Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ISBN: 978-602-235-876-3
ii
Pengantar
Buku Jelajah Nusantara 2, Catatan Sebelas Orang
Peneliti Kesehatan ini merupakan edisi ke-dua sebagai
kelanjutan buku dengan tema catatan perjalanan yang sama
pada edisi pertama. Pada edisi ke-dua ini yang membedakan
adalah bahwa catatan perjalanan ini ditulis oleh sebelas
orang peneliti.
Buku ini lebih merupakan catatan yang dirasakan
penulis dalam setiap perjalanan dalam menjalani tugas
sebagai seorang peneliti. Sebuah catatan yang sebetulnya
bukan sebuah tugas pokok yang harus diemban.
Rasa keprihatinan, trenyuh, empati... semuanya
bercampur baur dalam buku ini, seiring realitas masih
lebarnya rentang variabilitas ketersediaan pelayanan
kesehatan di setiap penjuru negeri. Meski juga kebanggaan
membersit kuat saat kearifan lokal begitu kental mewarnai
langkah dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada.
Cerita tentang setiap sudut negeri di wilayah-wilayah
terpencil, pulau-pulau terluar, ataupun wilayah yang jauh
lebih dekat ke Negara tetangga daripada ke wilayah lain di
Republik ini.
Kami berharap banyak, bahwa tulisan dalam buku ini
mampu membawa setiap pembaca ikut merasakan
perjalanan dan realitas kondisi wajah negeri ini. Tidak hanya
nama-nama kota yang sudah biasa terdengar di telinga kita,
tetapi juga pegunungan, pulau-pulau terluar, dan sampai
wilayah-wilayah perbatasan negeri.
iii
- Pusat Humaniora -
iv
Daftar Isi
Pengantar
Daftar Isi
iii
v
1.
2.
17
3.
Kesikut Talaud
Agung Dwi Laksono
27
4.
33
5.
49
6.
7.
91
8.
103
9.
119
10.
129
11.
143
12.
165
13.
14.
vi
185
15.
195
16.
203
vii
viii
Gambar 1.
Posisi Kabupaten Tolikara dalam Peta Papua
Sumber: Pemerintah Provinsi Papua
Gambar 2.
Landasan Pacu Bandara Bokondini
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tentang Bokondini
Distrik Bokondini dihuni masyarakat asli yang
didominasi oleh suku Lany. Hanya sebagian kecil saja
masyarakat yang bersuku lain, yang pada umumnya adalah
para pendatang. Distrik Bokondini sebelumnya bernama
Bogondini sejak sebelum zaman kolonial. Sebuah nama yang
merujuk pada sungai deras yang melintasi wilayah
Pegunungan Tengah berhawa dingin ini, Sungai Bogo.
`
Memasuki wilayah Distrik Bokondini saat pagi seperti
mendatangi suatu lokasi yang penuh dengan aura magis.
Bagaimana tidak? Halimun tebal tak pernah absen
menyelimuti wilayah ini di saat pagi hari. Bahkan matahari
pun seperti tak bernyali. Setidaknya sampai menjelang siang,
sekitar jam 10 pagi.
Gambar 3.
Sungai Bogo
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.
Suatu Pagi di Kota Bokondini.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.
Berjalan-jalan di Tengah Kota Bokondini
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 6.
Sudut Lain Kota Bokondini
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 7.
Honai (Kiri); Honai Semi Modern (Kanan Atas);
dan Rumah Papan (Kanan Bawah)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Kondisi Perekonomian
Hampir seluruh masyarakat asli bermata pencaharian
menjadi petani kebun. Nanas Bokondini merupakan salah
satu buah ikonik wilayah ini yang terkenal sangat manis.
Buah manis lainnya, Markisa, juga tersedia melimpah.
