Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genodermatosis merupakan suatu istilah yang ditujukan kepada kelompok
penyakit/gangguan kulit yang diwariskan, dan dikarakterisasi oleh tanda atau
gejala berupa kelainan baik pada kulit maupun yang bersifat sistemik.
Karena termasuk dalam kategori penyakit yang jarang ditemukan, terlebih
lagi kurangnya kesadaran tenaga medis akan kondisi ini, berbagai kendala
akhirnya muncul khususnya dalam penanganan maupun penelitian untuk
penyakit ini. Namun demikian, dalam 25 tahun terakhir, kemajuan besar telah
dicapai dalam upaya untuk memahami dasar genetika dari genodermatosis.
Kemajuan ini, khususnya dalam bidang uji molekular, membawa
kemudahan bagi para spesialis penyakit kulit untuk mengkonfirmasi diagnosis
pada pasien dengan presentasi non-spesifik begitu pula pada kasus-kasus
klasik, sehingga memperluas area fenotip yang dikenali dalam kaitannya
dengan genodermatosis.
Sangat penting diingat bahwa gen bertanggung jawab untuk beberapa
penyakit genodermatosis. Beberapa genodermatosis memiliki keterlibatan
multi-sistem yang mengakibatkan morbiditas berat dan kematian yang
memerlukan perhatian khusus.
Beberapa penyakit yang kaitannya dengan genodermatosis antara lain:
Epidermolisis Bullosa, Inkontinensia Pigmentous, Iktiosis, Harlequin Fetus,
Penyakit Darier, Keratosis Palmoplantaris, Urtikaria Pigmentous dan
Xoderma Pigmentosum.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih
dalam
mengenai
genodermatosis,
seperti
macam-macam
penyakit
genodermatosis,
definisi,
etiologi,
patogenesis,
gejala
klinis
dan
penatalaksanaan.
C. Manfaat Penulisan
Dapat memahami tentang genodermatosis dan hal-hal yang berkaitan
dengan kejadian genodermatosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Genodermatosis
Genodermatosis merupakan suatu istilah yang ditujukan kepada
kelompok penyakit/gangguan kulit yang diwariskan, dan dikarakterisasi oleh
tanda atau gejala berupa kelainan baik pada kulit maupun yang bersifat
sistemik.25
B. Macam-macam penyakit kulit Genodermatosis, antara lain :
1. Epidermolisis Bullosa (E.B)
Definisi (E.B)
E.B merupakan kelainan genetic berupa gangguan/ ketidakmampuan
kulit dan epitel lain melekat pada jaringan konektif di bawahnya dengan
manifestasi tendensi terbentuknya bula dan vesikel setelah terkena trauma
atau gesekan ringan. Sinonim = Mechanobullous disease.1,2
Patogenesis E.B
Beberapa penulis mengemukakan berbagai dugaan pathogenesis.1-4,10
a. E.B.S diduga terjadi akibat :
- Pembentukan enzim sitolitik dan pembentukan protein abnormal
yang sensitive terhadap perubahan suhu. Diduga defisiensi enzim
golactosylhidroxylysyl-glocosyltrans
-
dan
gelatinase
(enzim
Mutasi terjadi kurang lebih 50% pada kode genetic keratin 5 atau
gangguan
pembentukan
jaringan
filament
dibuktikan
menyebabkan
adanya
rusaknya
subtitusi
struktur
asam
jaringan
amino
filamen
dapat
keratin
secara RA.
Terjadi mutasi pada gen kolagen VII (COL741), komponen utama
anchoring fibrils, sehingga fungsinya terganggu.
Epidermolisis Bulosa Distrofik (E.B.D) merupakan salah satu (E.B)
yaitu suatu kelompok kelainan kulit herediter dengan manifestasi
tendensi terbentuknya vesikel atau bula pada kulit dan mokosa setelah
terkena trauma ringan. Karakteristik klinis E.B.D adalah blister, skar
dan distrofi kuku. Penyakit ini diwariskan baik secara autosomal
dominan maupun resesif. Pada E.B.D dominan blister umumnya
relative lebih ringan dibandingkan pada E.B.D resesif. Beberapa
penderita E.B.D dominan menunjukkan papul dermal keputihan
sehingga disebut lesi albopapuloid (AP). Berdasarkan ada atau
tidaknya lesi AP tersebut, E.B.D dominan dibedakan menjadi varian
pada
telapak
tangan
dan
kaki
serta
rambut normal.
