Вы находитесь на странице: 1из 16

a.

Rumusan masalah
Ny. Wati 34 tahun mengalami bengkak kemerahan dan nyeri pada sendi
pergelangan tangan dan jari-jari kedua tangan sejak 8 bulan yang lalu
disertai rasa sakit pada kedua pergelangan kaki dan lutut sejak 1 bulan
lalu serta adanya penggunaan obat jangka panjang.
b. Hipotesis
Ny. Wati mengalami RA dengan diagnosis banding OA dan gout sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pertanyaan diskusi
1.
2.
3.
4.

Bagaimana etiologi bengkak dan nyeri? (1,6)


Jenis-jenis dan klasifikasi sendi? (2,7)
Mengapa kaku terjadi pada pagi hari dan membaik setelah 2 jam? (3,8,11)
Hubungan antara RA, OA, dan gout dengan riwayat kehamilan?
(4,9)
5. Bagaimana pengaruh penggunaan obat jangka panjang pada kasus ini? (5,
10)
6. Hubungan usia, jenis kelamin dengan RA, OA dan gout. (6,11)
7. Hubungan RA dengan nafsu makan Ny. Wati. (7,12)
8. Bagaimana membedakan
a. RA dengan OA ( 8,1)
b. RA dengan Gout (9,2)
c. OA dengan Gout (10,3)
9. Bagaimana tatalaksana farmako dan non farmako? (11,4)
10.Apa saja etiologi, epidemiologi, gejala kinis, pemeriksaan penunjang,
patogenesis dan faktor predisposisi
a. RA (12,5)
b. OA (1, 6)
c. Gout (2,7)
11.Kontraindikasi puyer bintang (3,8)
12.
Bagaimana cara edukasi pasien?( 4,9,12)
13.Kriteria atau skoring RA. (5,10)
Pregnancy alters the immune state, possibly contributing to a change in the
course of rheumatoid arthritis (RA). [1, 2] For decades, the ameliorating effects of
pregnancy on the disease activity in women with RA have been observed.
In a prospective study from late pregnancy to 6 months postpartum in 140
women by Barrett et al, 63% of the patients reported improvement in disease
activity at the third trimester, although only 16% were in remission. [3]
In a 2008 study, de Man et al reported that disease activity decreased during
pregnancy but increased after delivery. [4] The investigators monitored 84 patients
with RA for disease activity before conception; at each trimester of pregnancy, if
possible; and at 6, 12, and 26 weeks postpartum. Among patients with at least
moderate disease activity in the first trimester, at least 48% had a moderate
response during pregnancy, whereas patients with low disease activity in the first
trimester reported that their disease activity remained stable during pregnancy. [4]
Thirty-nine percent of patients had at least 1 moderate flare postpartum.
No specific guidelines address obstetric monitoring in patients with RA. Because
few available data suggest a significantly increased risk for preterm birth,
1

preeclampsia, or fetal growth restriction, no special obstetric monitoring is


indicated beyond what is performed for usual obstetric care. [5]
Go to Rheumatoid Arthritis for more complete information on this topic.
Possible causes for the effects of pregnancy on rheumatoid arthritis
The reasons behind the ameliorating effect of pregnancy on RA activity remain
unknown, but various theories have been proposed. Nonetheless, no single
mechanism satisfactorily explains the observed improvement, and multiple
factors are probably responsible for the decreased disease severity.
Some of the proposed theories are as follows:

The effect of pregnancy on cell-mediated immunity (eg, decreased cellmediated immunity, predominance of helper T-cell 2 [TH2] cytokine
profile)[6]

Elevated levels of anti-inflammatory cytokines, such as interleukin-1


receptor antagonist (IL-1Ra) and soluble tumor necrosis factor-alpha
receptors (sTNFRs), as well as down-regulation of Th1 cytokines during
pregnancy[7]

The effect of hormonal changes during pregnancy (eg, increased cortisol,


estrogen, and progestin levels)

The effect of pregnancy on humoral immunity (eg, a proportional decrease


in immunoglobulin G lacking terminal galactose units, an elevated serum
alpha-2 pregnancy-associated globulin [PAG] level) [8, 9, 10, 11]

Altered neutrophil function during pregnancy (eg, decreased neutrophil


respiratory burst)[12, 13]

The degree of HLA disparity between the mother and the fetus (the less
genetically similar the mother and fetus, the more likely the RA will remit)
[14]

Possible causes for flare-ups during the postpartum period include the following:

A decrease in the anti-inflammatory steroid levels

Elevated levels of prolactin (ie, proinflammatory hormone) [15]

Change in the neuroendocrine axis

Change from a TH2 to a helper T-cell 1 cytokine profile


1) Gejala Klinis
Gejala
klinis
utama
RA
adalah
poliartritis
yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan
tulang di sekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi
2

perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris.


