Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam rematik atau demam rematik akut adalah penyakit inflamasi yang
mengenai jantung, sendi, sistem saraf pusat, dan jaringan subkutan. Akibat paling
signifikan dari demam rematik adalah penyakit jantung rematik (PJR) (Wong,
dkk, 2008). Saat ini diperkirakan insiden demam reumatik di Amerika Serikat adalah
0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang
hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan
penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini,
yaitu 100-200 per 100.000 penduduk.
Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6
dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi
peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian
Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum
seluruhnya dapat ditangani, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan
masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat kami kaji dalam
makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian dari demam reumatik?
2. Bagaimana epidemiologi dari demam reumatik?
3. Bagaimana etiologi dari demam reumatik?
4. Apa saja faktor predisposisi demam reumatik?
5. Bagaimana patofisiologi dari demam reumatik

6. Apa saja klasifikasi dari demam reumatik?


7. Bagaimana gejala klinis dari demam reumatik ?
8. Bagaimana pemeriksaan fisik dari demam reumatika?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari demam reumatik?
10. Bagaimana prognosis dari demam reumatik
11. Apa saja terapi untuk demam reumatik?
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan demam reumatik?
C. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari demam reumatik.
2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari demam reumatik.
3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari demam reumatik.
4. Untuk mengetahui apa saja faktor predisposisi dari demam reumatik.
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari demam reumatik.
6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari demam reumatik.
7. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari demam reumatik.
8. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik dari demam reumatik.
9. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari demam reumatik.
10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari demam reumatik.
11. Untuk mengetahui apa saja terapi untuk demam reumatik.
12. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan demam reumatik.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa
membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang demam reumatik dan
menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian
asuhan keperawatan pada pasien demam reumatik
BAB II
2

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


a. Pengertian
Demam rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang
sendi dan jantung dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan
subkutis. Penyakit cenderung kambuh, serangan awal maupun serangan
kambuhan merupakan komplikasi nonsupuratif akibat infeksi streptokokus grup A
pada saluran pernafasan bagian atas ( Ilmu Kesehatan Anak, h. 930 ).
Demam rematik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus beta-hemolytikus grup A. Demam
rematik yang menimbulkan gejala sisa pada katub jantung disebut sebagai
penyakit jantung rematik ( Kapita Selekta, h. 454 ).
b. Epidemologi
Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6
per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang
hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan
penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad
ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk.
Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang.
Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik
masih amat tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10
kali lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka insidens demam reumatik
pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000 penduduk.
Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun
1980 diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik sangat besar dan merupakan penyakit
3

kardiovaskular

pertama

yang

menyerang

anak-anak

dan

menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi . Di Yogyakarta pasien dengan demam


reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak dalam
periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS.
Cipto Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun 1,3.
Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6
dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi
peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian
Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum
seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan
masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara
maju.
Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah
ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji
spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Terdapat
kesan terdapatnya overdiagnosis demam reumatik, sehingga diharapkan dengan
kriteria diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk mengenal
penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal
yang sangat penting dalam menurunkan insidens penyakit ini.

c. Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi

individu,

penyebab

penyakit

dan

faktor

lingkungan.

Infeksi

Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului


terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan
ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial.
Berbeda

dengan

glumeronefritis

yang

berhubungan

dengan

infeksi
4

Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak


berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.
Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik
diketahui dari data sebagai berikut:
a. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar
antibodi

terhadap

Streptococcus

atau

dapat

diisolasi

kuman

beta-

Streptococcus hemolyticus grup A, atau keduanya.


b. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens
oleh beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan
hanya

sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam

reumatik

akan

menderita

komplikasi

ini

setelah

menderita

faringitis

Streptococcus yang tidak diobati.


c. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita
mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.

