Вы находитесь на странице: 1из 12

HUBUNGAN EMERGENCY RESPONSE TIME IN-HOSPITAL DENGAN TINGKAT KEPARAHAN

GEJALA ASMA PADA ANAK DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PARU BATU
Dewi Kartikawati Ningsih1, Septi Dewi Rachmawati2, Affrida Nurlily Chintya Widari3
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Asma memiliki kategori tingkat keparahan yaitu Ringan, Sedang, dan Berat. Tingkat keparahan dilihat dari
ada tidaknya wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, bagaimana entri udara ke paru-paru, dan
kontraksi otot scalene. Salah satu indikator mutu pelayanan Rumah Sakit berupa Emergency Response Time
(waktu tanggap gawat darurat). Tujuan penelitian ini ingin mengetahui hubungan emergency response time
dengan tingkat keparahan gejala asma pada anak di ruang Instalasi Gawat Darurat. Penelitian dilakukan
dengan pendekatan cross sectional pada ruang IGD dengan 30 responden anak asma usia 1-18 tahun.
Variabel yang dikaji meliputi Emergency Response Time dan tingkat keparahan gejala asma. Data dianalisis
dengan statistik regresi linier sederhana menggunakan software SPSS. Berdasarkan hasil Spearman-Rank
test didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 yang mana taraf signifikansi (=0,05),
yang dapat disimpulkan bahwa tolak H0 dan H1 diterima yang artinya adalah ada hubungan antara
Emergency Response Time In-hospital dengan tingkat keparahan gejala asma pada anak di Ruang IGD
Rumah Sakit Paru Batu. Dengan value sebesar +0,574 maka dapat disimpulkan bahwa menurut Guilford
berarti positif terdapat kategori hubungan yang sedang (0,40 0,599) antara Emergency Response Time Inhospital dengan tingkat keparahan gejala asma pada anak di Ruang IGD Rumah Sakit Paru Batu. Dapat
disimpulkan bahwa semakin cepat penanganan asma, semakin ringan gejala yang dialami pasien.
Kata kunci : Emergency Response Time, Tingkat Keparahan Asma, Anak

ABSTRACT
The severity of asthma can be seen from the absence of wheezing, use of respiratory muscles, air entry into
the lungs, and the scalene muscle contraction. One of the indicators of a hospitals service quality such as
Emergency Response Time (time emergency response). The purpose of this study wanted to find out
correlation of emergency response time to the severity of asthma symptoms in children in the ER. The study
was conducted with a cross-sectional approach in the emergency room with 30 respondents asthmatic
children aged 1-18 years. Variables that were examined include Emergency Response Time and severity of
asthma symptoms. Data were analyzed by simple linear regression using SPSS software. Based on the
results obtained Spearman-Rank test significance value of 0.001 is smaller than 0.05 which is the level of
significance ( = 0.05), which can be concluded that reject H0 and H1 accepted, which means there is a
relationship between the Emergency Response Time In-hospital with the severity of asthma symptoms in
children in emergency room. With a value equal to +0.574 it can be concluded that there is a positive means
according Guilford relationships category moderate (0.40 to 0.599) between the Emergency Response Time
In-hospital with the severity of asthma symptoms in children in the emergency room Lung Hospital of Batu. It
can be concluded that the faster handling of asthma, the more mild symptoms experienced by patients.
Keywords: Emergency Response Time, Asthma Severity, Children

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 1, No. 1, Mei 2015; Korespondensi: Dewi Kartikawati Ningsih, Jurusan
Keperawatan-Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Jl. Veteran Malang Jawa Timur.
Email: kartika.karso@ub.ac.id

www.jik.ub.ac.id

PENDAHULUAN

menggunakan kuesioner ISAAC (International

Pelayanan pasien gawat darurat adalah


pelayanan

yang

Study on Asthma and Allergy in Children) tahun


1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan

memerlukan pertolongan cepat, tepat, dan cer

pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%

mat untuk

(Kepmenkes, 2008).

dapat

kecacatan.

mencegah

Salah

satu

kematian dan

indikator

mutu

Asma

memiliki

kategori

tingkat

pelayanan berupa Emergency Response Time

keparahan yaitu Ringan, Sedang, dan Berat.

(waktu tanggap gawat darurat) telah menjadi

Tingkat keparahan dilihat dari ada tidaknya

ukuran kualitas pelayanan yang disediakan

wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan,

oleh layanan gawat darurat . Dua komponen

bagaimana entri udara ke paru-paru, dan

utama Emergency Response Time adalah saat

kontraksi

dari terjadi gejala sampai tiba ke rumah sakit

dilakukan mengenai faktor yang menyebabkan

atau

pasien

peningkatan derajat keparahan asma masih

memasuki ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)

sedikit, salah satu penyebab yang mungkin

sampai mendapat respon dari petugas atau

adalah

fase

tentang

kematian meningkat di mana ada penundaan

yang

dalam mendapatkan pengobatan, terutama

ditetapkan oleh Menteri Kesehatan adalah

waktu untuk pemberian steroid, komorbiditas

pasien harus ditangani paling lama 5 (lima)

seperti gagal jantung kongestif atau penyakit

menit setelah sampai di IGD (Kepmenkes,

paru obstruktif kronik (PPOK).

