Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Karsinoma kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal
atau tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum1.
Karsinoma kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling
sering terjadi di seluruh dunia setelah kanker paru dan kanker payudara, dengan
angka kejadian, hampir 60% karsinoma kolorektal terjadi di negara berkembang 2. Di
Indonesia, keganasan saluran cerna yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma
kolorektal dan termasuk dalam 10 jenis kanker terbanyak yang menempati urutan ke
6 dari penyakit keganasan yang ada3.
Risiko munculnya karsinoma kolorektal di seluruh dunia pada pria dengan
usia 75 tahun adalah satu dari 42 orang. Sedangkan pada wanita, satu dari 61 orang.
Insidensi dan angka kematian karsinoma kolorektal pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita (dengan rasio 1,4:1). Insidensi karsinoma kolorektal
meningkat saat memasuki usia 40 tahun, tetapi relatif rendah hingga mencapai usia 50
tahun keatas. Angka kematian paling tinggi terjadi pada pasien dengan usia tua.
Sekitar 80% merupakan pasien yang berusia 65 tahun ke atas, dan hampir dua per
lima angka kematian karsinoma kolorektal terjadi pada kelompok pasien yang berusia
di atas 80 tahun2.
Karsinoma kolorektal ada hubungannya dengan faktor sosiobudaya dan pola
hidup yang buruk, sehingga penyakit ini dikenal sebagai penyakit lingkungan5.
Faktor risiko berupa diet, obesitas, dan aktivitas fisik memiliki banyak
pengaruh terhadap kejadian karsinoma kolorektal. Konsumsi tinggi dari makanan
olahan dan konsumsi alkohol juga berpengaruh terhadap kejadian karsinoma
kolorektal, namun hampir 66-77% karsinoma kolorektal dapat dicegah dengan
kombinasi seimbang antara diet dan aktivitas fisik5.
Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori tentang
Manfaat Penulisan
a.
b.
Untuk menambah wawasan serta ilmu bagi penulis dan pembaca tentang
karsinoma kolorektal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi kolon
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm),
tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum,
kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat
pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus
besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi
lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana
kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturutturut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi
krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang
dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat
kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum
sampai kanalis ani adalah 5,9 inci. 7
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela
submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambarangambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid
distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat
kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices
epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak
lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. 7
Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior.
Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum
sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior
mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri
kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian
kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal).
Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri
hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum
diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran
balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan
inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang
mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah
ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara
vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal
dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi
preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh
limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena
subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma
gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran
balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis
superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna,
sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran
limfe inguinalis superficialis. 7
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter
eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari
daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars
torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis
preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama
dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (meissner).
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang
diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan
interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya
tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai
fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus
aurbach dan Meissner.7
Gambar 2.12
Anatomi Rektum
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebra sakrum ke-3 sampai garis
anorektal.Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula
dan sfingter.Bagian ampula disebut juga annulus hemorrhoidalis, dikelilingi oleh
muskulus levator ani, fascia coli dan fascia supra-ani.Bagian ampula terbentang dari
sakrum ke-3 ke diafragma pelvis pada insersi muskulus levator ani.Secara normal
bagian ini benar-benar kosong dari bahan fekal, bahan fekal disimpan di kolon
sigmoid, tetapi ada uga bahan fekal mencapai ampula recti sehingga timbul keinginan
untuk defekasi. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15cm pada
rectosigmoid junction dan 35cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan lapisan
serosa. Kerika rektum berjalan melalui pelvis bersatu dengan kanal anus, arahnya
tidak lurus membentuk sudut 90o, sudut ini penting sekali untuk mempertahankan
fecal continence.8
Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemorrhoidalis
superior, media, dan inferior.Arteri hemorrhoidalis superior yang merupakan
kelanjutan dari arteri mesenterika inferior.Arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.Arteri
hemorrhoidalis merupakan cabang arteri iliaka kanan, arteri hemorrhoidalis inferior
cabang dari arteri pudenda interna.Vena hemorrhoidalis superior berasal dari plexus
hemorrhoidalis internus dan berjalan kearah kranial ke dalam vena mesenterika
inferior dan seterusnya melalui vena lienalis menuju vena porta.Vena ini tidak
berkatup,
sehingga
tekanan
dalam
rongga perut
menentukan
tekanan
di
limfe
plexus
halus
yang
Karsinoma Kolorektal
2.2.1. Definisi
Kanker kolon adalah suatu kanker yang berada di kolon. kanker kolon adalah
penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru. Kanker kolon
adalah suatu bentuk keganasan dari massa abnormal atau neoplasma yang muncul
dari jaringan epithelial dari kolon.1
Karsinoma rektum adalah kondisi medis yang ditandai dengan adanya
pertumbuhan sel sel ganas di dalam rektum.1
2.2.2. Epidemiologi
Karsinoma kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling
sering terjadi di seluruh dunia setelah kanker paru dan kanker payudara, dengan
angka kejadian, hampir 60% karsinoma kolorektal terjadi di negara berkembang 2. Di
Indonesia, keganasan saluran cerna yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma
kolorektal dan termasuk dalam 10 jenis kanker terbanyak yangmenempati urutan ke 6
dari penyakit keganasan yang ada3.
