Вы находитесь на странице: 1из 8

Factors Related to Typhoid Fever Incident in Salewangan Regional

General Hospital
1

Masriadi1, Susniati2
Bagian Epidemiologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea Makassar
2
Bagian Epidemiologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea Makassar
ABSTRACT

The typhoid fever still represents the disease caused by salmonella


enteric bacterium, particularly salmonella typhi primarily attacks the digestion
duct part. The typhoid fever represents the endemic disease and it is necessary
to get attention because the high sickness figures with the incidence of 800
patients among 100,000 inhabitants. The total cases reported were much smaller
than the actual total cases. The research aimed to investigate the factors related
to the typhoid fever incident. This was an observational research with the cross
sectional study approach population in the research was all the typhoid fever
patients based on the medical record seport of Salewangan Regional General
Hospital Maros in 2012 as many as 218 people samples were as many as 52
respondent the samples were taken by the purposive sampling technique.The
research result indicates that the social economy represents the factor related to
the typhoid fever incident (p = 0.00<0.05), clean water supply is the factor related
to the typhoid fever incident (p =0.00<0,05) personal hygiene represents the
factor related to the typhoid fever incident (p =0,00<0,05), contact history is not
the factor related to the typhoid fever incident (p =1.00 > 0.05).Based on the
research, it is expected to the local health officials to pay a visit to examine the
environmental condition and the clean water supply location for the community
with the purpose to direct the community for always being autonomous in
maintaining the health
Key words: Typhoid fever, social economy, clean water suppy, personal hygiene,
contact history.
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang selalu ada di
masyarakat sepanjang waktu dengan angka kejadian kecil. Demam tifoid typhus
abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang
disebabkan oleh kuman salmonella typhi. Badan kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan jumlah sakit demam tifoid demam tifoid diseluruh dunia
mencapai 16-33 juta jiwa dengan 500-600 ribu jiwa kematian tiap tahunnya
(Hadinogoro 2011)
Tingginya kejadian penyakit infeksi di negara berkembang khususnya
demam typoid dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan
rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki kebanyakan masyarakat.
Masyarakat yang berstatus sosial ekonomi rendah, keadaan gizinya rendah,
pengetahuan tentang kesehatannyapun rendah sehingga keadaan kesehatan
lingkungannya buruk dan status kesehatannya buruk. (Meylie,2010).
Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak
negara berkembang, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap
tahunnya. Indonesia diperkirakan insiden demam tifoid adalah 800 penderita

per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2% (Widoyono,


2011). Demam tifoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting.
Penyakit ini di seluruh daerah provinsi merupakan penyakit infeksi terbanyak
keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Sulawesi Selatan
melaporkan demam tifoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Rahayu, 2012).
Situasi penyakit Typhus (demam tifoid) di Provinsi Sulawesi Selatan pada
tahun 2005 sebanyak 16.478 sakit demam tifoid, dengan kematian sebanyak 6
orang (CFR=1%). Berdasarkan laporan yang di terima oleh Subdin P2&PL
Dinkes Prov. Sulsel dari beberapa kabupaten yang menunjukkan sakit demam
tifoid tertinggi yakni Kota Parepare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Enrekang
dan Kab. Gowa. Sedangkan untuk tahun 2006, tercatat jumlah penderita
sebanyak 16.909 dengan kematian sebanyak 11 orang (CFR=0,07%) dan
sebaran sakit demam tifoid tertinggi di Kab. Gowa, Kab. Enrekang, Kota
Makassar dan Kota Parepare (Julaiha, 2012).
Riset Kesehatan Nasional, 2007 menyebutkan prevalensi tifoid klinis
nasional sebesar 1,6 %, sedangkan hasil prevalensi analisis lanjut ini sebesar 1,5
% yang artinya ada sakit demam tifoid tifoid 1.500 per 100.000 penduduk
Indonesia ( Okky, 2012). Penyakit typhus pada tahun 2008 tercatat jumlah
penderita sebanyak 20.088 dengan kematian sebanyak 3 orang, masing-masing
Kab. Gowa (1 orang) dan Barru (2 orang) atau CFR= 0,01 %. Insiden Rate
(IR=0.28%) yaitu tertinggi di Kab.Gowa yaitu 2.391 sakit demam tifoid dan
terendah di Kab. Luwu sebanyak 94 sakit demam tifoid, tertinggi pada umur 1544 tahun) sebanyak 15.212 sakit demam tifoid (Julaiha, 2012).
Hubungan demam tifoid yang berperan antara lain sanitasi lingkungan
yang buruk ( tidak menggunakan jamban saat buang air besar, kualitas sumber
air bersih buruk), hygiene perorangan yang buruk ( tidak mencuci tangan
sebelum makan). Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan
bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun dan air yang bersih
merupakan Hubungan terjadinya demam tifoid (Whidy, 2012)
Melihat data yang ada serta beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian demam tifoid yang dapat meningkatkan angka kesakitan dan angka
kematian masyarakat, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor o yang
berhubungan dengan kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah
Salewangeng Maros, 2013.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian dan Lokasi
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan
pendekatan cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit
Umum Daerah Salewangang Maros, propinsi sulawesi selatan. Waktu penelitian
adalah bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita demam tifoid
menurut laporan rekam medik RSUD. Salewangang Maros pada tahun 2012
sebanyak 218 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah dilakukan berdasarkan
teknik purposive sampling, dengan kriteria bahwa: sampel yang dipilih adalah