fase

pre-hospital,

in-hospital

penanganan

dan saat

Prinsip

pasien

umum

gawat

darurat

2009).

otot

scalene.

penundaan

Penelitian

penanganan.

yang

Risiko

Beberapa penelitian terkait Emergency


Asma merupakan penyakit inflamasi

kronis

pada

saluran

pernafasan

yang

Response Time telah dilakukan, namun sejauh


ini masih terbatas sumber penelitian yang

menyebabkan obstruksi aliran udara episodik

mengungkap

dan

termasuk

kesenjangan

kegawatdaruratan

ABC

tentang hubungan Emergency Response Time

WHO

Inhospital dengan tingkat keparahan gejala

menyatakan sekitar 235 juta orang saat ini

asma pada anak. Apabila Response Time

menderita asma dan ini merupakan penyakit

asma

umum

menyebabkan

(Airway,

Breathing,

di

antara

Circulation).

anak-anak,

jumlah

ini

antara

terlambat

teori

dan

atau

yang

kriteria

satu

gap

penyakit

memenuhi

salah

terdapatnya

terlalu

pasien

kenyataan

lama,

anak

selain

kekurangan

diperkirakan akan terus bertambah sebesar

oksigen, kadang beberapa alveoli (kantong

180.000 orang setiap tahun. Angka morbiditas

udara

dan mortalitas cenderung meningkat pada

menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga

penyakit

pleura atau di sekitar organ dada. Hal ini dapat

asma,

dikarenakan

keterlambatan

di

paru-paru)

di IGD. Tahun 2008 di RSUD dr. Moewardi

pasien. Kematian tertinggi terjadi pada usia

Jawa Tengah, terdapat 18 orang pasien asma

sangat muda atau sangat tua. Jika tak segera

dengan serangan akut meninggal dunia akibat

ditangani,

keterlambatan

Di

hipoksia. Menurut Prof dr Faisal Yunus, SpP(K),

Indonesia prevalensi asma belum diketahui

MD, PhD, spesialis paru di RS MH Thamrin

secara pasti, namun hasil penelitian pada anak

Rabu (1/5/2013) bahwa pada penyakit asma

sekolah

tidak dapat diketahui seberapa lama pasien

usia

13-14

di

IGD

tahun

dengan

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 1, No. 1, Mei 2015

asma

dirasakan

dan

memperburuk

pasien

yang

pecah

diagnosis dan penanganan yang tidak adekuat

penanganan

sesak

bisa

akan

oleh

mengalami

dapat bertahan terhadap gejala. Maka dari itu

Rumah Sakit, sebagai dasar pengembangan

saat pasien datang dengan asma harus segera

mutu pelayanan terutama penyakit asma.

ditangani

untuk

mengantisipasi

terjadinya

komplikasi. Khususnya anak-anak masih belum


bisa menahan rasa sakitnya, serta saluran
nafas anak masih sangatlah sempit. Adapun
komplikasi dari penyakit asma dalam jangka
yang

lama

mampu

asmatikus,

mengakibatkan status

bronchitis kronik,

pneumonia,

pneumotoraks bahkan

mampu

menyebakan kor pulmonal dan gagal jantung,


bahkan dapat menyebabkan kematian (Suriadi,
2001).

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian
dengan
pengukuran

dilakukan

pada

Rumah

Sakit

Paru

Batu

didapatkan bahwa anak yang masuk dengan


asma di Instalasi Gawat Darurat ditangani
langsung tanpa menunggu urusan administrasi.
Dalam selang waktu yang tidak lebih dari 3
menit,

anak

dengan

asma

diberikan

penanganan pertama yaitu nebulizer. Apabila


anak datang dengan pendamping, Instalasi

pada

pengamatan

saat

yang

dan

bersamaan

(Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian


ini adalah anak dengan asma yang masuk
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Paru
Batu, yaitu sebanyak 30 responden.
Sampel

Berdasarkan studi pendahuluan yang

melakukan

diambil

dengan

teknik

purposive

sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah


lembar modifikasi observasi PRAM (Pediatric
Respiratory Assessment Measurement) yang
digunakan

untuk

mengetahui

emergency

response time dengan tingkat keparahan gejala


asma pada. Proses pengumpulan data pada
penelitian ini dilakukan dengan mengamati dan
mencatat kondisi anak dengan asma semenjak
masuk ruang Instalasi Gawat Darurat.

Gawat Darurat melakukan penanganan awal


yaitu nebulizer pada anak, dan pendamping
mempunyai

tugas

untuk

menyelesaikan

administrasi di loket pendaftaran. Bagi anak


yang datang tanpa didampingi teman atau
keluarga,

maka

urusan

administrasi

HASIL
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin Responden
Gambar 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin

diselesaikan setelah anak (1-18 tahun) merasa


tidak

sesak

lagi

dan

sudah

kuat

untuk

melakukan aktivitas sehari-hari.