Kira-kira 152.000 orang di AS terdiagnosa kanker kolon pada tahun 1992 dan
57.000 orang meninggal karena kanker ini pada tahun yang sama. Perbandingan
insidensi pada pria dan wanita adalah sama. insidensinya meningkat sesuai dengan
usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun), dan makin tinggi
pada individu dengan riwayata keluarga yang mengalami kanker kolon.1
Risiko munculnya karsinoma rektum di seluruh dunia pada pria dengan usia
75 tahun adalah satu dari 42 orang. Sedangkan pada wanita, satu dari 61 orang.
Insidensi dan angka kematian karsinoma rektum pada pria lebih tinggi dibandingkan
pada wanita (dengan rasio 1,4:1). Insidensi karsinoma rektum meningkat saat
memasuki usia 40 tahun, tetapi relatif rendah hingga mencapai usia 50 tahun keatas.
Angka kematian paling tinggi terjadi pada pasien dengan usia tua. Sekitar 80%
merupakan pasien yang berusia 65 tahun ke atas, dan hampir dua per lima angka
kematian karsinoma rektum terjadi pada kelompok pasien yang berusia di atas 80
tahun.2
2.2.3. Faktor Risiko
Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi
kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang
bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,
perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker.
Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion
memungkinkan
perkembangan
dari
formasi
adenoma,
perkembangan
dan
Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar
1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan
kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding
lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah
2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada
ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan
total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun.
Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi
sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa
kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang
didiagnosa dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling
penting
dari
analisa
mendemonstrasikan
bahwa
diagnosis
displasia
tidak
Penyakit Crohns
10
Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang
mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker
kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak
memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.9
B.
mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi.Langkah yang paling
penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat
kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil
dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada dari seluruh kanker kolon,
dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma
yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom
11
ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,
dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang
berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis
colorectal cancer (HNPCC).8
C.
kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring
kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50
tahun.Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat
banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan adekuat;
ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan prophylactic subtotal
colectomy diikuti dengan endoskopi pada bagian yang tersisa.Idealnya prophylactic
colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani
dengan aman.Prosedur pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika
memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia muda. Pasien
dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan
mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%.Tumor lain yang mungkin muncul
pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas,
pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk
gardners syndrom dan turcots syndrom.8,10
D.
Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur
yang muda (45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan.
Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme mismatch repair yang
bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari DNA,
yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari squences
12
13
mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.Teori pertama adalah
pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan
adenoma dan kanker kolorektal.Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang
berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan
peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi.Faktor
sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal.Hipotesis kedua adalah
identifikasi
berkelanjutan
dari
agen
yang
secara
signifikan
menghambat
14
15
per 100.000 populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada
orang yang berusia lebih dari 65 tahun.12
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal
sebesar 5%.Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker
kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah empat
puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita kanker kolorektal kurang dari
10%.Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita kanker
kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan usia dibawah 20 tahun sebesar
0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun sebesar
10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-84 tahun sebesar
28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.12
2.2.4. Patofisiologi
Mukosa colon yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6hari. Pada
adenoma terjadi perubahan genetik yang menggangu proses diferensiasi dan maturasi
sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis coli
(APC) yang menyebabkan replikasi replikasi yang tidak terkonrol. Dengan
peningkatan jumlah sel tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi kras onkogen dan mutasi gen p53,hal ini akan mencegah apoptoisi dan memperpanjang
hidup sel tersebut. Jadi, polip jinak yang terbentuk sepanjang colon dapat menjadi
ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke struktur
sekitarnya. Sel-sel kanker ini juga dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke
bahagian tubuh yang lain terutama ke hati.Selain APC, mutasi pada gen perbaikan
"mismatch DNA", Seperti hMLH1, hMSH2, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6.4
2.2.5. Manifestasi Klinis
Pasien dengan karsinoma kolorektal mempunyai gejala klinis yang cukup
bervariasi yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor
pada sekum dan kolon bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus
16
besar, 70% terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di
bawah rektosigmoid junction. Karsinoma kolon kanan terjadi lebih sering pada
wanita, dan umumnya mempunyai gejala yang silent atau asimptomatik.13
Karsinoma sekum dan kolon kanan
Banyak pasien tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi
(Fe) yang berasal dari kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss).