E.B.S herpetifomis (tipe Dowling-Meara)
Tipe ini jarang terjadi namun cukup berat dan sering
menimbulkan kematian oleh karena luasnya daerah erosit pada
masa neonates. Awitan tipe ini pada saat lahir sampai awal masa
anak-anak. Predileksi E.B.S Dowling-Meara terutama pada tangan,
kaki, muka dan leher. Bula cenderung tersusun herpetiformis,
kadang tersusun sirsiner, anular dan arsinar, berukuran bedar dan
kadang-kadang dijumpai bula hemotagik atau serosanginus, disertai
tepi lesi yang tampak eritem.
Pada periode neonatal, sebagian besar bula pertama timbul
didaerah tangan dan kaki terutama pada jari-jari. Bula berukuran
diameter 0,5-5cm, dapat soliter atau multiple, sering berupa bula
hemoragik dan terdapat disekeliling kuku, selanjutnya bula dapat
timbul di napkin area dan daerah lipatan-lipatan.
Pada masa bayi, bula tetap timbul di tangan dan kaki serta
periungual, kemudian mulai meluas kedaerah lain seperti proksimal
ekstremitas, leher, dagu dan aksila. Bula mulai tersusun
berkelompok, herpetiformis disertai vesikel, bula hemoragik yang
terjadi sesudah trauma maupun terjadi secara spontan didasar kulit
yang eritem maupun kulit sehat. Erosi yang luas sering tampak
didaerah telapak tangan dan kaki. Pada masa anak-anak, lesi mulai
tampak lebih tersusun herpetiformis dan letak lesi lebih proksimal,
seringkali mengenai dada, paha dan lengan atas. Bula mulai
berkurang di telapak tangan dan kaku. Kelompok bula menyembuh
10
dibagian tengah dan timbul kembali bula yang baru di tepi dareah
yang menyembuh tersebut, seringkali bula rekuren pada tempat
yang sama.
Dimasa dewasa, bula jarang terjadi secara spontan. Sebagian
besar bula terjadi karena trauma. Vesikel dan bula hemoragik
berkelompok lebih sedikit dan lebih cepat sembuh. Bula yang pecah
menimbulkan daerah erosi yang luas. Lesi yang menyembyh
biasanya meninggalkan macula hipo atau hiperpigmentasi, jarang
menimbulkan jaringan parut dan milia.
Hyperkeratosis palmoplantar mulai terjadi sekitar usia 1-3
tahun dan makin menjadi nyata setelah usia 6-7 tahun. Umumnya
asimptomatik. Kadang-kadang menimbulkan rasa seperti terbakar
dan sakit bila disertai bula pada daerah hyperkeratosis tersebut.
Hyperkeratosis ini sangat berat sehingga dapat menimbulkan
deformitas dan hilangnya fungsi fleksi jari tangan. Kelainan kuku
umumnya terjadi pada masa neonatal, berupa distrofi disertai
penebalan kuku iregulae yang akan tumbuh kembali normal.
b. Epidermolisis Bulosa Junctional
- E.B tipe junctional adalah tipe E.B yang pembentukan bula terjadi
di lamina lusida di taut dermoepidermal, merupakan tipe E.B yang
paling berat serta mengancam kehidupan. Semua tipe di turunkan
secara resesif autosom. Imunoperoksidase memperlihatkan bula
-
11
klinis
mirip
pioderma
generalisata,
kemudian
12
Penatalaksanaan3,7
- Perawatan kulit. Berikan penjelasan dan edukasi pada keluarga pasien atau
perawat. Dalam memilih pakaian maupun mainan harus yang ringan dan
lembut. Hindari penggunaan plester sehingga mencegah terjadinya fusi jarijari. Bula dirawat dengan film menusuknya dengan jarum steril dan
membiarkan atap bula sebagai pelindung. Pada anak-anak, hindari sepatu
yang sempit atau yang terbuat dari kulit yang keras. Kaos kaki dari bahan
katun yang menyerap keringat untuk menghindari trauma gesekan. Suhu di
lingkungan diusahakan agar cukup dingin, tempat tidur yang lunak dan sprei
yang halus. Bagian yang erosi di krim atau salap antibiotic. Kerjasama dengan
ahli fisioterapi depat ditingkatkan cegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan
mengatur posisi jari dan sendi.
