Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRACT
From the result in 2010 and 2011 showed that cefotaxime is the most cost
effective antiobiotic.
Keywords: cost effectiveness analysis, antibiotic prophilac,appendectomy
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Dalam dasawarsa terakhir, biaya pelayanan kesehatan dirasakan
semakin meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor, yaitu perubahan pola penyakit
dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya
permintaan masyarakat dan perubahan ekonomi secara global. Di lain pihak biaya
yang tersedia untuk kesehatan belum dapat ditingkatkan, dimana kemampuan
pemerintah semakin terbatas dan peran masyarakat masih belum maksimal.
Sementara itu sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah kita diharapkan untuk dapat
lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam menjawab
berbagai
tantangan
tersebut
dalam
peningkatan efisiensi atau penggunaan dana secara lebih rasional. Ekonomi kesehatan
sebagai suatu alat untuk menemukan cara dalam peningkatan efisiensi dan
memobilisasi sumber dana dapat dipergunakan untuk membantu mengembangkan
pemikiran-pemikiran khusus tanpa mengabaikan aspek-aspek sosial dari sektor
kesehatan itu sendiri (Mills and Gilson, 1990).
Seiring dengan berkembangnya pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh
apoteker di berbagai belahan dunia, maka ruang lingkup farmakoekonomi juga
meliputi studi tentang manfaat pelayanan farmasi klinik secara ekonomi. Pihak-pihak
yang berkepentingan dalam upaya menjadikan pelayanan kesehatan lebih efisien dan
ekonomis ditantang untuk mampu melakukan penilaian menyeluruh terhadap suatu
obat baik dari segi efektifitas obat maupun dari segi nilai ekonomisnya. Untuk itu
diperlukan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi dan
keterampilan yang memadai dalam melakukan evaluasi hasil studi farmakoekonomi
(Eisenberg JM,1994)
Tujuan farmakoekonomi adalah untuk memberikan informasi yang dapat
membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatifalternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien
dan ekonomis. Jika kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa
kelebihan suatu obat dilihat dari segi cost-effectiveness-nya dibandingkan obat lain?
Apakah diperoleh hasil terapi yang baik dengan biaya yang wajar? Apakah suatu obat
dapat dimasukkan ke dalam formularium atau ke dalam daftar obat yang disubsidi?
Maka farmakoekonomi dapat berperan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan
informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat yang akan
digunakan. Farmakoekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala mikro -misalnya
dalam menentukan pilihan terapi untuk seorang pasien untuk suatu penyakit, maupun
dalam skala makro misalnya dalam menentukan obat yang akan disubsidi atau yang
akan dimasukkan ke dalam formularium. (Eisenberg JM,1994)
Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat secara umum
adalah apendicitis akut yang tatalaksananya dengan apendektomi. Apendektomi
merupakan pembedahan pengangkatan apendik atas indikasi appendicitis, dimana
terjadinya peradangan atau infeksi bacterial pada apendiks vermiformis yang
membutuhkan tindakan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih
buruk. Jika tidak ditangani secara cepat dapat menimbulkan resiko komplikasi seperti
peritonitis umum, abses, komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka
operasi.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan meningkatkan pengeluaran biaya
baik bagi pasien maupun bagi rumah sakit sendiri dan pemerintah. Hal ini memicu
perlunya gambaran cost effect pengobatan pasca apendektomi di RS M Djamil ini.
Harga antibiotik termasuk mahal dibandingkan obat yang lain, jika pemberian dan
penggunaan antibiotik tidak tepat malah akan memperparah dan memperlama
kesembuhan pasien, sehingga memperbesar biaya rawatan pasien. Untuk itulah perlu
dilakukan analisa biaya penggunaan antibiotik pasca bedah pada pasien apendektomi
dengan indikasi apendisitis akut sederhana dan kronis untuk mengetahui gambaran
biaya sebenarnya.
2.
Identifikasi Masalah
Sejalan dengan hal tersebut, masalah-masalah yang dapat diidentifikasi sesuai
3.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui gambaran penggunaan, analisa biaya dan efektifitas
biaya
antibiotik pada pasien apendisitis rawat inap bedah di RSUP M Djamil selama
tahun 2010.
