Вы находитесь на странице: 1из 5

RANGKUMAN MATERI

KEWAJIBAN (TANGGUNG JAWAB) ORANG TUA


TERHADAP ANAK MENURUT ISLAM

Oleh,

Heriyadi Yusman

BALEENDAH - BANDUNG

2010
Pengaruh globalisasi dalam segala aspek kehidupan telah berimbas kepada moralitas
manusia. Hilangnya budaya malu pada sebagian masyarakat kita merupakan salah satu
contoh dari pengaruh negatif globalisasi. Hal ini terlihat dari semakin banyak orang-
orang yang berani korupsi dengan berbagai dalih dan alasan. Semakin banyak remaja
yang kehidupan sehari-harinya sangat jauh dari tuntunan agama. Remaja semakin tidak
kenal dengan agamanya yang dianut, tidak memahami Al-Qur’an konon lagi Hadist.
Menurut mereka ini hanya menjadi konsumsi dari para santri maupun remaja yang
mengenyam pendidikan di sekolah madrasah. Tingkah laku, pakaian, dan pergaulan
remaja kita lebih menyenangi gaya kebarat-baratan. Benar-benar remaja kita telah
kehilangan jati dirinya. Tidak ada lagi kita melihat remaja yang sibuk mengaji di
menasah atau surau kalaupun ada persentasenya sudah sangat sedikit.
Orang tua dewasa ini yang dinilai kurang serius dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya terhadap anak, malah ada orang tua yang tidak mengetahui kewajiban
dan tugasnya sebagai orang tua, akibat minimnya pemahaman orang tua masa kini
terhadap agamanya. Anak-anak gamang, tidak ada contoh teladan dari orang tuanya,
akibatnya anak menjadi tidak segan lagi kepada orang tuanya, malah tidak jarang
terjadi kedurhakaan kepada orang tuanya. Ini dapat kita lihat dari riwayat berikut ini:
Pada suatu hari, seorang laki-laki datang menghadap Khalifah Umar bin Khattab,
mengadu bahwa anaknya telah berlaku durhaka kepadanya. Keesokannya, Umar
memanggil ayah dan anak tersebut. Kemudian Umar bertanya kepada sang anak: “
Mengapa engkau mendurhakai orang tua mu?”. Anak itu menjawab dengan berbalik
bertanya : “ Wahai Amirul Mukminin, Apakah orang tua mempunyai kewajiban terhadap
anaknya? Jawab Umar, : “ya, ada!”. Anak tersebut meminta agar kewajiban tersebut
disebutkan, lalu Umar berkata “(1) memilih wanita yang baik untuk menjadi calon
ibunya. (2) Menamakannya dengan nama yang baik, dan (3) mengajarkan Al-Qur’an
untuknya”. Anak itu berkata lagi : “ Tapi orang tua saya tidak berbuat seperti itu; Ibu
saya adalah tukang fitnah; nama yang diberikan untuk saya tukang tipu; dan ia tidak
pernah mengajarkan saya satu huruf pun dari Al-Qur’an”. Lalu Umar berpaling kepada
sang Ayah, seraya berkata: “Engkau datang kesini, mengeluh tentang kelakuan
anakmu, mendurhakaimu, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum berlaku
durhaka terhadapmu”.

Dari riwayat di atas, ditambah dengan sejumlah hadist menyangkut dengan kewajiban
orang tua terhadap anaknya, diketahui bahwa diantara kewajiban orang tua terhadap
anaknya adalah:

1. Memilih istri/suami yang baik, minimalnya harus memenuhi 4 syarat, yaitu:


rupawan, hartawan, bangsawan dan taat beragama. Dan yang disebutkan terakhir
adalah yang lebih utama dari keempat syarat yang telah disebutkan (cf. H.R. Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah).
2. Berlindung kepada Allah sebelum melangsungkan acara jimak, karena tanpa
membaca : Bismillahi, Allahumma Jannibnasy syaithaana Wajannibisy syaithaana
mimmaa razaqtanaa” setan akan akan ikut menjimaki sang istri. (cf. H.R. Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Abbas).
3. Mengazankan/mengiqamatkan pada telinga kanan/kiri bayi, langsung setelah lahir
dan dimandikan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Asmaa binti Abu Bakar).
4. Memberikan nama yang baik untuk anak, karena di hari akhirat seorang akan
dipanggil sesuai dengan nama yang diberikan orang tuanya. (cf. H.R. Bukhari dan
Muslim dari Jabir).
5. Menyembelih ‘aqiqah, karena, karena Rasulullah SAW bersabda : Anak-anak yang
baru lahir masih tersandra dengan ‘aqiqah. Sebaiknya ‘aqiqah disembelih pada hari
ketujuh dari kelahiran dan pada hari itu juga dicukur rambut serta diberi nama (cf.
H.R. Bukhari dan Muslim dll dari Salmaan bin Aamir).
6. Melakukan penyunatan. Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan
kemuliaan bagi anak perempuan (cf. H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin
Aus).
7. Menyediakan pengasuh, pendidik dan/atau guru yang baik dan kuat beragama dan
berakhlak mulia, kalau orang tuanya kurang mampu. Akan tetapi yang terafdhal bagi
yang mampu adalah orang tuanya , disamping guru di sekolah dan Ustadz di
pengajian. (cf. Alghazaaly, Ihyaau ‘Uluumiddin, Al-Halaby, Cairo, Jld 8, Hal 627).
8. Mengajarnya membaca dan memahami Al-Qur’an; memberikan pendidikan
Jasmani (cf. H.R. baihaqi dari Ibnu Umar).
9. Memberikan makanan yang “halalaalan thayyiban” untuk anaknya. Rasulullah SAW
pernah mengajarkan sejumlah anak untuk berpesan pada orang tuanya dikala keluar
mencari nafkah: ‘Selamat jalan ayah! Bertaqwalah kepada Allah!. Jangan sekali-kali
engkau membawa pulang kecuali yang halal dan thayyib saja!, Kami mampu
bersabar dari kelaparan, tapi tidak mampu menahan azab Allah SWT (cf. H.R.
Thabraani dalam Al-Ausaath).
10. Melatih mereka shalat selambat-lambatnya pada usia tujuh tahun dan sedikit lebih
keras dikala sudah berusia sepuluh tahun. (cf. Ahmad dan Abu Daud dari ‘Amru bin
Syu’ib).
11. Memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dengan anak perempuan, juga
antara mereka dengan orang tuanya, bila usianya telah mencapai sepuluh tahun (cf.
H.R. Bazzaar).
12. Membiasakan berakhlak Islami dalam bersikap, berbicara, bertingkah laku dan
sebagainya, sehingga semua kelakuannya menjadi terpuji menurut Islam (cf. H.R.
Turmuzy, dari Jaabir bin Samrah).
13. Menanamkan etika malu pada tempatnya dan membiasakan minta izin
keluar/masuk rumah, terutama ke kamar orang tuanya, teristimewa lagi saat-saat
zhahiirah dan selepas shalat Isya. (cf. Alquran, Surat Annuur, ayat 59).
14. Berlaku kontinuitas dalam mendidik, membimbing dan membina mereka. Demikian
juga dalam penyandangan dana dalam batas kemampuan, sehingga sang anak
mampu berdikari (cf. H.R. Abu Daud dari abu Qalaabah).
15. Berlaku adil dalam memberi perhatian, washiyat, biaya dan cinta kasih kepada
semua mereka (cf. h.R. Muslim dari Anas bin Maalik).

Anak adalah nikmat Allah SWT yang tak ternilai dan pemberian yang tak terhingga.
Tidak ada yang lebih tahu besarnya karunia ini selain orang yang tidak atau belum
memiliki anak. Nikmat yang agung ini merupakan amanah bagi kedua orang tuanya,
yang kelak akan dimintai pertaggung jawabannya, apakah keduanya telah menjaganya
atau justru menyia-nyiakannya. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang imam
adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki
adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan ditanya akan kepemimpinannya”
(Muttafaq ‘alaih).

Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah menyatakan tentang besarnya tanggung jawab mendidik
anak, yaitu : “Barang siapa yang melalaikan pendidikan anaknya, yakni dengan tidak
mengajarkan hal-hal yang bermanfaat, membiarkan mereka terlantar, maka
sesungguhnya dia telah berbuat buruk yang teramat sangat”. Mayoritas anak yang jatuh
dalam kerusakan tidak lain karena kesalahan orang tuanya dan tidak adanya perhatian
terhadap anak-anak tersebut. Juga tidak mengajarkan kepada mereka kewajiban agama
dan sunnah-sunnahnya, mereka terlantarkan anak semenjak kecil, sehingga mereka
tidak dapat memberikan manfaat kepada diri sendiri dan orang tuanya. Untuk itu para
orang tua selayaknya memperhatikan masalah-masalah penting tentang pendidikan
anak seperti hal-hal berikut ini:
1. Tumbuhkan jiwa kehambaan pada anak. Pada dasarnya tujuan pokok dalam
mendidik anak adalah untuk menumbuhkan dan membangkitkan jiwa kehambaan
dalam diri mereka. Menyiramkan dalam jiwa mereka dan senantiasa membiasakan
sikap tersebut. Merupakan nikmat Allah adalah mereka diciptakan dalam fitrah
Islam, tugas kita hanya menjaga, mengontrol dan memperhatikan agar tidak
mernyimpang dari fitrahnya.
2. Tanamkan cinta terhadap Allah. Tanamkan dalam jiwa anak rasa
pengagungan, kecintaan dan tauhid (pengesaan) kepada Allah. Peringatkan
mereka dari berbagai kesalahan dalam hal akidah dan keyakinan, jangan sampai
mereka terjerumus di dalamnya. Biasakan pula mereka melakukan amar makruf
dan nahi munkar.
3. Menekankan keteraturan menunaikan Shalat. Shalat adalah kewajiban paling
penting dan banyak manfaatnya bila dilakukan dengan benar dan ikhlas. Oleh
karena itu orang tua harus tegas dan disiplin menanamkan kebiasaan shalat
kepada anak-anaknya. Dalam sebuah hadist, nabi bersabda “ Perintahkan anak-
anak kalian shalat saat mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika
meninggalkannnya ketika berumur sepuluh tahun.
4. Mendidik anak adalah ibadah. Seorang ayah dan ibu tatkala mendidik anak,
memberi nafkah, menjaga hingga larut malam, mengawasi dan menggajar
mereka, maka saat itu dia sedang melakukan ibadah kepada Allah.
5. Ikhlas dalam mendidik anak. Mendidik anak harus dengan ikhlas, jangan
semata-mata karena tujuan duniawi. Mendidik anak diniatkan untuk mencari
pahala disisi Allah. Adapun profesi, pekerjaan, kedudukan dsb akan ikut dengan
sendirinya. Contoh menyekolahkan anak ke Fakultas Kedokteran dengan niat agar
dapat membantu kaum muslimin.
6. Jangan lupakan doa. Para Nabi dan rasul telah berdoa untuk kebaikan anak
dan istri-istri mereka dengan doa-doa yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Berapa
banyak orang yang tersesat, akhirnya mendapat petunjuk dengan seabab doa.
7. Mencari penghasilan yang halal. Karena nafkah dari harta yang haram akan
mempengaruhi perilaku anak.
8. Teladan yang baik. Sudah menjadi keharusan bagi orang tua melakukan
untuk dirinya sendiri sebelum menyuruh anaknya melakukan.
9. Memilih metode yang terbaik. Orang tua perlu memahami metode-metode
mendidik anak melalui membaca, konsultasi dsb.
10. Sabar. Orang tua harus berusaha sabar dalam segala hal. Ada pun hidayah
adalah urusan Allah SWT. Orang tua tidak boleh berputus asa dan harus terus
berusaha dalam kondisi apapun.
11. Perhatikan bakat, minat dan kemampuan anak. Orang tua hendaknya
memperhatiakan kelebihan, bakat, minat dan perbedaaan masing-masing anak,
dan bersikap adillah terhadap mereka. Ini penting untuk tumbuh kembang anak
secara optimal.
12. Biasakan anak-anak untuk melakukan hal-hal baik dan positif, misalnya olah
raga, rekreasi (untuk menghargai alam), bersedekah dan untuk lebih menghargai
hidup dan mengasah empati mereka agar anak sekali-kali diajak ke panti asuhan,
melihat anak-anak terlantar, dsbnya.
13. Tanamkan kedisiplinan dalam segala hal. Ini sangat penting untuk
menghadapi hidup yang penuh tantangan.
14. Memilih teman yang baik. Rasulullah SAW bersabda: ’Seseorang itu
tergantung pada perilaku dan kebiasaan temannya, maka salah seorang dari
kalian hendaknya memperhatikan dengan siapa akan berteman”. (H.R. Ahmad).
15. Luangkan waktu. Ini sangat penting, komunikasi yang intens dan berkualitas
dengan anak sangat penting sesibuk apapun orang tua. Jangan biarkan anak-anak
tumbuh besar tanpa perhatian kedua orang tuanya, jangan serahkan
perkembangan anak semata-mata pada pendidikan di sekolah atau di pengajian
karena pengaruh dunia luar lebih kuat menarik mereka dengan segala tipu
dayanya.
16. Mari menjadi orang tua untuk semua anak. Jangan kita terlalu egois dengan
hanya memikirkan dan memperhatikan anak kita saja. Kita harus juga ikut peduli
dengan anak-anak orang lain. Karena sebaik apapun kita mendidik anak kita kalau
teman-temannya atau anak-anak lainnya belum baik maka imbasnya juga untuk
anak kita. Untuk menjadi bangsa yang kuat dan bermoral maka kita perlu menjadi
masyarakat yang saling peduli. Hancurnya masyarakat kita sekarang ini akibat
lemahnya kontrol orang tua dan sudah tidak adanya kepedulian dan kontrol dari
masyarakat sekitar, sehingga maksiat terjadi di mana-mana.

Seandainya semua orang tua dapat melaksanakan semua tuntunan ini dengan
sempurna, alangkah indahnya hidup ini. Mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk
dan hidayah dalam hati semua orang tua dan anak-anak kita, dan memudahkan kita
melaksanakan semua tuntunan agama Islam secara kaffah. Amin.

Вам также может понравиться