Вы находитесь на странице: 1из 23

KONSEP TEORI KANKER OTAK

A.

Pengertian
Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lesion atau space taking lesion) yang timbul
dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentotrial maupun
infratentrorial (Satyanegara, dkk, 2010).
Tumor intracranial (termasuk lesi desak ruang) yang bersifat jinak
maupun ganas, dan timbul dalam otak, meningen, dan tengkorak. Tumor
otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan otak penyongkong, system
retikulo endotelial, lapisan otak dan jaringan perkembangan residual, atau
dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik. Metastases otak disebabkan
oleh keganasan sistemik dari kanker paru, kanker payudara, melanoma,
limfoma dan colon (Price, 2005).
Kanker otak adalah pertumbuhan sel sel di otak yang banormal atau
tidak terkontrol yang bersifat ganas artinya dapat menyebar dan menyerang
organ tubuh lainnya (Anonim, mediskus.com)
Sudah diterima secara luas bahwa kanker merupakan penyakit yang
disebabkan rusaknya mekanisme pengaturan dasar perilaku sel, khususnya
mekanisme pertumbuhana dan diferensiasi sel (Kresno, 2012).

B.

Etiologi
Kanker merupakan keadaan patologis. Dari berbagai sumber di
sebutkan bahwa factor genetic dan factor lingkungan merupakan factor
penyumbang terjadinya sel kanker. Berikut penjelasan mengenai beberapa
factor resiko yang memicu terjadinya sel kanker :
1.

Bawaaan
Meningioma, astrositoma, dan neurofibroma dapat di jumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit SturgeWeber, yang dapat di anggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan factor familial yang jelas.

2.

Degenerasi atau perubahan neoplasmatik


Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunanbangunan yang mempunyai marfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal di dalam tubuh yang sudah mencapai kedewasaan. Karena
hal-hal yang belum jelas banguna embrional yang tertinggal itu dapat
menjadi ganas, karena bertumbuh terus dan merusak bangunan
sekitarnya.

3.

Radiasi
Efek radiasi terhadap dura memang dapat menimbulkan pertumbuhan
sel dura. Sel di dalam otak atau sel yang sudah mencapai kedewasaan,
pada umumnya agak kurang peka terhadak efek radiasi dibanding
dengan sel neoplasma.

4.

Virus
Benyak penyelidikan tentang inokolasi virus pada binatang kecil dan
besar dilakukan dengan maksud menentukan peran infeksi virus dalam
genesis neoplasma.

5.

Substansi-substansi karsinogen
Kini telah diakui bahwa ada substansi-substansi yang karsinogenik,
misalnya Methylcholanthrone, Nitroso-ethyl-urea.
(Marjono, 2004)

C.

Manifestasi klinik
Tanda gejala umum yang sering dialami pada pasien tumor otak berupa :
1.

Peningkatan tekanan intra kranial


Trias gejala triasik dari sindroma tekanan tinggi intra kranial adalah
nyeri kepala, muntah proyektil dan papil oedema, keluhan nyeri
kepala bersifat intermiten,tumpul, berdenyut dan tidak terasa hebat
saat pagi hari, berlokasi sekitar daerah frontal atau oksipital serta
disertai muntah yang menyemprot atau proyektil.

2.

Kejang

Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial


kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Ia dapat merupakan
gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap
untuk beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.

3.

Gejala disfungsi umum


Abnormalitas umum, dari fungsi cereblum dapat berupa gangguan
fungsi intelektual sampai dengan koma. Penyebab umumdari disfungsi
serebral ini adalah tekanan intrkranial yang meninggi dan pergeseran
otak.

4.

Gejala Neurologis Fokal


a.

Perubahan personalitas atau gangguan mentall


Perubahan ini biasanya terjadi pada tumor-tumor yang terletak di
daerah frontal, temporal dan hipotalamus.

b.

Afasia
Afasia jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada di
hemisfer kiri.

c.

Kelumpuhan saraf okulomotorius


Merupakan tampilan yang khas pada tumor-tumor para salar.

d.