Jarang kehilangan darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat
antikoagulan. Feses masuk ke sekum dalam bentuk cair dan obstruksi biasanya terjadi
relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh
nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau di fossa iliaka kanan, dimana sering
timbul setelah makan, distimulasi oleh refleks gastrokolik. Nyeri sering diikuti oleh
diare, kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin bakteri di dalam
lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor menutup katup
ileosekum, atau jika katup ileosekum menjadi inkompeten karena obstruksi komplit
sekum. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan distensi
abdominal sentral progresif dan borborigmus. Peristaltis usus mungkin dapat terlihat,
muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang dapat muncul..
Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama.13
Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut
jika karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau
dari perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat
dan harus dilihat dengan barium enema atau dengan kolonoskopi. Tumor dapat
berpenetrasi ke dinding posterior kolon, menimbulkan perforasi dan abses di
muskulus psoas. Pasien demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan
massa yang nyeri pada fossa iliaka kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju
tungkai atau panggul. Nyeri juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi
otot-otot
lumbal.
Terkadang
tumor
anterior
dapat
menyebabkan
perforasi
17
menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus
dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok.13
Terkadang karsinoma kolon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau
perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya.
Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor
itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai
dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering.
Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula
hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan
mengalami nekrosis.13
Karsinoma kolon kiri dan sigmoid
Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati kolon kiri
untuk disimpan di rektosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma kolon
kiri umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi
kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami
distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif
memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit
divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda.
Jika pasien usia setengah baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola
defekasi sebaiknya diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan.13
Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar,
dan kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di
distal sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi
yang lebih jarang13
Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaka kiri, dan massa sering
terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pada fleksura
splenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal.13
18
19
anal telah hancur. Darah merah segar yang keluar saat defeksi sebaiknya dievaluasi
dengan proctosigmoidoscopy. semua tipe perdarahan lainnya juga sebaiknya
dilakukan evaluasi yang lengkap13
2.2.6. Diagnosa
1. Anamnesa
Perdarahan rektum
2. Tumor marker
Penanda tumor yang paling umum untuk kanker kolorektal adalah antigen
Carcinoembryonic (CEA) dan CA 19-9. Tes darah untuk penanda tumor ini paling
sering digunakan bersama dengan tes lain untuk memantau pasien yang sudah
didiagnosis dengan atau dirawat karena kanker kolorektal. Pemeriksaan ini dapat
membantu menunjukkan seberapa baik pengobatan bekerja. Penanda tumor ini tidak
digunakan untuk mendiagnosa kanker kolorektal karena tes tidak bisa mengatakan
seseorang memiliki kanker diperlukan.15
3. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.
kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip
20
kolonoskopi
dilakukan
tanpa
perlu
konfirmasi
pemeriksaan
histopatologi. Kanker kolorektal stadium lanjut nampak sebagai massa eksofitik besar
tumbuh
ke
intralumen,
atau
sebagai
striktur
kolon
karena
pertumbuhan
21
2.2.7. Penatalaksanaan
A.
Kanker kolon
22
meningkatkan
risiko kekambuhan
23
dapat direseksi (hanya sekitar 1-2%) Angka harapan hidupnya dapat meningkat
hingga 30-40%. Perlu diingat bahwa pasien dengan stadium IV tidak bisa
disembuhkan dengan operasi. Fokus pengobatan adalah paliatif.17
B.
