Вы находитесь на странице: 1из 30

Referat

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
FUNGSI SARAF KRANIALIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Departemen Neurologi RSMH Palembang

Oleh:
Kiki Rizki Arinda, S.Ked

04054821517071

Tri Indah Soraya, S.Ked

04054821517086

Pembimbing:
dr.H. Achmad Djunaidi, Sp. S

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOEHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Referat
PEMERIKSAAN NEUROLOGI FUNGSI SARAF KRANIALIS
Oleh:
Kiki Rizki Arinda, S.Ked

04054821517071

Tri Indah Soraya, S.Ked

04054821517086

Telah diterima sebagai salah satu dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik


Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Moehammad Hoesin Palembang Periode 22
Juli 21 Agustus 2015

Palembang,

Agustus 2015
Pembimbing

dr. H. Achmad Djunaidi, Sp. S

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Pemeriksaan Neurologis Fungsi Saraf
Kranialis. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) Departemen Neurologi RSMH Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Achmad Djunaidi, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari seluruh pihak agar laporan kasus ini menjadi lebih baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Palembang, Agustus 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I

PENDAHULUAN ....................................................................... 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologis Nervus Kranialis...............................2
2.1 Cara Pemeriksaan Nervus Kranialis.......................................6
2.2.1 Nervus Olfaktorius............................................6
2.2.2 Nervus Optikus.................................................9
2.2.3 Nervus Okulomotorius, Nervus
Troklearis, dan Nervus Abdusen.......................13
2.2.4 NervusTrigeminus.............................................17
2.2.5 Nervus Fasialis..................................................20
2.2.6 Nervus Akustikus / Vestibulokokhlearis...........23
2.2.7 Nervus Glosofaringeus......................................24
2.2.8 Nervus Vagus....................................................25
2.2.9 Nervus Aksesorius............................................26
2.2.10 Nervus Hipoglossus..........................................26

BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 28


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29

iv

BAB I
PENDAHULUAN
Saraf otak ialah saraf perifer yang berpangkal pada otak dan batang otak.
Fungsinya sensorik, motorik dan khusus. Yang dimaksud dengan fungsi khusus
ialah fungsi yang bersifat pancaindra, seperti penghiduan, penglihatan,
pengecapan, pendengaran dan keseimbangan sehingga dapat mencium bau,
melihat, mengecap, mendengar, merasakan nyeri dan perasaan-perasaan
protopatik lainnya pada wajah dan dapat menjaga keseimbangan yang
diperlukan untuk mengatur sikap, gerakan, dan menggerakkan otot wajah sesuai
dengan keadaan dan suasana.
Terdapat 12 saraf

kranial yang menghubungkan end organ dengan

pusat sistem saraf otak melewati foramina dan fissura di tengkorak. Semua
saraf ini didistribusikan ke kepala dan leher kecuali saraf kranial kesepuluh,
yang mempersarafi struktur-struktur yang berada di toraks dan abdomen. Sistem
saraf ini menerima informasi dari dunia luar termasuk dari viscera. Fungsi
motorik yang diatur oleh nervi cranialis ditujukan pada pengaturan fungsi
organ-organ khusus,
makanan