Pada tabel berikut ada susunan kriteria klasifikasi rheumatoid
arthritis menurut ARA (American Rheumatism Association) 1987.
Pasien dikatakan menderita RA jika memenuhi sekurangkurangnya kriteri 1 sampai 4 yang diderita sekurang-kurangnya 6
minggu.

No

Kriteria

Kaku pagi hari

3
4

Definisi

Kekakuan pada pagi hari


pada
persendian
dan
sekitarnya,
sekurangnya
selama 1 jam sebelum
Arthritis pada 3
perbaikan maksimal.
daerah
Pembengkakan
jaringan
persendian atau
lunak atau persendian atau
lebih
lebih
efusi
(bukan
pertumbuhan tulang) pada
tiga
Arthritis
pada sekurang-kurangnya
sendi secara bersamaan
persendian
yang
diobservasi
oleh
tangan
seorang dokter.
Arthritis simetris Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan
satu
persendian tangan seperti
yang tertera di atas
Keterlibatan sendi yang
Nodul
sama (seperti yang tertera
rheumatoid
pada kriteria 2 pada kedua
belah sisi (keterlibatan PIP,
MCP, atau MTP bilateral
dapat diterima walaupun
Faktor
tidak
mutlak
bersifat
rheumatoid
simetris).
serum positif
Nodul
subkutan
pada
penonjolan
tulang
atau
permukaan ekstensor atau
Perubahan
daerah
juksta
artikuler
gambaran
yang
diobservasi
oleh
radiologis
seorang dokter.
Terdapatnya titer abnormal
faktor rheumatoid serum
yang diperiksa dengan cara
yang memberikan hasil
positif kurang dari 5%
kelompok
kontrol
yang
diperiksa.
Perubahan
gambaran
radiologis yang radiologis
khas
bagi
RA
pada
pemeriksaan
sinar-X
tangan
posterior
atau
pergelangan tangan yang
harus menunjukkan adanya
erosi
atau
dekalsifikasi
tulang yang berlokasi pada 4
sendi atau daerah yang
berdekatan dengan sendi.

Manajemen medical dari RA meliputi lima pendekatan


general. yang pertama adalah penggunaan dari obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan analgesic ringan untuk
mengontrol tanda dan gejala dari proses inflamasi local. Agen ini
efektif secara cepat mengurangi tanda dan gejala, tapi tampak
menggunakan efek minimal pada perkembangan penyakit. Barubaru ini, inhibitor specific dari isoform cyclooxygenase (COX)
yang di atur pada situs inflamasi (COX-2) telah berkembang.
Inhibitor COX, yang selektif menghambat COX-2 dan bukan COX1, telah menunjukan keefektifannya sebagai obat NSAID classic,
yang menghambat kedua isoform dari COX, tetapi secara
significant menyebabkan pengurangan ulcerasi gastroduodenale.
Walaupun agent ini berhubungan dalam meningkatkan resiko
cardiovascular, dan maka dari itu penggunaannya harus disertai
dengan penilaian terhadap rasio. Lini kedua yang penting juga
dalam terapi ini adalah pengguanaan glukokortikoid oral dosis
rendah. Meskipun glukokortikoid dosis rendah digunakan sebagai
supressan yang luas terhadap tanda dan gejala inflamasi,
kejadian terbaru mengindikasikan obat ini dapat menghambat
perkembangan
dari
erosi
tulang.
Sebagai
tambahan,
pengguanaan glukokortikoid rendah meningkatkan efek antiinflamasi seperti methotrexate untuk memberikan efek
protective terhadap kerusakan tulang. Rangkaian inisial dari
glukokortikoid dosis rendah harus disadari oleh pasien baik yang
digunakan sendiri maupun yang di gunakan bersama disease
modifying
anti-rheumatic
drugs
(DMARDs).
Glukokortoid
intraatrikular sering dapat meringankan sytomatic transien ketika
terapi medical systemic gagal mengatasi inflamasi. Lini ketiga
merupakan obat DMARDs. Agent ini tampaknya mempunyai
kemampuan menurunkan level elevasi dari fase akut reaktan
dalam menyembuhkan pasien dan, maka dari itu terfikir untuk
memodifikasi komponen inflamasi dari RA dan kemampuan
destruktifnya. Agent ini meliputi methotrexate, sulfasalazin,
hydroksikloroquin, gold salt, atau D-penicillamine. Kombinasi
penggunaan DMARDs tampaknya lebih efektif daripada agent
tunggal dalam mengontrol tanda dan gejala RA. Group keempat
adalah agent biologis yang termasuk TNG-neutralizing agent
(infliximab, etarnecept, dan adalimumab), IL-1-neutralizing
agents (anakinra), yang mendeplesikan sel B (rituximab), dan
yang mengintervensi aktivasi sel T (abatacept). Agent-agent ini
telah menunjukan efek mayor terhadap tanda dan gejala dari RA
dan memperlambat kerusakan struktur artrikular. Group yang
kelima adalah agent imunosuppresiven dan obat cytotoksik
termasuk
leflunomide,cyclosporine,
azthiopprine,
dan
cyclophospanamide yang telah menunjukan dapat meringakan
proses penyakit pada pasien. Pendekatan tambahan telah
berkembang dalam usaha mengontrol tanda dan gejala dari RA.
Substitusi omega -3 asam lemak seperti asam eicosapentaenoic
yang ditemukan pada lemak ikan tertentu untuk diet omega-6
essensial asam lemak yang ditemukan pada daging dapat
mmeperbaiki gejala pasien dengan RA. Berbagai pendekatan
nontraditional juga efektif dalam terapi RA, temasuk diet, ekstrak
tumbuhan dan binatang, vaksin, hormone, dan berbagai
persiapan topical. Kebanyakan dari ini mahal dan tidak
5