Kelemahan wajah dan hemiparesis


Gangguan ini berkaitan dengan gangguan sensorik serta kadang
ada defek visual.

e.

Ataksia trukal
Pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di garis tengah.

f.

Nistagmus
Biasanya timbul pada tumor-tumor suprasellar atau kadang terjadi
pada tumor paraselar.
(Satyanegara, 2010)

D.

KLASIFIKASI

Tumor suatu massa abnormal dari jaringan yang dibentuk oleh


akumulasi abnormal sel-sel. Biasanya, sel-sel di usia tubuh anda, mati dan
diganti oleh sel yang baru. Dengan kangker dan tumor lainya, sesuatu yang
mengganggu siklus ini. Sel-sel baru dibuat yang ketika mereka sedang tidak
diperlukan, dan sel-sel lama tidak mati. Karena proses ini berlangssung
terus tumbuh sebagai sel semakin banyak ditambahkan ke massa.
Tumor otak primer muncul dari berbagai sel yang membentuk otak
dan sistem saraf pusat dan dibberi nama untuk janis sel mereka pertama
masuk bentuk paling umum jenis tumoer otak glioma . tumor ini terbentuk
dari asyrosit dan jenis nlainya dari sel glia, yang sel-sel yang membantu
menjaga kesehatan saraf.
Tumor otak ganas adalah kanker yang berasal di otak. Mereka
biasanya tumbuh lebih cepat dibandingkan tumor jinak dan agresif
menyerang jaringan sekitarnya. Meskipun kangker otak jarang menyebar ke
organ otak lainya, itu akan menyebar ke bagian lain dari sistem saraf otak
dan pusat.
Glioma adalah jenis tumor primer otak paling banyak. Tumor ini bisa
terjadi pada segala usia dan mengenai otak maupun sumsum tulang
belakang. Terdapat tiga jenis glioma : astrositoma, oligodendroglioma dan
ependimoma. Berdasarkan jenis keganasan sel tumornya, astrositoma
dibedakan menjadi low grade sampai high grade. Jenis paling ganas adalah
glioblastome multiforme yang biasanya tumbuh sangat cepat, sangat invasif
dan prognosisnya kurang baik. Untuk tumor jenis low grade (grade 1, grade
2 dan pilositik astrositoma) biasanya tumbuhnya lambat dan prognosisnya
lebih baik.
1.

Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista


dalam berbagai ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak,
efeknya pada fungsi otak hanya sedikit sekali pada permulaan
penyakit. Pada umumnya, astrositoma tidak besifat ganas, walupun
dapat mengalami perubahan keganasan manjadi glioblastoma, suatu
astrositomayang sangat ganas. Tumor rumor ini pada umumnya

tumbuh lambat. Oleh karena itu, penderita sering tidak datang berobat
walaupun tumor sudah berkjalan bertahun-tahun, sampai timbul gejala
(awrangan epilepsi, atau nyeri kepala). Ekksisi bedah lengkap pada
umumnya tidak mungkin dilakukan karena tumor bersifat invasif,
terapi bersufat sensitif terhadap radiasi.
2.

Oligedendroglioma merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai


astrositoma, tetapi terdiri dari sel-sel oligendroglia. Tumor relatiif
avaskular dan cenderung mengalami klasifikasi; biasanya di jumpai
pada hemisfer otak orang dewasa muda. Tumor ini dapat timbul
sebagai gangguan kejang parsial yang timbul hingga 10 tahun, secara
klinis bersifat agresif, dan menyebabkan simtomatologi bermakna
akibat

peningkkaan

tekanan

intrakranial.

Oligodendroglioma

merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.


Regimen kemoterapi yang paling sering digunakan adalah melfalan,
thiotep dll. Diyakini bahwa sel neoplasma dari ologodendroglia rentan
terhadap efek alkilasi dari kemoterapi sitotoksik. Penjelasan yang lebih
lengkap masih menunggu hasil dari peninlitian labih lanjut.
3.