d. Faktor Predisposi
Faktor predisposisi penyebab demam reumatik antara lain:
a. Faktor-faktor pada individu
1) Faktor Genetik
Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada
suatu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan
tentang faktor genetik pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun
pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam
reumatik ini, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.
2) Faktor Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering
didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi
5

data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah
satu jenis kelamin. Misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada
wanita daripada laki-laki.
3) Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibandingkan dengan orang kulit putih. Di negara-negara barat umumnya
stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung
reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral
organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif
singkat, hanya 6 bulan sampai 3 tahun setelah serangan pertama.
4) Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak yang berumur 3-5 tahun dan
sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidensi infeksi Streptokokus
pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa 40%
penderita infeksi Streptokokus adalah mereka yang berumur antara 2-6
tahun. Mereka ini justru jarang menderita demam reumatik. Mungkin
diperlukan infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi demam
reumatik.7
5) Keadaan Gizi dan lain-lain
Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam
reumatik. Hanya sudah diketahui bahwa penderita anemia sel sabit (sickle
cell anemia) jarang yang menderita demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
6

b. Faktor-faktor lingkungan
1) Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat
kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2) Iklim dan Geografi
Demam reumatik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak
didapatkan di daerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidensi yang tinggi,
lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya tinggi
agaknya insidensi demam reumatik lebih tinggi daripada di dataran
rendah.
3) Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidensi infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidensi demam reumatik
juga meningkat.
e. Patofisiologi
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk
ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S,
hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta
streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya
antibodi.
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya
reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang
7

mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang


menyebabkan reaksi autoimun.
ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling
sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang
80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan
kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung
reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki
reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di
antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran
protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus
dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik
multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam
reumatik.
Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya
diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa
demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir
menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme
alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah
perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel
miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik
menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi
yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu
tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa
mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan
pada demam reumatik.

f.

Pathway

Stereptococus

20 produk ekstrasel

Streptolisin(o) treptolisin(S) hialuronidase


deoksiribonuklease

streptokinase

disfosforidin nukleotidase

streptococca
erythr
ogeni
c
toxin.

Antibodi

Sensitivitas Sel B Antibodi

Imun Kompleks

Sarcolema

Cardiac
Respon peradangan Mycardiak dan vascular

Katup Mitaral

Star
Permanen

Kerusakan

2- 6 minggu tidak ada pengobatan

Infeksi saluran napas Kuman Beta-Hemolitic


Streptococus

Phrynx
Hasil respon imunologi abnormal
Demam Reumatik
g. Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare.

10

Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai


tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali
membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan.
Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas
pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi
10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai
manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik
tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik
dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan
jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik
maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
11

Manifestasi Klinis Mayor


a. Sakit Persendian
Bisa berupa artralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda obyektif
radang. Arthritis ialah radang persendian dengan tanda tanda panas,
merah, bengkak atau nyeri tekan dan keterbatasan gerak persendian. Athritis
terjadi pada 70 % pasien dengan demam rematik dan mengenai beberapa
persendian secara bergantian selama beberapa hari dalam seminggu
( poliarthritis migrans ). Arthritis sering dimulai pada kaki dan menjalar ke
lengan. Tanpa pengobatan, poliarthritis biasanya menghilang dalam 3 minggu
tanpa meninggalkan bekas.
b. Pankarditis
Pankarditis berupa endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Karditis terjadi
pada 50 % demam rematik pertama. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat dan
anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising jantung
patologis, kardiomegali yang secara radiologi makin lama makin membesar,
adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis (nyeri sekitar umbilikus karena
pembengkakan hati dan terdengar friction rub). Jika aktivitas rematik sudah
menurun, yang sering menetap adalah tanda -tanda kerusakan katub.
c. Eritema Marginatum
Eritema marginatum biasanya timbul pada awal penyakit, dapat hilang-timbul
tidak menentu. Ditemukan pada kurang lebih 5 % pasien, dan biasanya timbul
hanya pada pasien dengan karditis. Eritema ini tidak gatal, dengan tepi
eritema menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal dengan sentrumnya
berwarna pucat. Tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta
tidak melibatkan wajah.
d. Nodul Subkutan