Kanker Rekti
Pembedahan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah.Tujuan utama
tindak bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun
nonkuratif.Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberi manfaat
kuratif.Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf
regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan
maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri.18
Pada karsinoma rektum, teknik pembedahan yang dipilih bergantung pada
letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus.Sedapat mungkin anus
dengan sfingter eksterna dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anus
preternaturalis.Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal
maupun jauh.Pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior.Pada
tumor rektum sepertiga tengah, dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter
anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui
reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini, anus turut dikeluarkan.18
Tumor yang teraba pada pemeriksaan colok dubur umumnya dianggap terlalu
rendah untuk tindakan preservasi sfingter anus.Eksisi lokal dengan mempertahankan
anus hanya dapat dipertanggungjawabkan pada tumor tahap dini.Reseksi tumor
secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau
menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak
dapat diangkat, dapat dilakukan bedah
metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul, dapat dipertimbangkan eksisi
metastasis. Pemberian sitostatik melalui arteri hepatika, yaitu perfusi secara selektif,
24
yang kadang ditambah lagi dengan terapi embolisasi dapat berhasil menghambat
pertumbuhan sel ganas.18
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II karsinoma rekti , bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien karsinoma rekti dilakukan pre-surgical
treatment
dengan
radiasi
dan
kemoterapi.Penggunaan
kemoterapi
sebelum
25
Transanal Endoscopic Microsurgery (TEM) adalah bentuk lain dari eksisi lokal
yang menggunakan protoskop khusus yang membuat rektum mengalami
distensi menggunakan CO2 dan ada instrument yang masuk melalui rektum.
Metode ini dapat digunakan pada lesi yang berlokasi lebih tinggi pada rektum
dan pada distal kolon sigmoid.
2. Reseksi:
a. Low Anterior Resection (LAR)
Umumnya dilakukan pada lesi di tengah dan 1/3 atas rektum dan beberapa
kasus 1/3 bawah rektum.Pasien tidak perlu kolostomi permanen, tetapi
harus diinformasikan pada pasien bahwa kolostomi sementara atau
ileostomi mungkin diperlukan.Operasi ini membutuhkan mobilisasi
maksimal dari rektum, kolon sigmoid, dan biasanya fleksura splenica.
Mobilisasi ini disebut Mesorectal Excision yang melibatkan diseksi daerah
avaskular yang akan memisahkan seluruh mesorektum dari struktur di
sekitarnya.
b. Colo-Anal Anastomosis (CAA)
Dilakukan dengan menggunakan teknik double-stapled atau anastomosis
yang dilakukan secara transanal.Dilakukan pada karsinoma rekti yang
terletak di atas sfingter yang dapat direseksi tanpa memerlukan kolostomi
permanen.
c. Abdominal Perineal Resection (APR)
Dilakukan pada pasien dengan karsinoma rekti 1/3 bawah rektum.Pasien
dalam posisi litotomi.Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan
dengan reseksi abdominoperineal, termasuk pengangkatan seluruh rektum,
mesorektum, dan bagian dari otot levator ani dan dubur.Prosedur ini
merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pemvuatan
kolostomi permanen.Pada pembedahan abdominoperineal menurut QuenuMiles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk
kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limf
26
Komplikasi
Obstruksi usus
Perforasi
Peritonitis
Perdarahan
Metastasis hepar, paru20
2.2.9
Prognosis
A.
Kanker Kolon
Dalam banyak kasus, Ca kolon dapat diobati jika terdeteksi pada tahap awal.
Saat dirawat di tahap awal, banyak pasien bertahan hidup setidaknya 5 tahun setelah
diagnosis. Ini disebut 5-year survival rate.21
27
Jika Ca colon tidak kambuh dalam waktu 5 tahun , itu dianggap sembuh .
Stage I ,II, dan III dianggap dapat sembuh. Dalam kebanyakan kasus, kanker stadium
IV dianggap tidak dapat sembuh, meskipun ada pengecualian.21
The numbers below come from the National Cancer Institute's SEER database,
looking at
people diagnosed with colon cancer between 2004 and 2010.20
Stage 5-year Relative
Survival Rate
I
92%
IIA
87%
IIB
63%*
IIIA
89%*
IIIB
69%
IIIC
53%
IV
11%
*These numbers are correct : patients with stage IIIA or IIIB cancers have better
survival
than those with stage IIB cancers.21
Sumber: American Cancer Society, Colon Cancer.
B.
Kanker Rekti
Prognosisnya bergantung pada ada tidaknya metastasis jauh, yakni bergantung
pada klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Pada tumor yang
terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun
adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran
kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh 1%.22
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut:
a. Stadium I: 72%
b. Stadium II: 54%
c. Stadium III: 39%
28
d. Stadium IV: 7%
Kekambuhan pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah
operasi.23
29
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Inisial
: JP
Umur
: 26tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Batak
Pekerjaan
: Guru
Status
: Belum menikah
Tanggal masuk
: 08Maret 2015
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama
:BAB berdarah
Telaah
: hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 8 bulan yang lalu,
dan memberat dalam 3 bulan ini. lender disngkal. Susah buang air besar dijumpai
sejak 3 bulan terakhir. Pasien sering mengeluhkan BAB sambil mengedan. riwayat
buang air besar seperti kotoran kambing disangkal. Pasien selama ini sering
mengkonsumsi makanan pedas dan berlemak, serta kurang makanan yang berserat.
pasien merasakan penurunan nafsu makan diikuti dengan penurunan berat badan
kurang lebih 9kg dalam 3 bulan terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi disangkal, DM disangkal.