Markisa dijual seharga Rp. 5.000,- per ikat, yang berisi sekitar
5 biji. Sementara nanas yang berukuran besar dijual seharga
Rp. 10.000,- per bijinya. Komoditas hasil kebun lain hampir
sama dengan hasil di wilayah Pegunungan Tengah lainnya,
yang terdiri dari singkong atau kasbi, ketela atau ipere atau
batatas, talas, jahe, pisang, dan buah merah.
Gambar 8.
Menawar Markisa
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 9.
Pembukaan Lahan Baru dengan Membakar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 10.
Pasar Bokondini
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Berita Pemekaran
Para tokoh masyarakat Bokondini saat ini sedang
mempersiapkan pemekaran wilayah. Bokondini akan
melepaskan diri dari Kabupaten Tolikara, berdiri sendiri
menjadi sebuah kabupaten terpisah, Kabupaten Bogoga,
dengan ibukota Kota Bokondini.
10
Gambar 11.
Kantor Bupati Persiapan Kabupaten Bogoga
Sumber: Dokumentasi Peneliti
11
Gambar 12.
Puskesmas Bokondini
Sumber: Dokumentasi Peneliti
12
15
16
Pengobatan SUANGGI
dalam Harmonisasi Dokter Adat dan Layanan
Medis di Kampung Tomer, Merauke
Elia Nur Ayunin
17
Kampung Tomer,
Distrik Naukenjerai
Gambar 1.
Peta Kabupaten Merauke
Sumber: Pemerintah Kabupaten Merauke
kemarau, dengan menggunakan kendaraan roda empat berdouble-gardan. Sebenarnya bukan jarak yang jauh yang
menjadikan perjalanan terasa lama, namun jalanan yang
berlubang-lubang lah yang menghambat kelancaran
perjalanan. Tentu bukan tanpa alasan, jalanan tersebut
dibiarkan rusak oleh pemerintah, penambangan pasir ilegal
di sepanjang pantai, yang menjadikan pemerintah bersikap
enggan melakukan perbaikan jalan.
Gambar 2
Kondisi jalanan menuju ke Kampung Tomer, foto diambil ketika
tanah kering
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3
Truk pengangkut pasir yang sedang menunggu giliran muatan pasir
Sumber: Dokumentasi Peneliti
20
21
26
Kesikut Talaud
Agung Dwi Laksono
27
Gambar 1.
Peta Posisi Talaud di Indonesia
Sumber: Diolah Peneliti dari Peta Wiki
28
29
31
32
33
Gambar 1.
Peta Miangas
Sumber: Google
34
Gambar 2.
Salah Satu Kapal Perintis yang menuju Miangas, Meliku Nusa
Sumber: Dokumentasi Peneliti
35
Saatnya Berpetualang!!!
Sejak siang hingga menjelang dini hari, Pelabuhan
Melonguane dipadati oleh masyarakat, baik calon
penumpang kapal, para pedagang yang menunggu kiriman
dagangan, hingga masyarakat yang sekedar mencuci mata
melihat-lihat kedatangan Kapal Perintis Meliku Nusa.
Pekatnya malam di Pelabuhan Melonguane ternyata tak
menyurutkan Kapal untuk segera melayarkan diri ke pulaupulau sebelah utara Indonesia. Tepat jam 00.00 dini hari,
terdengar jelas peluit kapal memanggil para penumpangnya
untuk segera menaiki kapal. Rencanyanya saya bersama satu
rekan peneliti akan melayarkan diri menuju Pulau Miangas
dalam rangka penelitian Riset Etnografi Kesehatan disana.
Jadi, selama kurang lebih 40 hari, kami akan berbaur dan
menjadi bagian dari masyarakat Miangas.
Kapal pun mulai berlayar dengan santainya, meskipun
deru ombak sangat tenang, tetap saja mampu untuk
membuat kepala saya terasa pusing. Ini adalah pertama
kalinya saya naik kapal laut, meskipun saya telah terbiasa
tegar dengan semua transportasi yang ada, baru pertama
kali ini saya tumbang, mabok perjalanan oleh kapal laut.