dan

yaitu

kontrol

vokalisasi,

mastikasi,

gerakan

menelan

reflek pernafasan dan visceral. Saraf-saraf otak

tersebut terdiri dari olfactorius (n.I), opticus (n.II), oculomotorius (n.III),


trochlearis (n.IV), trigeminus (n.V), abducens (n.VI), facialis (n.VII),
vestibulocochlearis (n.VIII), glossopharyngeus (n.IX), vagus (n.X), accessorius
(n.XI), dan hypoglossus (n.XII).
Implikasi fisiologis dan anatomis dari gangguan fungsi saraf kranialis
sangat penting dalam diagnosis klinik. Beberapa teknik pemeriksaan khusus
digunakan untuk memeriksa fungsi ke 12 saraf kranialis tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Nervus Kranialis
Terdapat 12 saraf kranial yang berasal dari otak melewati foramina dan
fissura di tengkorak. Semua saraf ini didistribusikan ke kepala dan leher kecuali
saraf kranial kesepuluh, yang mempersarafi struktur-struktur yang berada di
toraks dan abdomen. Saraf-saraf otak tersebut terdiri dari olfactorius (n.I), opticus
(n.II), oculomotorius (n.III), trochlearis (n.IV), trigeminus (n.V), abducens (n.VI),
facialis (n.VII), vestibulocochlearis (n.VIII), glossopharyngeus (n.IX), vagus
(n.X), accessorius (n.XI), dan hypoglossus (n.XII).
Nervus kranialis memiliki nuklei motorik dan/ atau sensorik di dalam otak
dan serabut-serabut saraf perifer keluar dari otak serta meninggalkan tengkorak
menuju organ sensorik atau efektor. Adapun serabut-serabut saraf kranial
dikelompokkan menjadi beberapa jenis:
a. Serabut aferen somatik, yang menghantarkan impuls rasa nyeri, suhu,
raba, tekanan, dan sensasi propioseptif melalui reseptor-reseptornya di
kulit, sendi, otot, dan sebagainya.
b. Serabut aferen otonom (viseral), yang menghantarkan impuls (nyeri) dari
organ visera.
c. Serabut aferen khusus (SAK), yang terdiri atas SAK somatik yang
menghantarkan impuls dari reseptor khusus (mata, telinga) dan SAK
viseral yang menghantarkan impuls kecap dan bau.
d. Serabut eferen somatik umum, yang mempersarafi otot-otot rangka (III,
IV, VI, XII).
e. Serabut eferen viseral, yang mempersarafi otot polos, otot jantung, dan
kelenjar (parasimpatis/ simpatis)
f. Serabut eferen brankhio-metrik khusus yang mempersarafi otot-otot
derivat arkus brankhialis (n.V untuk arkus 1, n.VII untuk arkus 2, n. IX
untuk arkus 3, n. X dan n. XI untuk arkus selanjutnya).

Gambar 1. Lokasi nervi kranialis

Terdapat 12 pasang saraf kranial, yaitu:


1. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian
atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus
orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal
dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius
berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi
yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat
memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang
dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman
dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang
berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2. SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika
dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk
kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus
3

masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada
bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal
retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma
optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua
nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan
dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra
superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat
sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius.
Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal
batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5.SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya

mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga
luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6.SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah
dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.
7.SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik
berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari
tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari
Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri
dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut
sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8.SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut- serabut
aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabutserabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran
berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari
utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut- serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons,
serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
9. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada
waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri
karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini
5

dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa
faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10. SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen
dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11. SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial
adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari
saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus
dan
bagian
atas
otot
trapezius,
otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
2.2. Cara Pemeriksaan Nervus Kranialis
Implikasi fisiologis dan anatomis dari gangguan fungsi nervi kranialis
sangat penting dalam diagnosis klinik. Beberapa teknik pemeriksaan khusus
digunakan untuk memeriksa fungsi nervus ini. Berikut ini teknik pemeriksaan
12 nervi kranialis:
2.2.1. Nervus Olfaktorius (N I)
Nervus olfaktorius tersusun atas sel-sel nervus olfaktorius yang
terdapat pada mukosa rongga hidung bagian atas. Serabut saraf yang
keluar dari badan sel saraf ini mebentuk 20 berkas serabut saraf pada
setiap sisi rongga hidung. Serabut-serabut ini menembus lamina
kribiformis ossis ethmoidalis dan serabut-serabut sarafnya bersinaps di
neuron-neuron bulbus olfaktorius. Terdapat dua jenis sel yang menyusun
6

bulbus olfaktorius yaitu sel mitral dan sel berjambul (tufted cells).
Serabut-serabut saraf yang keluar dari kedua jenis sel tersebut membentuk
berkas saraf yang disebut traktus olfaktorius.1
Sensasi bau timbul akibat hantaran impuls oleh serabut-serabut
saraf yang keluar dari badan sel mitral ke korteks lobus piriformis dan
amigdala, sedangkan sel berjambul menghantarkan impuls olfaktorik ke
hipotalamus untuk membangkitkan reflek olfaktorik-kinetik, yaitu
timbulnya salivasi akibat mencium bau tertentu.1
Persiapan yang diperlukan:

Pasien harus sadar dan kooperatif2


Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita dan bersifat non
iritating, seperti kopi, teh, tembakau, jeruk, peppermint, kamper,
vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang
mukosa hidung, seperti alkohol dan amonia, tidak digunakan
karena dapat merangsang Saraf Trigeminus (N. V) dan alat-alat

pencernaan1,2,3
Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit. Penyakit pada
mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena),
dapat memberikan hasil positif palsu.1,4
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. 3 Pada

pemeriksaan subyektif hanya ditanyakan apakah penderita masih dapat


membaui bermacam-macam bau dengan betul. Sedangkan pemeriksaan
obyektif dilakukan dengan prosedur sebagai berikut1:
1. Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya
akan diperiksa.
2. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan
atau kelainan pada rongga hidung.
3. Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung.
4. Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya:
ekstrak kopi, ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang
hidung yang terbuka.
5. Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
6. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung
kontralateral.

Gambar 2. Pemeriksaan N. Olfaktorius

Interpretasi Hasil Pemeriksaan :


Normal, yaitu terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan
fungsi nervus olfaktorius kedua sisi adalah baik.1
Anosmia, yaitu hilangnya kemampuan mengenali bau-bauan.
Anosmia yang bersifat unilateral tanpa ditemukan adanya kelainan
pada rongga hidung

merupakan

salah satu tanda

yang

mendukung adanya neoplasma pada lobus frontalis cerebrum.


Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan
pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung
adanya meningioma pada cekungan olfaktorius pada cerebrum.
Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari trauma ataupun pada

meningitis.1,4
Hiposmia, yaitu penurunan daya penciuman. Pada orang tua
gangguan fungsi indra penciuman ini dapat terjadi tanpa sebab

yang jelas.1,4
Halusinasi Olfaktorik, yaitu sensasi bau yang muncul tanpa adanya
sumber bau. Hal ini dapat muncul sebagai aura pada epilepsi lobus
temporalis , pada kondisi psikosis yang terkait dengan lesi organik

pada unkus, dan ensefalitis lobus temporalis (rabies). 1,4


Hiperosmia, yaitu peningkatan kepekaan penciuman, biasanya
terjadi akibat trauma kapitis. 1,4
Parosmia, yaitu kesalahan dalam mengenali bau yang dicium,
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bawang goreng. 1,4
Kakosmia, yaitu membau yang tidak menyenangkan, dapat
dijumpai pada neurosis histerik.4

2.2.2. Nervus Optikus (N II)

Nervus optikus tersusun atas serabut-serabut axon saraf yang


berasal dari sel-sel ganglionik di retina. Axon saraf yang berasal dari selsel saraf tersebut bersinaps dengan serabut-serabut dendrit sel-sel saraf
pada area corpus geniculatum lateralis, pulvinar dan collilus superior
membentuk pusat visual primer.1
Axon saraf yang berasal dari sel-sel saraf pada corpus geniculatum
lateralis, pulvinar dan collilus superior membawa impuls ke pusat visual di
korteks yang terletak pada cuneus. Perjalanan serabut saraf yang
membentuk nervus optikus dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 3. Skema Nervus Optikus.

Pemeriksaan N. Optikus meliputi:2,3


a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Penglihatan sentral)
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pastikan terlebih dahulu tidak
terdapat gangguan visus akibat penyakit mata. Untuk keperluan
praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan

PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelas maka berarti


gangguan visus akibat kelainan refraksi).
Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan cara
berikut:
1. Tabel 8 Snellen
Pasien diminta berdiri dengan jarak 6 m dari kartu Snellen.
Untuk pemeriksaan visus mata kanan, pasien diminta
membaca huruf/angka dalam tabel Snellen dan mata kiri
ditutup dengan menggunakan tangan kiri. Begitu juga
sebaliknya untuk pemeriksaan visus mata kiri.
Interpretasi: visus normal = 6/6

Gambar

4.

