Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
pada
manajer tentang
masalah-masalah
kesehatan
yang
instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera
ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian
kesehatan,
kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah
terlayani dengan baik (DCP2, 2008). Gambar 5.1 menyajikan skema sistem surveilans.
efektivitas
program
data
waktu ke
INDIKATOR SURVEILANS
Fungsi surveilans terdiri dari 2 bagian yaitu fungsi inti dan penunjang. Fungsi inti
meliputi deteksi, pelaporan, investigasi dan konfirmasi, analisis dan interpretasi, dan
aksi/respon. Fungsi penunjang meliputi pelatihan, supervisi, sumber daya, dan standart
panduan (Rajab, 2009).
Indikator surveilans
1.
2.
3.
4.
5.
Specific (spesifik)
Measurable (dapat diukur)
Action oriented (orientasi pada aksi)
Realistic (realistis)
Timely (tepat waktu) (Rajab, 2009).
Sebagai sumber surveilan, menurut WHO terdapat 10 macam sumber data yang
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
kegiatan diantaranya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
PERAN PUSKESMAS
Puskesmas (Health Centre) adalah suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam satu
wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.Puskesmas
mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sangat besar dalam memelihara
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan status kesehatan
masyarakat seoptimal mungkin.
Suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di
garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan,
yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara
mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek
pembiayaan.
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat
ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan
kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri).Fungsi Puskesmas adalah
mengembangkan
pelayanan
kesehatan
yang
menyeluruh
seiring
dengan
menentukan
kegiatan
pelayanannya
yang
akan
dilaksanakan.
Tetapi
rangka
masyarakat
tentang
bagaimana
menggali
Keluarga Berencana
Administrasi pelayanan.
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatifmaupun non operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama.
Rawat inap tingkat pertama sesuai denganindikasi
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan kriteria mudah dijangkau dari ibu kota Kabupaten/Kota,
jumlah tenaga yang cukup dan mempunyai manajemen pencatatan dan pelaporan yang baik.
Sentinel Surveilans adalah kegiatan analisis data dengan cara pengumpulan dan pengolahan
data secara terus menerus yang dilakukan di wilayah/ unit yang terbatas atau sempit. (Depkes
RI, 2004). Surveilans Sentinel melakukan aktivitas pemantauan terhadap suatu populasi luas
atau suatu populasi tertentu yang difokuskan pada indikator kesehatan kunci, antara lain
sebagai berikut:
1. Sentinel kejadian kesehatan, yakni berupa kejadian penyakit, kecacatan atau kematian
yang dapat menjadi tanda penting bahwa upaya preventif atau pengobatan yang sedang
dijalankan perlu melakukan perbaikan. (Rutsein)
2. Surveilans Sentinel, yakni suatu sistem yang dapat memperkirakan insiden penyakit pada
suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans yang baik berbasis populasi tanpa
melakukan survei yang mahal. (Woodhall)
Adapun pengertian Sentinel sendiri terbagi atas tiga macam, yaitu :
1. Sentinel Health Event (Sentinel kejadian kesehatan)
2. Sentinel Site (klinik atau pusat pelayanan lain yang memonitor kejadian-kejadian
kesehatan)
3. Sentinel Provider (kerjasama para penyelenggara pelayanan kesehatan perorangan)
laboratorium, pusat penelitian, perguruan tinggi, Ditjen PPM & PL, serta sektor terkait di
daerahnya.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1479/Menkes/Sk/X/2003, Surveilans Terpadu
Penyakit (STP) adalah pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan
surveilans epidemiologi penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan surveilans
epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit yang bersumber data Puskesmas, Rumah
Sakit, Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan pengertian dari
surveilans epidemiologi rutin terpadu sendiri adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko kesehatan.