pasien yang memiliki gejala demam tifoid dan sampel tidak memiliki gejala
komplikasi di luar dari thypoid.
Prosedur Pengambilan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung responden
menggunakan kuesioner.
Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan uji statistic X (Chi-Square), dan
logistic regresi dengan metode backward Stepwise
HASIL PENELITIAN
Analisis Bivariat
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita demam tifoid
(97,4%) sosial ekonomi cukup, sedangkan yang sosial ekonomi kurang (2,6%).
Hasil uji chi-square dengan nilai harapan/expected (dibawah 5) diperoleh nilai p
(0.00) lebih kecil dari 0,05. hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh
antara sosial ekonomi dengan kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Umum
Daerah Salewangang Maros.
Tabel 1. Hubungan Sosial Ekonomi terhadap Kejadian Demam Tifoid Di
Rumah Sakit Umum Daerah Salewangang Maros

Cukup

Kejadian Demam Tifoid


Tidak
Demam
Demam
Tifoid
Tifoid
Persen
Persen
N
N
%
%
37
97.4
0
0

37

Persen
%
71.2

Kurang

2.6

14

100

15

28.8

Total

38

100.0

14

100.0

52

100.0

Sosial Ekonomi

Jumlah
N

P
Valu
e

0,00

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita demam tifoid


(97,4%) memenuhi syarat dengan risiko tinggi, sedangkan yang penyediaan air
bersih yang tidak memenuhi syarat (2,6%). Hasil uji fisher exact (uji alternatif chisquare dengan nilai harapan/expected (di bawah 5) diperoleh nilai p (0.00) lebih
kecil dari 0,05. hal tersebut menunjukkan bahwa
ada pengaruh antara
penyediaan air bersih dengan kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Umum
Daerah Salewangang Maros.
Tabel 2. Hubungan Penyediaan Air Bersih terhadap Kejadian Demam Tifoid
di Rumah Sakit Umum Daerah Salewangang Maros

Kejadian Demam Tifoid


Penyediaan Air
Bersih

Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi
Syarat
Total

Demam
tifoid

Jumlah

Tidak demam
tifoid

Perse
n
%

Persen
%

37

97.4

14.3

2.6

12

85.7

38

100.0

14

100.0

n
3
9
1
3
5
2

P
Valu
e

Perse
n
%
75.0

0.00

25.0
100.0

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita demam tifoid


(89,5%) hygiene perorangan dengan risiko tinggi, sedangkan yang hygiene
perorangan yang risiko rendah (10,5%). Hasil uji fisher exact (uji alternatif chisquare dengan nilai harapan/expected (dibawah 5) diperoleh nilai p (0.00) lebih
kecil dari 0,05. hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh antara higyene
perorangan dengan kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah
Salewangang Maros.
Tabel 3. Hubungan Hygiene Perorangan terhadap Terjadinya Demam Tifoid
Di Rumah Sakit Umum Daerah Salewangang Maros

