Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberculosis Paru
2.1.1. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang hampir semua
organ tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru (80-85%)
(Depkes, 2008). Tubekulosis yang menyerang paru disebut tuberculosis paru dan
yang menyerang selain paru disebut tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis paru
dengan pemeriksaan dahak menunjukkan BTA (Basil Tahan Asam) positif,
dikategorikan sebagai tuberculosis paru menular (Depkes, 2005).
Penyakit TB paru merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur
hidup. Setelah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, hampir 90%
penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan test tuberkulin positif dan 10%
akan sakit. Penderita yang sakit bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50%
penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan
25% menjadi kronik dan infeksius (Jusuf, 2010). Namun ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) dengan TB paru aktif yang tidak diobati lebih mungkin meninggal dalam
waktu yang lebih singkat (Green, 2006).
2.1.2. Bakteri Tuberculosis Paru (TB Paru)
Bakteri TB paru yang disebut Micobacterium tuberculosis dapat dikenali
karena berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron,
tahan terhadap pewarnaan yang asam, sehingga dikenal sebagai bakteri tahan
asam (BTA). Sebagian besar bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid, yang
membuat lebih tahan asam. Bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah
bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen (Achmadi, 2008). Bila dijumpai
BTA atau Mycobacterium tuberculosis dalam dahak orang yang sering batuk-batuk,
maka orang tersebut di diagnosis sebagai penderita TB paru aktif dan memiliki
potensi yang sangat berbahaya (Achmadi, 2011).
Secara khas bakteri berbentuk granula dalam paru menimbulkan nekrosis atau
kerusakan jaringan. Bakteri Mycobacterium tuberculosis akan cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama
bertahuntahun (Achmadi, 2008).
2.1.3. Sumber dan Cara Penularan Penyakit TB Paru
Sumber penularan penyakit TB paru adalah penderita yang pemeriksaan
dahaknya
di
bawah
mikroskop
ditemukan
adanya
bakteri
Mycobacterium
tuberculosis, yang di sebut dengan BTA (basil tahan asam). Makin tinggi derajat
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Namun tidak
semua penderita TB paru akan ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosis pada
pemeriksaan, tergantung dari jumlah bakteri yang ada (Aditama, 2006).
Penderita dapat menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan
dahak, yang dalam istilah kedokteran disebut droplet nuclei. Sekali batuk dapat
menghasilkan
3000
percikan
dahak.
Melalui
udara
yang
tercemar
oleh
TB paru tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur
(Depkes, 2005). Daya penularan dari seseorang penderita TB paru ditentukan oleh
banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Faktor yang memungkinkan
seseorang terpapar bakteri TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lama menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat terpapar
dengan droplet dan kerentanan terhadap penularan (Depkes, 2008).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat sensitif terhadap cahaya
matahari. Cahaya matahari berperan besar dalam membunuh bakteri di lingkungan,
dan kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil karena bahaya
penularan terbesar terdapat pada perumahan-perumahan yang padat penghuni
dengan ventilasi yang kurang baik serta cahaya matahari tidak dapat masuk
kedalam rumah (Achmadi, 2008).
2.1.4. Penularan Penyakit TB Paru di Dunia
Pada
tahun
1993,
Badan
Kesehatan
Dunia
WHO
(World
Health
penularan TB paru menurun mencapai jumlah 528.063 jiwa dan 236.029 untuk
kasus TB paru BTA positif, akan tetapi angka kematian naik menjadi 91.368 jiwa.
Sepertiga dari jumlah tersebut terdapat di sekitar Puskesmas, di pelayanan
rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktik swasta dan sisanya belum
terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan prevalensi untuk semua kasus
TBC diperkirakan sebanyak 565.614 atau 244/100.000 penduduk. Angka kematian
karena TB paru diperkirakan 91.368 per tahun atau setiap hari ada 250 orang
meninggal (Depkes, 2010).
Akan tetapi usaha pemerintah dalam memberantas TBC di Indonesia harus terus
berjalan. Saat ini pemerintah telah mencanangkan program pemeriksaan dan
pengobatan TBC gratis bagi masyarakat kurang mampu di setiap Puskesmas di
Indonesia. Akan tetapi sosialisasi yang dilakukan pemerintah dirasakan kurang
efektif. Hal tersebut menyebabkan banyak masyarakat penderita TBC tidak
mengetahui program tersebut.