menujukan keefektifannya. Namun, ada beberapa pasien yang


tetap menggunakannya.
2. Gout Disease
Gout adalah penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di
dalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi
arthritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak
tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal
(gout nefropati). Ganggan metabolisme yang mendasarkan gout
adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat
lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0mg/dl.
1) Patologi
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi
oleh butir kristal monosodium urat. Reaksi inflamasi di sekeliling
kristal terutama terdiri dari sel mononuklear dan sel giant. Erosi
kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa
biasanya prominen di sekeliling tofi. Kristal dalam tofi berbentuk
jarum dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.
Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid
glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada artritis gout akut,
cairan sendi juga mengandung kristal monosodium urat
monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi sendi yang
diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak
kristal di dalam leukosit. Hal ini disebabkan karena ada proses
fagositosis.
2) Manifestasi klinik
Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, interkritikal
gout dan gout menahun dengan tofi.
2.2.1 Stadium Artritis Gout Akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan timbul
sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada
gejala apa-apa, pada saat bangun pagi terasa sakit yang
hebat dan tidak dapat
berjalan.
Biasanya
bersifat
monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri,
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik
berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang
tersering adalah MTP-1 yang biasa disebut podagra.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa
trauta lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik,
stres,
tindakan operasi , pemakaian obat diuretik atau penurunan
dan peningkatan asam urat.
2.2.2 Stadium interkritikal
Merupakan kelanjutan stadiun akut dimana terjadi
periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara
klinik
tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada
aspirasi sendi ditemukan
kristal
urat.
Hal
ini
menunjukkan proses peradangan tetap berlanjut.
2.2.3 Stadium Artritis Gout Menahun
Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati
sendiri. Artritis gout menahun biasanya
disertai
tofi
yang banyak dan terdapat poliartikular. Tofi ini sering pecah
dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapt timbul