Epindinemoma adalah tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal


dari hubungan erat epindim yang menutupi ventrikel, paling sering
bterjadi dalam fosa posterior tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa
ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak daripada
dewasa. Dua fator utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi
tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan
letak anatomis tumor. Makin muda usia pasien, maka makin buruk
prognosisnya. Alasan prognosisnya yang buruk masih belum diketahui.
Penderita tumor yang terletak pada atap dan dasar vebtrikel dapat
direseksi secara sempurna daripada penderita tumor di prosesus
lateralis. Perbedaan ini karena dasar dan atap tumor cenderung
meninfiltrasi struktur pendunkulus serebelaris dan pons sehingga
menyebabkan tidak mungkin dilaukan pengangkatan sempurna.

Pengobatan radiasi dilakukan pasca operasi, kecuali pada anak yang


usia kurang dari 3 tahun yang masih menjalani kemoterapi.
Gejala klinis tumor ini sangat bervariasi, diantaranya nyeri kepala,
kejang, kelemahan anggota gerak, perubahan sifat sampai kesadaran
menurun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan MRI kepala dengan atau
tanpa kontras dan bila perlu dengan MR spektroskopi. Tetapi diagnosis
pasti tetap harus ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan patologi
spesimen yang diambil saat pembedahan atau biopsi.
Karena tumor jenis ini tumbuhnya infiltratif dan batasnya tidak tegas
maka operasi biasanya tidak bisa mengangkat tumor secara total.
Sehingga selain modalitas pembedahan, radioterapi dan kemoterapi
sering digunakan paska operasi untuk menghancurkan sisa tumor yang
tidak terambil. Di rumah sakit Mitra Keluarga, standar penanganan
jenis tumor ganas seperti gliobastome multiforme adalah operasi
debulking tumor, radioterapi dan temozolamide kemoterapi. Selain itu
bisa dipertimbangkan penanaman obat kemoterapi di otak saat operasi,
sehingga efek obat kemoterapi bisa bersifat lokal di otak dan tidak ada
efek samping secara sistemik.
E.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
1.

Radiogram tengkorak
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi pineal yang mengapur dan posisi seta
tursika.

2.

Elektroensefalogram
Memberikan

informasi

mengenai

perubahan

kepekaan

neuron.

Pergeseran kandungan ntrasereblral dapat dilihat pada ekoensefalogram.


3.

Cek darah lengkap

4.

Cek hepatic transaminases

Pemeriksaan ini ditunjukkan untuk mengevaluasi enzim yang


dihubungkan dengan alcohol. Dimana hal ini merupakan factor resiko
untuk terjadinnya abses otak.
5.

Pemeriksaan sinar-X di dada


Pemeriksaan sinar-X di dada untuk melihat apakah ada metastase dari
paru

6.

CT-Scan
Pemeriksaan untuk mendiagnosa kanker otak

7.

MRI
Pemeriksaan ini untuk menambah keakuratan diagnose kanker otak

8.

Stereotatic Biopsi
Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan invasive yang dilakukan untuk
memperoleh jaringan, metode ini harus dilakukan dengan memberikan
anestesi local. Pemeriksaan ini dapat menghasilkan keakuratan diagnosa
96%. Pemeriksaan ini memiliki kontraindikasi ayaitu kerusakan
pembuluh darah seperti penyempitan atau malformasi arteri dan vena
sehingga hal ini perlu dipertimbangkan.

F.

STADIUM
1.