2. Mengetahui besar biaya total perawatan yang dikeluarkan oleh pasien
apendektomi sederhana rawat inap bedah di RSUP M Djamil pada tahun
2010.
4.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP M Djamil dapat digunakan
sebagai salah satu bahan acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan medis
pada pasien apendektomi rawat inap bedah.
2. Bagi manajemen RSUP M Djamil Padang, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran pengetahuan tentang analisis biaya penggunaan
antibiotik dan biaya pengobatan secara umum khusus untuk apendektomi di
rawat inap bedah, serta untuk mengetahui hubungan jenis antibiotik dengan
lama rawatan pasien (tingkat kesembuhan)
3. Bagi dunia pendidikan dan sipeneliti , hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah ilmu dan wawasan terutama mengenai farmakoekonomik, juga
diharapkan dapat memberikan konstribusi dan pengayaan materi ilmu
kefarmasian khususnya dalam bidang farmasi klinik.
4. Sebagai bahan pertimbangan terhadap pemberian obat antibiotik di RSUP M
Djamil Padang.
5. Bagi pasien atau masyarakat adalah sebagai gambaran mengenai besarnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan apendektomi sederhana.
6. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan
pembanding atau sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk memperoleh hasil
yang lebih baik.
B.
Metode Penelitian
1.
Rancangan Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif
non
eksperimental.
2.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien rawat inap RSUP M Djamil 2010 dengan
diagnosa utama apendicitis akut dan apendicitis kronis tanpa komplikasi dan tanpa
peritonitis dengan terapi antibiotik profilaksis yang telah diketahui, dengan kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria Inklusi
1. Pasien dengan diagnosa utama apendicitis akut sederhana dan kronis
2. Pasien yang mendapatkan terapi antibiotik yang konsisten
3. Pasien yang akan dan telah menjalani apendektomi (pembedahan)
4. Pasien apendisitis akut dan kronis yang di rawat di bangsal (Kelas III)
3.
Perhitungan biaya
a. Biaya antibiotik
Dihitung berdasarkan harga tiap antibiotik yang digunakan oleh pasien selama
pasien dirawat di rumah sakit, berdasarkan dosis, frekuensi dan lama
pemberian antibiotika.
b. Biaya tindakan
Biaya tindakan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pasien untuk
membayar biaya tindakan selama pasien berada di UGD.
c. Biaya Penunjang
Biaya penunjang merupakan biaya yang dikeluarkan pasien untuk
mendapatkan hasil laboratorium (yaitu pemeriksaan darah secara lengkap),
rontgen, dan EKG, yang dihitung selama pasien dirawat inap.
d. Biaya rawat inap
Biaya rawat inap dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pasien untuk
membayar biaya akomodasi per kelas perawatan dan biaya kunjungan dokter.
e.
Biaya administrasi
Biaya administrasi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pasien untuk
membayar biaya pendaftaran pasien di instalasi rawat inap.
4.
ACER
ICER =
C.
Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan secara prospektif dan retrospektif, dimana data prospektif
diambil dalam 3 bulan (Febuari, Maret, April 2011), sedangkan data retrospektif
diambil sepanjang tahun 2010. Kasus apendektomi yang terjadi dibangsal bedah
RSUP DR M. Djamil Padang selama tahun 2010 adalah sejumlah 427 orang dengan
rincian 203 apendik akut sederhana, 94 orang apendik kronis, 86 orang apendik
perforasi dan 44 orang apendik pada anak. Secara prospektif sejumlah 101 orang,
dengan rincian 34 orang apendik akut sederhana, 18 orang apendik kronis, 38 orang
apendik perforasi dan 11 orang apendik pada anak.
1. Analisis Subjektif
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pasien apendisitis
perempuan lebih banyak baik pada tahun 2010 maupun 2011, yaitu sebesar 52 %,
sedangkan laki-laki sebesar 48 %.
laki laki
perempuan
48%
Jumlah pasien
52%
140
120
100
80
60
40
20
0
kronik
akut
<20
21-40
41-60
>61
Berdasarkan jenis apendisitis dibagi kedalam 2 kelompok saja untuk penelitian ini
yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis. Data hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasien apendisitis akut angka kejadiannnya lebih besar dibandingkan
apendisitis kronis, baik pada tahun 2010 maupun 2011, dapat dilihat pada tabel
dibawah.