30
Riwayat Alergi
STATUS PRESENS
Sensorium
: Compos mentis
Tekanandarah
:120/80 mmHg
Heart rate
: 100x/menit
Temperature
: 36,5oC
Respiration rate
: 16x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata
T/H/M
Leher
Thorax:
Inspeksi
: Simetris fusifomis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
31
Abdomen
Inspeksi
: Simetris
Perkusi
: Timpani
Palpasi
Auskultasi
: Peristaltik(+) N
Hasil
Rujukan
Hb (gr%)
12,10
11,7-15,5
RBC (106/mm3)
3.26
4,20-4,87
WBC (103/mm3)
9,49
4,5-11,1
HT (%)
28,40
38-44
PLT (103/mm3)
200
150-450
MCV (fL)
87.10
85-95
MCH (pg)
37,10
28-32
MCHC (gr%)
42,60
33-35
RDW (%)
12,70
11,6-14,8
MPV (fL)
9,70
7,0-10,2
Darah lengkap
32
PCT (%)
0,20
PDW (fL)
10,1
Neutrofil (%)
69.00
37-80
Limfosit (%)
25,60
20-40
Monosit (%)
3,90
2-6
Eosinofil (%)
1,40
1-6
Basofil (%)
0,100
0-1
88,50
<200
Ureum
11,40
<50
Kreatinin
0,62
0,5-0,90
Natrium (Na)
138
135-155
Kalium (K)
3,3
3,6-5,5
Klorida (Cl)
108
96-106
CEA
266.4
CA 125
85.57
33
Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks
Hasil pembacaan:
- Kedua sinus costophrenicus lancip, kedua diafragma licin.
- Tidak tampak infiltrat pada kedua lapangan paru
Jantung ukuran normal CTR <50%
- Trakea di tengah
- Tulang-tulang dan soft tissue baik
Kesimpulan radiologis :
Tidak tampak metastasis paru
34
Kesimpulan:
-
Penebalan rektosigmoid
Tidak tampak metastase organ intraabdomen
35
Kolonoskopi (18/03/2015)
Hasil Pembacaan:
-
Kesimpulan: Ca Rectum
36
Pemeriksaan Histopatologi
Mikroskopik: Sediaan tampak struktur kelenjar dilapisi epithel pleomorfik, kromatin
kasar, sitoplasma eosinofilik
Kesimpulan: Adenocarcinoma (Well Differentiated)
Laporan Operasi
Diagnosis pra bedah
: Adenokarsinoma rektum T4bNoM0
Diagnosis pasca bedah
: Adenokarsinoma rektum T4bN1M0
Nama operasi
: Abdomino perineal resection
Posisi supine GA-ETT anastesia , septic anseptic procedure
Insisi midline, kutis-sukutis-fascia-otot-peritoneum dibuka
Mobilisasi rekosigmoid kolon dengan lateral peritoneal reflection ke sacral
promontory dan presacral area, fiksasi uterus ke dinding peritoneum
Pisahkan cul-de-sac urinary bladder dan dinding vagina dari rektum,
idetifikasi ureter, ar. Hipogastrium
Setelah rektosigmoid mobilisasi, ligasi limfovaskular, arteri rektalis superior,
arteri sigmoidalis, dilanjutkan reseksi dari massa tumor, dilanjutkan dengan
perineal resection
Tutup orificium anal dilakukan insisi perianal melingkar 3 cm dari anus
Ligasi inferior dan middle rectal arteri dan vena, diseksi tumpul dan tajam
hingga massa terangkat dan terpisah dari jar. Pelvic
Dilakukan pemasangan draine dan bagian perianal dituup
Dilanjutkan dengan penutupan bagian peritoeal daerah pelvic
Dilakkan pembuatan end stoma, fiksasi 4 penjuru, fascia dan serosa difiksasi
Cuci luka operasi lapis demi lapis
Operasi selesai
Diagnosis
Penatalaksanaan :
- IVFD Ringer Lactat 30 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
- Inj. Ketorolac 30mg/8j
- Inj.Ranitidin 50mg/12j
FOLLOW UP
37
Tgl
08
Maret
2015
S
BAB
berdarah
(+), nyeri
(+)
09
Maret
2015
BAB
berdarah
(+), Nyeri
(+)
10
Maret
2015
Preoperasi
O
Sens: CM
TD:120/80
HR: 100x/i
RR: 16x/i
T: 36,2
Sens: CM
TD:120/80
HR: 100x/i
RR: 16x/i
T: 36,2
Sens: CM
TD:120/80
HR: 100x/i
RR: 16x/i
T: 36,2
A
Adenokarsino
ma rektum
T4bNoM0
P
IVFD RL 20 gtt/i
Inj ketorolac 30 mg/8 jam
Inj ranitidin 50 mg/12 jam
Bowel preparation
Adenokarsino
ma rektum
T4bNoM0
IVFD RL 20 gtt/i
Inj ketorolac 30 mg/8 jam
Inj ranitidin 50 mg/12 jam
Bowel preparation
Adenokarsino
ma rektum
T4bNoM0
Persiapan operasi
BAB 4
KESIMPULAN
38
Perempuan, 26 tahun dengan keluhan BAB berdarah yang dialami 8 bulan dan
memberat dalam 3 bulan ini. Riwayat BAB mengedan dijumpai sejak 3 bulan ini.