infeksi sekunder. Pada stadium ini kadang-kadang disertai


batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
3) Diagnosis
Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis
spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua pasien memiliki tofi,
sehingga tes diagnostik ini kurang sensitif. Oleh karena itu
kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai
untuk menegakkan diagnosis:
1) Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada
sendi MTP-1;
2) Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas simptom;
3) Resolusi sinofitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin;
4) Hiperurisemia.
4) Penatalaksanaan artritis gout
Secara umum penanganan artritis gout adalah dengan
memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan
pengobatan.
Pengobatan
artritis
gout
akut
bertujuan
menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan
obat-obat, antara lain kolkisin, OAINS, kortikosteroid atau hormon
ACTH. Obat penurun asam urat seperti alopurinol atau obat
urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada
pasien yang telah rutin diberikan obat penurun asam urat,
sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar
untuk artritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari
dengan dosis maksimal 6 mg. OAINS dapat pula diberikan, dosis
tergantung dari jenis OAINs
yang dipakai, selain efek anti
inflamaasi, obat ini juga berefek analgetik. Jenis OAINS yang
banyak dipakai pada artritis gout adalah indometasin. Dosis obat
ini adalah 150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75100 mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau
peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan bila
kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi.
Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan secara oral
atau parenteral.
3. Osteoarthritis
Penyakit sendi degeneratif, bagian dari proses penuaan dan
merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang berusia 65 tahun.
Penyakit ini bersifat destruktif progresif yang lambat pada sendi yang
menopang berat badan dan pada jari-jari dan bersifat arthritis yang
noninflamantory.
Gambaran mendasar pada osteoarthritis adalah degenerasi
tulang rawan sendi. Kebanyakan terjadi tanpa faktor predisposisi yang
jelas = osteoarthritis primer. Osteoarthritis sekunder = perubahan
degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami
deformitas, atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks penyakit
metabolik tertentu, seperti hemakromatosis dan diabetes mellitus.
1) Pathogenesis
Tulang rawan sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujungujung tulang untuk melaksanakan dua fungsi (1) menjamin yang
hampir tanpa gesekan didalam sendi->cairan synovium, (2)
menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sedemikian
sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat
tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini mengharuskan
7

tulang rawan elastik dan memiliki daya regang yang tinggi. Kedua
ciri ini dihasilkan oleh dua komponen utama tulang rawan
kolagen tipe II dan proteoglikan.
Ostoarthritis terjadi karena ketidakseimbangan kondrosit
dalam memelihara dan menguraikan matriks tulang. Faktor-faktor
yang mempengaruhi osteoarthritis adalah:
1) Efek penuaan dan efek mekanis
2) Faktor genetik, terutama pada kasus yang mengenasi
tangan dan panggul
3) Osteoarthritis meningkat setara dengan densitas tulang, dan
kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan
dengan peningkatan resiko.
Osteoarthritis ditandai dengan:
1) Tulang rawan yang mengalami degenerasi memperlihatkan
peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi
proteoglikan dibanding dengan tulang rawan sehat.
2) Perlemahan jaringan kolagen-> penurunan sintesis lokal
kolagen tipe II dan peningkatan pemecahan kolagen yang
sudah ada.
3) IL-1, TNF, nitrat oksida meningkat
4) Apoptosis meningkat-> penurunan jumlah kondrosit
Perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan
kelenturan tulang rawan sendi.
2) Gambaran klinis
1) Gejala dan tandanya muncul perlahan dan biasanya
mengenai hanya satu atau beberapa sendi.
2) Sendi yang sering terkena adalah lutut, panggul, vertebral
lumbar bawah dan servikalis, sendi antarphalang distal jari
tangan,
sendi
karpometakarpal
pertama,
senditarsometatarsal pertama.
3) Komplikasi : kaku sendi dan nyeri tumpul yang dalam,
terutama pagi hari. Pemakaian sendi yang berulang-ulang
cenderung menambah nyeri. Krepitus, sendi agak
membengkak, mungkin terbentuk efusi yang ringan
4) Seiring dengan waktu bisa terjadi deformitas
3) Penyuntikan Intraartikular pada Osteoarthritis
Selama inflamasi pada synovial merupakan penyebab utama
nyeri pada pasien OA, pengobatan local anti-inflamantory secara
intraartikular dapat efektif dalam memperbaiki nyeri, walaupun
hanya sementara. Penyuntikan glukokortikoid memberikan
kemanjuran, dan bekerja lebih baik daripada penyuntikan placebo
yang hanya 1-2 minggu. Hal inilah yang mungkin menyebabkan
penyakit tetap berjalan secara mekanik, dan ketika seseorang
mulai menggunakan sendinya, faktor yang menginduksi nyeri
akan kembali.
Penyuntikan glukokortikoid sangat berguna bagi pasien yang
menderita nyeri akut dan mungkin terutama untuk pasien yang
menderita OA dan penyakit penumpukan Kristal, terutama dari
kristal kalsium pyrophosphate dehydrate.
Asam hyaluronat dapat memberikan pengobatan terhadap
gejala OA pada lutut dan panggul, tetapi ada kontroversi bahwa
keefektifannya dibanding placebo.
8