Pada tahun 2010 angka kejadian akut hingga 68,35 %, lebih besar
dibandingkan apendisitis kronis yang hanya 31,65 %. Begitu juga pada tahun 2011
selama 3 bulan dari 52 pasien terdapat 66 % apendisitis akut dan 34 % apendisitis
kronis. Hasil ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan tahun lalu. Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Pengelompokan apendisitis beserta jumlah pasien pada tahun 2010
Diagnosa
Jumlah (Pasien/org)
Persentase (%)
203
68,35
Apendisitis Kronis
94
31,65
Jumlah
297
100
Pada lama rawatan ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu 4 hari dan 5
hari . Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah :
Tabel 2. Distribusi lama rawat pasien apendik akut dan kronik yang diarawat inap di
RSUP M Djamil Padang tahun 2010
Lama Rawat Pasien(hari)
Jumlah Pasien
Persentase ( % )
4
5
Jumlah
157
140
297
52,86
47,14
100
Tabel 3. Distribusi lama rawat pasien apendik akut dan kronik yang diarawat inap di
RSUP M Djamil Padang selama Febuari-April 2011
Lama Rawat Pasien
(hari)
4
5
Jumlah
Jumlah Pasien
Persentase ( % )
41
11
52
78,84
21,16
100
Tabel 4. Distribusi pola penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien apendik yang
di rawat inap di RSUP M Djamil Padang tahun 2010
Total
Jenis antibiotik
Diagnosa
%
Apendisitis akut Apendisitis kronik Jumlah
Jumlah
%
Jumlah
%
31
36,46
Sefotaksim
22
25,88
9
10,58
16
18,82
Seftriakson
11
12,94
5
5,88
22
25,88
Seftazidim
9
10,58
13
15,30
8
9,41
Sefotaksim - Metronidazol
8
9,41
0
0
5
5,9
Seftriakson - Metronidazol
4
4,71
1
1,19
3
3,53
Seftazidim - Metronidazol
3
3,53
0
0
85
100
Jumlah
57
67,05
28
32,95
Tabel 5. Distribusi pola penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien apendik yang
di rawat inap di RSUP M Djamil Febuari April tahun 2011
Total
Jenis antibiotic
Diagnosa
%
Apendisitis akut Apendisitis kronik Jumlah
Jumlah
%
Jumlah
%
3
18,75
Sefotaksim
3
18,75
0
0
1
6,25
Seftriakson
0
0
1
6,25
8
50,00
Seftazidim
5
31,25
3
18,75
2
Sefotaksim - Metronidazol
2
12,5
0
0
12,5
2
Seftriakson - Metronidazol
2
12,5
0
0
12,5
0
6,25
Seftazidim - Metronidazol
0
0
0
0
16
100
Jumlah
12
75
4
25
Lama pemberian antibiotik profilaksis adalah selama 12-48 jam, setelah itu
pasien mendapat antibiotik oral pada waktu pulang. Tabel diatas menunjukkan hasil
yang sama seperti sebelumnya, dimana pemakaian sefotaksim memang lebih besar
baik pemberian tunggal maupun sefotaksim dalam kombinasi. Dosis yang digunakan
untuk dewasa sudah sesuai dengan literature dan standar yang telah ditetapkan, lebih
lengkapnya pada tinjauan pustaka
Tabel 6. Distribusi dosis dan frekuensi penggunaan antibiotik pasien apendik yang
di rawat di RSUP M Djamil tahun 2010
Frekuensi x
Dosis
Pasien
Persentase
(%)
1.Sefalosporin
a. Sefotaksim
b. Seftriakson
2x1 gr
2x1 gr
39
21
45,88
24,71
c. Seftazidim
2x1 gr
25
29,41
3x500mg
85
16
100
18,40
Antibiotik
Jumlah
2. Metronidazol
Tabel 7. Distribusi dosis dan frekuensi penggunaan antibiotik pasien apendik yang di
rawat di RSUP M Djamil periode Febuari-April 2011
Antibiotik
1.Sefalosporin
a. Sefotaksim
b. Seftriakson
c. Seftazidim
Jumlah
2. Metronidazol
Frekuensi x
Dosis
Pasien
Persentase
(%)
2x1 gr
2x1 gr
2x1 gr
5
3
10
41,67
25,00
33,33
3x500mg
18
5
100
19,44
2. Analisis Biaya
`Berikut perhitungan distribusi biaya penggunaan antibiotik pada pasien
apendektomi yang di rawat inap di RSUP M Djamil Padang berdasarkan biaya
antibiotik pada tarif pelayanan RSUP M Djamil Padang tahun 2010
Tabel 8. Distribusi biaya penggunaan antibiotik pada pasien apendik yang di rawat
inap di RSUP M Djamil Padang
No
Kelompok Terapi
1.
