Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mengancam dalam
dunia kesehatan. WHO menyatakan terdapat lima besar urutan kanker ganas di
dunia, antara lain : kanker paru, kanker payudara, kanker usus besar (kolorektal),
kanker lambung dan kanker hepar. Di Amerika serikat melaporkan bahwa kanker
hepar (kanker hepatoseluler) merupakan kanker dengan pertumbuhan tercepat
diantara jenis kanker yang lain (Kerr, 2004). Insidensi kanker hepar di Asia
Selatan, Asia Tenggara, Cina, dan daerah Sub Sahara sendiri lebih tinggi
dibandingkan kasus kanker hepar di negara industri seperti Amerika (Qiu et al.,
2002).
Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B dan
C, paparan aflatoksin B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor
keturunan (Fong, 2013). Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab
kanker hepar yang utama didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga
mempunyai penyakit kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50
tahun yang menderita penyakit hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar
terkena kanker hepar (Tsukuma et al.,1993).
Gejala kanker hepar pada awalnya tanpa keluhan atau hanya sedikit
keluhan seperti lesu, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Kanker
hepar dapat diketahui dengan diagnosa menggunakan radiologi, biopsi hepar, dan
serologi (Bruix and Sherman, 2005).
Peningkatan ekspresi protein sering terjadi pada kasus kanker hepar.
Protein yang mengalami upregulasi seperti COX-2, protein siklus sel, faktor
pertumbuhan, dan protein anti-apoptosis (King, 2000). Peningkatan ekspresi dan
atau mutasi pada N-ras juga ditemukan pada kanker hepar (Adjei, 2001). Selain
itu juga terjadi aneuploidi dan perubahan genetik seperti mutasi p53 pada kanker
hepar (Kim and Wang, 2003). Pada kanker hepatoseluler (KHS) telah diketahui
adanya Ras yang termutasi. Ekspresi Ras yang berlebihan ini dapat menaikkan
jumlah Myc dalam semua kasus pada KHS dan memberikan kesan bahwa dua
onkogen ini dapat bekerja sama satu dengan yang lain (Macdonald et al., 1997).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah penyakit neoplasma ganas primer
hepar tersering yang terdiri dari sel menyerupai hepatosit dengan derajat
diferensiasi bervariasi (Jin et al., 2014; Ricky, 2015). KHS merupakan 5,6% dari
seluruh kanker pada manusia. KHS menempati urutan ke-5 pada laki-laki dan ke9 pada wanita.KHS juga menempati urutan ke-3 dari kanker sistem
kuning dan / atau ascites). Jika terdeteksi ketika sudah muncul gejala, pasien
memiliki harapan hidup rata-rata kurang dari satu bulan bila tidak diobati. Bahkan
pada tahap ini, perawatan yang tersedia terbatas dan tidak efektif (Gomes et al.,
2013).
Karsinoma Hepatoseluler adalah masalah kesehatan yang utama, terhitung
lebih dari 626.000 kasus baru per tahun di seluruh dunia. Negara-negara yang
mengalami peningkatan insiden cukup cepat adalah Amerika Serikat dan Eropa,
dan
abdomen (Llovet et al., 2008). Virus hepatitis B (HBV) adalah penyebab paling
umum dari hepatocarcinoma primer (PHC) di seluruh dunia dan distribusi PHC
mencerminkan prevalensi HBVmenjadi sangat tinggi di sub-Sahara Afrika dan
Asia. Di Uganda penderita Karsinoma Hepatoseluler terjadi pada usia-usia muda,
dimana paling mudanya adalah usia 15 tahun. Hal ini dapat mungkin terjadi
karena pada masa perinatal, mereka telah mengalami sirosis. Berdasarkan
penelitian, pada umumnya orang yang menderita karsinoma hepatoseluler dapat
hidup selama 20-30 tahun bila terjadi pada masa muda (Ocama et al., 2011).
Studi epidemiologi dalam skala besar telah menganalisis hubungan antara
overweight dan obesitas dengan risiko lebih tinggi terkena KHS. Dalam kohort
900.000 orang dewasa Amerika, risiko penderita yang sekarat akibat kanker hati
4,5 kali lebih tinggi pada jenis kelamin pria daripada wanita dengan indeks massa
tubuh 35 kg/m2 dibandingkan dengan penderita berindeks massa normal yaitu
18,5-24,9 kg / m2 (Baffy et al., 2012).