Tahap Tumor
a. Supratentorial tumor
1) TX. Tumor primer tidak dapat dikaji
2) T0. Tidak terbukti adanya tumor primer
3) T1. Tumor unilateral memiliki diameter lebih kecil dari pada 5
cm
4) T2. Tumor unilateral memiliki diameter lebih besar dari pada 5
cm
5) T3. Tumor menyebar sampai system ventricular
6) T4. Tumor menyebrang ke garis tengah dan menginfasi
berlawanan dengan hemisfer atau menginfasi dibawah
tentorium

b. Infratentorial Tumor
1) TX. Tumor primer tidak dapat dikaji
2) T0. Tidak terbukti adanya tumor primer
3) T1. Tumor unilateral memiliki diameter lebih kecil dari pada 3
cm
4) T2. Tumor unilateral memiliki diameter lebih besar dari pada 3
cm
5) T3. Tumor menyebar sampai system ventricular
6) T4. Tumor menyebrang ke garis tengah dan menginfasi
berlawanan dengan hemisfer atau menginfasi dibawah
tentorium
2.

Tahap Limfa Nodus


Katagori ini tidak dapat diterapkan pada tahap ini karena di otak tidak
terdpat system limfatik system, umumnya penyebaran ke tempat limfo
nodus tidak terjadi

3.

Tahap Metatase
a. MX. Adanya metastasis jauh tidak dapat dikaji
b. M0. Tidak terlihat metastasis jauh
c. M1. Terlihat metastasis jauh

4.

Tahap patologis sel kanker


Grade :
a. GX : tingkatan yang tidak dapat dikaji
b. G1 : dapat dibedakan
c. G2 : tingkatan yang sedang dan dapat dibedakan
d. G3 : tingkatan yang kurang baik dan dapat dibedakan
e. G4 : tidak dapat dibedakan
Stage :
1A : G1 T1 M0
1B : G1 T2 3M0
2A : G2 T1 M0
2B : G2 T2 atau 3M0

3A : G3 T1 M0
3B : G3 T2 atau 3M0

Sedangkan menurut penjelasan yang dikutip dari live strong (17/04) dalam
harian suara merdeka dapat dijabarkan seperti berikut :
Stadium 0
Gejala awal dari stadium 0 pada kanker biasanya ditunjukkan dengan
adanya ketidaknormalan sel pada bagian tubuh tertentu.
Stadium I
Sel-sel yang tidak normal mulai berkumpul membentuk jaringan yang
bersifat kanker. Hal tersebut merupakan tanda dari stadium I pada kanker
yang biasanya masih bisa disembuhkan.
Stadium II
Kanker stadium II ditandai dengan adanya jaringan yang berkembang
menjadi tumor kecil. Meskipun demikian, biasanya stadium II pada kanker
belum terlalu menyebar pada organ di tubuh pasien.
Stadium III
Setelah tumor berkembang dan bersifat ganas, maka pasien didiagnosis
telah terserang kanker stadium III.
Stadium IV
Stadium akhir pada kanker ini ditandai dengan beberapa bagian organ
dalam tubuh yang telah terserang sel kanker. Selain itu, kanker stadium IV
biasanya paling susah disembuhkan.
(Adnamazida, 2012)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KANKER OTAK
A. Pengkajian
Anamnesis pada kanker otak meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan
pengkajian psikososiospiritual.
1. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan

biasanya

berhubungan

dengan

peningkatan

tekanan

intracranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri kepala hebat,


muntah proyektil, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya keluhan nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan
penurunan tingkat kesadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi
,tidak responsive dan koma.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala pada masa sebelumnya. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan
untuk memberikan tindakan selanjutnya.
4. Pengkajian psikososiospiritual

10

Pengkajian psikologis klien kanker otak meliputi beberapa dimensi


yang memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien.

B. Pemeriksaan fisik
1.

B1 (breathing)
Inspeksi : pada daerah lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan.

2.

B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
obnlongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa
kompresi medulla oblongata pada pengkajian tidak ada kelainan.
Tekanan darah biasanya normal, dan tidak ada peningkatan denyut
nadi.

3.

B3 ( Brain )
Kanker otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intracranial.
Pengkajian B3(Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. Trias klasik
tumor otak adanya nyeri kepala, muntah proyektil dan papil edema.

4.

Pengkajian tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Pada keadaan lanjut. Tingkat kesadaran klien kanker otak biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.

11

5.