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui

adakah

hubungan

emergency

response time dengan tingkat keparahan gejala


asma pada anak di ruang Instalasi Gawat
Darurat.

perempuan sebanyak 8 responden (27%) dan


jenis kelamin laki-laki sebanyak 22 responden
(73%).

Dengan demikian, penelitian ini diharapkan


dapat

Tabel 1 menunjukkan jenis kelamin

berguna

untuk

membantu

guna

pengembangan kebijakan dalam penanganan

Usia Responden
Gambar 2. Distribusi Responden berdasarkan Usia

asma. Penelitian dapat menjadi masukan bagi

www.jik.ub.ac.id

Gambar
responden

menunjukkan

(67%)

mendapat

bahwa

20

penanganan

setelah 1 menit, 7 responden (23%) mendapat


penanganan setelah 2 menit dan sisanya 3
responden

(10%)

mendapat

penanganan

setelah 3 menit.
Tingkat Keparahan Gejala Asma
Gambar 5. Distribusi Responden berdasarkan
Tingkat Keparahan Gejala Asma

Gambar 2 menunjukkan sebanyak 4


responden (13%) masuk dalam kategori balita,
9 responden (30%) termasuk dalam kategori
anak-anak prasekolah, 9 responden (30%)
masuk

dalam

kategori

anak

tengah,

responden (10%) masuk dalam kategori remaja

Gambar

menunjukkan

responden

yang berada pada tingkat mild (ringan) adalah

muda, dan sisanya yaitu 5 responden (17%)

sebanyak 27 responden (97%), moderate

masuk dalam kategori remaja.

(sedang) sebanyak 3 responden (3%), dan

Karakteristik Emergency Response Time


Gambar 3. Ditribusi Responden berdasarkan
Emergency Response Time

tidak ada responden yang berada pada fase


severe (berat).
ANALISA DATA
Tabulasi Data Emergency Response Time
dengan Tingkat Keparahan Gejala Asma pada
Anak
Tabel 1. Distribusi Tabulasi Silang Emergency
Response Time dengan Tingkat Keparahan Gejala
Asma pada Anak

Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa


seluruh

responden

mendapat

Emergency Response Time

Emergency

Response Time yang tepat, yaitu kurang dari 5


menit.
Gambar 4. Ditribusi Responden berdasarkan menit
ditangani

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 1, No. 1, Mei 2015

Tingkat
Keparahan

Total

Total

Ringan

20

67%

23%

27

Sedang

10
%

Berat

20

67%

23%

10
%

30

Tabel 1 diketahui bahwa berdasarkan

berarti hubungan termasuk dalam kategori

menit ditangani, 20 responden (67%) mendapat

sedang , semakin cepat penanganan maka

penanganan setelah 1 menit berada pada

akan semakin ringan gejala yang dialami anak

tingkat keparahan ringan, 7 responden (23%)

dengan asma. Sehingga dapat disimpulkan

mendapat penanganan setelah 2 menit berada

bahwa terdapat hubungan (kolerasi) yang nyata

pada

(signifikan) antara Emergency Response Time

penanganan

dengan Tingkat Keparahan Gejala Asma pada

setelah 3 menit berada pada tingkat keparahan

Anak di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

sedang.

Paru Batu.

tingkat

responden

Hubungan

keparahan

(10%)

antara

ringan

mendapat

Emergency

dan

Response

PEMBAHASAN

Time dengan Tingkat Keparahan Gejala

Emergency

Response

Time

di

Ruang

Asma pada Anak

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Paru


Batu

Hubungan antara Emergency Response Time

Emergency Response Time merupakan tolak

dengan Tingkat Keparahan Gejala Asma pada

ukur kualitas pelayanan Gawat Darurat sebagai

Anak perlu dilakukan pengujian secara statistik

upaya

dengan menggunakan uji statistik Spearman-

Kemenkes 2009 telah menetapkan standar

rank yang ditampilkan dalam tabel berikut:

ERT ini menjadi 2 (dua) kategori yaitu tepat

penyelamatan

nyawa

manusia.

dengan waktu ( < 5 menit ) dan terlambat ( > 5


Uji Statistik Spearman-Rank

menit ). Pada hasil studi pendahuluan yang

Tabel 9. Analisis Hubungan antara Emergency

telah dilakukan, kategori waktu tanggap atau

Response Time dengan Tingkat Keparahan

ERT rata-rata adalah 1-3 menit. Dua komponen

Gejala Asma pada Anak di Instalasi Gawat

utama Emergency Response Time adalah saat

Darurat Rumah Sakit Paru Batu


Menit
Ditangani

Tingkat
Keparahan

P
Value

Koefisien
Korelasi

atau

fase

pre-hospital,

dan saat

pasien

memasuki ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)

sampai mendapat respon yaitu pemasangan

Ringan

20

nebulizer dari petugas atau fase in-hospital .

