Вы находитесь на странице: 1из 3

The Archer Clear Universe

The Art of Knowing is Knowing What to Ignore ~ Rumi

Alam Semesta Tanpa Tujuan


Filed under: Artikel TACU Leave a comment
February 16, 2013
Oleh: Lawrence M. Krauss
Ilusi tentang tujuan dan rancangan besar mungkin ilusi paling hebat mengenai alam semesta
sehingga sains harus berkonfrontasi dengan hal itu dari hari ke hari. Di mana-mana kita melihat,
tampak bahwa dunia ini dirancang sedemikian rupa sehingga kita dapat berkembang.
Posisi Bumi mengelilingi matahari, kehadiran bahan organik, air dan iklim yang hangatsemua
memungkinkan terjadinya kehidupan di planet kita. Namun, dengan sekitar 100 miliar sistem
tenaga surya di galaksi kita sendiri, dengan air, karbon dan hidrogen yang menyebar, maka tidak
mengherankan bahwa kondisi ini akan muncul seketika di suatu tempat. Dan mengenai
keanekaragaman kehidupan di Bumiseperti yang dijelaskan Darwin lebih dari 150 tahun yang
lalu dan eksperimen-eksperimen yang telah divalidasiseleksi alam dalam evolusi bentuk-bentuk
kehidupan dapat terjadi baik itu dalam kondisi keragaman maupun keteraturan tanpa ada
rancangan besar yang mengatur.
Sebagai seorang kosmolog, ilmuwan yang mempelajari asal-usul dan evolusi alam semesta, saya
sangat menyadari bahwa ilusi kita tetap mencerminkan kebutuhan manusia yang mendalam
untuk menganggap bahwa keberadaan bumi, kehidupan, alam semesta dan hukum-hukum yang
mengaturnya membutuhkan sesuatu yang lebih mendalam. Bagi banyak orang, hidup dalam
alam semesta yang mungkin tidak memiliki tujuan dan pencipta, pasti tidak akan terpikirkan oleh
mereka.
Akan tetapi, sains telah mengajarkan kita untuk memikirkan segala yang tak terpikirkan. Karena
ketika alam semesta dijadikan panduanketimbang prasangka apriori, harapan, ketakutan atau
keinginankita dipaksa keluar dari zona kenyamanan kita. Satu demi satu, pilar logika klasik telah
jatuh di pinggir jalan sebagaimana perkembangan sains yang pesat pada abad ke-20, dari Einstein
yang merealisasikan bahwa pengukuran ruang dan waktu tidak absolut, melainkan tergantung
pada pengamatan, kepada mekanika kuantum yang tidak hanya memberi batas mendasar pada
apa yang dapat kita ketahui secara empiris. Selain itu, juga menunjukkan bahwa partikel
elementer dan atom yang terbentuk telah melakukan sejuta hal yang tampaknya mustahil terjadi
sekaligus.
Demikian pula pada abad ke-21 yang telah membawa revolusi baru dan wahyu baru pada skala
kosmik. Gambaran kita tentang alam semesta mungkin telah banyak berubah selama 80-90 tahun
terakhir di semua sejarah manusia. Delapan puluh tujuh tahun lalu, sejauh yang kita tahu, alam