4. Obat Analgesik (Puyer Bintang 7)


Obat puyer bintang toedjoe banyak dipakai oleh masyarakat
dulu dan sekarang. Obat ini merupakan obat analgesik (bersifat
meredakan nyeri). Komposisi bahan yang terdapat pada obat ini
adalah Acidum Acetylsalicylicum 50 mg, Acetaminophenum 275 mg,
Coffeinum 50 mg di dalam tiap 1 gram obat. Bahan-bahan tersebut
dicampur menjadi satu dalam bentuk serbuk (puyer).
9.1 Asam Aseti Salisilat
Obat yang dikenal sebagai asetosal atau aspirin ini adalah
obat analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas digunakan
dan digolongkan dalam obat bebas. Asam salisilat sangat iritatif.
9.1.1 Farmakokinetik
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi
dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi
sebagian besar di usus halus bagian atas. Kecepatan
absorpsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi
tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan
lambung.
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke
seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler. Obat ini
mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Kira-kira
80-90% salisilat plasma terikat degan albumin. Aspirin
diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam
salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30
menit terdapat dalam plasma. Biotransformasi salisilat
terjadi di banyak jaringan, namun terutama di mikrosom dan
mitokondria hati.
9.1.2 Efek Samping
Obat jenis ini sering digunakan untuk mengobati
keluhan-keluhan ringan dan karena itu sering terjadi
penyalahgunaan obat jenis ini. Keracunan umumnya ringan
namun dapat mencapai kematian jika keracunan berat.
Efek samping lain yang dapat terjadi oleh pemakaian
asam asetil salisilat dalam pemakaian dosis tinggi selain
pada saluran cerna adalah nyeri kepala, pusing, tinitus,
gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung,
lemas, rasa kantuk, banyak keringat, haus, mual, muntah
dan kadang-kadang diare. Pada pemberian dengan dosis
toksik obat antiinflamasi ini dapat menyebabkan hepatitis
fulminans.
Obat ini juga dapat menghambat agregasi trombosit
dan memperpanjang waktu perdarahan pada orang sehat.
Pada beberapa kasus, pemberian aspirin pada anak-anak
dapat menyebabkan sindromReye.
9.2Acetaminofen
Asetaminofen adalah obat derivat para amino fenol bersama
dengan fenasetin. Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin
dengan efek antipiretik yang sama. Efek antipiretik ditimbulkan
oleh gugus aminobenzen. Saat ini yang lebih sering digunakan
9

adalah asetaminofen daripada fenasetin. Hal ini dikarenakan sifat


fenasetin yang menyebabkan analgesik nefropati, anemia
hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen
juga dikenal dengan nama parasetamol dan tersedia sebagai
obat bebas. Perlu diperhatikan bahwa takaran berlebihan dapat
berakibat fatal terhadap kerusakan hati. Dan yang penting
diketahui bahwa efek anti-inflamasi dari asetaminofen hampir
tidak ada.
9.2.1 Farmakokinetik
Asetaminofen diabsorpsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai
dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara
1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam
plasma, 25% asetaminofen terikat protein plasma. Obat ini
dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian
asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat
dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu
obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit dari
hasil
hidroksilasi
ini
dapat
menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini
diekskresi
melalui
ginjal,
sebagian
kecil
sebagai
asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi.
9.2.2 Efek Samping
Manifestasi dari reaksi alergi terhadap obat ini adalah
eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa
demam dan lesi pada mukosa. Akibat dosis toksik yang
paling serius adalah nekrosis hati. Hepatotoksisitas dapat
terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250
mg/kgB) asetaminofen. Anoreksia, mual, muntah dan sakit
perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung
selam seminggu atau lebih. Gangguan hepar juga dapat
terlihat dengan peningkatan aktivitas serum transaminase,
laktat
dehidrogenase, kadar
bilirubin
serum serta
pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase
dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati
dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian.
Masa paruh lebih dari 4 jam dapat menjadi petunjuk
terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam
dapat memprediksi akan terjadinya koma hepatik.
Kerusakan hati tidak hanya disebabkan oleh asetaminofen
saja. Faktor-faktor lain juga turut memperparah efek
toksisitasnya, misalnya radikal bebas yang sangat reaktif
berikatan dengan makromolekul sel hati, pasien yang juga
mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholik
yang kronis.
9.3Kafein
Kafein adalah derivat xantin bersama dengan teofilin dan
teobromin. Ketiganya adalah alkaloid yang terdapat dalam
tumbuhan. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji
Coffee, teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan
teofilin, cocao yang didapat dari biji Theobroma cacao
mengandung kafein dan teobromin. Kafein berefek stimulasi.
9.3.1 Farmakokinetik
10

