Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dukungan Keluarga
1. Definisi
Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi
bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling
mendukung (Kuncoro, 2005). Dukungan keluarga didefinisikan oleh Gottlieb
dalam Zaenuddin (2005), yaitu informasi verbal atau non verbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang
akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa
kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang
merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena
diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Menurut Saurasan dalam Zaenuddin (2005), dukungan keluarga adalah
keberadaan, kesedihan, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan,
menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan
oleh Cabb dalam Zaenuddin (2005), mendefinisikan dukungan keluarga
sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang
dengan sikap menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh
dari individu maupun kelompok.

7
2. Bentuk Dukungan Keluarga
Menurut Kuncoro (2005), bentuk dukungan keluarga terdiri dari
empat macam dukungan yaitu:
a. Dukungan penghargaan (Appraisal Support)
Merupakan suatu dukungan sosial yang berasal dari keluarga
atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa atas
kemampuannya dan keahliannya maka mendapatkan suatu perhatian
yang khusus.
b. Dukungan materi (Tangible Assistance)
Dapat berupa servis (pelayanan), bantuan keuangan dan
pemberian

barang-barang.

Pemberian

dukungan

materi

dapat

dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahabatan.


c. Dukungan informasi (Information Support)
Merupakan dukungan yang berupa pemberian informasi, saran
dan umpan balik tentang bagaimana seseorang untuk mengenal dan
mengatasi masalahnya dengan lebih mudah.
d. Dukungan emosional (Emosional Support)
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.merupakan
dukungan emosional yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya penegasan,
reward, pujian, dan sebagainya.

8
3. Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Rook dan Dooley dalam Kuncoro (2005), ada dua sumber
dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan
keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya
misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau
relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sementara itu dukungan
keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang di rancang kedalam kebutuhan
primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber dukungan keluarga natural
memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga
artifisial perbedaan tersebut terletak pada:
a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa
dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama
yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang telah
berakar lama.
d. Sumber dukungan keluarga yang natural memiki keragaman dalam
penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata hingga
sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
e. Sumber dukungan keluarga yang natural terbebas dari bebas dan label
psikologis.

9
4. Peranan Keluarga
Menurut Effendy (2008 ) peran keluarga mengambarkan seperangkat
perilaku interpersonal,sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu
dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari
oleh harapan dan pola perilaku dalam keluarga,kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
a. Peran ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anaknya yang berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai
kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta anggota
masyarakat dari lingkunganya.
b. Peran ibu
Sebagai isrti dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
sebagai anggota masyarakatbdari lingkungan.
c. Peran anak
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat
perkembangan baik fisik, mental, social dan spiritual.

10
B. Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan
perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. (Suliswati, 2005).
Ansietas sangat berkaitan denga perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas berbeda

dengan rasa takut,yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu


yang berbahaya. (Wiscarz, gail, 2008) . Ansietas adalah keadaan dimana
seorang mengalami perasaan gelisah/cemas dan aktivasi sistem syaraf
otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, tak spesifik.
Seseorang yang mengalami ansietas tidak dapat mengidentifikasi
ancaman. Ansietas dapat terjadi tanpa rasa takut namun ketakutan
biasanya tidak terjadi tanpa ansietas. (Capernito, Linda jual,2009)
2. Faktor yang memperngaruhi kecemasan
Menurut Smeltzer & Bare, 2001, Faktor yang mempengaruhi kecemasan
pasien adalah :
a. Faktor eksternal
1) Dukungan keluarga
Sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang
sakit.Anggota

keluarga

memandang

bahwa

orang

yang

bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan yang


diperlukan (Friedman,2008). Jenis dukungan keluarga adalah:dukungan
11
informatif, emosional, penilaian, dan instrumental.
2) Dukungan sosial
Dukungan sosial bahwa dirinya diperhatikan dan dicintai oleh orang lain,
merasa dirinya dianggap atau dihargai, dan membuat seseorang merasa
bahwa dirinya bagian dari jaringan komunikasi oleh anggotanya.
(Smeltzer&Bare,2010)
b. Faktor internal
1) Potensi stressor
Merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stressor
psikososial perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare,2010)

2) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai
daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan
3) Pendidikan dan status ekonomi
Pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan
menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir,
semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional
dan menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah baru
(Stuart,2006)