Pemeriksaan

visus

menggunakan kartu Snellen

2. Hitung Jari-Jari Tangan


Jari-jari tangan normalnya dapat dilihat dengan jarak 60 m.
3. Lambaian Tangan
Lambaian atau gerakan tangan secara normal dapat dilihat
pada jarak 300 m.
4. Lampu/Cahaya
Pemeriksaan dilakuka dengan mengarahkan cahaya lampu
ke mata pasien dan pasien diminta menentukan gelap atau
terang.
Interpretasi: normal = jarak tak terhingga
Apabila cahaya tidak terlihat, visus = 0 (nol) atau nol light
perseption.
b. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Penglihatan Perifer)
Penglihatan perifer diperiksa dengan :
1. Tes Konfrontasi.
10

dengan

Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian


menatap mata pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar
sesuai denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada
lapang pandang pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda
tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien dengan
lapang pandang pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa
harus normal.

Gambar 5. Pemeriksaan Tes Konfrontasi

2. Perimetri/Kampimetri
Pemeriksaan ini memberikan hasil yang lebih teliti daripada
tes konfrontasi.
Papan hitam diletakkan didepan pasien dengan jarak
1 atau 2 m
Benda penguji berupa bundaran kecil berdiameter 1
3 mm
Mata pasien difiksasi di tengah dan benda penguji
digerakkan dari perifer ke tengah dari segala
jurusan.
Jenis-jenis kelainan lapangan pandang (visual field defect) :
Total blindness : tidak mampu melihat secara total.
Hemianopsia
: tidak mampu melihat sebagian lapangan
pandang (temporal; nasal; bitemporal; binasal)
Homonymous hemianopsia
Homonymous quadrantanopsia
c. Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling
mengetahui adanya polineuropati pada N II.

Ishihara.

Untuk

11

d. Pemeriksaan Fundus Occuli


Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II terdapat :
1. Stuwing papil atau protusio N II
Papilla mencembung atau menonjol disebabkan tekanan intra
kranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh
darah yang berkelok-kelok, serta terdapatbendungan.
2. Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema
tetapi papilla tidak menyembung dan bial neuritis tidak
acut lagi akan terlihat pucat.
Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :4
Edema papil (khususnya stadium dini)
Atrofi papil
Perdarahan dan eksudat
Pembuluh darah
Korioretinitis dan retinitis pigmentosa
2.2.3. Nervus Okulomotorius (N III), Nervus Troklearis (N IV), dan
Nervus Abdusen (N VI)
Ketiga saraf tersebut dikenal dengan Nervus Okularis. Kerusakan
salah satu dari saraf motorik mata akan menyebabkan penglihatan ganda,
karena bayangan objek yang jatuh pada retina tidak pada lokasi
seharusnya.5
Nervus okularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang
berbeda, yaitu:
1.
Motor Somatik, menginervasi empat dari enam otot-otot ekstraokular
dan muskulus levator

palpebra

superior.

Komponen

ini

berfungsi mengontrol kontraksi otot ekstraokuler dalam melihat


2.

dan fiksasi objek penglihatan.


Motor viseral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus
konstriktor pupil dan muskulus

siliaris.

Komponen

ini

bertanggungjawab dalam refleks akomodasi pupil sebagai respon


terhadap cahaya.1
Pemeriksaan nervi okularis meliputi tiga hal, yaitu:
a. Inspeksi saat istirahat
i. Kedudukan bola mata
Pemeriksaan yang dilakukan berupa penilaian terhadap
kedudukan mata kanan dan kiri simetris/tidak. Penderita
diminta membuka mata dan menatap lurus ke depan selama
12

1 menit, melirik ke atas selama 1 menit, dan melirik


kebawah selama 1 menit.1

Gambar 6. Pemeriksaan kelopak mata.

Kelainan yang dapat ditemui berupa:3


Eksoftalmus, dimana mata terdorong

kemuka

karena proses mekanis retroorbital.


