Вы находитесь на странице: 1из 35

STUDI KASUS PASIEN

IRIDOSIKLITIS

OLEH
Rindayu Ambarsih
110.2010.242

Pembimbing
dr. Diantinia Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 27 JULI 2015 28 AGUSTUS 2015

BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. T

Umur

: 57 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Sunda

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Panyaweutan cikoneng, RT 1, RW 4, Kecamatan Pasir Jambu,


Kabupaten Bandung

Tgl Pemeriksaan

: 01 Agustus 2015

No. RM

: 521607

ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Mata kiri buram

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan mengeluhkan mata buram sejak 6 bulan yang lalu pada mata kiri.
Keluhan mata buram ini terutama saat melihat cahaya dan melihat jauh, pusing (+), silau
bila terkena cahaya (+), rasa mengganjal (-), kotoran mata berlebih (-) air mata berlebihan
(-). Terdapat riwayat mata merah 6 bulan sebelumnya pada mata sebelah kiri hilang

timbul. Tidak ada riwayat trauma dan pemakaian lensa kontak pada mata kiri. Belum ada
riwayat pengobatan sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya
Riwayat menggunakan kacamata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit keturunan (-)

PEMERIKSAAN FISIS

Status Present
-

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Menstis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 78 kali/menit

Pernapasan

: 21 kali/menit

Suhu

: 36,2C

BB

: 65 kg

TB

: 155 cm

Status Generalis
-

Kepala

: Kesan dalam batas normal

Leher

: Kesan dalam batas normal

Thorax

: Kesan dalam batas normal

Abdomen

: Kesan dalam batas normal

Genitalia

: Kesan dalam batas normal

Ekstremitas

: Kesan dalam batas normal

Status Oftalmologis

No

Pemeriksaan

OD

OS

1.

Visus

6/21 PH: 6/15

3/60 PH: tetap

2.

Gerakan bola mata

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

3.

Palpebra Superior :
(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

4.

Palpebra Inferior :
-

5.

Ptosis
Hematom
Vulnus Laserasi
Edema
Hiperemi
Silia
Entoprion

Edema
Hiperemi
Silia
Entoprion

Konjungtiva :

6.

Injeksi

konjungtival
Injeksi siliar
(-)

(-)

Kejernihan
Infiltrat
Sikatrik
Keratik presipitat

Jernih

Keruh

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

sedang

sedang

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

Regular

Regular

(-)

+ posterior arah jam

COA :
-

8.

(-)

Kornea :
-

7.

(-)

Kedalaman
Hifema
Hipopion
Flare

Iris :
-

Sinekia

11
9.

Pupil :

Bulat

Tak teratur

3 mm

2 mm

Anisokor

Anisokor

Lensa :

Jernih

Jernih

Iris shadow

(Tidak dilakukan)

(Tidak dilakukan)

11.

Korpus Vitreum :

Jernih

Jernih

12.

Fundus reflex

Cemerlang

Cemerlang

13.

Funduskopi

(tidak dilakukan)

(tidak dilakukan)

14.

TIO

Normal

Normal

10.

Bentuk
Diameter
Reflek
Isokori

RESUME
Seorang perempuan berusia 57 tahun, datang ke poliklinik mata RSUD Soreang dengan
mata buram 6 bulan yang lalu pada mata kiri. Keluhan mata buram ini terutama saat
melihat cahaya dan melihat jauh, pusing (+), silau bila terkena cahaya (+), rasa
mengganjal (-), kotoran mata berlebih (-). Terdapat

riwayat mata merah 6 bulan

sebelumnya pada mata sebelah kiri hilang timbul. Tidak ada riwayat trauma pada mata
kiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD 6/21 dan OS 3/60, OS palpebra
superior udem, OS keratic precipitate, OS Iris sinekia posterior arah jam 11, OS pupil
berbentuk tidak teratur dan mengecil.