- Makanan. Sebaiknya diberikan makanan tinggi protein dalam bentuk yang
lembut atau cair sehingga mudah ditelan terutama bila terdapat luka di
mukosa mulut. Hindarai penggunaan dot pada bayi.
13
14
berbagai
fungsi
imunitas
dan
15
defisiensi
IKK,
sehingga
menciptakan
lingkaran
16
sepenuhnya dipahami.
Tahap atrophic-hypopigmentasi
Sebuah tahap yang dikarakterisasi oleh garis translusen berwarna
putih dan hilangnya folikel rambut. Sama halnya dengan tahap ketiga,
patogenesis dari tahap keempat belum dipahami sepenuhnya. Namun
demikian, para peneliti meyakini bahwa perubahan pasca inflamasi
memainkan peranan penting dalam proses ini.
Gejala Klinis11,26,27
Penting untuk ditekankan bahwa istilah Bloch-Sulzberger syndrome
juga digunakan sebagai istilah lain untuk inkontinensia pigmenti
karenasuatu alasan, yakni sindrom itu sendiri merupakan sekumpulan
gejala klinis. Meskipun Inkontinensia pigmenti merupakan gangguan
yang manifestasi utamanya ditemukan pada kulit, kelainan ini juga
menimbulkan manifestasi ekstradermal.
Manifestasi ini ditemukan pada >50% kasus inkontinensia pigmenti,
yang antara lain meliputi :
- Manifestasi pada sistem saraf pusat (muncul pada 25% kasus
inkontinensia pigmenti) yang meliputi kejang, retardasi mental,
paralisis spastik, mikroensefali dan perkembangan motorik yang
lambat. Selain itu, kelainan seperti hemiplegiadan tetraplegia spastik
-
17
Penatalaksanaan
Tatalaksana tidak selalu diperlukan untuk lesi kutaneus, meskipun
penggunaan tacrolimus dan kortikosteroid topikal telah dilaporkan
mempercepat resolusi dari tahap inflamasi. Higienitas oral dan perawatan
gigi rutin sangat diperlukan pada kasus inkontinensia pigmenti, dan
restorasi gigi juga disarankan. Kejang harus ditangani dengan
antikonvulsan. Sebagai tambahan, pemeriksaan perkembangan fungsi
saraf dapat dilakukan pada pasien dengan inkontinensia pigmenti,
tentunya dengan merujuk pasien ke spesialis yang bersangkutan.
pemeriksaan ophthalmology rutin juga dibutuhkan, khususnya selama
tahun pertama kehidupan, dengan maksud untuk mendiagnosa dan
menangani komplikasi ophthalmology yang mungkin muncul.26,27
3. Iktioisis
Definisi Iktiosis
Merupakan suatu kelainan keratinasi dimana kulit menjadi sangat
kering dan berskuama, sebagian kasus bersifat herediter terkadang
didapat.11
18
Gambar 3. Iktiosis
Etiologi dan Patogenesis 12,13
Keratin pada tiap individu tidak dapat dilihat maupun memperlihatkan
suatu formasi keratin yang abnormal. Pada DIV dan XLI, formasi
ketebalan stratum korneum disebabkan karena adanya peningkatan daya
rekat dari sel stratum korneum dan atau kegagalan dari pemisahan sel
normal. Hasil abnormalitas formasi stratum koneum ini meningkat pada
keadaan kehilangan cairan antar epidermis. Etiologi pada ichtiosis yang
paling sering terjadi, DIV sebenarnya tidak diketahui. Pada XLI biasanya
diakibatkan oleh defisiensi steroid sulfatase. Pada LI terlihat adanya
peningkatan pertumbuhan hyperplasia sel dan meningkatkan jarak ratarata ketebalan pada epidermis dan terdapat defisiensi transglutaminase,
pada EH, terdapat mutasi pada koding gen keratin 1 atau 10, dan ini
mengganggu perbandingan epidermal serta memperlihatkan abnormalitas
gen keratin pada vakuola di lapisan atas epidermis, sehingga melepuh dan
terjadi hyperkeratosis.