2.1.6. Penularan Penyakit TB Paru di Malang
Kabupaten malang melakukan berbagai upaya pengendalian TBC namun
belum terlaksana sepenuhnya. Terutama terdapat kendala pada penemuan
penderita. Angka penemuan penderita TBC paru dengan BTA positif di Kabupaten
Malang mengalami peningkatan dari 36,42% pada tahun 2010 menjadi 44,4% pada
tahun 2011 (Depkes, 2012)
2.1.7 Gejala Penyakit TB Paru
Menurut Crofton (2002), gejala yang dirasakan oleh penderita TB paru dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Permulaan Sakit
Pertumbuhan TB paru sangat menahun sifatnya, tidak berangsur-angsur
memburuk secara teratur,tetapi terjadi secara melompat-lompat. Serangan
pertama menyerupai influenzae akan segera mereda dan keadaan akan pulih
kembali. Berbulan-bulan kemudian akan timbul kembali serangan influenzae.
Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil, serangan kedua bisa
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Dikatakan sebagai
multiplikasi 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama
sebelum orang sakit sembuh kembali. Pada serangan ketiga serangan sakit akan
lebih lama dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa tidak sakit menjadi
lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa aktif
influenzae makin lama makin panjang, sedangkan masa bebas influenzae makin
pendek. Salah satu keluhan pertama penderita TB paru adalah sering mendapatkan
serangan influenzae. Setiap kali mendapat serangan dengan suhubisa mencapai
40C-41C.
2. Malaise
Peradangan ini bersifat sangat kronik akan di ikuti tanda-tanda malaise:
anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan terasa pegal-pegal, demam
subfebril yang diikuti oleh berkeringat malam dan sebagainya.
3. Batuk
Mycobacterium tuberculosis mulai berkembang biak dalam jaringan paru.
Selama bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak akan batuk.
Batuk pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang produk-produk ekskresi dari peradangan keluar.
4. Batuk Darah (hemoptoe)
Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan
kemudian pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka akan
terjadi batuk darah ringan, sedang, atau berat tergantung dari berbagai faktor. Satu
hal yang harus diingat adalah tidak semua batuk darah dengan disertai gambaran
lesi di paru secara radiologis adalah TB paru. Batuk darah juga terjadi pada berbagai
10
penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya bronkiektesi, kanker paru dan lainlain.
5. Sakit/ Nyeri Dada
6. Keringat Malam
7. Demam
8. Sesak Nafas, dll.
Tidak semua penderita TB paru punya semua gejala diatas, kadang-kadang
hanya satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga sangat
bervariasi (Aditama, 2006). Gejala-gejala tersebut diatas di jumpai pula pada
penyakit paru selain TB paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut diatas, harus di anggap
suspek tuberculosis atau tersangka penderita TB paru dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Aditama, 2002).
2.1.8 Risiko Menjadi Sakit TB Paru
Risiko seseorang tertular oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis untuk
menjadi sakit TB paru di gambarkan oleh Depkes (2005), sebagai berikut:
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TBC akan menjadi sakit TB paru. Dengan
ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000terinfeksi TB paru dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit
TB paru setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah penderita TB paru BTA
positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
2. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TBC
menjadi sakit TB paru. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
oportunistik, seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB paru akan meningkat,
dengan demikian penularan TB paru di masyarakat akan meningkat pula.
2.1.9 Strategi Penemuan Penderita TB Paru
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
11
Penjaringan
tersangka
penderita
dilakukan
di
unit
pelayanan
12
atau
ada
perkejuan.
Ambil
sedikit
bagian
tersebut
dengan
13
bewarna. Akhirnya pada waktu dicat dengan Methylien Blue BTA tidak
mengambil warna biru dan tetap merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan
asam akan mengambil warna biru dari Methylien Blue.
5. Cara Pengecatan Basil Tahan Asam
Letakkan sediaan diatas rak pewarna, kemudian tuang larutan Carbol
Fuchsin sampai menutupi seluruh sediaan. Panasi sediaan secara hati-hati
diatas api selama 3 menit sampai keluar uap, tetapi jangan sampai mendidih.
Biarkan selama 5 menit (dengan memakai pinset). Cuci dengan air mengalir,
tuang HCL alkohol 3% (alcohol asam) sampai warna merah dari fuchsin
hilang. Tunggu 2 menit. Cuci dengan air mengalir, tuangkan larutan Methylen
Blue 0,1% tunggu10-20 detik. Cuci dengan air mengalir, keringkan di rak
pengering.
6. Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Mikroskop
Setelah preparat terwarnai dan kering, dilap bagian bawahnya dengan kertas
tissue, kemudian sediaan ditetesi minyak imersi dengan 1 tetes diatas sediaan.
Sediaan dibaca mikroskop dengan perbesaran kuat. Pemeriksaan dimulai dari ujung
kiri dan digeser ke kanan kemudian digeser kembali ke kiri (pemeriksaan
system benteng). Diperiksa 100 lapang pandang (kurang lebih 10 menit).
Pembacaan dilakukan secara sistematika, dan setiap lapang pandang dilihat, bakteri
Mycobacterium tuberculosis berwarna merah berbentuk batang lurus atau bengkok,
terpisah, berpasangan atau berkelompok dengan latar belakang biru.
7. Pelaporan Hasil
Pembacaan
hasil
pemeriksaan
sediaan
dahak
dilakukan
dengan
menggunakan skala International Union Against Tuberculosis (IUAT) yaitu dalam 100
lapang pandang tidak ditemukan BTA disebut negatif, namun jika ditemukan :
1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif
2. 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah bakteri yang
ditemukan
3. 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau (1+)
4. 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+)
5. > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ atau (3+)
Penulisan gradasi hasil bacaan penting, untuk menunjuk keparahan penyakit dan
tingkat penularan penderita (Depkes, 2001 dalam Supriyadi, 2003).
2.1.11 Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa
14
keluarga,
mengatur
kepadatan
penduduk,
menghindari
meludah
15
dengan
pengawasan
langsung
(DOT=
Directly
Observed
16
17
2. Lantai Rumah
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi lantai
rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari kotoran dan
debu. Selain itu dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam ruangan.
Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya di
naikkan 20 cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan
yang kedap terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah
seperti tegel, semen dan keramik (Suyono, 2005). Lantai rumah jenis tanah memiliki
peran terhadap proses kejadian penyakit TB paru, melalui kelembaban dalam
ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian
viabilitas
bakteri
Mycobacterium
tuberculosis
di
lingkungan
juga
sangat
mempengaruhi (Achmadi, 2008). Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan
tempat hidup dan perkembang biakan bakteri terutama bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai
18
kelembaban.
Keringat
manusia
juga
di
kenal
mempengaruhi
yang
tidak
memenuhi
syarat
kesehatan
akan
mengakibatkan
19
20
Rumah
merupakan
media
yang
baik
bagi
pertumbuhan
21
udara. Bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup dan tumbuh baik pada kisaran
suhu 31oC -37oC. Suhu dalam rumah akan mempengaruhi kesehatan dalam rumah,
dimana suhu yang panas tentu akan berpengaruh pada aktivitas (Depkes, 1999,
dalam Ayunah, 2008).
2.2.3. Rumah Sehat dan Persyaratannya
Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health
Assosiation) harus memenuhi beberapa kriteria kesehatan antara lain memenuhi
kebutuhan
physiologis,
psychologis,
mencegah
penularan
penyakit
dan
22
gizi memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan
kesehatan juga menurun.
Masyarakat dengan tingkat penghasilan tinggi lebih mampu memanfaatkan
pelayanan kesehatan untuk melakukan pengobatan, sedangkan seorang dengan
tingkat penghasilan lebih rendah kurang memanfaatkan palayanan kesehatan yang
ada, mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau
untuk membeli yang lain. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga juga memicu
peningkatan angka kurang gizi dikalangan masyarakat miskin yang akan berdampak
terhadap daya tahan tubuh dan dengan mudah timbulnya penyakit TB paru.
Keterbatasan biaya untuk berobat ke dokter atau ke Puskesmas, hal ini dapat
menyebabkan penyakit yang diderita bertambah parah. Masyarakat dengan
penghasilan yang rendah sering mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik, sehingga penyakit TB paru menjadi ancaman bagi mereka
(Tjiptoherijanto, 2008).
Menurut perhitungan, rata-rata penderita TB paru kehilangan 3 sampai 4
bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun
secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga (Achmadi, 2008).
2.4. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2011).
Sebagian besar penderita TB paru berasal dari kelompok usia produktif dengan
tingkat
pendidikan
relatif
rendah.