Saya pun berharap perjalanan ini segera berakhir atau
minimal segera menemukan daratan untuk menstabilkan
tubuh yang mulai sempoyongan. Meskipun tengah malam,
masih terlihat beberapa para penumpang sedang asik
bercengkrama dan ngobrol-ngobrol dengan sesama
penumpang lainnya di anjungan kapal. Saya pun mencoba
untuk ikut membaur, sembari berharap bisa menghilangkan
36
Gambar 3.
Eksotisme Pulau Kakorotan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
37
Gambar 4.
Pulau Miangas dari Kejauhan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.
Salah Satu Sumber Pembangkit Tenaga Listrik di Miangas
Sumber: Dokumentasi Peneliti
41
Gambar 6.
Salah Satu Fasilitas Publik yang Terabaikan dan Tak Difungsikan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
42
Gambar 7.
Kapal Tongkang yang tepar Akibat Gelombang Besar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
43
Gambar 8.
Laluga, Sejenis Tanaman Talas Raksasa
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 9.
Peralatan Persalinan yang terdapat di Miangas
Sumber: Dokumentasi Peneliti
45
Gambar 10.
Jalan Menuju Puskesmas Induk Miangas
Sumber: Dokumentasi Peneliti
48
Tour de Nenas;
Catatan Perjalanan ke Kab. Timor Tengah Selatan
Agung Dwi Laksono
Gambar 1.
Lokasi Kabupaten Timor Tengah Selatan
Sumber: Provinsi Nusa Tenggara Timur
Lingkaran Setan
Derajat kesehatan yang buruk, tingkat pendidikan
yang rendah, serta kemiskinan, merupakan tiga kondisi yang
bila kita cermati seperti membentuk lingkaran setan.
Ketiganya secara siklis saling mempengaruhi, kejatuhan
dalam satu kondisi menjadi penyebab kejatuhan kondisi yang
lainnya. Hal inilah yang sepertinya tengah terjadi di
Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Menurut hasil pemeringkatan Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2013 yang didasarkan
pada hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
tahun yang sama, menempatkan Kabupaten Timor Tengah
Selatan pada ranking 474 dari 497 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. IPKM sebelumnya, tahun 2007, Kabupaten Timor
Tengah Selatan berada pada posisi ranking 399 dari 440
kabupaten/kota yang ada pada saat itu. Menilik posisi
peringkat Kabupaten Timor Tengah Selatan pada IPKM tahun
2007 dan 2013, terlihat bahwa tidak terjadi peningkatan
derajat kesehatan masyarakat sebagai hasil dari
51
pembangunan
kesehatan
yang
telah
dilakukan.
52
Gambar 2.
Tren Persentase Penduduk Miskin
di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006-2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupetan Timor Tengah Selatan, 2014
53
Gambar 3.
Jalanan Menuju Desa Nenas
Sumber: Dokumentasi Peneliti
55
Gambar 4.
Lanskap dalam Cagar Alam Gunung Mutis
Sumber: Dokumentasi Peneliti
56
57
Gambar 5.
Proses Shooting Tari Giring-giring
yang Mengambil Latar Belakang Rumah Bulat
Sumber: Dokumentasi Peneliti
58
Gambar 6.
Rumah Sehat Sekretaris Desa Nenas
Sumber: Dokumentasi Peneliti
59
Gambar 7.
Darfa Tambelab dan
Ayahnya
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
62
Gambar 8.
Rumah Tunggu Persalinan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
63
64
Mampir ke Surga
Pada kesempatan lain saya bersama mas Zaldi
(kameramen) berkesempatan mengambil gambar lanskap di
lereng Gunung Mutis yang agak tinggi. Lelofui, demikian
lereng tersebut diberi nama oleh orang Molo. Saat datang
menginjakkan kaki pertama kali di lereng itu saya seperti
tersentak. Terpaku tidak bergeming. Hanya mampu berdiri
tanpa sanggup berkata apapun, hanya berdesis Ini
surga. dan lalu bagaimana saya bisa berhenti bersyukur?