BAB seperti kotoran ambing disangkal. BAB berlendir disangkal. Pasien selama ini
sering mengonsumsi makanan pedas dan berlemak dan jarang mengonsumsi makanan
kaya serat. Dijumpai penurunan nafsu makan diikuti penurunan berat badan sebanyak
9 kg dalam 3 bulan terakhir ini. Riwayat hipertensi dan DM disangkal. Riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama disangkal.
Pada pemeriksaan DRE dijumpai perineum biasa, sfingter ani ketat, mukosa
licin, teraba massa berbenjol-benjol, sirkular, mudah berdarah, 4 cm dari anal verge.
Massa keras dan tidak bisa digerakkan.
Pada pemeriksaan kolonoskopi didapati pada rektum: massa protrude dan mudah
berdarah. Pemeriksaan histopatologi didapti hasil adenokarsinoma rektum. Pasien
telah
dioperasi
dengan
teknik
Milles procedure
DAFTAR PUSTAKA
dengan
diagnosa
akhir
39
1. Sander, M.A., 2012. Profil Penderita Kanker Kolon dan Rektum di RSUP Hasan
Sadikin Bandung. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Miladinov-Mikov, M., 2010. Colorectal Cancer Epidemiology. Eur J Cancer,
18(1): 11
3. Sutadi, S.M., 2003. Pola Keganasan Saluran Cerna Bagian Atas dan Bawah
Secara Endoskopi di H. Adam Malik Medan. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Available
from:
Price SA, Wilson LM. Gangguan usus halus, gangguan usus besar.Dalam :
Lindseth GN, editor. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1.Jakarta: Penerbit EGC, 2005;
Hal 437-9.
8.
9.
Burt Cagir, MD, FAC, Jules E Harris, MD 2014, Colorectal Cancer available at
http://emedicine.medscape.com/article/281237-overview. .[ Accessed 10March
2015]
10. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi
ams & Wilkins: USA.p 201
11. Schwartz SI, 2005. Schwartzs Principles of Surgery 8th Ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
40
12. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England
Journal of Medicine. Available from
www.pubmed.com. p.348:919-932,
Prevention,
(Online),
2003;
Vol.
4,
No.
4,
Available
from
http://www.apocp.org/cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,. (Download : 18
February 2015)
15. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003,
Available from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html. (Download :
18 February 2015)
16. Hassan, Isaac.,2006. Rectal Carsinoma. Available from www.emedicine.com
(Download : 18 Februari 2015)
17. Dunn, K.M.B., Rothenberger.D.A., Colon, Rectum, and Anus. in Schwartzs
Principles of Surgery. 10th Ed. Mc Graw Hill. United States. 2015
18. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Media Aesculapius, Jakarta.
19. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
20. Cagir,
B.
2014.
Rectal
Cancer.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/281237-treatment
21. American
Cancer
Society.
Colon
Cancer.
Available
from:
from:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003096-pdf.pdf.
[Accessed: 9th March 2015].
22. U.S National Library of
Medicine.
Colon
cancer.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000262.htm.
Available
[Accessed:
from:
9th
March 2015].
23. Brunicardi, F. C., et al. 2010. Schwartzs Principles of Surgery. The McGraw-Hill
Company, Inc. USA.
41