Metilxantin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral,


rektal, atau parenteral. Sediaan cair atau tablet akan
diabsorpsi secara lengkap. Dalam keadaan perut kosong,
sediaan teofilin bentuk cair atau tablet tidak bersalut dapat
menghasilkan kadar puncak plasma dalam waktu 2 jam,
sedangkan kafein dalam waktu 1 jam. Jika ada makanan
akan memperlambat penyerapan obat ini. Pada ibu yang
mengandung metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh,
melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Volume
distribusi kafein dan teofilin adalah antara 400-600 ml/kg
dan pada bayi prematur nilai ini lebih tinggi. Eliminasi
metilxantin terutama melalui metabolisme dalam hati.
Sebagian besar diekskresi bersam urin dalam bentuk asam
metilurat atau metilxantin. Kurang dari 20% teofilin dan 5%
kafein akan ditemukan di urin dalam bentuk utuh. Waktu
paruh plasma kafein antara 3-7 jam, nilai ini akan menjadi 2
kali lipat pada wanita hamil tua atau wanita yang
menggunakan pil kontrasepsi jangka panjang. Pada bayi
prematur kecepatan eliminasi teofilin dan kafein sangat
menurun, waktu paruh kafein rata-rata 50 jam, sedangkan
teofilin antara 20-36 jam.
9.3.2 Efek Samping
Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein
jarang terjadi. Gejala yang biasa paling mencolok pada
penggunaan dosis tinggi adalah muntah dan kejang. Gejala
permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang
dapat berkembangmenjadi delirium ringan. Gangguan
sensoris berupa tinitus dan kilatan cahaya sering dijumpai.
Otot rangka menjadi tegang dan ekstrasistol, sedangkan
pernapasan menjadi lebih cepat. Kadar kafein dalam darah
pasca kematian ditemukan antara 80 g/ml sampai lebih
dari 1 mg/ml.
Berikut cara membedakan RA, gout, osteoarthritis, dan
osteosarkoma.
9.4Rheumatoid Arthritis
Berikut gejala klinis RA
9.4.1 Kaku pagi hari
Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung
paling sedikit selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
9.4.2 Arthritis pada 3 persendian atau lebih.
Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukan
pembengkakan jaringan lunak atau efusi yang diobservasi
oleh seorang dokter.
9.4.3 Arthritis pada persendian tangan.
Paling sedikit ada satu pembengkakan pada sendi.
9.4.4 Arthritis yang simetrik.
Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara
bersamaan.
9.4.5 Nodul reumatoid
Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang,
permukaan ekstensor atau daerah juxtaarticular yang
diobservasi oleh seorang dokter.
9.4.6 Faktor reumatoid serum positif

11

Adanya titer abnormal faktor reumatoid serum yang


diperiksa dengan metode apapun, yang memberikan hasil
positif < 5% pada kontrol subjek normal.
9.4.7 Perubahan gambaran radiologis.
Terdapat gambaran radiologis yang khas untukarthritis
reumatoid pada foto posterioranterior tangan dan
pergelangan tangan, berupa erosi atau dekalsifikasi tulang
yang terdapat pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi.
9.5Osteoarthritis
9.5.1 Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA
yang masih dini. Biasanya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak
dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris
(salah satu arah gerakan saja)
9.5.2 Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA
lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter
yang memeriksa. Dengan bertambahnya berat penyakit,
krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini
mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang
sendi pada saat sendi digerakan atau secara pasif di
manipulasi.
9.5.3 Pembengkakan sendi yang sering kali asimetris.
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena
efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<100cc).
Sebab lain karena adanya osteofit, yang dapat mengubah
permukaan sendi.
9.5.4 Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan sendi mungkin
ditemukan pada OA karena adanya Sinovitis. Biasanya
tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan,
sering kali dijumpai pada lutut, pergelanga kaki dan sendisendi kecil tangan dan kaki.
9.5.5 Perubahan bentuk sendi yang permanen.
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi
yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang
dan permukaan sendi.
9.5.6 Perubahan gaya berjalan.
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyer
karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai
pada OA lutut, sendi pada OA tulang belakang dengan
stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu,
siku dan pergelangan tangan, osteoarthritis juga
menimbulkan gangguan fungsi.
9.6Gout
Dengan menemukan kristal urat pada tofi merupkan
diagnosis spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua
12

pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnostik ini kurang


sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari penemuanpenemuan dibawah ini dapat dipakai untuk menegakan
diagnosis:
1) Riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikuler khusus
pada sendi MTP-1.
2) Diikuti oleh stadium interkritik di mana bebas siptom.
3) Resolusi sinoviis yang cepat dengan pengobatan
kolkisin.
4) Hiperurisemia.
9.7Pemeriksaan Laboratorium
Berikut pemeriksaaan laboratorium yang biasa digunakan
untuk mendiagnosis RA
9.7.1 Pemeriksaan cairan synovial
a. Warna kuning sampai putih dengan derajat
kekeruhan yang menggambarkan peningkatan
jumlah sel darah putih.
b.Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan
adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel
neutrophil (65%).
c. Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih tinggi
dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan
sinovium.
9.7.2 Pemeriksaan kadar sero-imunologi
a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari
75% pasien artritis rheumatoid terutama bila masih
aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra,
tuberkulosis
paru,
sirosis
hepatis,
hepatitis
infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit
kolagen, dan sarkoidosis.
b. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan
pada arthritis rheumatoid dini.
9.7.3 Pemeriksaan darah tepi
a.Leukosit : normal atau meningkat sedikit
b.Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit
kronis.
c. Trombosit meningkat.
d. Kadar albumin serum turun dan globulin naik. e.
Protein C-reaktif biasanya positif.
f. LED meningkat.
9.7.4 ANA test
Sistem imun membuat begitu banyak protein
yang disebut antibodi. Antibodi dibuat oleh sel darah
merah dan mereka mengenal dan melawan
organisem infeksius di dalam tubuh. Terkadang
antibodi ini membuat kesalahan, mengidentifikasi
protein normal, protein alami dalanm tubuh kita
sebagai benda asing dan berbahaya. Antibodi yang
targetnya adalah protein normal di dalam nukleus
sel disebut antinuclear antibodi (ANA). ANA dapat
memberikan sinyal kepada tubuh untuk menyerang
tubuhnya sendiri di mana hal ini akan memicu
terjadinya penyakit autoimun, seperti lupus,
13

scleroderma,
Sjgrens
syndrome,
polymyositis/dermatomyositis, mixed connective
tissue disease, druginduced lupus, and autoimmune
hepatitis. ANA positif bisa juga menunjukkan
penyakit juvenil arthritis.
Beberapa fakta mengenai ANA sebagai
berikut: (1) tes ANA positif berarti terdapat
autoantibodi,
(2)
Tes
ANA
positif
tidak
mengindikasikan keberadaan penyakit autoimun
atau kebutuhan untuk di terapi, (3) penyakit
autoimun dapat diterapi.
Kebanyakan
dari
manusia
mempunyai
autoantibodi, namun dalam jumlah yang sedikit.
Keberadaan autoantibodi dalam jumlah yang besar
di dalam tubuh mengindikasikan adanya penyakit
autoimun.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk
tes ANA. Salah satu metodenya adalah Fluorescent
Antinuclear Antibody Test or FANA.
Tes ini yaitu untuk melihat fluoroescent labeled
antibodi pada kaca objek di bawah microscope dan
menentukan pola dan intensitas fluorescence.
Sensitivitas dan kesederhanaan tes ANA ini
membuatnya populer digunakan untuk skrining
lupus secara khusus.
Hasil tes FANA dilaporkan di titer dan pola yang
dibuat
oleh
antibodi
contohnya
homogen,
bercak/bintik, sentromer, dan lain-lain. Pembacaan
titer ini ditentukan dengan menambhakan saline (air
garam) ke dalam bagian cairan darah manusia.
Contohnya 1 bagian darah dicampur dengan 40
bagian saline untuk menghasilkan dilusi 1:40. Dilusi
kemudian melalui langkah tambahan., membuat di
tabung 1:80, 1:160, 1:320, dan 1:640 dilusi,
berturut-turut. Masing-masing laboratorium memiliki
standar positif yang berbeda, misalnya beberapa
laboratorium akan melaporkan titer yang di atas
1:160
adalah
positif.
Dokter
Anda
akan
menginterpretasi hasil ANA berdasarkan riwayat
klinis.
ANA negatif berarti tidak ada autoantibodi
di dalam tubuh Anda. Namun, hasil ANA yang positif
tidak mengindikasikan penyakit autoimun. Mengapa?
Prevalensi ANA di tubuh individu yang normal adalah
sekitar 3-15%. Produksi autoantibodi ini sangat
bergantung pada usia, peningkatan hingga 10-37%
pada orang sehat berusia di atas 65 tahun. Bahkan
individu sehat dengan terinfeksi virus dapat
menunjukkan hasil ANA positif, walaupun dalam
waktu singkat. Pengobatan juga dapat menyebabkan
ANA positif.