Dengan
rendahnya
tingkat
pendidikan,
23
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat
(Suarni, 2009).
2.5. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).Menurut
Notoatmodjo (2011), ada 4 pokok unsur perilaku kesehatan yaitu:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, mempersepsi penyakit dan
rasa sakit yang ada dalam dan luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan
sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan
penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit
yaitu:
a. Perilaku
sehubungan
dengan
peningkatan
dan
pemeliharaan
dengan
pemulihan
kesehatan
(health
24
25
Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissu.
Tidak batuk di hadapan anggota keluarga atau orang lain.
Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama pengobatan.
Tidak meludah disembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi lysol,
dan dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah. Meludah di tempat
yang tarkena sinar matahari merupakan hal yang dianjurkan bagi penderita
TB paru.
e. Menjemur alat tidur secara teratur pada siang hari karena bakteri
Mycobacterium tuberculosis akan mati bila terkena sinar matahari.
26
f.
Membuka jendela pada pagi hari dan mengusahakan sinar matahari masuk
ke ruang tidur dan ruangan lainnya agar rumah mendapat udara bersih dan
cahaya matahari yang cukup sehingga bakteri Mycobacterium tuberculosis
dapat mati.
g. Minum obat secara teratur sampai selesai dan sembuh bagi penderita TB
paru.
2.7. Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi BCG pada penderita yang memiliki anak atau bayi
merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan penularan.
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit TBC dan sebagai upaya pencegahan dini (Ayunah, 2008).
2.8 Infeksi TB-HIV
2.1.8. Pengertian
Pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Ko-infeksi dengan
HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Di samping itu TB
merupakan penyebab utama kematian pada ODHA (sekitar 40-50%). Kematian yang
tinggi ini terutama pada TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru yang kemungkinan
besar disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi TB. Sebagian besar orang
yang terinfeksi kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) tidak menjadi sakit TB
karena mereka mempunyai sistem imunitas yang baik. Infeksi tanpa jadi sakit
tersebut dikenal sebagai infeksi TB laten. Namun, pada orang-orang yang sistem
imunitasnya menurun misalnya ODHA maka infeksi TB laten tersebut dengan mudah
berkembang menjadi sakit TB aktif. Hanya sekitar 10% orang yang tidak terinfeksi
HIV bila terinfeksi kuman TB maka akan menjadi sakit TB sepanjang hidupnya;
sedangkan pada ODHA, sekitar 60% ODHA yang terinfeksi kuman TB akan menjadi
sakit TB aktif. Dengan demikian, mudah dimengerti bahwa epidemi HIV tentunya
akan menyulut peningkatan jumlah kasus TB dalam masyarakat (Depkes,2013).
Pasien TB dengan HIV positif dan ODHA dengan TB disebut sebagai pasien
ko-infeksi TB-HIV.
Berdasarkan perkiraan WHO, jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV di dunia diperkirakan
ada sebanyak 14 juta orang. Sekitar 80% pasien ko-infeksi TB-HIV tersebut dijumpai
di Sub-Sahara Afrika, namun ada sekitar 3 juta pasien ko-infeksi TB-HIV tersebut
terdapat di Asia Tenggara. Dari uraian tersebut di atas, jelas bahwa epidemi HIV
27
laboratorium).
Pengawasan terhadap OAT tidak adekuat.
Angka kesembuhan yang rendah.
Angka kesakitan tinggi selama perawatan.
Angka kematian tinggi selama perawatan.
Angka kegagalan tinggi karena efek samping.
Tingginya angka pasien TB yang kambuh.
Meningkatnya penularan strain M.tb yang resisten obat pada pasien yang
28
Ketika infeksi HIV berkembang maka jumlah dan fungsi limfosit-T CD4+
menurun. Sel-sel ini mempunyai peran yang penting untuk melawan kuman TB.
Dengan demikian, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mampu untuk mencegah
perkembangan dan penyebaran lokal kuman ini. Tuberkulosis ekstraparu dan
diseminata (meluas) menjadi lebih lazim ditemukan(Depkes,2013).
2.8.6 Dampak TB pada HIV
Pada individu yang terinfeksi HIV, terdapatnya infeksi lain termasuk TB dapat
membuat virus HIV berkembang biak dengan lebih cepat sehingga progresivitas
penyakit menjadi lebih cepat (Depkes,2013).