Klasifikasi Iktiosis
a. Dominant Ichtyosis Vulgaris (DIV)
Epidemiologi DIV
Sama insiden pada pria dan wanita. Pewarisan autosomal
dominan bersifat umum.11,13 Iktiotis vulgaris biasanya tidak ada pada
saat lahir. Yang banyak muncul kebanyakan pasien yang terjadi selama
tahun pertama kehidupan dan sebagian besar terjadi pada usia 5 tahun.
19
diklasifikasikan
sebagai
hyperkeratosis
komponen
utama
keratohyalin.
Melalui
berbagai
Filaggrin
adalah
proteolyzed
dan
di
metabolism
20
protein.
Alpha-hydroxy acids (misalnya laktat, glikolat atau asam piruvat).
Yang efektif untuk hydrating kulit. Obat ini bekerja dengan
menyebabkan disagregasi dari corneocytes di tingkat bawah pada
pembentukan lapisan stratum corneum yang baru. Asam laktat
tersedia sebagai laktat 12% ammonium lotion atau bisa dicampur
pada resep dalam konsentrasi 5-10% dalam wadah yang cocok.
Penggunaan sehari 2 kali telah menunjukan hasil yang lebih baik
21
klinis
seperti
hyperkeratosis,
lapisan
granular,
eritroderma generalisata.
Pada anak dan dewasa, hyperkeratosis yang luas pada hamper
seluruh tubuh, hiperkeratotik yang pecah, lapisan kulit yang
menebal dan coklat hamper diseluruh tubuh, keratoderma pada
tangan dan kaki, eritoderma juga mungkin ditemukan.
Penatalaksanaan
anak
atau
dewasa
diberikan
hydrat
22
23
24
25
5. Penyakit Darier
Definisi Penyakit Darier
Penyakit darier adalah penyakit autosomal dominan, yang ditandai
adanya papel-papel hyperkeratotik pada daerah seboroik serta adanya
perubahan pada kuku dan membrane mukosa. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, ditemukan pada decade pertama dan decade kedua dari
kehidupan, terbanyak usia 11-15 tahun. Penyakit ini diperberat oleh sinar
matahari.16,17
26
trifosfat
retikulum
sarko/endoplasma
(sarco/endoplasmic
Selain
konsekuensi
ini,
mutasi
gen
ATP2A2
juga
27
6. Keratosis Palmoplantaris
Definisi Keratoderma
Yaitu suatu kondisi pembentukan keratin pada telapak tangan dan kaki
yang berlebihan. Sinonim = Keratoma, hyperkeratosis, tilosis.6,7
28
ringan.
Kortikosteroid topical potensi kuat sampai sangat kuat berfungsi
7. Urtikaria Pigmentosa
Definisi
Suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung
sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.11
29
Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
-
zat kontras.
Makanan: Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut,
umumnya
akibat
reaksi
imunologik.
Makanan
yang
sering
menimbulkan urtikaria.
Inhalan: Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu,
asap, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan
30
Darier.
Infeksi dan infestasi: Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan
urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi
parasit.
Psikis: Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung
31
32
Penatalaksanaan
Terapi simptomatik,
pada
keadaan
ringan
hanya
diberikan
sistemik.