66
Gambar 9.
Surga Lelofui
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 10.
Pengalungan Selendang saat Berpamitan Pulang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
68
69
Gambar 1.
Peta Lokasi Kabupaten Sabu Raijua
Sumber: Kabupaten Sabu Raijua
Dalam
pemeringkatan
Indeks
Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2013 yang dilakukan
oleh Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehat RI.,
Kabupaten Sabu Raijua menempati urutan 481 dari 497
kabupaten/kota di Indonesia. Pada level Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Kabupaten Sabu Raijua menempati urutan
18 dari 21 kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan bahwa
status kesehatan masyarakat di wilayah Sabu Raijua masih
pada tingkat yang memprihatinkan, untuk itulah Kabupaten
Sabu Raijua dimasukkan sebagai salah satu sasaran Riset
Ethnografi Kesehatan yang dilakukan pada 30 kabupaten di
Indonesia pada tahun 2015 ini. Kementerian Kesehatan
berharap bahwa dengan riset ini akan didapat faktor-faktor
70
Memulai Perjalanan
Perjalanan hari pertama yang saya tempuh, SurabayaKupang, bukanlah perjalanan yang istimewa. Tidak ada yang
71
72
Gambar 2.
Pesawat Cessna Grand Caravan Commuter Susi Air di Bandara El Tari
yang akan menuju ke Seba, Pulau Sabu
Sumber: Dokumentasi Peneliti
73
74
Gambar 3.
Kapal Kayu yang Penuh Sesak
Sumber: Dokumentasi Peneliti
75
Gambar 5.
Rumah Tradisional Suku Sabu di Pulau Raijua
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 6.
Rumah Daun Modifikasi (kiri) dan Rumah Modern (kanan) Suku Sabu
di Pulau Raijua
Sumber: Dokumentasi Peneliti
78
Gambar 7.
Rumah Adat (Tengah) dan Rumah Daun di Sekelilingnya.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
79
Gambar 8.
Kebun Sorgum yang Tengah Mengering
Sumber: Dokumentasi Peneliti
80
saat seperti ini air di dalam embung tidak cukup banyak, air
cenderung keruh berwarna coklat. Air embung biasa
dipergunakan masyarakat untuk mengairi tanaman serta
untuk air minum ternak, meski juga tak menutup hasrat
anak-anak untuk terkadang berenang di dalamnya.
Tak sampai 40 menit kami sudah sampai di rumah Pak
(Kepala) Desa. Saya menginap di rumah Ama (Bapak)
Manona, adik Pak Desa, bersama dua peneliti saya yang telah
lebih dulu datang. Malam itu kami bercakap banyak hal
dengan tuan rumah, yang kembali menunjukkan pada saya,
meneguhkan keyakinan bahwa masih banyak orang baik di
republik ini.
81
Gambar 9.
Matahari Terbit di Raijua
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Provinsi Nusa
Tenggara
Timur
Indonesia
Underweight
39,05%
33,07%
19,21%
Stunting
62,49%
51,73%
37,215
Status Gizi
83
Gambar 10.
Gerbang Surga Kecil
Sumber: Dokumentasi Peneliti
84
Gambar 11.
Penampakan Siluet di Sisi Kanan Sabana
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 12.
Barisan Kawanan Kambing
Sumber: Dokumentasi peneliti
85
Gambar 13.
Sabana dan Pantai yang Bersisian
Sumber: Dokumentasi Peneliti
86
Gambar 14.
Rumah Daun dan Kawanan Kuda di Sabana
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 15.
Mercusuar Halla Wuimahi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
87
Gambar 16.
Kotak untuk Mendapatkan Garam
Sumber: Dokumentasi Peneliti
88
Gambar 17.
Sunset di Pantai Halla Wuimahi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 18.