Sefotaksim
17.556
2.
Seftriakson
19.298
3.
Seftazidin
79.200
4.
Sefotaksim - Metronidazol
77.156
5.
Seftriakson - Metronidazol
78.898
6.
Seftazidin - Metronidazol
138.800
Pada Tarif Pelayanan Rumah Sakit M Djamil Padang, untuk tindakan operasi
kelas III (bangsal) operasi sedang ( appendektomi untuk apendisitis akut dan kronis)
adalah Rp. 716.000,-, tarif ini seragam dan tidak tergantung dari antibiotik apa yang
diberikan.
Biaya penunjang berdasarkan tarif pelayanan Rumah Sakit berbeda beda
tergantung apa yang dibutuhkan pasien, ada yang berdasarkan paket dan ada tarif
masing masing diluar paket, yang wajib seperti Pemeriksaan Laboratorium paket Rp
157.500,- plus pemeriksaan diagnostik Rp.105.000, jadi total Rp. 257.500,-.
Pada tarif pelayanan Rumah Sakit untuk kelas III atau bangsal, dikenakan
biaya Rp 50.000/ malam. Total biaya rawat inap tinggal dikalikan dengan lama hari
rawatan.
Biaya total rawatan sesuai dengan tarif pelayanan rumah sakit dapat dilihat
pada Tabel 20. Dimana, biaya didapat dari penjumlahan biaya antibiotik, tindakan,
penunjang dan rawat inap yang sesuai juga dengan tarif pelayanan Rumah Sakit M
Djamil Padang tahun 2010 sesuai dengan Keputusan Direktur Utama RSUP M
Djamil Padang No KU.03.01.01.10.
Tabel 9. Distribusi biaya total rawatan pada pasien apendik yang dirawat inap di
RSUP M Djamil Padang tahun 2010 (sesuai tarif pelayanan)
No
Kelompok
Terapi
Sefotaksim
Rata
Biaya
Biaya
Biaya
Rata Antibiotik Penunjang Tindakan
lama
(Rp)
(Rp)
(Rp)
rawat
(hr)
3,69
257.500
716.000
61.446
Seftriakson
3,75
77.192
257.500
716.000
200.000
1.250.692
Seftazidin
4,77
396.000
257.500
716.000
250.000
1.619.500
Sefotaksim Metronidazol
3,75
257.500
716.000
200.000
1.482.124
Seftriakson Metronidazol
257.500
716.000
200.000
1.489.092
Seftazidin Metronidazol
3,67
257.500
716.000
200.000
1.659.000
5
6
308.624
315.592
485.500
Biaya
Rawat
Inap
(Rp)
200.000
Biaya
total
rawatan
rata-rata
(Rp)
1.234.946
Tabel 10. Distribusi biaya total rawatan pada pasien apendik yang dirawat inap di
RSUP M Djamil Padang tahun 2011 (sesuai tarif pelayanan)
Rata
Biaya
Biaya
Biaya
Rata Antibiotik Penunjang Tindakan
lama
(Rp)
(Rp)
(Rp)
rawat
(hr)
3,33
257.500
716.000
61.446
150.000
Biaya
total
rawatan
rata-rata
(Rp)
1.184.946
716.000
200.000
1.250.692
257.500
716.000
200.000
1.529.900
257.500
716.000
150.000
1.354.968
257.500
716.000
200.000
1.489.092
No
Kelompok
Terapi
Sefotaksim
Seftriakson
77.192
257.500
Seftazidin
4,36
356.400
Sefotaksim Metronidazol
231.468
Seftriakson Metronidazol
315.592
Seftazidin Metronidazol
Biaya
Rawat
Inap
(Rp)
Tabel 11. Hasil evaluasi efektivitas antibiotik pada pasien apendektomi rawat inap di
RSUP M Djamil Padang tahun 2010
No
Jenis Antibiotik
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Sefotaksim
Metronidazol
Seftriakson
Metronidazol
5
6
Seftazidin
Metronidazol
Total
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Evaluasi Efektivitas
Efektif
Tidak Efektif
26
5
83,87
16,13
11
5
68,75
31,25
9
13
40,90
59,10
6
2
75,00
25,00
3
2
60,00
40,00
2
1
66,67
33,33
57
28
67,10
32,90
Total
31
100
16
100
22
100
8
100
5
100
3
100
85
100
Tidak
Efektif
33%
Efektif
67%
100
80
60
40
83.37
75
68.75
20
66.67
60
40.9
0