Pengkajian Fungsi Serebral


a. Status mentall

Observasi penampilan,tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi


wajah, dan aktivitas motoric klien.
b. Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaa
yang tidak begitu nyata.
c. Lobus frontal
Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan mental,
hemiparesis, ataksia dan gangguan bicara.
6.

Pengkajian saraf kranial


Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
a. Saraf I (olfactorius)
Pada klien kanker otak yang tidak mengalami kompresi saraf ini
tidak memiliki kelainan pada fngski penciuman.
b. Saraf II (optikus)
Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu
dari lintasan visual.
c. Saraf III,IV dan VI (okulolotor, trokrealis, abduces)
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilarteral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda ananya gliblastoma
multiformis
d. Saraf V (trigiminus)
Pada keadaan kanker otak yang tidak menekan saraf trigesminus,
tidak ada kelainan pada fungsi nsaraf ini. Pada neurolema yang
menekan sarafi ini akan didapatkan adanya paralisis wajah
unilateral.
e. Saraf VII (facial)

12

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan otot


wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII (vestibulotroklearis)
Pada neurolema didapatkan adanya tuli presepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang
mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau
korteks yang berbatasan.
g. Saraf IX dan X (glasofaringius, vagus)
Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat kesulitan membuka
mulut
h. Saraf XI (acesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XI (hipoglosus)
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
7.

Pengkajian Sistem Motorik


Gerakan involunter pada lesi tertentu yang memberikan tekanan pada
area fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang umum,
terutama pada tumor lobur oksipital.

8.

Pengkajian system sensorik


Nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai
pada klien tumor otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terusmenerus,tumpul dan kadang-kadang nyeri hebat sekali.

9.

B4 (bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.

10. B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat
rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata.
11. B6 (bone)

13

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan


sensori dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
istirahat.

C. Diagnosa dan Intervensi


1. Pola napas tidak efektif
a. Batasan karakteristik :
Dyspnea, Napas pendek, Perubahan gerakkan dada, Penurunan
tekanan inspiasi atau ekspirasi, Penurunan kapasitas vital paru,
Napas cuping hidung, Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapa
b. Intervensi
1) Pantau adanya pucat dan sianosis
R : Untuk mengetahui suplai oksigen ke jaringan
2) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha inspirasi
R : untuk membantu mengetahui kondisi fentilasi napas pasien
3) Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan adanya bunyti napas tambahan
R : untuk mengetahui suara tambahan paru
4) Pendidikan kesehatan : informasikan kepada pasien dan
keluarga

tentang

teknik

relaksasi

untuk

meningkatan

pernapasan

14

R : pengetahuan keluarga tentang teknik relaksasi akan


membantu pasien dalam mengatur pola napas
5) Kolaborasi pemberian oksigen
R : untuk memenuhi suplai oksigen tubuh

2. Ansietas b/d takut terhadap diagnosis dan prognosis buruk


a.

Batasan karakteristik
Perilaku

Penurunan

produktivitas,

gelisah,

Insomnia,

mengekspresikan keluhan karena perubahan pada kejadian


kehidupan, gerakkan berlebihan, kontak mata yang buruk
Afektif : Menderita, cemas, ketakutan, distress, perasaan tidak
adekuat, focus pada diri sendiri, iritabilitas, gampang emosi,
menyesal
b.

Intervensi
1) Pengkajian : Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan pasien,
pengurangan ansietas menentukan kemampuan pengambilan
keputusan pada pasien
R : mengetahui tingakat kecemasan dapat membantu tindakan
selanjutnya
2) Pendidikan kesehatan : sediakan informasi faiktual menyangkut
diagnose, perawatan dan prognosis
R : memberi informasi yang jelas dapat mngurangi kencemasan
pasien