Strabismus, dapat divergen atau konvergen. Secara
subyektif ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan
subyektif ini penting karena kadang-kadang strabismus

yang ringan tak kelihatan pada pemeriksaan obyektif.


Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam
keadaan istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat
dipengaruhi oleh kesadaran, dengan sumbu kedua mata
tetap sejajar secara terus- menerus. Lesi penyebab bisa
di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif
(infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/

epilepsi fokal & perdarahan)


ii. Observasi celah kelopak mata
Penderita diminta memandang

lurus

kedepan

dan

perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.


Pada keadaan normal kedudukan kelopak mata akan
simetris kanan dan kiri terhadap pupil dan iris. Kelainan
yang dapat dijumpai yaitu:2
Celah kelopak mata menyempit
o Ptosis
Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih
rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien
mendongakkan kepala

ke belakang/ ke atas (untuk

kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata


13

secara kronik. Penyebab ptosis antara lain, enoftalmus,


chalazion, Sindroma horner (disfungsi simpatis),
kelumpuhan N. III, Pseudoptosis (Bells palsy,
Blefarospasme), miopati (Miastenia Gravis)3
Celah kelopak mata melebar
o Eksoftalmus
o proptosis
b. Pemeriksaan gerakan bola mata
Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh
nervus III, IV dan VI. Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior
(yang menarik bola mata keatas), m. rectus superior, m. rectus
media, m. rectus inferior. N IV menginervasi m. obliqus superior
dan N VI menginervasi m. rektus lateralis.
Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata:
Periksa ada tidaknya Nystagmus, yaitu gerakan involunter bola

mata yang timbul secara spontan.


Minta penderita mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang
digerakkan ke segala arah, amati ada tidaknya hambatan pada
pergerakan bola mata.

Gambar 7. Otot penggerak bola mata dan inervasinya.

c. Pemeriksaan pupil.
Pemeriksaan pupil meliputi:
Bentuk dan ukuran pupil
Bentuk yang normal adalah bulat. Pada sifilis bentuknya
menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang
normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil
disebut miosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner,
pupil Argyll Robertson ( sifilis, DM, multiple

sclerosis).

14

Sedangkan

pupil

yang

melebar

disebut midriasis, yang

biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan


psikis yaitu histeris.
Perbedaan diameter pupil

sebesar 1 mm masih dianggal

normal. Bila antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya maka
disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada
penderita tidak sadar maka harus dibedakanapakah anisokor akibat
lesi non neurologis(kelainan

iris,

penurunan

visus)

ataukah

neurologis (akibat lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi

tentorium.
Refleks pupil
Terdiri atas :
1. Reflek cahaya
Pemeriksaan dilakukan dengan menutup salah satu mata
penderita dan mata satunya melihat jauh ke depan agar tidak
ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi.
Kemudian diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak
boleh berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai
mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau
tidak maka ada kerusakan pada arcus refleks.
2. Reflek konsensual
Reflek cahaya pada salah satu mata akan terjadi pada mata
yang lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya, diantara
kedua mata dapat diletakkan selembar kertas. Mata sebelah
diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan kontriksi juga.

Gambar 8. Pemeriksaan refleks cahaya.

3. Reflek akomodasi
Penderita diminta mengikuti gerak benda yang dipegang oleh
pemeriksa. Benda tersebut digerakkan menuju bagian tengah
dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan
kontriksi.
15

Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl


Robetson dimana reflek cahayanya negatif namun reflek
akomodasi positif.
2.2.4. Nervus Trigeminus (N V)
Nervus trigeminus mempunyai 3 cabang, yaitu cabang yang
menginervasi dahi dan mata (ophthalmic V1), pipi (maxillary V2), dan
muka bagian bawah dan dagu (mandibular V3). Ketiga cabang nervus
V ini bertemu pada satu area yang disebut ganglion Gasery, yang
selanjutnya menuju batang otak melalui pons menuju badan-badan sel
nukleus nervi trigemini. Kemudian informasi yang diterima diolah untuk
selanjutnya dikirim ke korteks serebri untuk menimbulkan kesadaran akan
sensasi fasial.1
Nervus trigeminus bertanggungjawab terhadap sensasi raba, nyeri,
dan temperatur pada muka. Selain itu nervus ini juga mengontrol
gerakan otot yang berperan dalam mengunyah makanan. Namun, nervus
ini tidak berperan dalam pengaturan gerakan wajah yang diatur oleh
nervus VII. 1

Gambar 9. Skema N. Trigeminus dan area inervasinya.