12

Ditemukan pada sekitar 5 10 % pasien, biasanya timbul dalam mingguminggu pertama dan hanya pada pasien dengan karditis. Nodul berukurang
antara 0,5 2 cm, tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan, serta kulit yang
menutupinya tidak menunjukkan tanda radang. Umumnya terdapat pada
permukaan ekstensor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian
kaki.
e. Chorea Sydenham ( St. Vitus dance )
Chorea mengenai 15 % pasien demam rematik, dan dianggap sebagai bentuk
neurologis demam rematik. Chorea berupa gerakan yang tidak disengaja dan
tidak bertujuan atau inkoordinasi muskular, biasanya pada otot wajah dan
ekstremitas, serta emosi yang labil. Gerakan yang timbul adalah sekonyongkonyong dan tidak dapat diulang lagi, tonus otot menghilang. Gerakan chorea
menghilang pada waktu tidur.
Manifestasi Klinis Minor
a. Demam
Demam tidak khas, bisa berlangsung sampai berkali-kali dengan tanda-tanda
berupa malaise, astenia, penurunan BB. Demam biasanya terdapat pada saat
permulaan terjadinya poliarthritis, tipe demam adalah remittent, tetapi
umumnya tidak sering melampaui 390 C dan akan kembali normal dalam 2
3 minggu, walaupun bila tidak diobati.
b. Nyeri abdomen.
c. Mual, muntah dan anoreksia
d. Efusi pleura

a. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik/penunjang pada diagnosis demam rematik akut
dibagi atas 3 golongan , walaupun pada kenyataannya pemeriksaan laboratorium
13

baik yang tunggal maupun kombinasi belum ada yang memungkinkan diagnosis
spesifik demam rematik akut.
a. Golongan pertama
Meliputi uji radang jaringan akut, yakni reaktan fase akut sbb :
1) Laju Endap Darah ( LED ).
Mempunyai variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat meninggi
sampai jauh di atas 100 mm. Banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor
eksternal seperti anemia. Anemia ringan sedang ( normositik normokrom
) lazim ditemukan pada penderita demam rematik akut.
2) Protein C Reaktif ( PCR ).
Dapat digunakan untuk ukuran beratnya proses. Pada pasien demam
rematik akut ditemukan C Reaktif protein positif.
3) Leukositosis
Leukositosis umumnya sedang dan non spesifik.
b. Golongan kedua
Uji bakteriologis dan serologis yang membuktikan infeksi streptokokus
sebelumnya yaitu : Tes antibodi terhadap streptokokus. Kurang lebih 80 %
penderita akan memperlihatkan kenaikan titer anti streptolisin O ( ASO ). Titer
yang berkisar dari 200 300 unit saja yang dianggap normal.
c. Golongan ketiga
Meliputi pemeriksaan sbb :
1) Pemeriksaan radiologis (Rontgen)
Untuk menemukan adanya kardiomegali dan efusi pericardial
2) Elektrokardiografi (EKG)
Perpanjangan interval P R terdapat pada 28 40 % pasien., kelainan ini
dapat dipakai dalam diagnosis demam rematik. Perubahan EKG lain
mencakup gelombang T yang datar/terbalik karena miokarditis dan elevasi
ST akibat perikarditis.
3) Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasif yang digunakan untuk
memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Cara ini
14

menggunakan pemancaran gelombang suara frekuensi tinggi ke jantung


melalui dinding dada dan mencatat sinyal yang kembali.

b. Prognosis
Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi.
Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut
demam reumatik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam reumatik
dan penyakit jantung reumatik tidak membaik bila bising organik katup tidak
menghilang, (Feinstein AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila gejala
karditisnya lebih berat dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung
akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun.
Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan
sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis
mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakkan katup
mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam
reumatik ini. (Irvington House Group & U.K and U.S 1965). Penelitian selama 10
tahun yang mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama
kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah
jantung yang berat tanpa diketahui adanya kekambuhan demam reumatik atau
infeksi streptokokus. (Stresser, 1978).
Prognosis demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis
ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang
diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk
pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam
waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan
kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam reumatik meliputi:
a. Tirah Baring
15

Semua penderita demam reumatik harus tinggal di rumah sakit. Penderita


dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu
menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang
berat dengan gagal jantung, penderita harus tirah baring total paling tidak
selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar
6-8 minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas
yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai
pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda
demam reumatik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring
tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan
istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.
b. Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam
reumatik dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin
karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak
di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg.
c. Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam.
Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam
reumatik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at.
Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
terbagi selama 2-4 minggu, kemudian 8 diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari
selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan
dosis 100 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk
kemudian diturunkan menjadi separuhnya. Prednison dapat diberikan dengan
dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian
diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3 dan 4.

