Вы находитесь на странице: 1из 16

1.

Cara Pembuktian Malpraktek


Dalam kasus atau gugatan adanya malpraktek pembuktianya dapat
dilakukan dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur
adanya 4 D yakni :

a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter
haruslah bertindak berdasarkan:
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.

b.

Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)


Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa
yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat
dipersalahkan.

c. Direct Cause (penyebab langsung)

d. Damage (kerugian)
Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal
(langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang
diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela
diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil
(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter.
Dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya
kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsung


Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien,
yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil
layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur/ The Thing Speaks For Itself).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak
ada contributory negligence.

Sanksi Hukum untuk Kelalaian dan Malpraktek


Sanksi Pidana
Untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap orang, diatur dalam Pasal
359, 360, dan 361 KUHP

Pasal 359 KUHP


Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang
lain, diancam dengan pidana penjara lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun

Pasal 360 ayat (1)KUHP


Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain
menderita luka berat, diancam dengan pedana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Yang dimaksud dengan
luka berat ialah kriteria yang diatur dalam pasal 90 KUHP, yaitu :

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan


akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan.
3. Kehilangan salah satu pancaindra.
4. Mendapat cacat berat (hilangnya salah satu anggota
badannya)
5. Menderita sakit lumpuh.
6. Terganggu pikirnya selama lebih cepat seminggu.
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 360 ayat (2) KUHP


Barangsiapa kerena kelalaiannya menyebabkan orang
lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk
sementara waktu dan tidak dapat menjalankan jabatan atau
pekerjaannya selama waktu tertentu diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan enam bulan
atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah

b. Sanksi Perdata
Seorang dokter yang telah terbukti melakukan kelalaian
sehingga pasiennya menderita luka atau mati, dapat digugat
secara perdata berdasarkan Pasal 1366, 1370, atau 1371

KUH Perdata.

Pasal 1366 KUH Perdata


Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian
yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian
yang disebabkan karena kelalalian atau kurang hati-hatinya

Pasal 1370 KUH Perdata


Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain)
dengan sengaja atau kurang hati-hati, maka suami dan istri yang
ditinggalkan, anak atau orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari
pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi,
yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah
pihak serta menurut keadaan.

Pasal 1371KUH Perdata


Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan
sengaja atau kurang hati-hati, memberi hak kepada korban, selain
mengganti biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut penggantian
kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut

Pasal 13 67 KUH Perdata


Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk
mengganti kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan
oleh anak buah atau bawahannya

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :


Menurut Pasal Undang-undang tersebut diatas :

Ayat (1)
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan

Ayat (2)
Ganti rugi yang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Tindak Pidana Medis
Terdapat perbedaan yang mendasar antara tindak pidana biasa yang
fokusnya adalah akibat dari tindak pidana tersebut. Tindak pidana medis

fokusnya adalah justru kausa/sebab dan bukan akibat. Tindakan dapat


dikatakan sebagai tindak pidana, apabila secara teoritis paling sedikit
mengandung 3 (tiga) unsur yaitu :
a. Melanggar norma hukum pidana tertulis
b. Bertentangan dengan hukum (melanggar hukum) dan
c. Berdasar suatu kelalaian

Ukuran kesalahan atau kesalahan/kelalaian dalam hukum pidana


adalah kesalahan/kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian ringan (culpa
levis). Seperti hukum perdata penilaian adalah terhadap seseorang/dokter
dengan tingkat kepandaian dan keterampilan rata-rata bukan dengan dokter
yang terpandai. Culpa pada hakekatnya adalah pertentangan nurani antara
kesenjangan disatu pihak dengan kebetulan dipihak lain.
Ukuran yang digunakan untuk culpa bukanlah orang/dokter yang
paling hati-hati, malainkan culpa lata itu sendiri. Kelalaian bukanlah suatu
penggaran hukum atau kejahatn, jika kelalaian itu tidak sampai membawa
kerugian atau cidera kepada orng lain dan orang itu dapat menerimanya.
Namun, jika kelalaian itu dapat mengakibatkan kerugian materi,
mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini dapat
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Culpa lata tidak dapat digunakan dalam bidang hukum perdata,
sehingga perkara yang hanya memenuhi culpa levis dapat ditampung dalam
hukum perdata dan hukum disiplin tenaga kesehatan
Tolak ukur culpa lata adalah :

a. Bertentangan dengan hukum


b. Akibatnya dapat dibayangkan
c. Akibatnya dapat dihindarkan
d. Perbuatannya dapat dipersalahkan

Beberapa perbuatan yang dapat dikatagorikan dalam tindak pidana adalah :


1. Menipu pasien (pasal 378 KUHP)
2. Sengaja membiarkan pasien tidak tertolong (pasal 322 KUHP)
3. Pengguguran kandungan tanpa idikasi medis (pasal-pasal 299, 348, 349
KUHP)
4. Lalai sehingga menyebabkan kematian atau luka-luka (pasal 359, 360, dan
361 KUHP)
5. Memberikan atau menjual obat palsu (pasal 386 KUHP)

d. Tindak Perdata Medis


Berbeda dengan hukum pidana yang bertujuan untuk menyelenggarakan
ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, hukum perdata mengandung
prinsip "barangsiapa merugikan orang lain, harus memberikan ganti rugi"
Menurut hukum perdata, hubungan dokter - pasien dapat terjadi karena 2 (dua)
hal yaitu :

1. Berdasarkan Perjanjian (Ius Contractu)


Di sini terbentuk suatu kontrak terapeutik secara sukarela antara dokter
dengan pasien berdasar kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan apabila

diduga terjadi "Wanprestasi" yaitu pengingkaran atas apa yang diperjanjikan.