Sedang

Berdasarkan pada gambar 5.3 pada bab

Berat

20

0,574
Total

dari terjadi gejala sampai tiba ke rumah sakit

0,001

sebelumnya dapat dilihat bahwa Emergency


Response Time di Rumah Sakit Paru semua
responden

Tabel di atas merupakan hasil analisa uji


statistik Spearman-Rank Emergency Response
Time dengan Tingkat Keparahan Gejala Asma
pada Anak di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Paru Batu. Hasil analisa Spearman-rank
diperoleh nilai signifikansi adalah 0.001, karena
angka tersebut di bawah 0.05 (p<0.05), maka
Ho ditolak. Serta hasil uji positif 0.574 yang

sebanyak

30

orang

(100%)

mendapatkan penanganan secara tepat yaitu


kurang dari 5 menit. Pada data tersebut
dilakukan pembagian waktu menurut menit
waktu

tanggap

didapatkan:

20 responden

(67%) mendapat penanganan setelah 1 menit,


7 responden (23%) mendapat penanganan
setelah 2 menit dan sisanya 3 responden (10%)
mendapat penanganan setelah 3 menit.

www.jik.ub.ac.id

Berdasarkan data yang didapat tersebut dapat

yang kurang), semakin cepat waktu tanggap

disimpulkan bahwa Emergency Response Time

perawat, dan semakin berat beban kerja

asma pada anak di IGD sudah baik dan sesuai

perawat, semakin lambat pula waktu tanggap

standar

perawat. Kinerja tenaga medis yang ada di IGD

yang

ada.

menyebabkan

Faktor

keterlambatan

yang

dapat

Emergency

RSP

termasuk

baik,

ketanggapan

dalam

Response Time antara lain meliputi; Jumlah

menerima pasien masuk adalah cepat, dimana

Tenaga Medis yang bekerja di IGD, Fasilitas

pershift ada 3 perawat, dan 2 dokter. Saat

(tersedianya

dan

pasien masuk ruang IGD, maka akan segera

pemeriksaan penunjang) di IGD, serta Kinerja

ditangani terlebih dahulu tanpa menunggu

Tenaga medis (cepat tanggap pelayanan dan

administrasi.
Fasilitas yang ada di IGD pun sudah

peralatan,

pernahnya

obat-obatan,

mengikuti

pelatihan

mencukupi

kegawatdaruratan).
Jumlah tenaga medis yang bekerja di IGD RSP

dengan

adanya

Ventilator

Ambulatory, peralatan Resusitasi, Ambulans.

tergolong tinggi. Hal ini dapat disebabkan

Tingkat Keparahan Gejala Asma pada Anak

karena

oleh

di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Paru

Departemen Kesehatan terakhir pada bulan Juli

Batu
Asma merupakan penyakit kronik yang paling

menurut

data

yang

diambil

2014, Jumlah Tenaga medis yang bekerja di


Rumah Sakit Paru mencapai angka rasio yang
melebihi rata-rata Tingkat Layanan pada rumah
sakit lain di Jawa Timur dan Jawa yaitu
mencapai 2,81 sedangkan di Jawa Timur dan
Jawa rasio perawat dan dokter yaitu 2,19 dan
1,78. Sedangkan jumlah klien cenderung lebih
sedikit daripada tipikal rumah sakit di pulau
Jawa. Setiap tahun, 47,014 pasien menjenguk
RS Paru Batu. Dibanding rata-rata rumah sakit
di wilayah, ini 31,311 lebih sedikit dari rumah
sakit tipikal di Jawa dimana kunjungan ke IGD
mencapai 7.365 per tahun.
Dengan jumlah pasien yang cukup sedikit maka
beban kerja tenaga medis IGD juga akan
semakin berkurang sehingga menghasilkan
pelayanan yang maksimal. Menurut Widodo
dan Pratiwi, 2008 dalam penelitiannya yang
berjudul Hubungan Beban Kerja Dengan Waktu
Tanggap Perawat Gawat Darurat Menurut
Persepsi Pasien Di Instalasi Gawat Darurat
Rsu Pandan Arang Boyolali terlihat bahwa
variabel beban kerja fisik cukup kuat dalam
mempengaruhi cepat/lambatnya waktu tanggap
perawat gawat darurat, yaitu semakin ringan
beban kerja fisik (ketersediaan jumlah perawat

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 1, No. 1, Mei 2015

umum terjadi pada masa anak-anak (Murphy


dan Kelly,1993). Serangan asma mungkin
terjadi pada berbagai usia terutama anak
berusia 4 dan 5 tahun antara 80% hingga 90%.
Anak laki-laki lebih sering mengalami asma
daripada anak perempuan hingga usia remaja.
Tingkat keparahan penyakit pada anak-anak
bervariasi dan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin.

Berdasarkan

pada

gambar

5.4

melaporkan paparan hewan peliharaan lebih

menggambarkan

penelitian

telah

dilakukan

cenderung memiliki penyakit intermiten. Etnis

pada 30 responden yang diukur menggunakan

Afrika-Amerika dikaitkan dengan asma lebih

skor PRAM (Pediatric Respiratory Assessment

parah dibandingkan dengan etnis Kaukasia.

