawersi. Hal
ini diduga karena keberadaan
semua perkebunan yang dijadikan
sampel relatif homogen yaitu
berada jauh dari pemukiman,
sawah maupun ladang. Akibatnya
hanya dua spesies tikus yang
ditemukan yaitu R. tiomanicus
dan B. Bawersi, sedangkan
spesies R. diardi, R. argentiventer
dan R. exulans tidak ditemukan.
Murakami (1992) menyatakan
bahwa R. diardi memiliki habitat
asli
di
pemukiman,
R.
Usia Tanaman
Tanaman Belum Menghasilkan
Tanaman Menghasilkan
B6
S4
B3
S2SS13
B2
S7
B1
B7
B4
B8
S6
S5
S8
B5
S2
S3
B1
B2
B3
B4
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Umur
tan
Smpl
S5
S6
S7
S8
TM Sarolangun & Batanghari
S4
B5
B6
B7
B8
REFERENCE
Aplin KP, PR Brown, J Jacob, CJ
Kreb, GR Singleton. 2003.
Field Methods for Rodent
Studies in Asia and the IndoPacific. Australian Centre
for
International
Agricultural
Research
(CSIRO)
Canberra,
Australia 2003.
Brown KP, H Moller, J Innes, N
Alterio. 1996. Calibration of
tunnel tracking rates to
estimates relative abundace
of ship rats (Rattus rattus)
and mice (Mus musculus) in
a New Zeland forest. New
Zeland Ecological Society
20(2):271-275.
Rabillard
MA.
2010-2011.
Estimation of Age Structure
of The Malaysian Wood Rat
Rattus
tiomanicus
Population in Oil Palm
Plantations
From
Osteometric Measurements
in Indonesia (Sumatra).
Tesis Megister. University
Montpellier 2. Montpellier.
Wood BJ, CG Feeb . 2002. A critical
review of the development
of rat control in Malaysian
agriculture since the 1960.
Elsevier Science 2(22):445
461.
Wood BJ, GF Chung. 1990. Warfarin
resistance
of
Rattus
tiomanicus in oil palms in
Malysia and the associated
increase Rattus diardii.
Proceedings
of
the
Fourteenth Vertebrate Pest
Comferenc.
Linclon
3
Agustus 1990. Vertebrata
Pest
conference
Proceedings, Linclon.
ACKNOWLEDGMENTS
Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Yuni Ratna, SP.MP. dan Dwi
Ristyadi, SP. MSc.Agr. sebagai
Pembimbing I dan II atas bimbingan,
kritik dan saran serta bantuannya
dalam pengolahan data penelitian
yang telah diberikan selama penulis
melaksanakan
penelitian
dan
penyusunan Jurnal Ilmiah ini. Ucapan
yang sama juga disampaikan kepada
tim penguji yaitu, Dr. Ir. Wilyus,
M.Si. Dra. Hj. Yusnani, Ir. Islah
Hayati, M.Sc. yang telah memberikan
tambahan informasi dan masukan
untuk perbaikan isi Jurnal Ilmiah ini.
10
Keterangan:
1. Pohon kelapa sawit
2. Perangkap
3. Umpan dari buah kelapa
sawit
2
3