Dasar tuntutan adalah tidak melakukan, terlambat melakukan, atau salah
melakukan terhadap apa yang diperjanjikan tersebut.
Untuk sahnya suatu perjanjian, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan
syarat-syaratnya :
a. Adanya kesepakatan pihak-pihak yang membuat perjanjian
b. Kemampuan pihak-pihak untuk membuat perjanjian
c. Adanya objek tertentu
d. Mengenal suatu sebab/kausa yang diperbolehkan, halal, diizinkan atau
lazim, tidak bertentangan dengan hukum kesusilaan atau ketertiban
umum/masyarakat

2. Berdasar Hukum (Ius Delicto)


Di sini berlaku prinsip barangsiapa menimbulkan kerugian, pada orang lain
harus memberikan ganti rugi atau kerugian tersebut. Kemungkinankemungkinan malpraktek perdata dapat terjadi untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Wenprestasi (Pasal 2139 KUH Perdata)
b. Perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
c. Melalaikan kewajiban (Pasal 1367 KUH Perdata)
d. Kelalaian yang mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUH Perdata)

Dalam bidang kesehatan/ kedokteran, ada faktor-faktor yang khusus yang


tidak dijumpai pada hukum yang berlaku umum sebagai berikut (guwandi,
1991) :

1. Risiko pengobatan (risk of treatment)


a.

Risiko yang melekat/inheren

b. Risiko alergik
c.

Komplikasi dalam tubuh pasien

2. Kecelakaan medis (medical accident)


3. Kekeliruan penilaian klinis (non negligent error of judgment)
4. "Contributory negligence". Istilah ini secara umum digunakan untuk sikapsikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, yang mengakibatkan
kerugian/cidera pada dirinya, tanpa memandang apakah pada pihak dokter
terdapat pula kelalaian atau tidak (contoh : nasihat dokter).
Secara yuridis semua kasus dapat diajukan ke pengadilan baik pidana
maupun perdata sebagai malpraktek medis dan apabila terbukti bahwa dokter
tidak menyamping dari SPM (Standar Profesi Medis).

2.1. Mekanisme Pengajuan Tuntutan Dugaan Kelalaian, Malpraktek,


Pelanggaran Etika dan Disiplin Profesi
Di Negara- Negara maju terdapat suatu Dewan Medis (Medical Council) yang
bertugas melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaranpelanggaran yang dilakukan terhadap etik kedokteran.

Di Negara Indonesia, PDGI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik


Kedokteran, baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian,
majelis ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter gigi
ataupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang terlebih dahulu diajukan ke pengadilan sebelum
ditangani oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Karena fungsi majelis ini belum
memuaskan maka pada tahun 1982, Departemen Kesehatan membentuk Panitia
Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat di pusat dan
cabang.
Tugas P3EK adalah menangani kasus-kasus malpraktik etik yang tidak dapat
ditanggulangi oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dan memberi pertimbangan
serta usul-usul kepada pejabat yang berwenang.
Jadi, instansi pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktik adalah
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat
diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dirujuk ke P3EK provinsi dan
jika P3EK provinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut akan diteruskan
ke P3EK pusat.
Begitu pula kasus-kasus malpraktik etik yang dilaporkan ke polisi diharapkan
dapat diteruskan terlebih dahulu ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran cabang atau
wilayah.
Jika suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata, maka
kasusnya diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa oleh
karena kurangnya pengetahuan pihak penegak hokum tentang ilmu dan teknologi

kedokteran menyebabkan dokter yang ditindak hukum menerima hukuman yang tidak
adil.
Alur Pengajuan Tuntutan Pasien kepada dokter gigi
Tahap pengaduan pasien jika terjadi malpraktek oleh dokter:
MKEK cabang / wilayah P3EK provinsi P3EK pusat

Namun, dalam hal terjadi kelalaian dokter/tenaga kesehatan sehingga mengakibatkan


terjadinya

malpraktik, korban

tidak

diwajibkan

untuk

melaporkannya

ke

MKEK/MKDKI terlebih dahulu. Dalam Pasal 29 UU Kesehatan justru disebutkan


bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. .

Jadi, ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam hal terjadi kelalaian oleh tenaga
kesehatan yakni:
a.

Melaporkan kepada MKEK/MKDKI;

b.

Melakukan mediasi;

c.

Menggugat secara perdata.

Jika ternyata ada kesengajaan dalam tindakan tenaga kesehatan tersebut, maka dapat
dilakukan upaya pelaporan secara pidana.

UU NO.29 thn 2004 tentang pengaduan :

Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan
hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.

Alur pembelaan terhadap Anggota Profesi


1. Pelaksanaan
Pembelaan anggota dilakukan secara berjenjang sesuai keberadaan BPPA.
Pembinaan anggota dilakukan oleh BPPA bersama dengan pengurus PDGI
lainnya
2. Monitoring&evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh BPPA bersama dengan pengurus
PDGI lainnya. Evaluasi dilakukan terhadap upaya pembinaan dan pembelaan
anggota

3. Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dilakukan secara berjenjang sesuai keberadaan BPPA. Pelaporan
dilakukan sesuai dengan hirearki kewenangan BPPA masing-masing.
Pelaporan dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali kepada BPPA pusat.
4. Pengorganisasian
5. Pembiayaan

Tatalaksana pembelaan:
1. Pembelaan hanya diberikan kepada anggota PDGI aktif

2. Bentuk pembelaan hanya berupa upaya pendampingan


3. PDGI hanya menanggung biaya anggota yang mendampingi
Pembelaan hanya untuk kasus etika dan disiplin.

Вам также может понравиться