Measurement) didapatkan bahwa sebagian

Etnis Hispanik tidak berhubungan dengan

besar dari responden yaitu 27 orang (90%)

keparahan asma yang lebih besar. Anak-anak

berada dalam tingkat keparahan Mild (skor 0-

Asia dan Karibia memiliki proporsi asma

3), dan 3 orang (10%) berada dalam tingkat

persisten yang sama. Dalam analisis regresi

keparahan Moderate (skor 4-6). Responden

logistik ganda, prediktor terkuat keparahan

tersebut di atas telah diberikan penanganan

asma adalah paparan debu, riwayat keluarga

Nebulizer dengan dosis 1 (satu) kali tindakan.

positif asma, etnis non-Kaukasia, dan usia 4

Tingkat Keparahan gejala asma pada skor

tahun.

PRAM ini dibagi menjadi 4 checklist observasi,

Berdasarkan

meliputi Retraksi suprasternal, Kontraksi otot

didapatkan data sebanyak 4 responden (13%)

tidak simetris, Wheezing, dan Entri udara.

masuk dalam kategori balita, 9 responden

Setiap poin diberikan skor 0 untuk tidak ada /

(30%) termasuk dalam kategori anak-anak

normal, hingga skor 3 yaitu sangat terlihat.

prasekolah, 9 responden (30%) masuk dalam

Hasil penelitian ini sesuai dengan kriteria

kategori anak tengah, 3 responden (10%)

menurut

2007

masuk dalam kategori remaja muda, dan

ini

sisanya yaitu 5 responden (17%) masuk dalam

menunjukkan tingkat signifikansi yang kuat

kategori remaja. Data yang diadaptasi dari data

antara penanganan awal dan respon dari

Centers for Disease Control/National Center for

responden terhadap pengobatan. Sehingga

Health Statistics, National Health Interview

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar klien

Survey, National Hospital Ambulatory Medical

sudah dalam kondisi baik setelah dilakukan

Care Survey, and the Mortality Component of

penanganan gawat darurat. Untuk responden

the National Vital Statistic System, anak-anak

yang mendapatkan Emergency Response Time

dapat mengembangkan asma pada usia yang

kurang dari 5 menit atau tepat sebanyak 100%

berbeda

yaitu seluruh responden. Hal ini dikarenakan

prevalensi asma cenderung meningkat seiring

penanganan pihak Instalasi Gawat Darurat

bertambahnya usia. Prevalensi keseluruhan

Rumah

tidak

asma pada anak-anak 0 sampai 4 tahun adalah

menunggu proses administrasi terlebih dahulu

6,2% pada tahun 2005. Hal ini meningkat

melainkan langsung ditangani.

menjadi prevalensi keseluruhan 9,3% pada

Francine

menyatakan

Ducharme

dengan

Sakit

yang

teknik

cepat

et.al.,
PRAM

karena

Dalam penelitian Higgins, dan Wakefield 2005


yang berjudul Risk Factors for Asthma and
Asthma Severity in Nonurban Children in
Connecticut keparahan asma yang lebih besar
tidak

berhubungan

ekonomi,

jenis

dengan

kelamin,

status

sosial

paparan

asap

tembakau, kecoa, tikus, hewan peliharaan,


pelarut, dan kompor gas. Anak-anak yang

hasil

dari

penelitian

kehidupan

gambar

mereka,

5.2

tetapi

anak-anak 5 sampai 10 tahun. Akhirnya, terjadi


peningkatan kecil tapi terus menjadi 10,0%
pada anak-anak usia 11 hingga 17 tahun. Hal
ini menyebabkan prevalensi keseluruhan 9,6%
asma pada anak-anak muda dari usia 18.
Karakteristik

responden

berdasarkan

jenis

kelaminnya didapatkan 22 responden (73%)


adalah laki-laki dan 8 responden (27%) adalah
perempuan. Pada masa kanak-kanak, anak

www.jik.ub.ac.id

laki-laki cenderung mempunyai asma daripada

Selanjutnya pada asma akan menggunakan

anak perempuan. Menurut Pasic,Tahirovic, dan

jenis

Hadzibeganovic (2011) dalam penelitiannya

bronkodilator, mukolitik dan metilxantin, yang

yang berjudul Incidence of asthma in children in

pada akhirnya diharapkan reaksi obat dengan

Tuzla

Herzegovina

pemberian lebih awal dapat meminimalisir atau

menyebutkan bahwa asma didiagnosis dengan

menyembuhkan gejala dan keluhan akibat

perbedaan frekuensi yang signifikan antara

asma.