15

3) Aktivitas kolaborasi : berikan pengobatan untuk mengurangi


ansietas sesuai dengan kebutuhan
R : pemberian obat yang tepat dapat mengurangi kecemasan
3. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan ekstremitas
a. Intervensi
1) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasakan tingkat
fungsi fisik, kognitf dan riwayat perilaku sebelumnnya
R : mengetahui kebutuhan keamanan dapat membantu pasien
untuk mengurang terjadinya jatuh atau trauma
2) Pantau keadaan sekitar lingkungan pasien
R : untuk mencegah terjadinya trauma
3) Ajarkan kepada pasien atau keluarga tindakan keamanan pada
area yang spesifik
R : pengetahuan keluarga dapat mencegah terjadinya trauma
4) Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri-cirinya
R : pengetahuan keluarga dapat mencegah terjadinya trauma
4. Resiko tinggi trauma b/d kejang
Intervensi :
1) Pantau tingkat kesadaran dan orientasi
R : mengemabangkan penganalan gejala-gejala secara dini
2) Pantau tanda-tanda vital
R : memberikan data yang mungkin mengidentifikasi adanya
peningkatan tekanan intracranial
3) Tingkatkan ferkuensi pemantauan neurologis dengan tepat
R : meningkatkan perawatan kedaruratan
4) Beritau pasien dan keluarga tentang alasan untuk pemeriksaan
neurologis yang sering
R : meningkatkan pemahaman dan kerjasama dengan keluarga

16

5. Perubahan persepsi sensori; penglihatan b/d deficit neurologis yang


disebabkan oleh tumor otak/pengobatan
a.

Batasan karakteristik
Subjektif : Distosi pendengaran, melaporkan adanya perubahjan
dalam ketepatan sensori, distorsi penglihatan
Objektif : Perubahan pola perilaku, perubahan kemampuan
penyelesaian masalah, disorientasi waktu, tempat dan orang

b. Intervensi
1) Pantau dan dokumentasi perubahan status neurologis pasien
R : untuk mengetahui adanya perubahan pada system
neurologis
2) Pantau tingkat kesadaran pasien
R : untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
3) Indetitifikasi factor yang berpengartuh terhadap gangguan
persepsi atau sensori, seperti ketergantungan bahan-bahan
kimia pengobatan, ketidak seimbangan cairan elektrolit dsb
R : untuk mencegah komplikasi lain yang muncul
4) Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa
R : untuk mengoptimalkan keadaan penglihatan pasien
5) Jangan memindahkan barangh-barang di dalam kamar pasien
tanpa memberitaukan kepada pasien
R: Untuk mencegah terjadinya cedera
6. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

17

a. Batasan karakteristik
Subjektif : Nyeri abdomen dengan atau tapa penyakit, melaporkan
perubahan sensasi rasa
Objektif : Tidak tertarik untuk makan, bising usus hiperaktif,
kurangnya minat pada makanan, konjungtiva dan membrane
mukosa pucat, kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelan
b. Intervensi
1) Pantau nilai laboratorium, khususnya albumin dan elektrolit
R: untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi ke ginjal
2) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
R: untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan nutrisi
3) Pantau kandungan nutrisi dan kaloqri pada catatan asupan
R: pasien perlu banyak asupan makan yang mengandung TKTP
4) Ajarkan pasien / keluarga tentang makann yang bergizi
R: untuk menambah tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
tentang kebutuhan nutrisi pasien
5) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
R: untuk menambah tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
tentang kebutuhan nutrisi pasien

18

6) Kolaborasi : diskusikan dengan ahli gizi dalam menentuikan


kebutuhan protein ntuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan
protein atau kehilangan protein
R: pemeberian diet TKTP untuk mencegah memperburuk
keadaan pasien
7) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap, pemberian makanan melalui selang NGT
atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat
dapat dipoertahankan.
R: untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
7. Koping individu tidak efektif b/d tidak adekuatnya kesempatan diri untuk
menghadapi stressor

a. Batasan karakteristik
Subjektif : Perubahan dalam kebiasaan pola komunikasi, kelelahan,
mengungkapkan ketidakmampuan utnuk mengatasi atau meminta
bantuan secara verbal
Objektif : Penyalahgunaan zat-zat kimia, penurunan penggunaan
dukungan social, perilaku merusak terhadap diri sendiri dan orang
lain, ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar peran,
gangguan pola tidur, konsentrasi yang lemah, Berani mengambil
resiko