Secara operasional penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit meliputi :
Jenis penyakit yang termasuk dalam surveilen terpadu penyakit puskemas sentinel sama
dengan jenis penyakit surveilen terpadu penyakit berbasis puskesmas dengan
menambahkan penyakit tidak menular prioritas hipertensi dan diabetes mellitus. Secara
detail sebagai berikut:
1. Jenis Penyakit Menular dan Tidak Menular Yang Bersumber Data Dari Puskesmas
Sentinel
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14
Penyakit
Kolera
Diare
Diare berdarah
Tifus perut klinis
TBC paru BTA (+)
Tersangka TBC paru
Kusta PB
Kusta MB
Campak
Difteri
Batuk rejan
Tetanus
Hepatitis klinis
Malaria klinis
No
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Penyakit
Malaria vivax
Malaria falciparum
Malaria mix
Demam berdarah dengue
Demam dengue
Pneumonia
Sifilis
Gonorrhoe
Frambusia
Filariasis
Influensa
Hipertensi
Diabetes mellitus
Penyakit
Kolera
Diare
Diare berdarah
Tifus perut klinis
Tifus perut widal/kultur (+)
TBC paru BTA (+)
Tersangka TBC paru
Kusta PB
Kusta MB
Campak
Difteri
Batuk rejan
Tetanus
No
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Penyakit
Filariasis
Influensa
Ensafalitis
Meningitis
Angina pectoris
Infark miokard akut
Infark miokard subsekuen
Hipertensi esensial (primer)
Jantung hipertensi
Ginjal hipertensi
Jantung dan ginjal hipertensi
Hipertensi sekunder
Diabetes mellitus (DM) bergantung
14.
Hepatitis klinis
39.
insulin
Diabetes
15.
40.
bergantung insulin
Diabetes
mellitus
(DM)
16.
Malaria klinis
41.
berhubungan malnutrisi
Diabetes mellitus (DM)
YTD
42.
43.
44.
lainnya
Diabetes mellitus (DM) YTT
Neoplasma ganas serviks uteri
Neoplasma ganas payudara
17.
18.
19.
Malaria vivax
Malaria falciparum
Malaria mix
mellitus
(DM)
tidak
20.
45.
21.
22.
23.
Demam dengue
Pneumonia
Sifilis
46.
47.
48.
empedu intrahepatic
Neoplasma ganas bronkus dan paru
Paru obtruksi menahun
Kecelakaan lalulintas adalah dirawat
karena
24.
25.
Gonorrhoe
Frambusia
49.
kecelakaan
lalu
lintas
(Traffict accident)
Psikosis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kolera
Tifus Perut Widal /Kultur(+)
Difteri
Hepatitis HBsAg(+)
Malaria Vivax
Malaria Falsifarum
Malaria Mix
Enterovirus
Resistensi Dan Tes Sensitivitas
keracunan di Kabupaten/Kota
5. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Puskesmas Sentinel
6. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Rumah Sakit Sentinel
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Pada Rumah Sakit Sentinel penyakit yang diamati adalah sebagai berikut:
Angina pectoris
Infark miokard subsekuen
Hipertensi primer
Jantung hipertensi
Ginjal hipertensi
Jantung dan ginjal hipertensi
Hipertensi sekunder
DM bergantung insulin
DM tdk bergantung insulin
j.
k.
l.
m.
DM berhubungan malnutrisi
Neoplasma ganas serviks uteri
Neoplasma ganas payudara
Neoplasma ganas hati dan saluran empedu intraherpatik
CONTOH SURVEILANS
Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Pengertian
b.
c.
d.
atau SSD
tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 7
hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang kurangnya uji tourniquet positif).
Trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/l), dan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit 20 %)
e.
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot,
tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Hasil pemeriksaan darah
menunjukannleukopeni kadang dijumpai trombositopeni. Pada penderita DD tidak
dijumpai kebocoran plasma atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita yang
diduga DD menunjukan peninggian (positif) IgM saja.
f.
Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang
jelas, berlangsung terus menerus selama 2 7 hari disertai tanda tanda perdarahan
sekurang kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif dan atau jumlah
trombosit 100.000 / l.
g.
Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera (paling
h.
surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan kasus atau
penderita DBD.
j.
k.
3)
4) Kelurahan / desa bebas adalah kelurahan / desa yang tidak pernah ada
penderita DBD selama 3 tahun terakhir dan presentase rumah yang ditemukan
jentik kurang dari 5 %.