Bila pada palpasi abdomen teraba hati membesar, keras yang berbenjolbenjol, tepi tumpul lebih diperkuat, bila pada auskultasi terdengar bising
pembuluh darah maka dapat diduga sebagai kanker hati. Bising pada kondisi KHS
adalah suara bruit hepatik dan friction rub (Ocama et al., 2011).
d. Anatomi
Hati adalah yang terbesar kedua (setelah kulit) organ dalam tubuh manusia
dan kelenjar terbesar (berat rata-rata 1.500 g). Itu terletak di bawah diafragma di
perut bagian atas kanan dan midabdomen dan meluas ke perut bagian atas kiri.
Hati memiliki bentuk umum dari prisma atau wedge, dengan basis ke kanan dan
8
puncaknya ke kiri (lihat gambar di bawah). Hal ini coklat dalam warna merah
muda, dengan konsistensi yang lembut, dan sangat vaskular dan mudah gembur.
Gambar 1. Hepar
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan
mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus
quadratus.
a.
b.
dan mineral.
Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica
c.
d.
e.
f.
ginjal
Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang, berkat adanya
g.
makrofag residen
Eksresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian
yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.
f. Patofisiologi
Hepatokarsinogenesis dikenal sebagai proses tahapan yang sangat rumit
dan hampir setiap jalur yang terlibat dalam proses karsinogenesis akan
mempengaruhi derajat pada karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu, tidak ada
mekanisme molekuler tunggal yang dominan atau patognomonik pada karsinoma
hepatoseluler (Tanaka S, 2012).
Hepatokarsinogenesis dianggap suatu proses yang berasal dari sel-sel
induk hati atau berasal dari sel hepatosit yang matang dan merupakan
perkembangan dari penyakit hati kronis yang didorong oleh stres oksidatif,
inflamasi kronis dan kematian sel yang kemudian diikuti oleh proliferasi
terbatas/dibatasi oleh regenerasi, dan kemudian remodeling hati permanen
(Bertino et.al., 2013). Seperti kebanyakan tumor solid lainnya, pengembangan dan
perkembangan kanker hati yang diyakini disebabkan oleh akumulasi perubahan
genetik yang mengakibatkan perubahan ekspresi pada gen yang terkait kanker,
seperti onkogen atau gen supresor tumor, serta gen lainnya yang terlibat dalam
jalur egulasi (Saffroy et.al., 2006).
Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu tumor dengan faktor
etiologi yang paling dikenal. Karsinoma hepatoseluler umumnya merupakan
perkembangan dari hepatitis kronis atau sirosis di mana ada mekanisme
peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit (Saffroy et.al.,
2006).Cedera hati kronis yang disebabkan oleh HBV, HCV, konsumsi alkohol
yang kronis, steatohepatitis alkohol, hemokromatosis genetik,sirosis bilaris
10
dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. Perut bengkak terjadi sebagai
akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin
karena tumor yang berkembang dengan pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau
perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negaranegara dengan program surveilans aktif, KHS cenderung diidentifikasi pada tahap
awal. Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatic oleh
penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan
karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat
pada 3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala
(Dhanasekaran et al., 2012).
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien kanker hati (Ghofar, 1999):
Tanda tanda vital
12
hampir mengisi seluruh hati. Invasi vaskular KHS mungkin dapat dilihat di
makroskopi (invasi vaskular makroskopik) dengan keterlibatan vena portal dan
sedikit pembuluh darah hati dan merupakan faktor prognostik yang buruk
(Vauthey and Brouquet, 2013).
Baru-baru ini, KHS kecil, dengan diameter maksimum 2 cm, telah dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu vaguely dan distinctly nodular KHS, dua pola dengan
perbedaan prognosis dimana jenis vaguely nodular (KHS awal) memiliki
prognosis yang lebih baik dari jenis distinctly nodularr (progressif KHS) (ICGHC,
2009 and Hytiroglou P, 2007)
-
Gambaran Mikroskopis
14
didasarkan pada fitur sitologi. Pola histologis yang berbeda dapat dilihat: (1) pola
trabecular pertumbuhan di mana tumor hepatosit diatur dalam berbagai ketebalan,
dipisahkan oleh vaskular sinusoid, (2) asinar atau pola pseudoglandular
menunjukkan dilatasi kelenjar-seperti dari canaliculi antara sel tumor (lumens
dapat berisi empedu) atau degenerasi pusat trabekula (lumenmengandung
terutama fibrin), dan (3) pola kompak atau padat yang terdiri dari tebal trabekula
dikompresi menjadi massa kompak (Gambar. 3).