12
4) Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik, penyakit kronis, penyakit
keganasan akan mudah mengalami kelelahan fisik, sehingga akan lebih
mudah mengalami kecemasan
5) Tipe kepribadian
Tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan menderita
gangguan kecemasan, hal ini juga tergantung pada struktur atau tipe
kepribadian seseorang. Orang yang berkepribadian A akan lebih mudah
mengalami

gangguan

akibat

kecemasan

daripada

orang

dengan

kepribadian B. Ciri-ciri orang yang berkepribadian A adalah : tidak sabar,

ambisius, menginginkan kesempurnaan, merasa terburu-buru Waktu,


mudah tersinggung, mudah gelisah. Sedang tipe B adalah orang yang
penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas ( Stuart,2006)
6) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada pada lingkungan yang asing akan mudah
mengalami kecemasan dibandingkan bila ia berada di lingkungan yang
biasa ditempati
7) Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan kecemasan daripada orang yang lebih tua, tetapi ada
yang berpendapat sebaliknya.

13
8) Jenis kelamin
Gangguan kecemasan lebih sering dialami perempuan dibandingkan
dengan laki-laki
3. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan (Stuart, 2006)
a. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
,menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Kecemasan ringan ini dapat memotivasi belajar, dan
mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan
kreativitas.

b. Kecemasan sedang
Individu berfokus pada hal yang menjadi perhatiannya saja dan
penting dengan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang pandang persepsi individu. Individu mengalami
tidak perhatian yang selektif namun dapat berfoku pada lebih banyak
area jika diarahkan untuk melakukannya
c. Kecemasan berat
Kecemasan ini mengurangi lapang pandang persepsi individu.
Individu berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
14
d.Panik/Cemas berat sekali
Individu mengalami kehilangan kendali, sehingga tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatkan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang
rasional.
4. Skala kecemasan
Skala HARS menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) terdiri
dari 14 item, meliputi:

a. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah


tersinggung.
b. Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan takut pada binatang besar dll.
b. 4 Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
a. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi
b. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,
sedih, perasaan tiak menyenangkan sepanjang hari
c. Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, geretakan gigi, suara
tidak stabil, dan kedutan otot.

15

d. Gejala sensori : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah


dan pucat serta merasa lemah
e. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap
f. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek
g. Gejala gastrointestnal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,
mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan
panas diperut
h. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi

i. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu


roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
j. Prilaku sewaktu wawancara : gelisah jari-jari gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori :
0 : Tidak ada gejala sama sekali
1 : Satu dari gejala yang ada
2 : Sedang/separuh dari gejala yang ada
3 : Berat/lebih dari gejala yang ada
4 : Sangat berat semua gejala ada

16
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14
dengan hasil:
0 = 14

Tidak ada kecemasan

1 = 15 20 Kecemasan ringan
2 = 21 27 Kecemasan sedang
3 = 28 41 Kecemasan berat
4 = 42 56 Kecemasan berat sekali (panik)
C. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
1. Definisi
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya di eliminasi di urine menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan

ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik,


cairan, elektrolit, serta asam basa (Toto Suharyanto, dkk., 2009).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir atau (ESRD/ end stage
renal disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suzanne C. Smeltzer,
dkk., 2005).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam. 2006).

17

Gagal ginjal kronik (chronic renal failure, CRF) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup, kerusakan pada kedua ginjal ini irreversible (Mary
Baradero,dkk., 2009).
2.

Anatomi dan Fisiologi

Fungsi ginjal, menurut Syaifuddin, 2009 adalah sebagai berikut :


1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
2. Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
4. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme
5. Fungsi hormonal dan metabolisme
6. Pengaturan tekanan darah
7. Pengeluaran zat beracun
3. Etiologi
Menurut Kowalak, dkk., 2011 gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh:

a.
b.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Penyakit glomerulus yang kronis (glomerulonefritis)


Infeksi kronis (seperti pielonefritis kronis dan tuberkulosis)
Anomali kongenital (penyakit polikistik ginjal)
Penyakit vaskuler (hipertensi, nefroskerosis)
Obstruksi renal (batu ginjal)
Penyakit kolagen (lupus eritematosus)
Preparat nefrotoksik (terapi aminoglikosid yang lama)
Penyakit endokrin (nefropati diabetik)

18

4. Kriteria penyakit gagal ginjal kronis


Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) atau Glomerulus Filtration Rate (GFR), dengan
manifestasi:
a.
b.