DIAGNOSIS BANDING
Iridosiklitis OS
Uveitis Posterior OS
Panuveitis OS

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Fundus reflex

DIAGNOSIS KERJA
Iridosiklitis OS

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. Cloramfenikol salep mata 1% 3 X 1 pada mata kiri
2. Cendo xitrol tetes mata 5 ml 3 X 1 tetes pada mata kiri
3. Sulfas Atropin 1% 3 X 1 tetes pada mata kiri

Non medikamentosa:

Kompres hangat

Menjaga kebersihan mata

PROGNOSA
-

Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
UVEITIS ANTERIOR (IRIDOSIKLISIS)

10

1. Anatomi
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata
terdiri atas sklera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan
kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera
dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan
koroid.Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea
dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke retina.

a). Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan
pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera
anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di
dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan

11

berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan


neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.

Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak
membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris
adalah melalui serat-serat di dalam nervus siliares. Iris mengendalikan
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya
ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis
yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan
oleh aktivitas simpatik.

b). Korpus Siliaris


Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6
mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak ombak,
pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal
dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler
dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan
berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara
intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah
dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan

12

berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel


pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi
sebagai pembentuk aqueus humor.

c). Khoroid
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid
tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil.
Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya.
Bagian dalam pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah
dari pembuluh darah khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di
masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di
antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus
optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan korpus siliare. Agregat
pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya.

2. Definisi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars
plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea
dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis

13

atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan
siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.

2.3. Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di Amerika
Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari 100.000
penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak
pada usia sekitar 30-an.

Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan etiologinya ada


beberapa factor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain, penderita
toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma. Beberapa
penyakit menular seksual juga meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti
sifilis, HIV, dan sindroma Reiter.

4. Etiologi
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain
dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan,

14

mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi
tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun
parasit yang spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen
yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan
predileksi pada traktus uvea.
Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,
ataupun iatrogenik.
2. Endogen :disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen
lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.

5. Klasifikasi
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis
dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,

15

etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral,


biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus
penyebabnya tidak diketahui.

1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis


a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau
disebut juga dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai
dengan peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis

16

Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis


a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.
3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis
a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4. Klasifikasi berdasarkan patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

6. Patofisiologi

17

Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi
pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan
menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp)
hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak
Brown (efek Tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam
BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan
berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai
keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate,yaitu:
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan
terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas
dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang
disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia
anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio
pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.

18

Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh selsel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan
dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi .gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)
ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

7. Gambaran Klinis
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis
anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat
sedang terjadi.

19

1). Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa


Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi,
fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi
siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit
putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat
dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler
pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk
bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari
kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP
dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster danFuchs
uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut
maupun kronis. Large KPbiasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis
anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan
melingkar. Seiring bertambahnya waktu,akan berubah menjadi lebih pucat dan
berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di
kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.

2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa


Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil

20

sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior.


KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior
kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe).
Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma
iris disebut nodul Busacca.

8. Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1). Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya
pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit
sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:

Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul.

Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang


dapat menambah rasa tidak nyaman pasien

21

Kemerahan tanpa sekret mukopurulen

Pandangan kabur (blurring)

Umumnya unilateral

2). Pemeriksaan Oftalmologi

Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun

Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow)cairan akuos.

Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva

Kornea : KP (+), udema stroma kornea

Camera

Oculi

Anterior (COA)

sel-sel flare dan/atau

hipopion.

Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses


inflamasi

yang

aktif.

Jumlah

sel

yang

ditemukan

pada

pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4


ditentukan dari:

22

0 : tidak ditemukan sel

+1 : 5-10 sel

+2 : 11-20 sel

+3 : 21-50 sel

+4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flaretanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama
dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:

0 : tidak ditemukan flare

+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti

+2 : moderat, iris terlihat bersih

+3 : iris dan lensa terlihat keruh

+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos

23

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit


terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

Iris : dapat ditemukan sinekia posterior

Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat


pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan
bila pasien mengalami iritis berulang.

3). Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon
terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis
anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk
menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut
rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan
adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis
reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus
iridosiklitis

kronis.

Pemeriksaan

darah

untuk antinuclear

antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan.
Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan
KP mutton fatmemberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks
sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta
serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu.

24

Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan


pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan
perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27
ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis
ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna,
demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan
gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam
usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau
konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli
penyakit THT pada kasus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi
dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.

9. Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:
a. Konjungtivitis.
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada kotoran
mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis.

25

Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa
sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan
herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
c. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan
korneanya beruap.

10. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi
penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu
diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang
tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi :
Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk
meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

26

3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk

mencegah terjadinya

sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.


Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
- Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
- Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
3. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis
sebagai berikut:
Dewasa: Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
- Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
- Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per
hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama
lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

27

Terapi spesifik
a. Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis
anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka
obat

yang

sering

diberikan

berupa

antibiotik,

yaitu

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid


Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral
dengan
Anak

Chloramphenicol
:

Chloramphenicol

kali

25

mg/kgbb

sehari
sehari

kapsul.
3-4

kali.

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti


disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

b. Terapi terhadap komplikasi


a. Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior,
perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.
c. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis.

Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam

28

Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)
dilakukan bedah filtrasi.

Sudut terbuka : bedah filtrasi

11. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:
a. Sinekia anterior perifer.
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi
humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga
dapat menimbulkan glaucoma.
b. Sinekia posterior
Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di
belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
c. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak

29

Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat
setelah serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan
efek awal pada daerah subcapsular posterior dari lensa dan sayangnya, dapat
menganggu penglihatan pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada
penggunaan steroid topical dan sistemik jangka panjang.
d. Edema kistoid makular dan degenerasi makula
Dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan.
12. Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan
diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab
sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan
mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan
baik, tanpa adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis

30

BAB III
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?

31

Pasien Ny. T berumur 57 tahun datang dengan keluhan mata kiri buram sejak 6
bulan lalu .Keluhan mata buram ini terutama saat melihat cahaya dan melihat
jauh, pusing (+), silau bila terkena cahaya (+). Terdapat riwayat mata merah 6
bulan sebelumnya pada mata sebelah kiri.
Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan :
visus

: OD 6/21 dan OS 3/60,

palpebra superior

: OS udem,

Kornea

: OS Keruh, keratic precipitate (+)

COA

: Flare sel (+)

Iris

: OS sinekia posterior jam 11

Pupil

: berbentuk tidak teratur dan mengecil.

Dari anamnesa dan pemeriksaan yang ditemukan mendukung diagnosa


Iridosiklitis atau uveitis anterior.

2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat?


Medikamentosa

Cloramfenikol salep mata 1% 3 X 1 pada mata kiri


Antibiotik diberikan untuk mengobati penyebab terbanyak terjadinya uveitis
adalah karena bakteri.

32

Cendo xitrol tetes mata 5 ml 3 X 1 tetes pada mata kiri


Kortikosteroid digunakan untuk menekan proses peradangan yang tejadi.
Sulfas Atropin 1% 3 X 1 tetes pada mata kiri
Midriatik / siklopegik diberikan agar otot-otot iris dan badan silier relaks,
sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu,
midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia.

Non medikamentosa:

Kompres hangat

Menjaga kebersihan mata

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?


- Quo ad vitam
: bonam
Dengan pengobatan yang sduah tepat diharapkan penyembuhan dapat
-

maksimal.
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Diharapkan dengan penyembuhan yang maksimal, penglihatan juga akan
mengalami perbaikan. Tapi dengan visus 3/60 kemungkinan untuk penglihatan

kembali secara utuh masih di ragukan.


Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
Penyebab uveitis pada pasien ini sendiri masih belum dapat ditentukan dengan
jelas, maka selagi penyebab masih belum bisa di tentukan, resiko untuk
terulang masih dapat terjadi.

33

DAFTAR PUSTAKA

1.

Vaughan DG. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General


Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.

2. Vaughan DG. Traktus Uvealis & Sklera In: Oftalmologi Umum (General

Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.


3.

Paramita,

Galuh

P.

2010.

Uveitis

Anterior.

Available

from

URL: http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=mata+%22+uveitis+anterior
%22.html
4.

Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Hal. 172-4.

5.

Trad MJ. Anterior uveitis. [Serial online]. [march, 24 2000]. Available


from:URL:http://www.optometry.co.uk./journal/23564/anterior_uveitis.html

34

35

Вам также может понравиться