Beberapa varian KHS dijelaskan sesuai dengan aspek sitologi dari
hepatoseluler. Di KHS pada sirosis, sel tumor umumnya lebih kecil dalam ukuran,
menunjukkansitoplasma granular eosinofilik, inti vesikuler, dan nukleolus
mencolok (Manos and Murphy, 2007).KHS sarcomatoid ditandai dengan
komponen sarkomatosa-muncul darisel tumor berbentuk spindle (Chang et al.,
1997). Sclerosing KHS merupakan varian langka yang karakteristiknya berupa
stroma fibrosa yang difus.
2. Pemeriksaan tumor marker
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh
sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.
Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60%
-70% dari pasien KHS, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau
sangat sugestif untuk KHS. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada
kehamilan. Penanda tumor lain untuk KHS adalah des-gamma carboxy
prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%
dari pasien KHS, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K,
hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda KHS,
seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak
ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
PIVKA-2. (Fischbach, 2003)
3. Pemeriksaan radiologi
a. USG
Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik.
Dua karakteristik kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor
15
16
Gambar 5. KHS difus. Tampak Hati membesar dan sirosis . Banyak nodul kecil
dan kebanyakan nodul mengalami enhance arterial phase (www.radiopedia.org).
Gambar 6. KHS masif. Tampak lobus kiri membesar dan ada gambaran massa di
hati, pasien penderita hepatitis B (www.radiopedia.org)
17
Gambar 8. KHS primer dengan multifocal yang besar pada penderita lakilaki usia 80 tahun tanpa sirosis hati (medscape)
18
Gambar 9. Dua KHS nodul pada laki-laki usia 58 tahun dengan sirosis.
Menggunakan Dinamic CT-enhancement. Gambar (a) Axial unenhanced
CT menunjukkan penggambaran yang baik dari nodul inhomogenenous di
lobus kiri (panah). Gambar (b) pada arterial-enhanced CT menunjukkan
adanya nodul dengan peningkatan inhomogen(panah) (Hina, 2014).
c. MRI
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada
gambaran CT scan yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya
radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya)
pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan
padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah (Kasper,2005; McPhee, 2006).
Beberapa gambaran MRI pada karsinoma hepatoseluler:
ringan.
Lobus hati kanan segmenVII 16 mm tampak lesi focal hepatik. Lesi
hyperintense pada GRE T1 in-fase dengan drop sinyal dalam out-of-fase
Gambar 11. KHS pada tingkatan yang berbeda. Gambar A. massa tunggal
berukuran 1,7 cm tahap yang sangat awal dari KHS (ukuran < 2 cm). Gambar
B. menunjukkan 2 lesi, berukuran 2,4 dan 1,2 cm tahap awal karsinoma KHS
(< 3 nodul yang masing masing berukuran kurang dari 3 cm) . Gambar C
menunjukkan multipel nodul KHS pada pasien dengan sirosis Child-Pugh kelas B
tahap menengah dari KHS. Gambar D menunjukkan sebuah massa besar (lebih
dari 10 cm) dan asites stadium lanjut dari KHS (Sumber: Hina, 2014).
d. PET SCAN
20
Positron emission tomography (PET) scan adalah salahsatu radiodiagnostik yang memanfaatkan glukosa radioaktif berwaktu paruh pendek yang
disuntikkan kepembuluh darah kemudian digunakan scanner untuk membuat
gambar komputerisasi dengan resolusi sangat tinggi pada suatu daerah tubuh di
mana glukosa digunakan. Karena sel-sel kanker sering menggunakan lebih banyak
glukosa daripada sel normal, gambar tersebut dapat digunakan untuk menemukan
sel-sel kanker dalam tubuh. Pada kasus KHS sering digunakan positron emission
tomography with flouro deoxy glucose (FDG-PET) yang sangat berguna untuk
menentukan derajat perbedaan dan penentuan stadium dari tumor yang
terdiferensiasi. FDG-PET mampu menentukan grade KHS dari grade ringan
sampai intermediate. Pada kasus KHS, pemeriksaan penunjang ini memiliki
sensitivitas 50-70% karena dibatasi oleh kemampuan sel tumor terdefernsiasi baik
dalam menyerap FDG. Namun, FDG-PET ini memiliki kemampuan lebih baik
daripada CT dalam mendeteksi metastasis ekstra hepatik (Talbot et al., 2010;
Jacobson, 2013).