Pasar Padalabba di Desa Kolorae
Sumber: Dokumentasi Peneliti
***
Beta pulang dulu Kolorae. Beta sonde tau apakah bisa
kembali lai? tapi beta pung memori sonde pernah lupa
dengan surga kecilmu.
90
Sambujan,
Desa dengan Penduduk Bermata Pencaharian
Ganda
Ummu Nafisah
91
Gambar 1.
Jembatan kayu yang menghubungkan
Sambujan Pulau dengan Pulau Utama.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
93
Gambar 2.
Perahu Perintis sebagai
salah satu Transportasi
Laut
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
Gambar 3.
Deretan rumah kayu di Sambujan Pulau
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.
Anak Sekolah dari Pulau
Kecil di Sebelah
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
97
98
Gambar 7.
Pengobatan Tiup-tiup
Sumber: Dokumentasi Peneliti
101
102
Gambar 1
Rute perjalanan Jakarta-Desa Sei Antu, Kalimantan Barat
Sumber: Dimodifikasi dari Google Maps
104
105
Gambar 2
Akses jalur transportasi menuju Desa Sei Antu
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 3
Rumah Adat Panyai Etnis Dayak Mualang Di Desa Sei Antu
Sumber : Dokumentasi Peneliti
110
Gambar 4
Pustu Dusun Sebelantau Desa Sei Antu Tempat IP Bertugas
Sumber : Dokumentasi Peneliti
111
112
Gambar 5
Kegiatan Posyandu Mekar Dusun Sebelantau
Sumber : Dokumentasi Peneliti
113
Gambar 6
Sulitnya akses rujukan membuat IP terkadang harus
menginfus pasiennya di rumah
Sumber : Dokumentasi Peneliti
116
Gambar 1.
Masjid Sultan Suriansyah, Kuin Utara Banjarmasin
(gambar diambil saat menjelang siang)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
120
Gambar 2.
Matahari Terbit di Pasar Terapung Sungai Barito
Sumber: Dokumentasi Peneliti
121
Gambar 3.
Aktivitas Pagi Pasar Terapung
Sumber: Dokumentasi Peneliti
122
Gambar 4.
Wisatawan Nusantara sedang Menawar Pisang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.
Kartini Masa Kini
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 6.
Pembeli yang Sedang Mancing Gorengan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
125
Gambar 7.
Sarana Cuci, Mandi, Gosok Gigi dan Buang Air Besar
Sumber: Dokumentasi Peneliti
127
128
Tradisi Betimung
Sekilas Potret Perkawinan Anak
di Suku Banjar Bakumpai Muara Sungai Barito
Astutik Supraptini
Gambar 1
Dermaga penyeberangan di Aluh-Aluh.
Sumber: Dokumentasi peneliti, April 2015
130
Gambar 2
Kondisi Desa, Infrastruktur Jembatan serta Sungai
Sumber: Dokumentasi peneliti, Mei 2015
134
136
137
Gambar 3
Prosesi Betimung Pengantin Perempuan (Kiri), dan Lulur dalam Acara
Ritual Betimung (Kanan)
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015
141
142
145
Gambar 1
Muara Desa Podok, Aliran Sungai Barito
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
Gambar 2
Kebersamaan tim peneliti bersama masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
147
148
Gambar 2
Pelayanan kesehatan oleh TKS di rumah praktek
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
149
Gambar 3
Maulid Burdah, Kesehatan Religi Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
151
syarat akan kesehatan atau telah menghilangkan kumankuman penyakit air bersih yang sudah tersediapun bisa
langsung dikonsumsi. Baik dimasak maupun tak dimasak.
