Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang lazim pada anak
dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang dapat berupa serangan mendadak
yang nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik
abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom.
Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan
kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan
somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma
kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung.1
Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak
berusia di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di
Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia
kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih
tinggi sekitar 80%-90% dan yang tersering adalah kejang demam sederhana.2
Menurut consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam biasanya terjadi
saat peningkatan suhu tubuh (>38 OC rectal) pada umur antara 6 bulan sampai 5
tahun, dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa terbukti
adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Akan tetapi kejang demam pada anakanak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan
pada kejang demam. Selain itu pada bayi umur di bawah 1 bulan juga tidak
dikategorikan sebagai kejang demam.3
Secara umum berdasarkan manifestasi klinis kejang, kejang demam di
bagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks.1 Kejang demam sederhana umumnya berlangsung singkat (15 menit),
berbentuk umum tonik dan atau klonik (tanpa gerakan fokal), tidak berulang
dalam waktu 24 jam, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam
demam kompleks merupakan kejang demam yang berlangsung >15 menit,kejang
terjadi secara fokal atau persial, terjadi >1 kali dalam 24 jam.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Pada
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun dan tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang mengalami kejang tanpa
demam, bayi yang kejang dengan demam dengan usia dibawah 4 minggu dan
anak pernah kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.6
2.2 Etiologi
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti kejang demam. Semua jenis
infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti faringitis, tonsilofaringitis,
otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran
kemih. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam setelah imunisasi DPT dan campak, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
serta perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.6
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, serta suhu tubuh saat kejang. Bila
seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulang 80%. Bila tidak terdapat faktor
tersebut hanya 10% - 15% berulang. Kejang demam berulang paling sering pada
tahun pertama.6
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yakni adanya
gangguan perkembangan neurologis yang jelas sebelum kejang demam pertama;
dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan K+. Sehingga selisih potensial
kembali ke keadaan istirahat.7
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi
kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi
difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas
muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Selain itu pada anak dibawah usia 5 tahun proses mielinisasi dari serabut sel
syaraf masih belum sempurna, plastisitas otak juga masih berlangsung, sehingga
saat terjadi demam bisa mengganggu aliran listrik pada sel syaraf hal tersebut
dapat pula mencetuskan kejang, sehingga dapat menurunkan ambang batas kejang
pada anak. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi
tergantung dari derajat ambang tinggi rendahnya kejang tersebut. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.5
Demam
(kenaikan
Demamsuhu tubuh 11 C)
Metabolisme basal
meningkat
(10-15%)
Kebutuhan O2
meningkat
(20%)
Perubahan keseimbangan
(membrane sel neuron)
Difusi melalui membran
(ion K+ ---- ion Na+)
Lepas muatan listrik berlebihan
neurotransmitter
Kejang
5
Gejala Klinis
1.
Anamnesis6
a) Identifikasi/pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama kejang,
suhu sebelum/pada saat kejang, frekuensi, penyebab demam di
luar SSP.
b) Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
c) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau
2.
2.7.2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun
kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit
diatas 20.000 L atau pergeseran ke kiri yang ekstrim mungkin
7
Kemampuan
menegakkan
atau
menyingkirkan
b)
c)
menunjukkan
keterlibatan
medulla
spinalis.
b.
c.
Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang
demam makin besar resiko berulangnya kejang demam.
10
d.
adalah 80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang
demam kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali
paling besar pada tahun pertama.8
2. Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk
menjadi epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam.
Anak yang mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang
dari kejang demam memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi
sampai umur 25 tahun. 8
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a.Kelainan saraf
b.
2.10 Penatalaksanaan
1.
3.
Pengobatan profilaksis6
Pengobatan profilaksis ada 2 , yaitu profilaksis intermittent (saat demam)
dan profilaksis terus menerus (continuous) .
a. Profilaksis Intermitten pada waktu kejang demam
Antipiretik
-Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 kali/hari
-Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, diberikan 3-4 kali/hari
Obat antikonvulsan
-Diazepam oral : 0,5 mg/kg BB setiap hari
-Diazepam rektal : 0,5 mg/kg BB atau 5 mg untuk BB<10 kg; 10
mg untuk BB>10 kg diberikan setiap hari
13
14
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Identitas Pasien
Nama
: IKP
Tempat, Tanggal Lahir
: Tabanan, 06 April 2014
Umur
: 1 tahun 5 bulan 13 hari
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Br. Pangkung Pejaten, Pejaten
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
Nomor Rekam Medik
: 2658441
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 17 September 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 19 September 2015
Kejang pertama kali pukul 09.30 WITA di awali dengan demam, kejang terjadi
selama 2 menit, kejang dikatakan, mata mendelik ke atas, tangan serta kaki
menghentak-hentak, kemudian kejang berhenti sendiri setelah kejang pasien sadar
dan menangis. Pasien kemudian dibawa ke IRD BRSU Tabanan, di IRD pasien
kembali kejang pada pukul 11.00 WITA selama satu menit, dengan tipe kejang
sama dengan kejang sebelumnya. Saat kejang yang kembali berulang di IRD,
pasien diberikan obat antikejang lewat dubur, kemudian kejang berhenti dan
pasien tertidur. Saat kejang suhu badan pasien terukur 38,6o Celcius.