21
dan
22
23
24
Gambar 15. Gambaran USG tumor metastatik (A). Tampak lesi anechoic,
lobulated, batas tegas pada lobus kanan hepar yang merupakan lesi sekunder
karena penyebaran peritoneal karsinoma ovarium.(B) Tampak lesi anekoik, tepi
irregular di daerah sekitar vena porta, pada penderita dengan carcinoma colon.
(Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd
edition, Churchill Livingstones.2004: 84 )
Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor gastrointestinal
bermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor dari tempat lain melalui
arteri hepatika.Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan lesi dengan berbagai tipe
dapat berupa lesi dengan gambaran hiperekoik, hipoechoik dan isoechoik.
Metastasis pada hepar cenderung solid, batas tidak tegas (El Adha, 2013).
k. Diagnosis
Diagnosis yang akurat dan perencanaan bedah memerlukan studi
pencitraan cross-sectional yang memadai. Sementara USG umumnya digunakan
untuk skrining, tidak memberikan detil anatomi yang cukup untuk merencanakan
reseksi bedah atau ablasi. Baru-baru ini, korelasi antara temuan ultrasonografi dan
25
patologi eksplan hati mengungkapkan bahwa sejumlah besar lesi kecil tidak dapat
dideteksi menggunakan pemeriksaan USG. Perkiraan dikumpulkan dari metaanalisis terbaru menunjukkan bahwa USG hanya 60% sensitif.
Identifikasi ultrasonografi karsinoma hepatoseluler bisa sulit di latar
belakang nodul regeneratif dalam hati sirosis. Secara umum, karsinoma
hepatoseluler tampaknya menjadi bulat atau oval dengan massa yang tajam, batas
halus. Lesi memiliki berbagai echogenicity, dari hypoechoic ke hyperechoic,
tergantung pada parenkim sekitarnya dan tingkat infiltrasi lemak. Perbatasan
antara karsinoma hepatoseluler dan hati dapat menjadi tidak jelas dengan
karsinoma
hepatoseluler
nodular.
Penggunaan
analisis
Doppler
untuk
27
28
Gambar 19. KHS Tanpa Radiasi dan Kebutuhan untuk Kontras Iodinasi
(www.medscape.org)
Manfaat studi kontras ditingkatkan harus seimbang terhadap risiko jika
ada gangguan ginjal anatomi atau fungsional adalah mungkin. Sebaliknya iodinasi
untuk CT dapat memperburuk gagal ginjal, dan gadolinium peningkatan pada
MRI telah dikaitkan dengan sindrom fibrosis sistemik yang parah pada pasien
dengan gagal ginjal.
l. Terapi
Kemungkinan KHS untuk dapat direseksi sangat rendah, karena sirosis
hati yang melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan multi-nodularitas. Di
samping itu kanker ini juga sering kambuh meskipun sudah menjalani bedah
kuratif. Pemilihan pengobatan kanker hati ini sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan pengobatan hendaklah
dipastikan besarnya ukuran kanker, spesifik lokasi kanker, lesi kanker serta ada
tidaknya penyebaran ke tempat lain (Budihusodo, 2006).
Berikut pengobatan yang dilakukan pada penderita kanker hati yaitu :
a.
Reseksi hepatic
29
asam
asetat)
atau
dengan
memodifikasi
suhunya
murah. Dasar
d.
30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Karsinoma hepatoseluler (KHS) adalah penyakit neoplasma ganas primer
hepar yang merupakan perkembangan dari hepatitis kronis atau sirosis di mana
ada mekanisme peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit.
Perkembangan kanker hatiini disebabkan oleh akumulasi perubahan genetik yang
31
mengakibatkan perubahan ekspresi pada gen yang terkait kanker, seperti onkogen
atau gen supresor tumor.