Dalam wawancara peneliti dengan beberapa orang
bapak-bapak Banjar yang sedang asyik duduk di selasar
rumah mengatakan bahwa,
Kami orang sungai, dari dulu hingga sekarang. Kalau
bukan di sungai dimana lagi? Bahkan waktu dulu orang
sini bisa langsung mengkonsumsi airnya. atau air yang
dari sawah tanpa melihat bersih tidaknya air tersebut
tidak ada juga kena sakit. Buktinya masyarakat disini
sehat semua sampai umur 100 tahun masih ada yang
hidup. Kami sudah kebal dengan air disini beda dengan
orang yang dikota, semuanya harus bersih. Sakit itu
hanya datang dari sang maha pencipta dan kami
percaya bahwa air yang kami konsumsi sudah baik
untuk kami tanpa mengakibatkan sakit.
152
Gambar 4
Sungai, Sumber Kehidupan Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
153
155
Gambar 5
Puskesmas Aluh-Aluh dan sarana transportasi darat dan sungai
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
Mengedepankan upaya kuratif tanpa mengkesampingkan upaya preventif, suatu gambaran yang terlihat di
Puskesmas Aluh-Aluh. Dalam 2 tahun terakhir yakni di tahun
2013-2014 jumlah tenaga kesehatan yang ada kurang lebih
40 orang yang terbagi atas dokter umum 2, dokter gigi 1,
tenaga gizi 2, tenaga perawat 12, tenaga bidan 22, tenaga
156
157
158
Gambar 7
Kelas ibu hamil (kiri) (kanan) Betapung Tawar
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
161
Gambar 8
Suami Siaga di Desa Podok
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
162
163
164
Gambar 1.
Peta Letak Pulau Sapudi
Sumber: Provinsi Jawa Timur
166
oleh Mas Lukman dan Pak Abu sehingga tidak terlalu fokus
memikirkan mual yang makin menjadi. Mereka terkagetkaget mengetahui saya datang dari Medan. Jauh sekali,
komentar mereka. Dalam hati saya, jangankan bapak yang
kaget, saya juga kaget kenapa bisa sampai disini.
Thus, saya menginap semalam di Kecamatan Gayam
di Pulau Sapudi sebelum akhirnya menetap di Desa tempat
penelitian. Saya menginap di rumah Pak Haji Nurullah, yang
berada persis di depan Puskesmas. Beliau adalah putra asli
Pulau Sapudi yang sudah mengabdi sebagai perawat sejak
tahun 1980an. Istrinya, Ibu Haji Ida adalah bidan. Pak Haji
dan Bu Haji, begitu saya menyapa mereka, saya banyak tahu
informasi mengenai pulau Sapudi. Mereka berdua membuka
klinik yang selalu ramai di samping rumah dan kadangkadang, masyarakat pulau lebih senang berobat ke warung
Pak Haji ketimbang pergi ke Puskesmas.
Orang-orang di Pulau ini baru melek kesehatan
sepuluh-dua puluh tahun lagi. Tunggu dukun-dukun itu mati,
dan tidak ada penerusnya baru semua mau ke bidan atau
puskemas, begitu komentar Pak Haji dengan logat Madura
yang kental saat kami bercakap-cakap sore hari ketika saya
baru tiba. Masyarakat di Pulau Sapudi memang masih
menganggap penyakit sebagai bentuk kiriman dari orang
yang tidak senang kepadanya atau disebut tarekaan.
Penyakit TB Paru disebut cekek, karena berasal dari minuman
yang dianggap diberi racun. Penyakit kusta dianggap kiriman
orang yang tidak senang dan masih banyak lagi. Mereka
menjadikan dukun sebagai upaya pengobatan pertama saat
167
168
Gambar 2.
Sudut favorit saya selama di Pulau Sapudi. Seringkali saya teriak-teriak
norak tiap melintas di sini.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
169
Gambar 2.