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Sefotaksim-Metronidazol
Seftriakson-Metronidazol
Seftazidin- Metronidazol
Jenis Antibiotik
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Sefotaksim Metronidazol
Seftriakson Metronidazol
5
6
Seftazidin Metronidazol
Total
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Evaluasi Efektivitas
Efektif
Tidak Efektif
3
0
100
0
1
0
100
0
5
3
62,5
37,5
2
0
100
0
1
1
50
50
0
0
0
0
12
4
75
25
Total
3
100
1
100
8
100
2
100
2
100
0
0
16
100
Tidak
Efektif
25%
Efektif
75%
120
100
80
60
100
100
100
40
62.5
50
20
0
0
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Sefotaksim - Metronidazole
Seftriakson - Metronidazole
Seftazidine - Metronidazole
Jenis Antibiotika
Biaya Antibiotik
/hr (Rp) (C)
17.556
%Total
Outcome (E)
83,87
ACER (C)
/(E)
20.932,00
Sefotaksim
Seftriakson
19.298
68,75
28.069,82
Seftazidin
79.200
40,90
193.643,03
Sefotaksim Metronidazol
Seftriakson Metronidazol
Seftazidin Metronidazol
75,00
102.874,67
60,00
131.496,67
66,67
208.189,60
5
6
77.156
78.898
138.800
Tabel 14. Hasil analisis cost effectiveness antibiotika terhadap total biaya perawatan
pada pasien apendektomi di RSUP M Djamil Padang tahun 2010.
No
1
Sefotaksim
Total Biaya
(Rp) (C)
1.234.946
Seftriakson
1.250.692
68,75
1.819.188
Seftazidin
1.619.500
40,90
3.959.657
Sefotaksim Metronidazol
Seftriakson Metronidazol
Seftazidin Metronidazol
1.482.124
75,00
1.976.165
1.489.092
60,00
2.481.820
1.659.000
66,67
2.488.375
5
6
Jenis Antibiotika
%Total Outcome
(E)
83,87
ACER (C)
/(E)
1.472.453
4,500,000.00
4,000,000.00
3,500,000.00
3,000,000.00
2,500,000.00
2,000,000.00
3,959,657.00
1,500,000.00
1,000,000.00
500,000.00
2,488,375.00
1,976,165.00
1,472,453.00
1,819,188.00
2,481,820.00
0.00
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Sefotaksim - Metronidazol
Seftriakson - Metronidazol
Seftazidin - Metronidazol
Gambar 12. Grafik batang ACER terhadap total biaya rawatan pada pasien
apendektomi di RSUP M Djamil Padang tahun 2010.
Tabel 15. Hasil ICER terhadap biaya antibiotika pada pasien apendik di RSUP M
Djamil Padang periode Febuari-April tahun 2011
No
1
2
3
4
5
Jenis
Antibiotika
Seftriakson Metronidazol
Seftazidin
Seftriakson
Sefotaksim Metronidazol
Sefotaksim
Biaya
Antibiotik
/hr (Rp) (C)
78.898
79.200
19.298
77.156
17.556
%Total
Outcome
(E)
( C)
( E)
ICER
[ c / E]
50
62,5
100
78.898
302
- 59.902
50
12,5
37,5
157.796
24,16
-1.597,39
100
100
57.858
-59.600
0
0
0
0
Tabel 16. Hasil eksklusi untuk biaya yang meningkat dan efektivitas menurun pada
pasien apendik di RSUP M Djamil Padang tahun 2011
No
1
2
3
No
1
2
Jenis
Antibiotika
Seftriakson
Sefotaksim Metronidazol
Sefotaksim
Jenis
Antibiotika
Seftriakson
Sefotaksim
Biaya
Antibiotik
/hr (Rp) (C)
19.298
%Total
Outcome
(E)
100
( C)
( E)
ICER
[ c / E]
19.298
100
19.298
17.556
100
100
57.858
-59.600
0
0
0
0
Biaya
Antibiotik
/hr (Rp) (C)
19.298
17.556
%Total
Outcome
(E)
100
100
( C)
( E)
ICER
[ c / E]
19.298
-1.742
100
0
19.298
0
77.156
Pada Tabel 15, dapat dilihat secara ICER kelompok antibiotik mana yang
lebih efektif, terbukti kembali pada kelompok sefotaksim, hasil akhir yang
dibandingkan dengan seftriakson, walaupun outcome sama, tetapi biaya lebih rendah.