KHS memberikan manifestasi klinis seperti cachexia, nyeri pada perut,
penurunan
berat
badan,
kelemahan,
abdominal
fullness
danbengkak,
Saran
Kemajuan teknologi dalam bidang radiodiagnostik diharapkan dapat
DAFTAR PUSTAKA
Adjei Alex A. 2001. Review: blocking oncogenic ras signaling for cancer therapy.
Journal Of The National Cancer Institute. 93(14); 1062-1074.
Baffy G, Brunt EM, Caldwell SH. 2012. Hepatocellular carcinoma in nonalcoholic fatty liver disease: An emerging menace. Journal of Hepatology:
volume 56, issue 6, pages: 1384-1391.
Bagaswoto Poedjomartono, Sudarmanto. 2009. Kemoembolisasi Transarterial
(TACE) pada Karsinoma Hepatoselular (KHS). Indonesian Journal of
Cancer Vol. III, No. 3.
Bertino G, Carlo DI, Ardiri A, Calvagno GS, Demma Shirin, Malaguarnera G,
Bertino N, et al. 2013. Systemic therapies in hepatocellular carcinom.
Future
Oncol
[Internet];
(10):
1533-1548.
Available
from:
http://www.medscape.com/viewarticle/812561_318.
Bosch FX, Ribes J, Cleries R, Diaz M. 2005. Epidemiology of hepatocellular
carcinoma. Clin Liver Dis; 9(2):191211.
33
Tse-Ling.
2004.
Hepatocellular
carcinoma
(liver
cancer).
Prospective
validation
of
the
AASLD
Guidelines
for
34
Gomes MA, Priollo DG, Tralhao JG, Botelho MF. 2013. Hepatocellular
Carcinoma: Epidemiology, Biology, Diagnosis, and Therapies. Med.
Bras. vol.59 no.5.
Hashem B. El-Serag. 2011. Hepatocellular Carcinoma. N Engl J Med; 365: 11181127.
Hina Arif, Tiwari, et al. 2014. MRI of hepatocellular carcinoma: an update of
current practices. Diagn Interv Radiol 2014; 20:209-221.
http://atlasgeneticsoncology.org/Deep/HepatocarcinogenesisID20055.html
http://emedicine.medscape.com/article/1900159-overview#a2
Hytiroglou P, Park YN, Krinsky G et al. 2007. Hepatic precancerous lesions and
smallhepatocelullar carcinoma. Gatroenterol Clin North Am 36: 867-887.
International Consensus Group for Hepatocellular Carcinoma. 2009. Pathologic
diagnosis of early hepatocellular carcinoma: a report of the international
consensus group for hepatocellular neoplasia. Hepatology 49:658664.
Isselbacher KJ, Dienstag JL. 2005. Tumors of the liver and billiary tract. In :
Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper
DL, et al. Harrisons principles in internal medicine. 16th ed. New York :
Mc Graw Hill; p. 533-36.
Jacobson DR (2013). Hepatocellular Carcinoma Imaging.
Jemal A, Bray F, Center MM, Ferlay J, Ward E, Forman D. 2011. Global cancer
statistics. CA Cancer J Clin; 61(2):6990.
Jin-Young Choi, Jeong-Min Lee, Claude B. Sirlin. 2014. CT and MR Imaging
Diagnosis and Staging of Hepatocellular Carcinoma: Part I. Development,
Growth, and Spread: Key Pathologic and Imaging Aspects1. Radiology:
Volume 272: Number 3 September 2014.
Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS. 2005. Harrisons manual of medicine. 16th ed.
The McGraw-Hill Companies. United states America.
Kawajiri K, Nakachi K, Imai K, Watanabe J, Hayashi S. 1993. The CYP1A1 gene
and cancer susceptibility. Critical Review in Oncology Hematology. 1993.
14:77-87.
Kerr M. 2004. Liver cancer fastest growing cancer in US. http//:www.nlm.nih.gov.
Diakses pada 4 September 2015.
35
Kim JW, Wang XW. 2003. Gene expression profilling of preneoplastic liver
desease and liver cancer: a new era for imptoved early detection and
treatment of these deadly diseases. Carcinogenesis. 24(3); 363-369.
King RJB. 2000. Cancer Biology 2nd Ed. Pearson Eduation Limited: London.