2.
a.
Pelaporan Rutin
1)
dipergunakan
untuk
tindakan
kewaspadaan
dan
tindak
lanjut
2)
dilaporkan perbulan
3)
dilaporkan perbulan
4)
dilaporkan perbulan.
b.
1)
Menggunakan formulir W1
atau harian
2)
Menggunakan formulir W1
3)
Menggunakan formulir W1
4)
Menggunakan formulir W1
c.
analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing masing tingkat
administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan, minimal dua kali dalam setahun.
3.
Puskesmas
Puskesmas meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD dan
penderita DD,DBD,SSD; pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk
pemantauan KLB; KD/RS-DBD untuk pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD,
SSD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan; laporan KLB (W1); laporan mingguan
KLB (W2-DBD); laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program pemberantasan (KDBD); data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan
stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun, penentuan
musim penularan dan kecenderungan DBD.
a.
1)
tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan penderita DD,
DBD, SSD yang diterima puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan
puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter
praktek swasta, dan lain lain), dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan
jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya).
2)
menggunakan
sekurang kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka
DBD.
b.
Data dalam Buku catatan harian penderita DBD diolah dan disajikan dalam
bentuk :
1)
2)
3)
4)
kelurahan
5)
Laporan bulanan
6)
8)
Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir dan
disajikan dalam bentuk table dan selanjutnya di sajikan dalam bentuk grafik.
9)
4.
a.
Pencatatan Data
1)
Sumber data
2)
Pencatatan data
Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD, misalnya
menggunakan Buku catatan penderita DBD yang memuat catatan (kolom) sekurang
kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.
pasien yang sama, misalnya antara tersangka DBD dan penderita DBD selama proses
perawatan dan antara penderita DBD yang dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh
puskesmas, sehingga perlu penyesuaian data.
b.
Dari data yang ada pada buku catatan penderita DD, DBD dan SSD dapat
Angka Insiden
Dari Gambar di bawah ini tampak siklus epidemik terjadi setiap sembilan-sepuluh
tahunan, hal ini terjadi kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap
kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor perilaku dan
partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang
sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas.
Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi dengan AI tertinggi dapat dilihat pada
Gambar. Provinsi DKI dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI tertinggi dengan
DKI Jakarta selalu menduduki AI yang paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena
pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang
lebih baik disbanding daerah lain, sehingga penyebaran virus menjadi lebih mudah dan lebih
luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak terlalu padat, menurut SUPAS 2005
kepadatan penduduk Kalimantan Timur hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan
adalah karena curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang
menyebabkan nyamuk lebih mudah berkembang biak.
sedang dan rendah yaitu risiko tinggi bila AI > 55per 100.000 penduduk, risiko sedang bila AI
20-55 per 100.000 penduduk danrisiko rendah bila AI <20 per 100.000 penduduk. Dari Gambar
3 di atas terlihat dari tahun 2005 hingga 2009, jumlah provinsi yang berisiko tinggi (high risk)
meningkat dan terjadi perubahan. Misalnya pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan
Bali masuk sebagai daerah risiko tinggi dimana pada tahun ini terjadi epidemik (Gambar 1).
Tetapi pada tahun 2009 terjadi perubahan dimana provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Tengah masuk dalam resiko tinggi.
Angka Kematian
Contoh sajian data angka kematian akibat penyakit DBD di setiap Provinsi pada tahun
2009
Dari grafik di atas pada tahun 2009, provinsi dengan Angka Kematian tertinggi karena
DBD adalah Bangka Belitung (4,58%), Bengkulu (3,08%) dan Gorontalo (2,2%).
Provinsi yang angka kematian tidak ada adalah Sulawesi Barat. Tetapi sebagian besar
provinsi atau 19 provinsi (61,3%) belum mencapai target CFR < 1%, maka dari itu setiap
Jumlah kasus KLB DBD yang dilaporkan pada tahun 1998 2009 tampak berfluktuasi.