Widhat memakai seragam pinjaman hanya karena mau ikut Yusuf ke
sekolah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
daftar informan yang kami kejar. Sesekali melihat tempattempat unik di pulau, seperti Gua Rato Sapi (Gua yang
dipercaya masyarakat sebagai tempat asal usul sapi-sapi di
Pulau Sapudi yang tak pernah habis), Gua Celik (Celik, yang
berarti vagina dalam bahasa Madura. Dinamai karena
bentuknya menyerupai vagina), atau makam raja-raja. Atau
sore-sore mencari kerang di pantai belakang rumah Mbak
Ririn. Menghadiri acara isra miraj di mesjid yang penuh
dengan aneka kue warna-warni. Pernah satu waktu kami
dibawakan gurita oleh informan yang berprofesi sebagai
nelayan gurita. Masyarakat yang hangat, pemandangan yang
indah, makanan yang enak-enak. Kelak, ketika pamit pulang
saya kesulitan menjawab pertanyaan, kapan datang ke
Sapudi lagi?
Ada satu hari, yang kalau boleh dibilang tidak enak,
yang paling saya ingat. Saya tidak tahu bagaimana
mendeskripsikan hari itu, tapi Kamis 7 mei 2014 adalah hari
teraneh yang saya miliki di Pulau Sapudi. Pagi itu, sekitar
pukul delapan, saya dan Pak Basuki pergi ke Puskesmas di
Gayam. Kami berencana bertemu dengan Pak Hanafi dan Bu
Hasanah, informan yang merupakan pemilik Taman PAUD di
dusun Prambanan. Kami bisa menuju rumah mereka tanpa
harus melewati Puskesmas, karena lebih dekat dari desa
tempat tinggal tanpa harus turun dahulu ke Kota kecamatan.
Tetapi karena saya harus ke ATM yang hanya ada di
Kecamatan dan bertemu dengan Mbak Ririn dan Mas
Lukman, jadilah saya dan Pak Basuki mampir ke Puskesmas
dahulu.
171
172
178
179
Gambar 1.
Desa Ngadiwono, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
180
Gambar 2
Kenampakan Posisi Kebun dan Rumah Masyarakat Tengger
di Desa Ngadiwono
Sumber: Dokumentasi Peneliti
183
184
Menapak Mesuji;
Feminisme Bioepik Daerah Konflik
Harun Alrasyid
Gambar 1
Rute Perjalanan Palembang Mesuji Lampung
Sumber: Google Maps
Gambar 2
Matahari Terbit, di Jalan Lintas Timur Sumatera
Sumber: Dokumen Peneliti
188
Gambar 3.
Jalan Menuju Desa Wiralaga, Mesuji Lampung
Sumber: Dokumentasi Peneliti
189
190
Gambar 4
Sungai Kabong, Desa Wiralaga
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Perempuan Mesuji
Dalam adat istiadat Mesuji, perempuan memiliki
kedudukan yang tinggi dan istimewa. Hukum adat sangat
melindungi dan memberikan perhatian khusus terhadap
segala sesuatunya mengenai perempuan sehingga wajar jika
terdapat denda adat bagi siapa saja laki-laki yang berperilaku
tidak pantas kepada perempuan di Mesuji. Dalam hukum
adat istiadat Mesuji Lampung diberlakukan denda adat jika
laki-laki memegang bagian tubuh perempuan dan
perempuan merasa tidak senang. Denda adat ini mulai dari
denda uang hingga pernikahan. Pertama kali mendengar hal
ini, kontan saja saya menggunakan baju lengan panjang dan
tidak berani dekat-dekat dengan perempuan Mesuji,
sekalipun istri kapuskes. Ketika mendengar pengalaman dr.
191
Gambar 5
Perempuan Mesuji, Desa Wiralaga
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5
Remaja Putri di Desa Wiralaga
Sumber: Dokumentasi Peneliti
194
Gambar 1.
Batas Aceh dengan Sumatera Utara
Sumber: Dokumentasi Peneliti
196
Gambar 2.
Tampak Luar
Puskesmas
Peudawa
Sumber: Profil
Puskesmas
Peudawa
197
198
201
202
207
Gambar 1.