Kelainan patologis
Kelainan ginjal, kelainan komposisi darah atau urine, atau kelainan

dalam tes pencitraan (imaging tets) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang
dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
5. Klasifikasi
Rumus Kockcroft-Gault:
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 umur) x BB
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar derajat penyakit

19
Tabel 2.1
Klsifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat
I
II
III

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
Kerusakan ginjal dengan LFG
Kerusakan ginjal dengan LFG

rendah
sedang

LFG (ml/menit/1,73m2)
90
60 - 90
30 59

IV
V

Kerusakan ginjal dengan LFG


Gagal ginjal

berat

15 29
< 15 atau dialisis

D. Haemodialisa
1. Definisi
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal
ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat (Nursalam,2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum
dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang
berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane
tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa
dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan
(Christin Brooker, 2007).
Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput
yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki
area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari
darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga
20
perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus
dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu
tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan
masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang,
dan diganti dengan cairan yang baru.
Pada hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang yang
dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.

Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka


diberikan heparin.
Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi
kimia yang menyerupai cairan tubuh normal. Tekanan di dalam ruang
dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah,
sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah
disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Tetapi sel darah dan
protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput buatan ini.
Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita.
Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Mesin
yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa
lebih pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5
jam). Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa
sebanyak 3 kali/minggu.

21

2. Penatalaksanaan Hemodialisa pada Pasien


Pada klien GGK, tindakan hemodialisa dapat menurunkan risiko
kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam
sirkulasi,

tetapi

tindakan

hemodialisa

tidak

menyembuhkan

atau

mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya harus

menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal


baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini
akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin.
Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal
sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet
rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan
demikian meminimalkan gejala (Smeltzer & Bare, 2006).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan
hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun
biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan
protein, natrium, kalium dan cairan (Smeltzer & Bare, 2006).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
22
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia dan anti hipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Smeltzer & Bare,2006).
3. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan
asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

e. Memperbaiki status kesehatan penderita.


Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara
lain:
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan
yang lain.
4. Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan
kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi
perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang
dipindahkan ke dalam dialisat.
23
b. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut
karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia,

yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 2006 ).


5. Alasan Dilakukan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a. Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
b. Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
c. Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan lainnya.
d. Gagal jantung
e. Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
6. Frekuensi Hemodialisa

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,


tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
a.
b.
c.
d.
e.

Penderita kembali menjalani hidup normal.


Penderita kembali menjalani diet yang normal.
Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
Tekanan darah normal.
Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (Medicastore.com,
2006) Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang
untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum
penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut,
dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu,
sampai fungsi ginjal kembali normal.

24
7. Komplikasi Haemodialisa
HD dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, namun tindakan ini
tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari, juga
tidak akan memperbaiki seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami
sejumlah permasalahan dan komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2004).
Pasien yang menjalani HD berkelanjutan dihadapkan pada banyak
masalah, antara lain :
a. Masalah fisik
Hipotensi, hipertensi, kram, demam, kedinginan, infeksi, gangguan,
cardio pulmoner, anemia, penyakit tulang, masalah kardio vaskuler,
toksisitas alumunium, hiperkalemia, perdarahan, hiponatremia dan
hipernatremia, emboli udara, pruritus, mual, muntah.
b. Masalah psikis

Stres, depresi, perilaku tidak kooperatif, perubahan kepribadian dan


bunuh diri.

25

E . Kerangka Konsep dan Kerangka Kerja


Faktor Eksternal

1. Kerangka
Konsep
Dukungan Keluarga
Dukungan Sosial

Faktor Internal
Potensi stressor
Tingkat kecemasan

Maturitas
Pendidikan dan status ekonomi

1.

Ringan

Keadaan fisik

2.

Sedang

Tipe Kepribadian

3.

Berat

Lingkungan dan situasi

4. Sangat Berat

Usia
Jenis kelamin

= Diteliti
= Tidak Diteliti

Sumber : Modifikasi dari Green (dalam Notoatmodjo, 2010)


Gambar 2.1 Kerangka Konsep
26

2. Kerangka Kerja

Ada Hubungan
Dukungan Keluarga

Tingkat Kecemasan
Tidak Ada
Hubungan

Gambar 2.2 Kerangka Kerja

F. Hipotesa Penelitian

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang


masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Ho = Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi haemodialisa
di BLUD RSU Kota Banjar.
Ha = Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi haemodialisa di
BLUD RSU Kota Banjar.

Вам также может понравиться