Pasien dikatakan mengalami pilek dan batuk sejak 1 hari SMRS (16/09/15).
Pasien dikatakan tidak demam sehari sebelumnya. Demam baru dirasakan saat
keesokan harinya (17/09/2015) sebelum pasien kejang. Ibu pasien juga
mengatakan pasien rewel dan mengalami penurunan nafsu makan dan minum
sejak dua hari SMRS (15/09/2015). Pasien mengaku habis jatuh dan kepalanya
terbentur serta benjol (15/09/2015). Keluhan sesak disangkal. Makan dan minum
dikatakan masih seperti biasa. BAK dan BAB juga dikatakan masih seperti biasa.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, keluhan
ini baru di rasakan pertama kalinya.
Riwayat Pengobatan
Pasien diberikan
17
Riwayat Imunisasi
BCG
: 1 kali
Polio
: 4 kali.
Hepatitis B
: 4 kali
DPT
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Riwayat Nutrisi
ASI
Susu formula
PASI
Nasi Tim
Makanan dewasa
: 2 bulan
Membalikkan badan
: 4 bulan
Duduk
: 7 bulan
Merangkak
: 9 bulan
Berdiri
: 12 bulan
Berjalan
: 14 bulan
Bicara
: 12 belum
3.3
Pemeriksaan Fisik
Kesan umum
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
RR
: 23 x/menit, reguler
Suhu Axila
: 36,7C
Status gizi
Status gizi dengan menggunakan antropometri WHO:
BB
: 8,3 kg
PB
: 76 cm
LK
: 43,5 cm
LILA
: 14,5 cm
BBI
: 9,5 kg
WHO antropometri
BB/U
PB/U
BB/TB
Status general:
Kepala
Mata
THT
: Normocephali
: Konjungtiva pucat (-/-), hiperemi (-/-), sekret (-/-)
Sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+)
Reflex cahaya : +/+, edema palpebra (-)
: Telinga : sekret (-)
Hidung : sekret (-) , serous (-)
Tenggorokan : faring hiperemi (+)
Tonsil hiperemis (T1/T1)
19
Leher
Thorax
Status Neurologis :
Tanda rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : tidak ada
Brudzinski I & II : tidak ada
Kernig sign : tidak ada
Tenaga : Kesan normal
Tonus : normal
Reflex fisiologis :
APR ++/++
KPR ++/++
Reflex Patologis :
Babinski dan variannya (-)
3.4
Diagnosis Sementara
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Kimia Klinik
Elektrolit
3.6 Diagnosis Banding
Meningitis Bakterialis
20
3.7
Ensepalitis
Epilepsi
Diagnosis Kerja
MRS (17/09/2015)
Kebutuhan cairan 950 ml/hari
Kebutuhan kalori 950 kkal/hari
Kebutuhan protein 14,25 gr per hari
Stesolid Suppositoria 5 mg saat kejang
IVFD D5 NS 12 tpm
O2 nasal kanul 2 lpm
Stesolid Sirup 2mg, 0,5 mg/ kgBB/ hari 4 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis,
3 x cth (1mg)
Paracetamol sirup 10 mg/kg/setiap kali minum 83 mg cth tepat @
4 jam bila temp 38o C + kompres hangat
Mucous 3x0,4 ml (Per Oral)
Imunos Plus 1x1 cth.
Rencana Kerja :
KIE keluarga
Monitor :
- Tanda vital
- Keluhan Kejang
3.8 Prognosis
Ad vitam
: Dubius Ad bonam.
Ad functionam
: Dubius Ad bonam
Ad sananctionam
: Dubius Ad bon
21
Pemeriksaan Laboratorium
22
Instruksi :
o Kebutuhan cairan 950 ml/hari
o Kebutuhan kalori 950 kkal/hari
o Kebutuhan protein 14,25 gr per
hari
o IVFD D5 NS 12 tetes makro/
menit
o O2 nasal 1-2 lpm intermittent
o Stesolid 3x cth (oral)
o Imunos Plus 1x 1cth
o Paracetamol sirup 3 x cth
PO (KP)
o Anbacim 100 mg/kgBB/hari
830 mg/hari 2x400 mg (IV)
o Mucous 3x0,4 ml (PO)
o Dexamethasone 3x amp IV
o Falergi 2x 0,2 ml (PO)
o Mikrolak Supp 1x
Nilai
Satuan
Rujukan
WBC
17,3
x 10^3/L
5,2-12,4
Neu
8,91
1,9-8,00
Ly
6,87
0,90-5,20
Mo
1,01
0.2 1,00
Eo
0,127
0,03-0,800
Ba
0,264
0,00-2,00
RBC
5,15
x 10^6/L
4,70-6,10
HBG
12,1
g/dl
14,00-18,00
HCT
36,9
42,0-52,0
MCV
71,7
fL
80-84
MCH
23,5
PG
27-31
MCHC
32,8
g/dl
33,0-37,0
RDW
13,0
11,5-14,5
PLT
486
x 10^3/L
130-400
MPV
6,89
fL
7,2-11,1
55
Mg/dL
50-80
Natrium
138
Mmol/l
135-155
Kalium
4,3
Mmol/l
3.5-5.5
Clorida
103
Mmol/l
95-105
2.3 Elektrolit
BAB IV
PEMBAHASAN
23
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti
faringitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih.8
Pasien dikatakan mengalami pilek dan batuk sejak 1 hari SMRS (16/09/15).