16

Pengobatan demam reumatik akut pengobatan dan profilaksis infeksi


Streptococcus beta hemolyticus group A yaitu Benzatine Penisilin 1, 2 juta unit
intramuskular tiap bulan.
Pengobatan Supresif :
a. Tanpa Kelainan Jantung :
1) Aspirin 100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi empat
2) Turunkan dosis bila kadar salisilat melebihi 25 mg/100 ml
3) Turunkan dosis bila timbul gejala tinitus
4) Turunkan dosis 25% setelah satu minggu bila respon kliniknya baik dan
lanjutkan sampai 6-8 minggu, turunkan dosis pada 2 minggu terakhir.
b. Dengan kelainan Katup :
1) Prednison 2,0 mg/kg/hari selama 2 minggu, kemudian berangsurangsur turunkan dosis selama 2 minggu.
2) Bila respon baik, mulai aspirin 75 mg/kg/hari pada minggu ke 3 dan
lanjutkan samapai minggu ke 8, berangsur-angsur turunkan pada 2
minggu terakhir.
3) Tingkatkan dosis supresi bila gejala kambuh kembali atau laju endap
darah meningkat.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas.
1) Identitas pasien meliputi

nama, umur, agama, jenis kelamin, status,

pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal


pengkajian, nomor register dan dx.medis.
2) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan dan alamat.
17

b. Riwayat Kesehatan.

Keluhan utama.
Badan panas, nyeri, dan pembengkakan sendi

Riwayat penyakit dahulu.


Tidak pernah mengalami penyakit yang sama, hanya demam biasa

Riwayat penyakit sekarang.


Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan perubahan EKG

c. Riwayat kesehatan keluarga.


Tidak ada riwayat penyakit dari keluarga
d. Riwayat kehamilan dan persalinan.
Tidak ada hubungan dengan penyakit
e. Riwayat kesehatan lingkungan.

Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Iklim dan geografi

Cuaca

Sanitasi buruk

f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat nutrisi.
Adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi berubah.
h. Pengkajian persistem.
1) Sistem pernapasan.
Adanya takipneu, suara tambahan dan cuping hidung.
2)

Sistem kardiovaskuler.
Biasanya pada pasien yang mengalami Rheumatic Heart Disease
ditemukan suara abnormal yaitu murmur, kemudian adanya takikardi.

3)Sistem persarafan.
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen atau koma pada
penderita RHD.
18

4)

Sistem perkemihan.
Apakah di dalam penderita RHD mengalami konstipasi, produksi kemih
mengalami oligurie.

5)

Sistem pencernaan.
Adanya gangguan pencernaan karena disebabkan perubahan pola makan
akibat anorexsia.

6)

Sistem muskuloskeletal.
Apakah ada gangguan pada ekstermitas atas maupun ekstermitas bawah.

7)

Sistem integumen.
Integritas turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak.

8)

Sistem endokrin
Pada penderita RHD tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.

i. Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya
j. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing
Inspeksi : terdapat sesak nafas, adanya otot bantu pernapasan, adanya
cuping hidung
Auskultasi : terdapat penumpukan cairan ( krekels ), adanya efusi pleura.
Palpasi

: terdapat retraksi interkosta.

Perkusi

: terdapat suara redup.

2) Blood
Inspeksi :

adanya sianosis.

Auskultasi : terdapat suara jantung murmur.


Palpasi

akral dingin, tekanan darah., kapileir refill.

Perkusi

terdapat pergeseran suara jantung.

3) Brain
19

Inspeksi :

tidak tampak

Palapsi

tampak

4) Blader
-

Kaji adanya poliurine

Urine apakah ada keton.

5) Bowel
-

BAB berapa kali.

Jumlah input dan output

Apakah ada kelainan pada organ pencernaan.

6) Bone
-

Adanya nyeri sendi/kelemahan sendi karena tirah baring

7) Diet pada Penyakit Demam Rhematik


a) Tujuan Diit :
Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung,
mencegah penimbunan garam atau air
b) Syarat syarat Diit :
(1) Energi cukup untuk mempertahankan BB normal
(2) Protein cukup, 0,8 gram/kg BB
(3) Lemak sedang, 25 30 % kebutuhan total kalori (10 % lemak jenuh, 15
% lemak tak jenuh)Vitamin dan mineral cukup
(4) Rendah garam, 2-3 gram perhari
(5) Cairan cukup 2 liter perhari
(6) Bila makanan per oral tdk cukup berikan enteral atau parenteral
(7) Bentuk makanan sesuai keadaan pasien
(8) Cara menghidangkan menarik
8) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium darah
20

b) Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung


c) Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
d) Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi penyakit.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran synovial
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
d. Defisiensi pengetahuan orang tua / anak berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakit anaknya.