19

b. Intervensi
1) Pantau perilaku agresif

R : mengidentifikasi perilaku agresif dapat membantuk


menentukan tindakan yang tepat
2) Bantu tingkatkan koping dengan menilai kesesuaian pasien
terhadap perubahan gambaran diri
R : meningkatkan gambaran diri dapat membantu pasien dalam
menerima kondisi pasien
3) Berikan informasi factual yang terkait dengan diagnosis,
pengobatan dan prognosis
R : pemberian informasi yang jelas akan mengurangi tingkat
kecemasan pasien
4) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
R : penggunaan teknik relaksasi akan menurunkan hormone
adrenalin, dan membantu sirkulasi oksigen tubuh, sehingga
tingkat kecemasan dapat berkurang
5) Aktivitas kolaborasi : libatkan sumber-sumber yang ada di
Rumah Sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk
pasien dan keluarga
R : pemberian dukungan oleh semua pihak akan menudukung
kondisi emosional pasien dan membangkitkan semangat pasien
8. Kerusakan komunikasi verbal b/d tumor serebral, edema serebral.
peningkatan tekanan intracranial

20

a. Batasan Karakteristik
Objektif : kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal
( Misalnya Afasia ), kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat,
tidak dapoat berbicara, ketidakmampuan atau kesulitan dalam
menggunakan ekspresi tubuh atau wajah, verbalisasi yang tidak
seram, bicara gagap
b. Intervensi
1) Kaji dan dokumentasi kemampuan untuk berbicara menulis
membaca dan memahami
R: untuk mengetahui keadaan neurologis pasien
2) Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlkahan dan
mengulangi permintaan
R: membantu pasien untuk melatih komunikasi verbal
3) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara
R:

untuk

meningkatkan

kemampuan

pasien

untuk

berkomunikasi verbal
4) Jelaskan kepada pasien mengapa dia tidak dapat berbicara atau
memahami dengan tepat
R: untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien akan keadaanya
9. Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
a. Faktor Resiko : Kelebihan berat badan, kehilangan yang berlebihan
melalui rute normal misalnya muntah, usia lanjut, pengobatan
diuretic

21

b. Intervensi :
1) Pantau warna,jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
R: untuk mengetahui keadaan cairan pasien di dalam tubuh
2) Identifikasi

faktor-faktor

yang

berkontribusi

terhadap

bertambah buruknyua dehidrasi


R: keadaan dehidrasi dapat memperburuk keadaan pasien
3) Tinjau ulang elektrolit terutama Na Kalium Cl dan Kreatinin
R: untuk mengetahui keadaan dan fungsi ginjal apakah masih
berfungsi dengan baik
4) Bersihkan mulut sercara teratur
R: untuk mengurangi stimualasi mual dan muntah
5) Berikan pendidikan kesehatan dengan anjurkan pasien untuk
banyak minum
R: untuk mencegah terjadi dehidrasi
6) Kolaborasi laporkan abnormalitas elektrolit dan berikan terapi
IV sesuai anjuran.
R: untuk mengganti dan menambah cairan yang keluar agar
seimbang

22

DAFTAR PUSTAKA
Cameron, Robert B. (1994). Practical Oncology. Los Angelas California :
Appleton & Lange
Galih, Danielle. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2012-2014. Jakarta. EGC
http://www.merdeka.com/sehat/5-stadium-pada-kanker.html di akses pada tanggal
18 maret 2015 pukul 12:10 WIB
Kresno, Siti Boedina. (2012). Ilmu Dasar Onkologi. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sisitem persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Otto, Shirley E. (2005). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofidiologi : Konsep Klinis Proses-prosen
PenyakitEdisi 6. Jakarta : EGC
Satyanegara, Dkk. (2010). Ilmu Bedah Saraf Satyanegara edisi 4. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama

23

Вам также может понравиться