Tabel 17. Hasil ICER terhadap biaya total rawatan pada pasien apendektomi di RSUP
M Djamil Padang tahun 2010
No
1
2
3
4
5
6
Jenis
Antibiotika
Seftazidin
Seftriakson Metronidazol
Seftazidin Metronidazol
Seftriakson
Sefotaksim Metronidazol
Sefotaksim
Total
Biaya /hr
(Rp) (C)
1.619.500
%Total
Outcome
(E)
40,90
( C)
( E)
ICER
[ c / E]
1.619.500
40,90
39.596,6
1.489.092
60,00
- 130.408
19,10
- 6.827,6
1.659.000
1.250.692
66,67
68,75
169.908
- 408.308
6,67
2,08
25.473,4
-196.301,9
1.482.124
1.234.946
75,00
83,87
231.432
- 247.178
6,25
8,87
37.029,1
- 27.866,7
Tabel 18. Hasil eksklusi untuk biaya total rawatan yang meningkat dan efektivitas
menurun pada pasien apendektomi di RSUP M Djamil Padang tahun 2010
No
1
2
3
No
1
2
Jenis
Antibiotika
Seftriakson Metronidazol
Seftriakson
Sefotaksim
Jenis
Antibiotika
Seftriakson
Sefotaksim
Total
Biaya /hr
(Rp) (C)
%Total
Outcome
(E)
( C)
( E)
ICER
[ c / E]
1.489.092
1.250.692
1.234.946
60,00
68,75
83,87
1.489.092
-13.641,40
-15.746,00
60,00
8,75
15,12
2.481,82
-155.901,71
-104.140,21
( E)
ICER
[ c / E]
1.819,19
-104.140,21
Total
Biaya /hr
(Rp) (C)
1.250.692
1.234.946
%Total
Outcome
( C)
(E)
68,75
1.250.692
83,87
-15.746,00
68,75
15,12
D. Pembahasan
Efek samping obat artinya timbulnya efek yang tidak diinginkan oleh tubuh
seperti interaksi obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan, obat menimbulkan
alergi, obat dikontraindikasi karena faktor resiko, obat yang lebih aman sangat
diperlukan terutama bagi pasien yang resiko infeksinya lebih besar. Pada penelitian
ini adanya efek samping utama adalah rasa mual dan muntah yang disebabkan tidak
hanya dari antibiotik tetapi juga dari faktor bius pasien pasca operasi hari pertama,
tetapi kalau pasien masih terasa mual dan muntah pada hari kedua dan ketiga bisa
dikatakan penyebabnya adalah dari antibiotik yang digunakan. Pada penelitian
retrospektif sebanyak 16 pasien pada umumnya mengalami, tetapi yang disebabkan
antibiotik adalah sekitar 10 orang (60%) , sedangkan untuk diare dari 16 orang yang
mengalami hanya 40 % dari 16 orang yaitu 6 orang. Untuk sakit kepala tidak dapat
dinilai secara pasti karena bersifat subjektif, begitu juga sebenarnya dengan efek
samping yang lain karena susah dinilai. Penanganan efek samping dibangsal kurang
baik karena setelah ditinjau ada yang diterapi dan ada yang tidak diterapi, misalnya
pada diare,ada yang diberikan obat antidiare dan ada yang tidak diberikan sama
sekali.