Tepi jalan menuju Desa Sawang
Sumber : Dokumentasi peneliti
208
209
Gambar 2.
Rumah Pak Geuchik,
Rumah IOM yang sudah dibangun menjadi lebih besar.
Sumber: Dokumentasi peneliti.
210
berbicara dan aku pun tersadar bahwa alasan tak ada reaksi
adalah karena bahasa yang tidak dimengerti.
Bahasa Indonesia ternyata masih dirasa sulit oleh
bangsa Indonesia sendiri hingga timbul pertanyaan dari
kepolosan seorang anak, kenapa seluruh Indonesia tidak
menggunakan
bahasa
Aceh
saja.
Bahkan
jika
membandingkan, salah seorang anak mengaku lebih bisa
menggunakan bahasa Malaysia karena belajar dari film
kartun kesukaannya. Bahasa Etnis Aceh Utara ialah bahasa
Aceh Utara, yang berbeda dengan Aceh Barat, Aceh Timur
ataupun Aceh Tenggara meskipun dalam etnis Aceh.
Modal kosakata yang harus dipegang adalah Han jiet
bahasa Aceh yang artinya tidak bisa berbahasa Aceh
ataupun Hana lon Tupu yang artinya saya tidak mengerti.
Ini sebagai senjata saat ada yang memulai percakapan
dengan bahasa Aceh Utara. Alhasil, bahasa isyarat dan
senyuman sebagai komunikasi. Syukurnya masih ada
beberapa yang dapat berbahasa Indonesia meski masih
terbata-bata ataupun harus sedikit berpikir saat
mengucapkan sebuah kalimat. Hal ini mendorong peneliti
untuk mempelajari bahasa Aceh tentunya, pun mendorong
masyarakat mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa persatuan
nampaknya belum kokoh mengakar di bumi pertiwi.
Lalu bagaimana dengan sekolah? Ya, hanya di
sekolah lah Bahasa Indonesia digunakan, itupun masih
percampuran, belum sepenuhnya menggunakan bahasa
Indonesia. Maka, yang tamat sekolah hingga SMA tentunya
bisa berbahasa Indonesia, atau minimal mengerti. Serta
beberapa pemuda yang telah merantau ke Malaysia atau
211
212
Gambar 3.
Jalan menuju Pantai
Sawang.
Sumber: Dokumentasi
peneliti
Rekreasi Masyarakat
Pantai Sawang menjadi salah satu tempat rekreasi
yang mudah, murah dan mantab. Hari Minggu adalah hari
dimana Pantai Sawang ramai oleh pengunjung dan penduduk
setempat. Rekreasi yang dilakukan bersama keluarga ini
tentunya memberikan kebahagian disela rutinitas harian. Ada
yang sekedar berjalan-jalan di tepi pantai, ada yang bermain
air, ada yang bermain pasir ada pula yang makan bersama.
Kegiatan yang dilakukan tentunya mengundang canda dan
tawa. Setelah bermain air, perut pun terasa lapar, jika
213
Gambar 4.
Keceriaan anak-anak dan masyarakat di Pantai Sawang sebagai sarana
rekreasi
Sumber: Dokumentasi peneliti.
214
Gambar 5.
Membawa kayu untuk memasak.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pengobatan
Pantai Sawang juga menyimpan rahasia kesehatan
bagi pengunjungnya. Menjadi obat penghilang jenuh ataupun
stress tentu sudah bukan rahasia lagi sehingga sudah menjadi
sarana bagi masyarakat untuk mengelola stress dengan
datang ke pantai sendiri ataupun bersama-sama.
215
216
Gambar 6.
Pengunjung yang mempercayai khasiat
menguburkan sebagian tubuh di pasir.
Sumber: Dokumentasi peneliti.
217
Gambar 7.
Pantai Sawang dalam kesunyiannya.
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar 8.
Pantai Sawang saat terbenam matahari.
Sumber: Dokumentasi Peneliti
219
220