3. Perencanaan Keperawatan
Hari
/Tgl

No
Dx
1

Tujuan dan Kriteria


Hasil
Setelah diberikan

Rencana Perawatan
Intervensi

Kaji suhu tubuh

TTD
Rasional

Mengetahui data

asuhan keperawatan

klien dan ukur

dasar terhadap

selama .x24 jam

tanda-tanda vital

perencanaan

diharapkan masalah

lain seperti nadi,

tindakan yang

hipertermia teratasi

TD dan respirasi

tepat
21

dengan kriteria hasil:

TTV pasien

Berikan klien

Membantu

normal (Suhu:

kompres hangat

meberikan evek

36,5-37,5C, Nadi

pada lipatan

vasodilatasi

(60-80x/mnt, RR

tubuh

pembuluh darah

12-20x/menit, TD

sehingga

110/80-140/90

pengeluaran

mmHg).

panas terjadi
secara evaporasi

Peningkatan suhu

Beri edukasi dan

juga dapat

ajarkan klien

meyebabkan

untuk minum 2

kehilangan cairan

liter/hari jika

akibat evaporasi

memungkinkan

Mengurangi
proses

Kolaborasi untuk

peradangan

pemberian

sehingga

antipiretik dan

peningkatan suhu

antiradang seperti

tidak terjadi serta

salisilat/

streptococus

prednison serta

hemolitikus b grup

pemberian

A akan mampu

Benzatin

dimatikan

penicillin, ASA
(aspirin),
asetaminofen
2

Setelah diberikan
asuhan keperawatan

(Tylenol).
Kaji keluhan nyeri.

Memberikan

Perhatikan

informasi sebagai
22

selama .x24 jam

intensitas ( skala

dasar dan

diharapkan masalah

1-10 )

pengawasan

nyeri teratasi dengan


kriteria hasil:

intervensi

Observasi tanda-

Mengetahui

Skala nyeri 0-1

tanda vital (TD,

keadaan umum

Tanda-tanda vital

Nadi, RR , suhu).

dan memberikan

dalam rentang

informasi sebagai

normal (Suhu:

dasar dan

36,5-37,5C, Nadi

pengawasan

(60-80x/mnt, RR

intervensi

12-20x/menit, TD

Pertahankan

Menurunkan

110/80-140/90

posisi daerah

spasme/

mmHg).

sendi yang nyeri

tegangan sendi

Klien tidak

dan beri posisi

dan jaringan

mengeluh nyeri

yang nyaman

sekitar.

tidak ada nyeri


tekan dan klien

Ajarkan teknik

Membantu

tidak membatasi

relaksasi progresif

gerakanya.

( napas dalam,

menurunkan

Klien tampak

Guid imageri,

spasme sendi-

visualisasi )

rileks

sendi,
meningkatkan
rasa kontrol dan
mampu
mengalihkan
nyeri.

Kolaborasi untuk
pemberian
analgetik

Menghilangka
n nyeri

23

Kaji status

Memvalidasi dan

asuhan keperawatan

nutrisi klien, turgor

menetapkan

selama .x24 jam

kulit, derajat

derajat masalah

masalah diharapkan

penurunan berat

untuk

ketidakseimbangan

badan, integritas

menetapkan

nutrisi kurang dari

mukos oral,

pilihan intervensi

kebutuhan dapat

kemampuan

yang tepat.

teratasi dengan

menelan, riwayat

kriteria hasil:

mual/muntah, dan

diare.

Setelah diberikan

Klien
mengatakan mual
dan anoreksia

Fasilitasi klien

Memperhitungkan

berkuarang /

untuk

keinginan individu

hilang

memperoleh diet

dapat

biasa yang

memperbaiki

makanan adekuat

disukai klien

intake gizi

dan kelemahan

(sesuai indikasi)

Masukan

hilang

BB dalam

rentang normal.