Demikian juga dengan jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari
tahun 1998 2009 tampak berfluktuasi. Tampak pada tahun 1998 dan 2004 jumlah
kab/kota melaporkan kejadian KLB DBD paling tinggi yaitu 104 kab/kota dan 75
kab/kota. Pada tahun tersebut juga dilaporkan jumlah kasus DBD mengalami
peningkatan. Tahun 1998 kasus KLB menyumbang 58% (41.843/72.133) dari total
laporan kasus DBD, sedangkan tahun 2004 kasus KLB hanya menyumbang 9,5%
(7.588/79.462) dari kasus DBD. Setelah tahun 2004 AI dan kasus absolut DBD terus
meningkat namun laporan kasus KLB dan jumlah kab/kota yang melaporkan KLB terus
menurun. Hal ini apakah karena adanya keengganan melaporkan terjadinya KLB DBD
oleh pemerintah daerah atau karena lemahnya sistem pelaporan KLB, untuk
mengetahuinya perlu diteliti lebih lanjut.
Pada Gambar di bawah ini, tampak AK pada KLB setelah tahun 1999 mulai tampak
mengalami penurunan, namun umumnya masih diatas 1 persen, kecuali pada tahun 2002,
2007 dan 2008. Pada tahun 2009 AK meningkat di atas 1 persen, setelah mengalami
penurunan yang signifikan pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 jumlah kasus
KLB yang dilaporkan lebih rendah dari tahun 2008 (lihat Gambar). Hal ini perlu menjadi
perhatian dan diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi, sehingga dapat diketahui
upaya pencegahannya dan dilakukan tindak lanjut.
Laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun
2004-2008 tidak diketahui jumlah rumah sakit yang melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga
sulit menganalisis atau menginterpretasi data tersebut. Dari data ini tampak cukup banyak pasien
DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan validasi data apakah pasien rawat jalan
adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja atau pasien lama diitambah dengan pasien baru. Dari
data ini tampak peringkat kematian DBD (menurut 50 peringkat kematian), tidak termasuk
dalam 10 besar penyebab kematian. Berdasarkan laporan yang bersumber dari Ditjen.PP&PL dan
laporan yang bersumber dari Ditjen.Yanmed tampak perbedaan jumlah kasus DBD yang
dilaporkan. Hal ini kemungkinan karena sistem laporan DBD belum terintegrasi dan belum ada
mekanisme tukar menukar (sinkronisasi) antara data Puskesmas dan data RS di Kab/Kota.
N
o
T
a
h
u
n
Rawat jalan
L
k
2
0
0
4
2
0
0
5
2
0
0
6
1
3
.
9
6
0
2
3
.
0
4
1
2
2
.
6
P
r
1
2
.
5
3
6
1
9
.
8
6
6
2
0
.
9
Rawat inap
T
o
t
a
l
L
k
2
6
.
4
9
6
4
2
.
9
0
7
4
3
.
6
2
6
.
4
2
0
4
0
.
9
1
3
4
2
.
3
P
r
2
3
.
3
2
1
3
6
.
6
2
6
3
9
.
0
T
o
t
a
l
4
9
.
7
4
1
7
7
.
5
3
9
8
1
.
3
50
pe
ri
ng
ka
t
ke
m
at
ia
n
19
30
20
2
0
0
7
2
0
0
8
9
9
2
7
.
2
2
6
0
5
2
8
.
1
2
0
4
.
2
1
4
4
.
4
6
7
0
4
5
5
.
3
4
6
8
.
6
8
1
1
2
4
2
.
6
0
3
4
7
.
3
3
4
8
0
3
8
.
1
7
2
4
3
.
1
3
2
9
2
8
0
.
7
7
5
9
0
.
4
6
6
27
DAFTAR PUSTAKA
RI
Pusat
Data
dan
Surveilans
Epidemiologi.
(E-Jurnal).
August 2015.
Health,
Public.
Surveilens
Epidemiologi
DBD.
http://www.indonesian-
diakses
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/PUBLIK/BinwilKemenkesMagelang/
BPJS-ASKES.pdf diakses pada tanggal 1 September jam 15.00 WIB.