1. Analisis Biaya
Hasil penelitian untuk biaya penunjang didapatkan rata rata dan standar
deviasinya, masing masing pasien juga berbeda, tidak mutlak sama walaupun sama
sama berada di bangsal dengan indikasi pembedahan yang sama, karena penunjang
ini meliputi pemeriksaan labor, cek darah dimana setiap pasien memilki kondisi
berbeda dengan kebutuhan pemeriksaan labor yang berbeda. Lain halnya dengan
rawat inap, dimana untuk bangsal tarif sama per malamnya yaitu Rp 50.000,-/ malam
plus visite dokter biasanya dikenakan Rp 20.000 Rp 40.000,-. Jadi, bagi lama
rawatan yang efektif 3-4 hari, biaya akomodasi hanya berkisar Rp 150.000 hingga Rp
200.000,Biaya total rawatan sudah mencakupi semua biaya biaya diatas seperti
antibiotic, obat obat, tindakan operasi, akomodasi penginapan dan penunjang. Hasil
dari analisa biaya total rawatan terdapat kelompok sefotaksim metronidazol yang
biaya total rawatnya paling tinggi, ini kemungkinan disebabkan kondisi beberapa
pasien dalam kelompok ini memerlukan penanganan yang lebih sehingga untuk butuh
tindakan operasi yang lebih baik dan pemeriksaan labor yang lebih banyak serta
adanya obat obat lain yang harus dikonsumsi, jadi tidak mutlak penyebab besarnta
total biaya rawatan karena antibiotik sefotaksim, begitu juga pada tahun 2011.
2010, sedangkan dari biaya antibiotik sudah jelas terlihat pada kelompok seftazidin
metronidazol karena harga yang relative mahal dengan outcome yang rendah.
Incremental
Cost
Effectivenesss
Ratio
(ICER)
digunakan
untuk
E. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mengenai
Analisis
Cost Effectiveness
7. Dari hasil penelitian ini, terbukti bahwa sefotaksim dalam bentuk tunggal lebih
unggul (cost effective) disusul dengan seftriakson, sesuai dengan hasil ACER dan
ICER
F. Saran
Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk :
1. Setelah kita mengetahui hasil penelitian ini, sebaiknya disarankan kepada pihak
medis atau Rumah Sakit untuk menggunakan antibiotika sefotaksim dalam bentuk
tunggal karena terbukti lebih efektif secara ACER dan ICER
2. Untuk data prospektif agar peneliti dapat meningkatkan waktu dan frekuensi
konseling obat terutama antibiotika untuk mendapatkan hasil cost effectiveness
yang optimal.
3. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan juga analisis
farmakoekonomi dar segi Cost Utility atau Cost Benefit.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsyah & Kartono. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Philips C, 2009. What is cost effectiveness? 2nd Ed, Swansea University
Chrischilles, E. A., 1996, Cost Effectiveness Analysis, Harvey Whitney Books
Company, USA
Dertarani, V., 2009. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kriteria
Gyssens di Bagian Bedah RSUP DR. Kariadi Periode Agustu-Desember 2008.
Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang.
Eisenberg JM, Schulman KA, Glick H, Koffer H. 1994. Pharmacoeconomics:
Economic Evaluation
of
Pharmaceuticals.
In:
Strom
BL,ed.,
Pharmacoepidemiology, John Wiley & Sons Ltd., 469-93.
Isniawahib, 2009. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi RS Islam Klaten
http;//isniawahib.blogspot.com, 09 Nov 2009.
MenKes RI, 2010, Keputusan Mentri Kesehatan RI Mengenai Daftar Harga Obat
Generik, DepKes RI. Jakarta
Pallasch TJ. 2003.Antibiotic prophylaxis. Endodontic Topics ;4:46-59
Simpson. J., Humes, D. J., 2006. Akut Appendicitis. 333:530-536
Tjandrawinata, R. R., 2000, Pharmacoeconomics: A Primer to Its Basic
Principles, Dexa Medica, 4, 13, 26.
Zelenitsky SA, 2002. Ariano RE, Harding GKM, Silverman RE. Antibiotic
pharmacodynamics in surgical prophylaxis: An association between
intraoperative antibiotic concentrations and Efficacy
. Antimicrob Agents and
Chemother ; 46:3026-30
RIWAYAT HIDUP
Oleh : Rahmadina
Jl Pahlawan No 48 A Payakumbuh , Sumatera Barat