semesta terdiri dari galaksi tunggal, Bima Sakti kita, dikelilingi oleh kekosongan, kekal statis dan
hampa. Sekarang kita tahu bahwa ada lebih dari 100 miliar galaksi di alam semesta yang teramati,
dimulai dengan Big Bang sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu. Pada saat-saat awal, segala sesuatu
yang sekarang kita lihat sebagai alam semesta kita terkandung dalam volume yang lebih kecil
daripada ukuran atom tunggal.
Jadi, kita terus dikejutkan dengan fakta-fakta itu. Kita seperti para pembuat peta awal
menggambar ulang gambar dari dunia. Bahkan, menemukan benua baru. Dan sama seperti yang
dihadapi pembuat peta adanya kesadaran bahwa bumi itu tidak datar. Kita harus menghadapi
fakta bahwa perubahan tampaknya menjadi konsep dasar dan fundamental. Bahkan, gagasan kita
tentang kehampaan telah diubah.
Sekarang kita mengetahui bahwa sebagian besar energi di alam semesta yang teramati dapat
ditemukan tidak hanya dalam galaksi kita, tetapi juga di luar sana. Dengan kata lain, di ruang
kosong, yang mana untuk alasan tertentu kita masih tidak bisa membayangkan berat-nya.
Namun penggunaan kata berat mungkin menyesatkan karena fenomena energi dalam ruang
kosong secara alamiah saling tarik-menarik antara objek fisik dengan massa-nya dan tentu
mengalami penolakan. Hal tersebut menyebabkan galaksi-galaksi saling berjauhan dalam tingkat
kecepatan yang tinggi. Akhirnya, mereka akan surut lebih cepat dari cahaya dan tidak dapat
teramati.
Visi kita tentang masa depan telah berubah, yang sekarang jauh suram. Semakin lama kita
menunggu, semakin sedikit alam semesta yang dapat kita amati. Dalam ratusan miliar tahun, para
astronom yang mengamati beberapa planet yang mengitari bintang (Seperti Bumi dan matahari
kita yang segera menghilang) akan mengamati kosmos dan mendapati kecacatan pada
pandangan kita saat pergantian abad terakhir: sebuah galaksi tunggal akan tenggelam dalam
gelap dan tak berujung, kosong dan wujud alam semesta yang statis.
Beralih dari gambaran radikal mengenai alam semesta pada skala luas, terdapat ide-ide baru
tentang fisika di skala kecil. Large Hadron Collider (LHC) telah memberikan petunjuk bahwa asalusul massa, dan karena itu semua yang dapat kita lihat, adalah jenis kecelakaan kosmik.
Percobaan di collider meningkatkan bukti adanya medan Higgs, yang tampaknya hanya terjadi
untuk membentuk seluruh ruang di alam semesta kita; karena semua partikel dasar berinteraksi
dengan bidang ini ternyata memiliki massa yang bisa kita amati sekarang.
Yang paling mengejutkan dari semua, kombinasi ide-ide teori relativitas umum dan mekanika
kuantum, memberikan pemahaman kepada kita yang memungkinkan bahwa seluruh alam
semesta, materi, radiasi dan bahkan ruang itu sendiri bisa muncul secara spontan dari ketiadaan,
tanpa campur tangan ilahi secara eksplisit. Mekanika kuantum dalam prinsip Ketidakpastian
Heisenberg memperluas apa yang mungkin dapat terjadi dan tidak terdeteksi dalam ruang
kosong. Jika gravitasi terlalu diatur oleh mekanika kuantum, maka alam semesta ini bisa saja
secara spontan muncul, atau hilang, yang berarti alam semesta kita sendiri mungkin tidak unik
tapi sangat jelas merupakan bagian dari multiversemulti universe.
Sebagaimana fisika partikel merevolusi konsep atas Ada (partikel dasar dan kekuatan-kekuatan
yang mengikat mereka) dan Tiada (dinamika ruang kosong, atau bahkan tidak adanya ruang),
maka tentu saja berimbas dan merevolusi pertanyaan yang terkenal, Mengapa selalu ada yang
ada daripada yang tiada? Bahkan, berimbas pada hukum fisika yang menggantungkan kita
pada kemungkinan kecelakaan kosmik, dengan hukum yang berbeda di semesta yang berbeda,
yang selanjutnya mengubah bagaimana kita bisa menghubungkan Ada dengan Tiada.

Mempertanyakan mengapa kita hidup di alam semesta yang ada daripada yang tiada, akan
menjadi pertanyaan tak bermakna ketimbang mempertanyakan mengapa sebagian bunga
bewarna merah dan lainnya biru.
Mungkin yang paling luar biasa dari semua itu, bukan hanya masuk akal dalam pengertian
ilmiah, bahwa alam semesta kita berasal dari ketiadaan, jika kita bertanya dengan bahan-bahan
apa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, tapi juga tampaknya bahwa bahan-bahan itu
membentuk alam semesta secara presisi di mana kita hidup di dalamnya.
Apakah semua ini membuktikan bahwa alam semesta dan hukum yang mengatur hal itu muncul
secara spontan tanpa bimbingan ilahi atau tujuan? Tidak, tapi itu bisa berarti mungkin saja begitu.
Dan kemungkinan itu tidak perlu berarti bahwa kehidupan kita sendiri yang tanpa makna. Alihalih tujuan ilahiah, makna dalam kehidupan kita dapat timbul dari apa yang kita perbuat dari dan
oleh diri kita sendiri, dari hubungan kita dan institusi-institusi di sekitar kita, atau dari prestasiprestasi karya manusia.
Membayangkan hidup di alam semesta tanpa tujuan dapat mempersiapkan kita untuk lebih baik
menghadapi kenyataan. Saya tidak bisa melihat bahwa ini adalah suatu hal yang buruk. Hidup di
alam semesta yang aneh, unik dan luar biasa ini, terlepas dari keinginan dan harapan, jauh lebih
memuaskan bagi saya daripada hidup di dunia dongeng yang diciptakan untuk membenarkan
keberadaan kita.
Lawrence M. Krauss is director of the Origins Project at Arizona State University. His newest book is A
Universe From Nothing. A version of this post appeared first in the Los Angeles Times.
Tags: Lawrence M. Krauss
Comments RSS (Really Simple Syndication) feed

Blog at WordPress.com. | The Motion Theme.


Follow

Follow The Archer Clear Universe


Powered by WordPress.com

Вам также может понравиться