Canton--Bosnia

and

anak laki-laki dan perempuan. Dari kelompok


sampel yang didapat, ada kejadian statistik
signifikan dan resiko 3,8 kali lebih tinggi pada
anak laki-laki daripada perempuan.

obat

misalkan

kortikosteroid,

Pada skor PRAM terdapat 4 poin yang menjadi


tolak ukur tingkat keparahan asma yaitu yang
pertama adalah retraksi suprasternal. Retraksi
suprasternal adalah gerakan ke dalam kulit

Time

dinding dada selama inspirasi sebagai upaya

dengan Tingkat Keparahan Gejala Asma

yang tidak biasanya diperlukan oleh otot leher

pada Anak

untuk

Berdasarkan pada gambar 5.3 Emergency

Retraksi

Response Time di Rumah Sakit Paru semua

pertanda adanya sumbatan jalan nafas dan

responden

penentu

Hubungan

Emergency

sebanyak

Response

30

orang

(100%)

mendapatkan

udara

suprasternal
keparahan

ke

paru-paru.

digunakan

gejala

sebagai

asma.

Setelah

mendapatkan penanganan secara tepat yaitu

mendapatkan penanganan nebulizer, maka

kurang dari 5 menit. Pada data tersebut

jalan udara akan kembali dengan normal. Yang

dilakukan pembagian waktu menurut menit

kedua adalah kontraksi otot scalene. Pada

waktu

kondisi

tanggap

didapatkan:

20

responden

pernafasan

dipacu

misalnya

saat

(67%) mendapat penanganan setelah 1 menit,

olahraga atau sesak nafas karena asma maka

7 responden (23%) mendapat penanganan

terjadi

setelah 2 menit dan sisanya 3 responden (10%)

respirasi aksesoris. Otot respirasi aksesoris

mendapat penanganan setelah 3 menit. Pada

(tambahan) terdiri dari sternocleidomastoideum

gambar 5.4, didapatkan bahwa sebagian besar

(elevasi sternum), scalene (elevasi 2 costa

dari responden yaitu 27 orang (90%) berada

pertama), pectoralis minor (elevasi kosta ke 3

dalam tingkat keparahan Mild (skor 0 - 3), dan 3

sampai

orang (10%) berada dalam tingkat keparahan

meningkatkan

Moderate (skor 4 - 6).

sehingga makin cepat dan banyak aliran

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik


saluran

nafas

yang

berhubungan

dengan

peningkatan kepekaan saluran nafas sehingga


memicu episode mengi berulang, sesak nafas,
dan batuk terutama pada malam atau dini hari.
Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi,
menyebabkan obstruksi saluran nafas yang
bervariasi derajatnya dan bersifat reversible
secara spontan maupun dengan pengobatan.
Dalam hal ini cepatnya penanganan identik
dengan

cepatnya

pemberian

terapi

obat.

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 1, No. 1, Mei 2015

kontraksi

ke

udaranya.

5).

tambahan

Kontraksi

volume

Yang

dari

ini

rongga

ketiga

otot-otot

adalah

bertujuan
dada/paru
wheezing.

Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi


tinggi nyaring yang terdengar di akhir ekspirasi.
Hal

ini

disebabkan

respiratorik

penyempitan
distal.

saluran
Untuk

mendengarkan wheezing, bahkan pada kasus


ringan, letakkan telinga di dekat mulut anak dan
dengarkan suara napas sewaktu anak tenang,
atau

menggunakan

stetoskop

untuk

mendengarkan wheezing atau crackles/ronki.


Dan

yang

terakhir

adalah

Entri

Udara.

Normalnya nafas vesikuler terdengar melalui

berlebihan

thorax, bernada lebih rendah dan lebih lembut

penyempitan

daripada pernapasan bronkial. Ekspirasi lebih

inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih

pendek dan tidak ada jeda antara inspirasi dan

dapat sedikit mengembang, namun pada saat

ekspirasi. Intensitas napas suara lebih tinggi di

ekspirasi,

base pada posisi tegak. Suara napas yang

menyebabkan penutupan total lumen bronkus.

simetris dan lebih keras dalam intensitas dalam

Mukus mengisi paru bagian bawah (basis

basis dibandingkan dengan apeks dalam posisi

pulmoner) dan menghambat ventilasi alveoler.

tegak. Tidak ada suara adventif didengar. Pada

Darah akan dipintas ke alveoli pada bagian

kondisi asma entri udara berkurang.

paru

Dalam salah satu penelitian Carol dan Zucker


2010 terhadap anak-anak dirawat di unit
perawatan intensif anak (PICU), ada tingkat

dan

selanjutnya

lumen

bronkus.

peningkatan

yang

lain,

mengimbangi

menimbulkan
Pada

tekanan

tetapi

saat

intratorakal

tetap

tidak

penurunan

bisa

ventilasi.

Keterlambatan dalam penanganan akan dapat


mengakibatkan kondisi yang fatal.

komplikasi 22%, meningkat dengan intubasi.

Telah banyak dibuktikan bahwa keterlambatan

Risiko kematian meningkat di mana ada

penanganan akan meningkatkan mortalitas

penundaan dalam mendapatkan pengobatan,

pada pasien asma (MEN, 2014).

terutama

tersebut

waktu

untuk

pemberian

steroid,

di

atas

Kejadian

membuktikan

bahwa

komorbiditas seperti gagal jantung kongestif

penanganan asma yang tertunda dan tidak

atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

sesuai standar dapat menyebabkan keparahan

Kematian tertinggi adalah pada yang masih

dan bahkan kematian. Namun, pada penelitian

sangat muda dan yang sangat tua. Penilaian

ini terfokus pada emergency response time

tingkat serangan yang

yang dihitung pada saat pasien memasuki

lebih tinggi harus

diberikan jika pasien memberikan respon yang


kurang terhadap terapi awal, atau serangan
memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko
tinggi.

ruang IGD dan mendapat pelayanan.