Hygiene
Perorangan

Risiko Tinggi
Risiko Rendah
Total

Kejadian Demam Tifoid


Tidak
Demam
demam
tifoid
tifoid
Perse
Persen
N
n
n
%
%
34
89.5
5
35.7
4
10.5
9
64.3
38
100.0 14
100.0

Jumlah

N
39
13
52

Perse
n
%
75.0
25.0
100.0

P
value

0.00

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita demam tifoid


(52,6%) riwayat kontak dengan risiko tinggi, sedangkan yang riwayat kontak yang
risiko rendah (47,4%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai p (1,00) lebih besar dari
0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara riwayat kontak
dengan kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah Salewangang
Maros.

Tabel 4 Analisis Faktor Risiko Riwayat Kontak terhadap Kejadian Demam


Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah Salewangan Maros

Riwayat
Kontak

Risiko Tinggi
Risiko Rendah
Total

Kejadian Demam Tifoid


Tidak
Demam
demam
tifoid
tifoid
Persen
Persen
n
n
%
%
20
52.6
7
50.0
18
47.4
7
50.0
1
38
100.0
100.0
4

Jumlah

27
25

Persen
%
51.9
48.1

52

100.0

P Value

1,00

Analisis Multivariat
.
Tabel 5. Analisis Multivariat Variabel Yang Berpotensi
Berhubungan
Dengan Terjadinya Demam tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah
Salewangan Maros.
Variabel
B
Sig
P Value
EXP (B)
Sosial Ekonomi
-59,205
0,998
0,000
0,000
Penyediaan Air
2,252
1,000
0,000
9,509
Bersih
Higyene Perorangan
17,564
0,999
0,000
0,381
Riwayat Kontak
-17,788
0,998
0,556
0,000
Constant
19,174
0,998
0,635
Setelah itu dilakukan analisis regresi logistik dengan menggunakan
metode backward Stepwise LR terdapat tiga variabel yang berhubungan
dengan kejadian penyakit demam tifoid yaitu variabel sosial ekonomi,
penyediaan air bersih, hygiene perorangan karena nilai Exp (B) masingmasing 0,000, 9,509 dan 0,381. Riwayat kontak tidak berhubungan dengan
kejadian penyakit demam tifoid, sebab analisis interaksi s variabel diperoleh
nilai p>0,05. Dari ketiga variabel tersebut, yang paling kuat hubungannya
dengan kejadian penyakit demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah
Salewangang Maros adalah variabel penyediaan air bersih karena diantara
ketiga variabel tersebut yang paling tinggi nilai exponen betanya yaitu variabel
higyene perorangan (425,381)
PEMBAHASAN
Penghasilan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi asupan
makanan dan penyakit Infeksi yang berperan langung terhadap status gizi,
penghasilan keluarga mempengaruhi fasilitas perumahan, penyediaan air bersih
dan sanitasi yang pada dasarnya sangat berperan terhadap timbulnya penyakit
infeksi. Penghasilan keluarga akan menentukan kualitas dan kuantitas makanan
yang dikonsumsi oleh anggota keluarga yang sekaligus mempengaruhi asupan
zat gizi.
Pendapatan seseorang merupakan faktor penting dalam menentukan
permintaan masyarakat terhadap suatu barang dan jasa tertentu, termasuk
pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan. Pendapatan yang memadai