Pemeriksaan

meliputi

pemeriksaan

motorik

dan

sensorik. Adapun prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :


1. Pemeriksaan fungsi motorik :
a. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat kuatnya.
b. Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan muskulus
temporalis (normal jika kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri
sama).
c. Meminta penderita untuk membuka mulut.

16

d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan


acuan gigi seri atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu
akan terdorong ke arah lesi).

Gambar 10. Pemeriksaan kekuatan muskulus masseter dan muskulus temporalis

17

2. Pemeriksaan fungsi sensorik


Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sensasi nyeri dengan
menggunakan jarum dan sensasi suhu dengan menggunakan kapas
yang dibasahi air yang hangat. Pemeriksaan dilakukan di bagian dahi,
pipi dan rahang bawah.
3. Pemeriksaan refleks kornea:
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah
lain tepi kornea disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek
kornea mata positif, maka mata akan menutup atau berkedip.
Tanyakan pada penderita dapat merasakan sentuhan tersebut atau
tidak.

Gambar 11. Pemeriksaan refleks kornea.

4. Pemeriksaan refleks masseter:


a. Meminta penderita untuk sedikit membuka mulutnya.
b. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu
penderita.
c. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah
tangan kanan pemeriksa atau dengan palu refleks.
d. Mengamati respon yang muncul b e r u p a kontraksi
muskulus masseter dan mulut akan menutup.

18

Gambar 12. Pemeriksaan refleks masseter

2.2.5. Nervus Fasialis (N VII)


Nervus facialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik
eferen dan aferen dengan fungsi yang dapat dibedakan, yaitu:
1. Branchial motor (special visceral efferent), yang menginervasi otototot fasialis, otot digastrik bagian belakang, otot stylohyoideus dan
stapedius.
2. Viseral motor (general visceral efferent), yang memberikan inervasi
parasimpatik pada kelenjar lakrimal, submandibular dan sublingual;
serta mukosa menginervasi mukosa nasofaring, palatum durum dan
mole.
3. Sensorik khusus (special afferent), yaitu memberikan sensasi rasa pada
2/3 anterior lidah dan inervasi palatum durum dan mole.
4. Sensorik umum (general somatic afferent), menimbulkan sensasi kulit
pada konka, auricula dan area di belakang telinga.
Serabut syaraf yang membentuk branchial motor merupakan
komponen N. VII yang paling dominan, sedangkan ketiga komponen
serabut lainnya menggabung menjadi satu terpisah dari branchial motor.
Gabungan dari ketiga serabut terakhir membentuk nervus intermedius.

19

Gambar 13. Skema Serabut eferen dan aferen N. Facialis

Prosedur pemeriksaan nervus Fasialis


a. Pemeriksaan motorik
Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).
Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan apakah

simetris atau tidak.


Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata,

lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.


Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sbb:
o Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam.
o Mengangkat alis.
o Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba
membuka dengan tangan.
o Memoncongkan bibir atau nyengir.
o Meminta penderita menggembungkan pipinya, lalu pemeriksa
menekan pipi kiri dan kanan untuk mengamati apakah
kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka angin akan
keluar dari bagian yang lumpuh.

20

Gambar 14. Pemeriksaan motorik N. VII

b. Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)


Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering
Memeriksa kelenjar sublingualis
Memeriksa mukosa hidung dan mulut.
c. Pemeriksaan sensorik
Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
Meletakkan gula, asam garam, atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri

dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah.


Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada

secarik kertas.
Catatan: Pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:
lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar
penderita tidak diperkenankan bicara
penderita tidak diperkenankan menelan

21

2.2.6. Nervus Akustikus / Vestibulokokhlearis (N VIII)


Nervus akustikus (N VIII) terdiri dari dua berkas syaraf, yaitu:
Nervus kokhlearis yang bertanggungjawab menghantarkan impuls

pendengaran.
Nervus vestibularis

yang

bertanggung

jawab

menghantarkan

impuls keseimbangan.
Pemeriksaan nervus.VIII meliputi pemeriksaan fungsi pendengaran
dan pemeriksaan fungsi vestibular atau keseimbangan.
a. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran.
1. Pemeriksaan Weber, dilakukan untuk membandingkan

daya

transport melalui tulang di telinga kanan dan kiri penderita.


Garputala diletakkan di dahi penderita. Pada keadaan normal
bunyi yang terdengar pada kiri dan kanan sama keras (penderita
tidak dapat menentukan di mana yang lebih keras). Bila terdapat
tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena otitis media, pada
tes Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi di
sebelah kiri, maka tes Weber terdengar lebih keras di kanan.
2. Pemeriksaan
Rinne,
dilakukan
untuk
membandingkan
pendengaran melalui tulang dan udara dari penderita. Pada
telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar lebih lama
daripada melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum
mastoid sampai penderita tidak dapat mendengarnya

lagi,

kemudian garpu tala dipindahkan ke depan meatus eksternus.


Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes
positif, pada orang normal atau tuli persepsi, tes Rinne ini positif.
Pada tuli konduksi tes Rinne negatif.
3. Pemeriksaan Schwabach, dilakukan

untuk

membandingkan

hantaran tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa


(dengan anggapan pandengaran pemeriksa adalah baik). Garputala
yang telah digetarkan ditempatkan di prosesus mastoideus
penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar lagi suara
garputala

tersebut,

maka segera garputala dipindahkan ke

prosesus mastoideus pemeriksa. Bila hantaran tulang penderita

22

baik, maka pemeriksa tidak akan mendengar suara mendenging


lagi. Keadaan ini dinamakan Schwabach normal. Bila hantaran
tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa masih mendengar
suara getaran garputala tersebut. Keadaan ini dinamakan
Schwabach memendek.
b. Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
1. Pemeriksaan dengan Tes Kalori
Bila telinga kiri dimasukkan air dingin timbul nistagmus ke kanan.
Bila telinga kiri dimasukkan air hangat akan timbul nistagmus ke
kiri. Bila

ada

gangguan

keseimbangan,

maka

perubahan

temperatur air dingin dan hangat ini tidak menimbulkan reaksi.


2. Pemeriksaan dengan Past Ponting Test
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan
jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup penderita diminta
untuk mengulangi, normal penderita harus dapat melakukannya.
2.2.7. Nervus Glosofaringeus (N IX)
Nervus Glosofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan
sensorik.

Serabut motoriknya sebagian bersifat somatomotorik dan

sebagian lainnya bersifat sekretomotorik.


Prosedur pemeriksaan Nervus Glosofaringeus :
Penderita diminta untuk membuka mulutnya.
Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan ke bawah,
sementara itu penderita diminta untuk mengucapkan a-a-a
-

panjang.
Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan bergerak
ke atas. Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak akan

bergerak ke atas.
Adanya gangguan pada m. stylopharingeus, maka uvula tidak

simetris tetapi tampak miring tertarik ke sisi yang sehat.


Adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan
pada bagian belakang lidah atau menggores dinding pharyng kanan
dan kiri, refleks muntah tidak terjadi.

2.2.8. Nervus Vagus (N X)


Nervus

vagus

terdiri dari 5 komponen

dengan fungsi yang

berbeda. Kelima komponen tersebut adalah:

23

Branchial motor

(eferen viseral khusus) yang bertanggung jawab

terhadap koordinasi otot-otot volunter faring, sebagian besar laring, dan

salah satu otot ekstrinsik lidah.


Viseral motor (eferent viseral umum) yang bertanggung jawab
terhadap inervasi parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring, dan

viseral thoraks dan abdomen.