Pada penelitian berjudul Rural Emergency
Health Care for Asthma: The Role of Patient
Perception

and

Medical

Professionals

on

Pada dasarnya, asma merupakan penyakit

Ambulance Utilisation oleh Amee Morgans dan

yang bersifat hipersensitivitas terhadap polutan.

Frank Archer tahun 2004, Hasil audit Laporan

Ketika polutan atau alergen terpapar pada

Pelayanan Ambulans Pasien 69 kasus tercatat

pasien asma, maka proses yang terjadi adalah

dalam kasus Asma, dan identifikasi waktu

penyempitan bronkus. Hal ini terjadi akibat

respon rata-rata pendek (M: 7 menit, SD: 5

histamin yang melekat pada tempat reseptor

menit), dan adanya perbaikan dalam fisiologi

dalam

pernafasan

bronkus

besar

sehingga

terjadi

pembengkakan otot polos. Leukotrien yang


melekat pada reseptor dalam bronkus kecil
menyebabkan
Leukotrien

pembengkakan

menanggapi

pengobatan di ambulans.
Berdasarkan hasil penelitian, yaitu hasil
Spearman-Rank

test

didapatkan

nilai

signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05

prostaglandin melalui aliran darah ke dalam

yang mana taraf signifikansi (=0,05), yang

paru-paru

kerja

dapat disimpulkan bahwa tolak H0 dan H1

membran

diterima yang artinya adalah ada hubungan

mukosa

sehingga
Histamin
untuk

menyebabkan

polos.

dalam

migrasi

histamin.

juga

otot

pasien

meningkatkan
menstimulasi

mensekresi

mukus

secara

antara Emergency Response Time In-hospital

www.jik.ub.ac.id

dengan tingkat keparahan gejala asma pada


anak di Ruang IGD Rumah Sakit Paru Batu.
Dengan value sebesar +0,574 maka dapat
disimpulkan bahwa menurut Guilford berarti
positif terdapat kategori hubungan yang sedang
(0,40 0,599) antara Emergency Response
Time In-hospital dengan tingkat keparahan
gejala asma pada anak di Ruang IGD Rumah
Sakit Paru Batu. Maka dapat disimpulkan
bahwa

ada

hubungan

antara

Emergency

Response Time yang cepat dan tepat dengan


Tingkat Keparahan gejala asma pada anak.
KESIMPULAN
Emergency Response Time di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Paru Batu termasuk
dalam kategori baik. Sebagian besar tingkat
keparahan gejala asma pada anak termasuk
dalam kategori Ringan dan selebihnya dalam
kategori sedang. Ada hubungan yang signifikan
antara Emergency Response Time In-hospital
dengan tingkat keparahan gejala asma pada
anak di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Paru Batu. Nilai yang didapat adalah +0,574
yang artinya hubungan dalam kategori sedang,
dan semakin cepat Response Timenya, maka
semakin ringan gejala yang dialami setelah
pengobatan

Dengan

demikian

dapat

disarankan kepada RSP Batu diharapkan tetap


mempertahankan
mutu

atau

pelayanannya.

selanjutnya,

sebaiknya

lebih

meningkatkan

Pada
peneliti

penelitian
memilih

responden dari semua kalangan usia dan


pengambilan data dapat dilakukan di Rumah
Sakit yang rujukan, sehingga data yang didapat
lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Borton, C. (2012, 16 May 2012). Acute Severe
Asthma And Status Asthmaticus.
(Www.Patient.Co.Uk/Doctor/AcuteSevere-Asthma-And-StatusAsthmaticus, Diakses 16 Oktober 2014)

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 1, No. 1, Mei 2015

British

Thoracic
Society
&
Scottish
Intercollegiate
Guidelines
Network.
(2009). British Guideline on the
Management of Asthma Vol. 3. (pp.
132).