dapat memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas


kesehatan. Status sosial ekonomi berhubungan dengan kejadian Dssemam
tifoid, setelah dilakukan analisis logistik regresi terhadap semua variabel yang
secara bivariat, sosial ekonomi berhubungan dengan terjadinya demam tifoid.
Analisis tersebut diperoleh bahwa sosial ekonomi tetap merupakan variabel yang
tida berhubungan dengan kejadian penyakit demam tifoid dengan nilai p<0,05.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sosial ekonomi buan merupakan
Hubungan kejadian demam tifoid, hal ini berbanding terbalik dengan toeri yang
ada. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di Tanralili,
kualitas makanan yang dipilih untuk keluarganya masih alami dengan melihat
bahwa lokasi penelitian rata-rata penduduknya petani yang bercocok tanam
untuk memenuhi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Ade Putra (2012) yang menyebutkan bahwa ada
yang signifikan atau berhubungan antara sosial ekonomi dengan Hubungan
kejadian demam tifoid pada anak.
Mahchfuds (2005) air yang dijadikan sebagai sumber air bersih sebaiknya
secara fisik dan bakteriologis harus memenuhi syarat kesehatan. Air bersih yang
tidak memenuhi standar kesehatan, menjadi tempat lahirnya penyakit-penyakit
menular yang berkumpul atau air menjadi vektor penyakit, seperti demam tifoid
(Okky,P.2012). Seseorang yang memiliki penyediaan air bersih akan lebih leluasa
menggunakan air bersih untuk berbagai keperluan, termasuk untuk mandi,
mencuci pakaian, mencuci tangan dan keperluan rumah tangga lainnya.
Sebaliknya bagi mereka yang tidak memiliki penyediaan air bersih sendiri, akan
cenderung membatasi penggunaan air bersih.
Penyediaan air bersih berhubungan dengan kejadian demam tifoid, setelah
dilakukan analisis logistik regresi terhadap semua variabel yang secara bivariat,
penyediaan air bersih berhubungan dengan terjadinya demam tifoid. Analisis
tersebut diperoleh bahwa penyediaan air bersih tetap merupakan variabel yang
berhubungan dengan kejadian penyakit demam tifoid dengan nilai p<0,05.
Penelitian tersebut ditemukan sakit demam tifoid penyediaan air bersih oleh
responden karena berasal dari sumur gali dan sumur pompa tangan, yang mana
air tersebut ada yang tidak memenuhi syarat fisik untuk dikonsumsi karena tidak
jernih, berasa, dan berbau, tapi masyarakat tetap memakai air itu karena tidak
ada pilihan lain kalau sudah musim hujan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Zulfikar (2011) di Kecamatan Ngemplak, kabupaten Boyolali ditemukan bahwa
tidak ada yang signifikan atau berhubungan antara penyediaan air bersih di
rumah dengan kejadian demam tifoid pada pasien rumah sakit tersebut.
Pengamatan dilapangan ditemukan sumur gali yang sudah ditembok pada
saat dilakukan penelitian sehingga airnya memenuhi syarat untuk digunakan
dalam kehidupan sehari-hari, yang sebelumnya tidak ditembok sehingga airnya
keruh, dan penelitian ini tidak menguji secara bakteriologis sampel air yang
digunakan oleh kelompok yang bukan penderita, sehingga kemungkinan untuk
terjadinya kontaminasi dengan salmonella secara bakteriologis tidak diketahui
oleh peneliti.
Hygiene perorangan adalah suatu kondisi memenuhi syarat-syarat kesehatan
secara fisik secara perorangan atau individu. Hygiene perorangan dapat
berpengaruh dalam terjadinya penyakit infeksi. Menghindari berbagai penyakit
infeksi memerlukan kesadaran dari individu untuk memenuhi kebutuhannya akan