Topical: bedak antipruritus seperti mentol 0,5-1%, asam salisilat 0,51%, dan kamfer 1-2%.11
8. Xoderma Pigmentosum
Definisi
Xoderma pigmentosum adalah penyakit herediter yang mengakibatkan
kerusakan pada gen DNA yang bertanggung jawab memperbaiki
kerusakan sel yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya kanker pada kulit setelah terpapar sinar
matahari.7,13
33
Timbulnya bintik-bintik pigmen yang multiple dan lesi atrofi yang lebih besar
Kulit sangat mudah menjadi hitam setelah terpapar cahaya matahari
Timbulnya freckles (bercak pigmen kecil pada kulit) pada usia muda
Kulit menjadi tipis
Kulit menjadi sangat kering
Solar keratoses dan kanker kulit
Mata sangat sakit dan sensitive pada cahaya (photosensitive)
Pada paparan dengan pancaran matahari yang sedikit, dapat juga
34
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Genodermatosis merupakan suatu istilah yang ditujukan kepada
kelompok penyakit/gangguan kulit yang diwariskan, dan dikarakterisasi oleh
tanda atau gejala berupa kelainan baik pada kulit maupun yang bersifat
sistemik.
Macam-macam penyakit terkait genodermatosis, antara lain:
1. Epidermolisis Bullosa, yaitu kelainan genetic berupa gangguan/
ketidakmampuan kulit dan epitel lain melekat pada jaringan konektif di
bawahnya dengan manifestasi tendensi terbentuknya bula dan vesikel
setelah terkena trauma atau gesekan ringan. Klasifikasi E.B antara lain:
35
a.
b.
-
tekanan mulai sejak lahir hingga dewasa. Bula berisi cairan jernih dengan
dinding yang tegang dan terkadang hemoragik. Bula dapat juga timbul di
selaput lendir; pada kuku menyebabkan distrofi kuku. Pada tipe distrofi
resesif terdapat retradasi mental dan pertumbuhan tubuh yang terhambat.
Prognosis umumnya kurang baik.
2.
36
37
sehingga berbau. Kuku biasanya berwarna lebih putih, mudah patah pada
bagian distal, juga didapatkan gambaran seperti huruf V dibagian kuku
yang bebas dan subungual keratosis. Kadang-kadang terdapat garis-garis
longitudinal merah dan putih. Pada membrane mukosa terdapat gambaran
papel-papel putih dengan penekanan ditengah (umbilikasi). Prognosis
umumnya kurang baik, dapat menimbulkan kecacatan sosial. Selain itu
keparahan sebuah kondisi penyakit juga tergantung pada dampaknya
terhadap keadaan sosial masing-masing individu sehingga diperlukan
pendekatan per kasus.
6. Keratosis Palmoplantaris, yaitu suatu kondisi pembentukan keratin pada
telapak tangan dan kaki yang berlebihan. Dengan gejala klinis, penebalan
menyeluruh yang nyata pada telapak tangan dan kaki yang simetrik.
Kadang-kadang penebalan meluas ke lateral atau dorsal, terutama pada
punggung sendi jari tangan. Lekukan telapak kaki, umumnya bebas.
Epidermis menjadi tebal, kering, verukosa, dan bertanduk. Bentuk strie
dan berlubang dapat terlihat. Sering terdapat hyperhidrosis.
7. Urtikaria Pigmentosa, yaitu Suatu erupsi pada kulit
berupa
38
pada kulit) pada usia muda, kulit menjadi tipis, kulit menjadi sangat
kering, solar keratoses dan kanker kulit, mata sangat sakit dan sensitive
pada cahaya (photosensitive), pada paparan dengan pancaran matahari
yang sedikit, dapat juga menyebabkan blister dan freckles, pematangan
kulit, bibir, mata, mulut, dan lidah yang premature. Prognosis, menurut
laporan di London (2013) rata-rata kematian pasien dengan XP adalah
pada usia 32 tahun yang disebabkan oleh dua penyebab utama yaitu
kanker kulit sebanyak 34% dan neurodegenerasi sebanyak 31%.
B. Saran
Penyakit yang terkait dengan genodermatosis harus diperbanyak lagi karena
dapat menambah wawasan dan kepustakaan khususnya bagi mahasiswa dan
juga masyarakat umum.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Boodiardja S.A. Epidemolisis Bulsa, Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Boediardjo S.A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Jakarta:
balai Penerbit FKUI, 2002.
2. Hurwitz S. Bullous disorders of Childhood. Clinical pediatric dermatology, a
textbook of skin disorders of Childhood and alolennsceence. Edisi ke-2
Philadelphia, W.B. Sauders. Co 1993: 432-5, 439-41.
