Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1.
2.
3.
Diagnosis
Pasien yang menderita cedera uretra posterior sering kali datang dalam keadaan syok
karna terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan.
Ruptura uretra posterior sering kali memberikan gambaran yang khas berupa : (1).
Perdarahan per-uretram, (2) retensi urine, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan adanya Floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom.
Pada pemeriksaan uretrografi retrogad mungkin terdapat elongasi uretra atau
ekstravasasi kontras pada pars prostato-membranasea.
Tindakan
Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain
(abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh
karena itu sebaiknya dibidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif
pada urera. Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang
lebih banyak pada kavum pelvis dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra
dan struktur neurovaskuler di sekitarnya. Kerusakan neurovaskuler menambah
kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan inkontinensia.
Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk
diversi urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary
endoscopic realigment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint
melalui tuntunan uretroskopi. Dengan cara ini daharapkan kedua ujung uretra yang
terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca
ruptura dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari.
Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pasca
trauma dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang
sehingga tindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.
Penyulit
Penyulit yang terjadi pada ruptura uretra adalah striktura uretra yang sering kali
kambuh, disfungsi ereksi, dan inkontinensia urine. Disfungsi ereksi terjadi pada 1330% kasus disebabkan karena kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya
insufisiensi arteria. Inkontinensia urine lebiyh jarang terjadi, yaitu 2-4% yang
disebabkan karena kerusakan sfingter uretra eksterna.
Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat
diatasi dengan uretrotomia interna(sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali,
striktura ini biasanya tidak memerlukan tindakan uretroplasti ulangan.
Ruptura Uretra Anterior
Cidera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle
injury (cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda
tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa : Kontusio dinding uretra, ruptur
parsial, atau ruptur total dinding uretra.
Patologi
Uretra anterior terbungkus didalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum
bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles.
Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari
uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang
terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urine dan darah
hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau
ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupukupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.
Diagnosis
Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria.
Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis
atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.
Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya
ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruftur uretra menunjukkan adanya ekstravasasi
kontras di pars bulbosa.
Tindakan
Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat
menimbulkan penyakit striktura uretra di kemudian hari, maka setelah 4 6 bulan
perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan
ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine.
Kateter sitostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah diyakinkan
melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak
timbul striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra
atau sachse.
Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom
yang luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah
infeksi. Reparasi uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.
Uretra
Berdasarkan anatomi, ruptur uretra dibagi atas ruptur uretra pasterior yang terletak
proksimal diafragma urogenital dan ruptur uretra anterior yang terletak distal
diafragma urogenital.
Cedera menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial
atau total.
Ruptur uretra posterior hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis.
Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars membranasea karna prostat dengan
uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra
membranasea terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi
total atau inkomplit. Pada reptur total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum
puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke kranial.
Cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra
terjepit antara objek yang keras, seperti batu, kayu, atau palang sepeda, dengan tulang
simfisis.
Cedera uretra anterior, selain oleh cedera kangkang, juga dapat disebabkan oleh
instrumentasi urologik, seperti pemasangan kateter, businasi, dan bedah endoskopi.
Gambaran Klinis. Pada ruftur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis.
Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas, hematom, dan
nyeri tekan. Bila disertai ruftur kandung kemih, bisa ditemukan tanda rangsangan
peritonium.
Pada ruftur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan
skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera
uretra. Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tiak bisa buang air kecil
sejak terjadi trauma, dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada
perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh.
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periuretrial atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin
dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fasia yang turut rusak. Pada
ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan
selulitis dan septisemia bila terjadi infeksi.
Diagnosis. Ruptur uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di
meatus uretra disertai patah tulang pelvis. Selain tanda setempat, pada pemeriksaan
colok dubur ditemukan prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada
diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba prostat lagi karena pindah ke
kranial. Pemeriksaan colok dubur harus dilakukan dengan hati-hati karena fragmen
tulang dapat mencederai organ lain, seperti rektum.
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau
instrumentasi dan darah yang menetes dari meatus uretra.
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograd dapat memberi keterangan letak
dan tife ruptur uretra.
Terapi. Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera organ intraabdomen atau
organ lain, cukup dilakukan sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian
dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silikon
selama tiga minggu. Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan
reparasi 2-3 hari kemudian. Sebaiknya dipasang kateter secara langsir (rail roading).
Pada ruptur uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra dengan
anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan parineal. Dipasang kateter silikon selama
tiga minggu. Bila ruptur parsial, dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di
uretra selama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera. Kateter
sistostomi baru di cabut bila saat kateter sistostomi diklem ternyata penderita bisa
buang air kecil.
Komplikasi. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra adalah infeksi, hematoma,
abses periuretral, fistel uretrokutan, dan epididimitis.
Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur uretra. Khusus pada ruptur
uretra posterior, dapat timbul komplikasi impotensi dan inkontinensia.
Hiperplasia Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia yang terletak disebelah inferior bulibuli dan membungkus yretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini
membantu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar
dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
+ 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona antara
lain : zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskular, dan zona