hygiene. Ini dapat diwujudkan dengan memiliki kebiasaan hidup yang memenuhi
syarat.
Hygiene perorangan berhubungan dengan kejadian demam tifoid, setelah
dilakukan analisis logistik regresi terhadap semua variabel yang secara bivariat,
hygiene perorangan berhubungan dengan terjadinya demam tifoid. Analisis
tersebut diperoleh bahwa hygiene perorangan tetap merupakan variabel yang
berhubungan dengan kejadian penyakit demam tifoid dengan nilai p<0,05.
Responden yang kebersihan perorangan kurang, cenderung untuk mengalami
demam tifoid lebih tinggi karena penyakit ini masuk dalam kategori falco-oral.
Kuman Salmonella thypi masuk dalam tubuh melalui tangan yang tercemar
karena tidak dicuci sebelum makan, atau ikut masuk dalam tubuh, pada saat
selesai buang air besar,namun tangan tidak dicuci dengan bersih.
Personal hygiene yang buruk ini dapat berupa perilaku tidak bersih dan sehat
oleh anggota masyarakat, seperti tidak mencuci tangan sebelum maupun
sesudah makan, menggunakan peralatan makan yang sudah dipakai
sebelumnya (belum dicuci langsung dipakai kembali, atau kalaupun dicuci tetapi
tidak bersih), tidak menggunakan jamban atau toilet untuk buang air besar
maupun buang air kecil. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian dilakukan
oleh suhartini (2002) di Desa Tamajasu yang mana menemukan bahwa pada
anak yang dengan kebersihan perorangannya kurang lebih cenderung
mengalami demam tifoid jika dibandingkan dengan anak yang kebersihan
peroramgannya baik.
Penelitian ditemukan sakit demam tifoid, dimana ada responden yang
hygiene perorangan kurang atau tidak memenuhi syarat, namun tidak mengalami
demam tifoid. Hal tersebut disebabkan karena kekebalan tubuh orang atau
responden tersebut dalam keadaan baik, sehingga tubuh tidak mudah untuk
terinfeksi oleh Salmonella tyipi, dan ini disebabkan karena asupan makanan
yang masuk dalam tubuh betul-betul sesuai dengan kebutuhan tubuh orang atau
responden tersebut.
Terhadap subyek yang dinyatakan terinfeksi demam tifoid diteliti tentang
pelacakan individu kontak serumah dan lingkungan. Penelitian ini untuk melacak
anggota keluarga serumah yang menderita demam tifoid dilakukan matching
berdasarkan pekerjaan dan tempat tinggal. Hasil uji chi-square diperoleh nilai p
(0.556) lebih besar dari 0,05. hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh antara riwayat kontak dengan kejadian demam tifoid .
Demam tifoid merupakan keadaan umum yang dapat disebabkan oleh kontak
serumah. Penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan Laksono H (2009) dan Zulfikar (2010) pada
masyarakat penderita Demam tifoid di Ngemplak kabupaten Boyolali,
menemukan bahwa terdapat anggota keluarga yang menderita demam tifoid,
terdapat lebih banyak pada kelompok sakit demam tifoid daripada kelompok
tidak demam tifoid. Terdapat pula anggota keluarga serumah yang menderita
demam tifoid, tidak terbukti statistik dan tidak konklusif secara klinis sebagai
hubungan terjadinya infeksi demam tifoid

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Sosial ekonomi,
Penyediaan air bersih dan Hygiene perorangan merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian demam tifoid. Disarankan agar masyarakat agar

selalu menggunakan air bersih dan diharapkan kepada pemerintah setempat


untuk menyediakan tempat air bersih pada musim hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Ade, P. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Tifoid
Terhadap Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar. Universitas Diponegoro
Semarang
Hadinogoro.2011. Data Demam Tifoid. http://www.depkes.go.id diakses tanggal
27 februari 2013
Julaiha. 2012. Asuhan Keperawatan. JurnaL Kesehatan.
Laksono, H. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian demam
tifoid Pada anak yang dirawat di Rumah Sakit Di Kota Bengkulu. Tesis
pasca sarjana fakultas kedokteran universitas gadjah mada.
Meylie. 2010. Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Demam Tifoid. Universitas.
Diponegoro Semarang
Okky, P. 2012. Faktor Risiko Kejadian Demam Tifoid Pada Penderita Yang Di
Rawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal Kesehatan
Masyarakat UNDIP
Risky , I .2009. Metode Diagnostik Demam Tifoid. Jakarta
Whidy, Y, 2012. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Demam Tifoid. EGC. Jakarta
Widoyono, 2011. Penyakit Tropis. Erlangga. Jakarta
Zulfikar, 2011. Sanitasi Lingkungan Dan Hygiene Perorangan Dengan Kejadian
Demam Tifoid Di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
Penatalaksanaan Demam Tifoid. J. Kesehatan Masyrakat UI. Jakarta

Вам также может понравиться