Viseral sensori (eferen viseral umum) yang

memberikan informasi

sensorik viseral dari laring, esophagus, trachea, dan visera abdominal


dan

thorakal,

serta

membawa informasi dari reseptor tekanan dan

kemoreseptor aorta.
Sensori umum (aferen somatik umum), memberikan informasi sensorik
umum dari kulit belakang daun telinga, meatus acusticus eksterna,

permukaan luar membrana tympani dan faring.


Sensori khusus, merupakan cabang minor dari nervus vagus yang

bertanggungjawab menimbulkan sensasi rasa dari daerah epiglotis.


Prosedur pemeriksaan Nervus Vagus :
Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan terlihat

uvula tidak di tengah tetapi tampak miring tertarik ke sisi yang sehat.
Refleks faring / refleks muntah tidak ada.
Untuk memeriksa plica vokalis diperlukan laryngoscope. Bila terdapat
kelumpuhan satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut tidak bergerak
sewaktu fonasi atau inspirasi dan pita suara akan menjadi atonis dan lama

kelamaan atopi, suara penderita menjadi parau.


Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita suara itu
akan berada di garis tengah dan tidak bergerak sama sekali sehingga akan
timbul afoni dan stridor inspiratorik.
2.2.9. Nervus Aksesorius (N XI)
Nervus aksesorius tersusun atas komponen kranial dan spinal
yang merupakan serabut motorik. Kedua komponen tersebut menginervasi

otot yang berbeda, yaitu:


Branchial motor (komponen

yang

bertanggung

jawab

memberikan inervasi otot-otot laring dan faring.


Branchial motor (komponen spinal) yang

bertanggung

jawab

kranial)

memberikan inervasi otot-otot trapezius dan sternokleidomastoideus.


Prosedur pemeriksaan Nervus Aksesorius :

24

a. Untuk mengetahui adanya paralisis m. sternokleidomastoideus


Penderita diminta menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat,
kemudian kita raba m. sternokleidomastoideus. Bila terdapat paralisis
N. XI di sisi tersebut, maka akan teraba m. sternokleidomastoideus itu

tidak menegang.
b. Untuk mengetahui adanya paralisis m. trapezius
Pada inspeksi akan tampak :
Bahu penderita di sisi yang sakit adalah lebih rendah daripada di sisi yang

sehat.
Margo vertebralis skapula di sisi yang sakit tampak lebih ke samping
daripada di sisi yang sehat.
2.2.10. Nervus Hipoglossus (N XII)
Nervus hipoglosus hanya mempunyai satu komponen motor
somatik. Nervus ini menginervasi semua otot intrinsik dan sebagian besar
otot ekstrinsik lidah (genioglosus, styloglosus dan hyoglosus).
Kelumpuhan pada N. Hipoglossus akan menimbulkan gangguan
pergerakan lidah yang dapat menyebabkan perkataan-perkataan tidak
dapat diucapkan dengan baik, disebut dengan disartria. Dalam keadaan
diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser ke daerah sehat karena tonus
menurun. Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.

25

BAB III
KESIMPULAN
Terdapat 12 saraf

kranialis yang menghubungkan end organ dengan

pusat sistem saraf otak melewati foramina dan fissura di tengkorak. Semua saraf
ini didistribusikan ke kepala dan leher kecuali saraf kranial kesepuluh, yang
mempersarafi struktur-struktur yang berada di toraks dan abdomen. Sistem saraf
ini menerima

informasi dari dunia luar termasuk dari viscera. Fungsi

motorik yang diatur oleh nervi kranialis ditujukan pada pengaturan fungsi
organ-organ khusus,

yaitu

vokalisasi,

mastikasi,

gerakan

menelan

makanan dan kontrol reflek pernafasan dan visceral. Saraf-saraf otak tersebut
terdiri dari olfactorius (n.I), opticus (n.II), oculomotorius (n.III), trochlearis
(n.IV), trigeminus (n.V), abducens (n.VI), facialis (n.VII), vestibulocochlearis
(n.VIII), glossopharyngeus (n.IX), vagus (n.X), accessorius (n.XI), dan
hypoglossus (n.XII).

28

Вам также может понравиться