14

Pengubahan Gaya Hidup


1) Istirahat dan latihan : Orang dengan RA membutuhkan istirahat dan latihan
dalam jumlah yang seimbang, dengan istirahat lebih ketika RA aktif dan banyak
latihan ketika RA tidak aktif. Istirahat berguna untuk meredakan inflamasi dan
melawan kelelahan. Lama istirahat dianjurkan tidak terlalu lama.
Latihan berguna untuk menjaga kesehatan dan kekuatan otot, menjaga mobilitas
sendi dan juga fleksibilitas. Latihan juga dapat membantu pasien tidur nyenyak,
mengurangi rasa nyeri, dan menjaga keoptimisan dan menurunkan berat badan.
2) Perawatan sendi : Beberapa orang menggunakan splint untuk waktu yang
singkat di sekitar sendi yang nyeri dengan mendukung sendi tersebut dan
membiarkannya istirahat. Splint banyak digunakan di daerah pergelangan
tangan dan tangan, akan tetapi ada juga di bagian lutut dan pergelangan kaki.
Cara untuk mereduksi stress di sendi termasuk alat bantu mandiri (penarik
resleting, dll)) alat bantu naik dan turun dari kursi, tempat duduk toilet, dan
kasur.
3) Reduksi stres : Orang dengan RA biasanya mengalami stres emosional seperti
pada penyakit lainnya. Emosi yang mereka rasakan karena ketakutan,
kemarahan, dan frustasi terhadap penyakit yang dideritanya ditambah dengan
kecacatan yang dia derita. Stres akan berpengaruh pada rasa nyeri atau sakit
yang dirasakan. Berbagai teknik dilakukan untuk mengatasi stress ini, misalnya
relaksasi, distraksi, dan latihan visualisasi. Partisipasi di kelompok pendukung,
komunikasi yang baik dapat mengurangi stress.
4) Diet sehat : Sejauh ini peneliti belum menemukan kejadian untuk makanan
yang dapat membantu atau memperparah kondisi RA ini, kecuali pada beberapa
tipe minyak. Akan tetapi, asupan makanan yang cukup (meliputi kalori, protein,
dan kalsium) ini penting. Beberapa pasien dengan obat tertentu untuk RA
dilarang mengkonsumsi alkohol, seperti methrotexat yang berefek jangka
panjang pada kerusakan hati.
5) Cuaca/Iklim : Beberapa orang menyadari RA makin parah bila terjadi
perubahan iklim atau cuaca. Akan tetapi efek cuaca terhadap kondisi RA belum
diteliti secara spesifik. Pindah ke tempat dengan iklim yang berbeda dalam
jangka waku yang lama tidak berpengaruh banyak pada kondisi RA.

Latihan rutin untuk menjaga mobilitas sendi dan memperkuat otot di


sekitar sendi. Latihan seperti berenang bermanfaat karena tekanan pada
sendi sangat minim

Splinting/Pembelatan berguna untuk mengurangu reaksi inflamasi dan


menjaga bentuk sendi

Alat-alat seperti tongkat, toilet seat raisers, jar grippers dapat membantu
aktivitas sehari-hari

Kompres dingin dan panas dapat meringankan gejala setelah latihan

15

Yang terakhir, pengontrolan keadaan emosi pasien sangat dibutuhkan


dalam proses penyembuhan reumatoid artritis dan juga dukungan dari
keluarga dan sahabat

1. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi


nonsteroid, dan obat gangguan sendi lainnya. In: Gunawan SG,
Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5 th ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. p. 230-9.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III.

Jakarta: Interna

Publishing.
3. Fauci, Anthony S and Dennis S Kasper et all. 2008. Harrisons
Principles of Internal Medicine. United State of America: McGrawhills Acces Medicine.
4. FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

16

Вам также может понравиться