3. Atherton D.J. Epidemolysis Bullosa, Dalam: Harper J. Oranje A, Prose N.
Editor Textbook of Pediatric Dermatology. London: Balckwell, Science Ltd.
2000, 1075-80.
4. Marinhovich Herroon G.S. Khavari P.A. Bauer E.A. Hereditary epidarmolysis
bullosa, Dalam: Fredbeerg I.M. Eisen A.Z Wolff K, Austen K.F, Goldsmith
L.A. Katz S.I et al. editor Flitzpatricks dermatology in general medicine.
Edisi ke-5 New York. Mc Graw Hill, Inc, 1999: 690-701.
5. Pey R.J Bullous eruptions, Dalam: Champions R.H. BURTON J.L, Ebling
FJG, editor. Textbook of dermatology. Edisi ke-5. London: Blackwell
Scientific Publ. 1992-1635-6.
6. Arnold H.L. Odom B.R. James W.D. Andrews. disease of the skin, clinical
dermatology. Edisi ke-8. Philadelphia WB. Sauders Co. 1990:646-50.
7. Habif T.P Chinical dermatology, a color guide to diagnosis and therapy. Edisi
ke-3. St. Louse: Mosby-Year. Inc 1996:521.
8. Fine J.D. Bullous Disease. Dalam: Mosechella, Hurley H.J, editor.
Dermatology. Edisi ke-3 Philadelphis: W.B. Souders Co. 1992:681-9.
9. Tidman M.J. Horn H.M. The Clinical Spectrum of Epidemolysis Bullous
Simplex. Br. J. Detmatol 2000:142-72.
40
10. Karniawati Y, Diana J.A, Rahmatdinatai Epidermolisis Bullous SimplexBullous Dermato-Venerlogical Indonesia 2002:29/3; 145-152.
11. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta.
12. Flizpatrick T.B, Wolf, Klaus, MD, FRCP, Lowell A, Goldsmith, MD, Stephen
I, Katz, MD, PHD, ed. Flizpatricks Dermatology in General Medicine, 7 th
edition. New York: McGraw-Hill; 2008.
13. Flizpatrick T.B, Johnson RA, Wolff K. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, 6th edition. New York: McGraw-Hill; 2001. P.72-75
14. Burn Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Griffiths. Rooks
Textbook of Dermatology. Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2004.
P.37-7 34-9.
15. Hunter, J.A.A, J.A. Savin, M.V. Dahl. Clinical Dermatology, 3th edition.
Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2002. P.41-42
16. Burge. S. Darriers Disease, Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N, editor.
Textbook of Pediatric Dermatology. Oxford: Blackwell Science. 2002, 11537.
17. Hurwitz, S. Keratosis Follicularis (darier Disease), Dalam: Clinical Pediatric
Dermatology, Textbook of Skin Disorders of Chilhood and Adolescence W.B
Sauders company, 1993: 188-90.
18. Bchetnia M, Charfeddine C, Kassar S, Zribi H, Guettiti HT, Ellouze F.
Clinical and mutational heterogeneity of Darier disease in Tunisian families.
Arch Dermatol. Jun 2009;145(6):654-6.
19. Hoi c. Dariers disease (keratosis follicularis) A local survey, studyof life
impact,
41
23. Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. FKUI.
Jakarta
24. Dyer J. New Findings in Genodermatoses. Dermatologic Clinics, Volume 31,
Issue 2, 2013;303 315
25. Escobedo J. Incontinentia Pigmenti without Systemic Malformations: a case
report and description for primary care clinicians. Proceedings of UCLA
Health Care. 2000;4:10-2
26. Caputo R, Tadini Gianluca. Atlas of GENODERMATOSES. London and
Newyork. Taylor & Francis e-Library, 2006.
27. Anstey AV. Disorders of skin colour. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C, eds. Rooks Textbook of Dermatology: Volume 3, Eighth edition,
Wiley-blackwell publishing 2010.p.58.15.
28. Arikan II, Harma M, Barut A, Harma MI, Bayar U. Harlequin ichthyosis: A
case report and review of literature. Anatol J Obstet Gynecol 2010; 1:3.