Pasien dikatakan tidak demam sehari sebelumnya. Demam baru dirasakan saat
keesokan harinya (17/09/2015) sebelum pasien kejang. Ibu pasien juga
mengatakan pasien rewel dan mengalami penurunan nafsu makan dan minum
sejak dua hari SMRS (15/09/2015). Beberapa keterangan dari anamnesis ini dapat
membantu untuk menegakkan proses ekstrakranial yang terjadi sebagai pemicu
munculnya kejang demam kompleks, karena pasien mengalami pilek dan batuk
jadi sumber infeksinya bisa dari saluran pernafasan atas.
Pasien mengaku habis jatuh dan kepalanya terbentur serta benjol
(15/09/2015).
seperti biasa. BAK dan BAB juga dikatakan masih seperti biasa. Dari anamnesis,
tidak didapatkan riwayat penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan muntah
menyemprot, jadi kejang yang dicurigai akibat proses intrakranial atau cedera
kepala dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan semua dalam batas normal kecuali pada
faring ditemukan faring yang hiperemis dan tonsil ukuran T1/T1 hiperemis yang
dapat menjadi indikasi adanya proses inflamasi akibat adanya infeksi pada faring
(tonsilofaringitis), yang dapat pula menjadi pemicu demam tinggi sehingga pasien
bisa kejang.
Pada pemeriksaan neurologis juga didapatkan tidak adanya gangguan pada
sistem syaraf craniales, pemeriksaan motorik yang termasuk tenaga, tonus, dan
refleks dari refleks fisiologis dan patologis tidak di temukan kelainan, serta
pemeriksaan tanda-tanda meningen juga tidak ditemukan adanya kelainan. Jadi
kecurigaan adanya proses intrakranial penyebab kejang seperti meningitis dapat
disingkirkan sementara waktu.
25
26
27
28
pendek, waktu pemberian 1 tahun bebas kejang dengan dosis diturunkan pada 1-2
bulan terkahir.6 Pada pasien ini walaupun termasuk kejang demam yang berulang
sebanyak 2 kali dalam 24 jam, dan memiliki indikasi diberikan profilaksis
continous, tetapi karena selama beberapa hari dirawat klinis anak baik dan tidak
muncul kejang berulang. Maka terapi yang diberikan dapat berupa profilaksis
intermittent dan observasi kejang, diazepam oral (stesolid syr 2mg/5ml) dengan
dosis 0,5 mg/kgBB/hari jadi sehari diberikan 4mg dibagi dalam 3 dosis (stesolid
3x cth) diberikan selama suhu tubuh masih naik dan turun, juga diberikan
paracetamol 3x cth jika panas. Pemberian ini sudah sesuai dengan teori
penggunaan profilaksis intermittent saat demam masih berlangsung dan tidak
memiliki faktor resiko yang lain.
BAB V
SIMPULAN
29
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada bayi atau
anak (usia 6 bulan-5tahun) dengan kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari
38OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Hingga kini belum diketahui dengan pasti
penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan
atas, radang telinga tengah (otitis media), pneumonia, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih.
Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Prinsip penatalaksaan kejang terdiri dari
3 hal yaitu mengatasi kejang fase akut, mengatasi, mencari, mengobati penyebab
demam, dan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam adalah baik dan
tidak menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current
Pediatric Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. USA.
Lange Medical Books/McGrow-Hill. 2003. p 717-45.
2. Fuadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2010. Hlm. 66-69.
3. Jury, S., Febrile Convulsion, (2014, March 11), Available:
http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc_id=3722, (Accessed:
2015, February 27th).
4. Meliana, M. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, 2012. Universitas Airlanggs
September: 59 62
5. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics.
Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. Pensylvania. Saunder. 2014.
p 1993-2011.
6. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006.
Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2006
7. Waruiru, C, Appleton, R. 2010. Febrile Seizures : An Update, Archives of
Disease in Childhood, Royal Liverpool Childrens Hospital (Alder Hey),
Liverpool.
8. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical
Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. Philadephia. William
& Wilkins. 2011. p 1414-24.
9. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.
HK J Paediatri. 2012;7:143-151
10. Pasaribu, Adi. Kejang Demam Pada Anak yang disebabkan Karena Infeksi
Tonsil dan Faring. Universitas Sumatra Utara.2010. Vol 1 (1).
11. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th.
Pennsylvania. WB Saunders Company. 2012. p 793-800.
12. Zempsky
W.T.
Pediatrics,
Febril
Zeisures.
www.emedicine.com/emerg/topic376.htm. Last updated: October 14,
2011. Access: 2015, February 28th
31