Lakukan dan

Menurunkan

ajarkan

rasa tidak enak

perawatan mulut

karena sisa

sebelum dan

makaan, sisa

sesudah makan

sputum atau obat

serta sebelum

pada pengobatan

dan sesudah

sistem

pemeriksaan

pernapasan yang

peroral

dapat
merangsang
pusat muntah.

Anjurkan makan
dengan porsi

Membantu
24

sedikit tetapi

mengurangi

sering dan tidak

produksi asam

makan makanan

lambnung/HCl

yang merangsang

akibat faktor-

pembentukan HCl

faktor perangsang

seperti terlalu

dari luar tubuh

panas, dingin,
pedas

Kolaborasi
untuk pemberian

multivitamin

Multivitamin
bertujuan untuk
memenuhi
kebutuhan vitamin
yang tinggi
sekunder dari
peningkatan laju
metablisme
umum.

Setelah dilakukan

Kaji kemampuan

Keberhasilan

asuhan keperawatan

klien untuk

proses

selama .x24 jam

mengikuti

pembelajaran

diharapkan

pembelajaran

dipengaruhi oleh

pengetahuan orang

(tingkat

kesiapan

tua /anak bertambah

kecemasan,

fisik,emosional

dengan kriteria hasil:

kelelahan umum,

dan lingkungan

pengetahuan klien

yang kondusif

Pasien dan
keluarga

sebelumnya dan

menyatakan

suasana yang

pemahaman

tepat)

tentang penyakit,

Berikan terapi

Membantu untuk
25

kondisi,

bermain yang

mengurangi nyeri

prognosis, dan

sesuai dan tidak

saat beraktivitas.

program

membuat lelah.

pengobatan

Pasien dan

Ajarkan keluarga

Mencegah

untuk membatasi

penularan bakteri

keluarga mampu

aktivitas anak

atau virus.

melaksanakan

sampai

prosedur yang

manifestasi klinis

dijelaskan secara

demam reumatik

benar

tidak ada dan


berikan periode
istirahat

Kolaborasi

Membantu anak

pemberian

agar lupa dengan

antibiotik sesuai

nyerinya.

program.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan
kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan

26

Hari/Tgl

No

o
1

Jam

Dx
1

Evaluasi

TTd

S: Diharapkan pasien mengatakan demamnya


sudah berkurang

O : Diharapkan TTV klien dalam batas normal


(Suhu: 36,5-37,5C, Nadi (60-80x/mnt, RR 1220x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg)

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan kondisi klien

S: Diharapkan pasien mengatakan nyerinya sudah


berkurang

O: Diharapkan pasien sudah mulai bisa beraktifitas

A : masalah teratasi sebagian.

P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi


pasien.

S: Diharapkan pasien mengatakan nafsu


makannya sudah kembali normal

O: Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi


makanan yang terus meningkat (dari piring
menjadi piring)

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi


pasien.

S: Diharapkan pasien dan keluarganya


mengatakan pengetahuan tentang penyakit demam
reumatiknya bertambah.

O: Diharapkan pasien dan keluarga menerapkan


27

saran dan edukasi yang sudah diberikan

A: Masalah teratasi

P : Lanjutkan intervensi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
28

Demam rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang sendi
dan jantung dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis.
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik,
baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk menyebabkan
serangan demam reumatik, Pemeriksaan diagnostik/penunjang pada diagnosis
demam rematik akut dibagi atas 3 golongan , Demam reumatik tidak akan kambuh
bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada
saat permulaan serangan akut demam reumatik.Asuhan keperawatan pada demam
rematik yaitu pengkajian,diagnosa, perencanaan implementasi dan evaluasi

B. Saran
Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang demam rematik selain
untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga untuk
berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang demam rematik. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta
29

Baradero Mery spc. MN.dkk.2008 Klien Gangguan Kardiovaskuler Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 Edisi 3 Penerbit Gaya Baru ,Jakarta
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2 Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M.Morgan, Ianian A.Simpson. 2005. Lecture
Notes Kardiologi Edisi Keempat.

Wong Donna L.2004. Pedoman Klinis Keperawan Pediatrik.Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran. EGC. Jakarta.
http://www.ichrc.org/610-demam-reumatik-akut

30

Вам также может понравиться