Carroll, C., & Zucker, A.. (2007). The Increased


Cost Of Complications In Children With
Status
Asthmaticus.
Pediatric
Pulmonology, 42(10), 914-919. Doi:
10.1002/Ppul.20682
Joseph,
D.,
Pharmacoteraphy
a
Pathophisiologic Approach, 5th edition,
Mc
Grow-Hill
Medical
Publishing
Division.
Fanta, C.H. Asthma. N Engl J Med.
2009;360:1002. Diakses pada 24
November 2014:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/36
0/10/1002
Harrington
Hospital.
2012.
Harrington
Launches Live Wait Times for
Emergency
Rooms.http://www.harringtonhospital.org
/news_events/news_release/harrington_
launches_live_wait_times_for_emergen
cy_rooms. Diakses pada 27 November
2014.
Haryatun, N, & Sudaryanto, A. (2008).
Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan
Keperawatan Pasien Cedera Kepala
Kategori 1-V Di Instalasi Gawat Darurat
Rsud Dr. Moewardi. Berita Ilmu
Keperawatan, 1(2), 69-74.
IDAI. (2000). Konsensus Nasional Asma Anak.
Sari Pediatri, 2.
Mallol, Javier, Garca-Marcos, Luis, Aguirre,
Viviana,
Martinez-Torres,
Antonela,
Perez-Fernndez, Virginia, Gallardo,
Alejandro, . . . Barria, Claudio. (2007).
The International Study Of Wheezing In
Infants:
Questionnaire
Validation.
International Archives Of Allergy And
Immunology,
144(1),
44-50.
Doi:
10.1159/000102613
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 129/Menkes/Sk/Ii/2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
1023/Menkes/Sk/Xi/2008
Tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009).


Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
856/Menkes/Sk/Ix/2009
Tentang
Standar Instalasi Gawat Darurat ( Igd )
Rumah Sakit. Jakarta.
Mutschler E., Dinamika Obat, Buku Ajar
Farmakologi dan Toksikologi edisi 5,
Penerbit ITB, Bandung, 2001.
Muwardi, 2003, Materi
Surakarta.

Pelatihan

PPGD,

Narad, Richard A, & Driesbock, Kirsten R.


(1999). Regulation Of Ambulance
Response
Times
In
California.
Prehospital Emergency Care, 3(2), 133135.
Pranowo Kt, Hendrik. 2006. Pengaruh Waktu
Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan
Medis Terhadap Mutu Pelayanan Di
Instalasi Gawat Daurat Bantul. Skripsi.
Yogyakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Asma:
Pedoman
Diagnosis
&
Penatalaksanaan
Di
Indonesia.
http://www.Klikpdpi.Com/Konsensus/As
ma/Asma.html. Diakses tanggal 20
Oktober 2014

Sucita,

A. (2011). Pembuatan Aplikasi


Penentuan Rute Optimal Menuju
Pelayanan Gawat Darurat Berbasis
Mobile. Stmik Amikom, Yogyakarta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif


Kualitatif & RND (16 ed.). Bandung:
Alfabeta.
Trubus, P. K., et al. (2006). Pengaruh Waktu
Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan
Medis Terhadap Mutu pelayanan di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Bantul.
Yogyakarta.
Wade, W. (2000). Early Warning Signs Of
Asthma.
(Http://Www.Webmd.Com/Asthma/Featu
res/Early-Warning-Signs-Of-Asthma,
Diakses 16 Oktober, 2014)
Widodo, P., & Pratiwi, A. (2008). Hubungan
Beban Kerja Dengan Waktu Tanggap
Perawat Gawat Darurat Menurut
Persepsi Pasien Di Instalasi Gawat
Darurat Rsu Pandan Arang Boyolali.
Berita Ilmu Keperawatan, 1(3), 125-130.
Wilde, E.. (2009). Do Emergency Medical
System Response Times Matter For
Health
Outcomes?
,
Columbia
University, New York.

Permana HP. 2007. Indikator Kinerja Rumah


Sakit. Update on 26th January 2012,
available at Indikator Kinerja RS-Hanna
Subanegara.pdf.

Wilson, D., & Hockenberry, M. 2008. Wong's


Clinical Manual Of Pediatric Nursing (7
Ed.). United States Of America: Mosby,
Elsevier.

Rahardja Kirana, Tjay Tan Hoan, Obat-Obat


Penting, edisi 6, Penerbit Gramedia,
Jakarta, 2007

Wood DW, Downes JJ, Lecks HI. A clinical


scoring system for the diagnosis of
respiratory failure: preliminary report on
childhood status asthmaticus. Am J Dis
Child 1972; 123: 227228

Shiber, J., & Santana, J. (2006). Dyspnea. The


Medical Clinics of North America (pp.
27). Greenvile, United States of
America:
Elsevier.
doi:
10.1016/j.mcna.2005.11.006
Simon, H., & Zieve, D. (2013, 22 June 2013).
In-Depth Report: Prognosis Asthma Children.
(Http://Www.Nytimes.Com/Health/Guide
s/Disease/PediatricAsthma/Prognosis.Html, Diakses 16
Oktober, 2014)
Smith, S.R.; Baty, J.D.; and Hodge, D. (2002).
Validation of the pulmonary score: an
asthma severity scores for children.
Academic Emergency Medicine, 9:99104.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/118
25832

World Health Organization. (2013, November).


Who Media Centre Update: Asthma.
(Http://www.Who.Int/Mediacentre/Factsh
eets/Fs307/En/, Diakses 8 October,
2014)

Telah disetujui oleh:


Pembimbing I

www.jik.ub.ac.id

Ns. Dewi Kartikawati Ningsih, S.Kep, MPH


NIP. . 19790616 2005 012003

Jurnal Ilmu Keperawatan Volume 1, No. 1, Mei 2015

Вам также может понравиться