Kwang GL, Yeon SS, Hyonggin A, Soon HU, Eun SJ, Bora K, et al. 2010.
Usefullness of Non-invasive Markers for Predicting Liver Cirrhosis in
Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and
Hepatology, 25(1): 94-100.
Lee JE, et al (2012). Diagnostic value for extrahepatic metastases of
hepatocellular carcinoma in positron emission tomography/computed
tomography scan. World J Gastroenterol.Vol: 18(23) page: 2979-2987.
Llovet JM, Bruix J. 2003. Systematic review of treatment for hepatoceluler
carcinoma. In:Arroyo V,Forns X, Garcia-Pagan JC, Rodes J, eds. Progress
in the treatment of liver disease. Barcelona: Ars Medica: p 341-352.
Llovet JM, Ricci S, Mazzaferro V, Hilgard P, Gane E, Blanc JF, Oliveira ACd,
Santoro A, et al.,. 2008. Sorafenib in Advanced Hepatocellular Carcinoma.
N Engl J Med; 359: 378-390.
Macdonald F, Ford CHJ. 1997. Molecular biology of cancer. United Kingdom :
Bio Scientific Publisher Oxford.
Manos M, Murphy RC. 2007. Viral hepatitis Registry, Kaiser Permanente
Northern California, Oakland, California. Trends in the incidence and
etiology of hepatocellular carcinoma in a managed care population: The
roles of viral hepatitis and fatty liver disease. Hepatology; 46: 400A.
McPhee SJ, Ganong, WF. 2006. Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical Medicine; Chapter 14: liver Disease. 5th Edition. The McGrawHill Companies, Inc. United States of America.
Ocama P, Opio KC, Kagimu M, Seremba E, Wabinga H, Colebunders R. 2011.
Hepatitis B Virus and HIV infection Among Patients with Primary
Hepatocelluler Carcinoma in Kampala, Uganda. African Health Sciences
Vol 11 Special Issue.
Okuda K, Peters RL, Simson IW. 1984. Gross anatomic features of hepatocellular
carcinomafrom three disparate geographic areas: proposal of new
classification. Cancer 54: 21652173.
36
Peters, Gordon, Vousden KH. 1997. Oncogenes dan tumor supressors. New York :
Oxford University Press.
Ricky Alianto. 2015. Gambaran Histopatologi Karsinoma Hepatoseluler. CDK229: vol. 42 no. 6.
Saffroy R, Lemoine A, Debuire B. 2006. Mechanisms of hepatocarcinogenesis.
Atlas of Genetics and Cytogenetics in Oncology and Haematology
[Internet].
Shiratori Y, Yoshida H, Omata M. 2001. Different clinicopathological features of
hepatocellular carcinoma in relation to causative agents. J Gasteroenterol:
36: 73-78.
Siregar GA. 2005. Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati. Universa
Medicana. 24: 35-42.
Sudoyo AW. Setiyohadi B, Alwi I, et al. Karsinoma hati. Dalam: Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid II edisi V. Interna Publishing; Jakarta; p.685-691.
Taketomi A, Kitagawa D, Itoh S, et al . 2007. Trends in morbidity and mortality
after hepatic resection for hepatocellular carcinoma: an institutes
experience with 625 patients. J Am Coll Surg: 204, 580-587.
Talbot J, et al (2010). Detection of Hepatocellular Carcinoma with PET/CT : A
Prospective Comparison of F-FLourocholine and F-FDG in Patients with
Cirrhosis or Chronic Liver Disease. J Nucl Med. Vol : 51 page 1699-1706.
Tanaka S, Arii S. 2012. Molecular targeted therapies in hepatocellular carcinoma.
Semin Oncol; 39: 486492.
Tsukuma H, HiyamaT, Tanaka S, Nakao M, Yabuuchi T, Kitamura T, et al. 1993.
Risk factors for hepatocellular carcinoma among patients with chronic
liver disease. The New England Journal of Med: 328(25); 1797-1801.
Underwood JCE. 1989. Patologi umum dan sistematik (general and systematic
pathology), Edisi 2. Vol.1, Editor Sarjadi. Penerbit Buku Kedokteran
(EGC): Jakarta.
Vauthey JN, Brouquet A. 2013. Multidisciplinary Treatment of Hepatocellular
Carcinoma. Recent Results in Cancer Research 190.
37
38
Journal