Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang lazim pada anak
dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang dapat berupa serangan mendadak
yang nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik
abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom.
Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan
kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan
somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma
kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung.1
Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak
berusia di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di
Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia
kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih
tinggi sekitar 80%-90% dan yang tersering adalah kejang demam sederhana.2
Menurut consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam biasanya terjadi
saat peningkatan suhu tubuh (>38 OC rectal) pada umur antara 6 bulan sampai 5
tahun, dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa terbukti
adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Akan tetapi kejang demam pada anakanak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan
pada kejang demam. Selain itu pada bayi umur di bawah 1 bulan juga tidak
dikategorikan sebagai kejang demam.3
Secara umum berdasarkan manifestasi klinis kejang, kejang demam di
bagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks.1 Kejang demam sederhana umumnya berlangsung singkat (15 menit),
berbentuk umum tonik dan atau klonik (tanpa gerakan fokal), tidak berulang
dalam waktu 24 jam, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam
demam kompleks merupakan kejang demam yang berlangsung >15 menit,kejang
terjadi secara fokal atau persial, terjadi >1 kali dalam 24 jam.4

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan


tidak menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.5
Pengobatan kejang demam pada anak mencakup 3 hal, yaitu pengobatan
fase akut dengan membebaskan jalan napas dan memantau fungsi vital tubuh;
mengatasi kejang dan demam fase akut; mencari dan mengobati penyebab demam
dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal pada saat pertama sekali terjadi
kejang demam (sesuai indikasi); dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya
kejang demam.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Pada
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun dan tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang mengalami kejang tanpa
demam, bayi yang kejang dengan demam dengan usia dibawah 4 minggu dan
anak pernah kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.6
2.2 Etiologi
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti kejang demam. Semua jenis
infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti faringitis, tonsilofaringitis,
otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran
kemih. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam setelah imunisasi DPT dan campak, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
serta perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.6
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, serta suhu tubuh saat kejang. Bila
seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulang 80%. Bila tidak terdapat faktor
tersebut hanya 10% - 15% berulang. Kejang demam berulang paling sering pada
tahun pertama.6
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yakni adanya
gangguan perkembangan neurologis yang jelas sebelum kejang demam pertama;

terjadinya kejang demam kompleks sebelumnya; serta adanya riwayat epilepsi


dalam keluarga.6
2.3 Epidemiologi
Kejang demam merupakan kelainan tersering pada anak, 2%-5% anak
berusia di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Di
Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak berusia
kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih
tinggi dan sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam
sederhana.2
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan 5
tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang
demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah
usia 6 tahun pasien jarang mengalami kejang demam lagi. Lebih kurang 80 %
kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana, dan sisanya 20 % nya
kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama (> 15 menit), 16 %
berulang dalam waktu 24 jam.2
2.4 Patofisiologi
Sel saraf, seperti sel hidup umumnya mempunyai potensial membran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial
intrasel lebih negatif dari ekstrasel. Dalam keadaan istirahat, potensial membran
berkisar antara 30-100 mV. Selisih potensial ini akan tetap sama selama sel tidak
mendapatkan rangsangan. Perbedaan potensial ini terjadi akibat perbedaan letak
dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Dalam keadaan normal,
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion K + dan sangat sulit oleh
ion Na+ dan elektrolit lainnya kecuali ion Cl- sehingga berakibat konsentrasi ion
K+ dalam sel syaraf tinggi dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel syaraf
sebaliknya. Bila sel saraf mengalami stimulasi misalnya suhu tubuh yang tinggi,
stimulasi listrik akan berubah sehingga mengakibatkan menurunnya potensial
membran. Penurunan potensial membran akan menyebabkan permeabilitas
membran terhadap ion Na+ meningkat, sehingga ion Na+ akan lebih banyak masuk
ke dalam sel. Selama serangan ini, perubahan potensial membran masih dapat

dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan K+. Sehingga selisih potensial
kembali ke keadaan istirahat.7
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi
kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi
difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas
muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Selain itu pada anak dibawah usia 5 tahun proses mielinisasi dari serabut sel
syaraf masih belum sempurna, plastisitas otak juga masih berlangsung, sehingga
saat terjadi demam bisa mengganggu aliran listrik pada sel syaraf hal tersebut
dapat pula mencetuskan kejang, sehingga dapat menurunkan ambang batas kejang
pada anak. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi
tergantung dari derajat ambang tinggi rendahnya kejang tersebut. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.5
Demam
(kenaikan
Demamsuhu tubuh 11 C)
Metabolisme basal
meningkat
(10-15%)

Kebutuhan O2
meningkat
(20%)

Perubahan keseimbangan
(membrane sel neuron)
Difusi melalui membran
(ion K+ ---- ion Na+)
Lepas muatan listrik berlebihan
neurotransmitter
Kejang
5

Jadi dapat disimpulkan demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme


sebagai berikut :5
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membrane sel.
3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron
4. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan
pengaliran ion-ion keluar masuk sel.
2.5 Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak langsung sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
demam diikuti hemiparesis sementara (Hemiparesis Tood) yang berlangsung
beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.4
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih. Sebagian kejang
berlangsung kurang dari 6 menit dan hanya 8 persen yang berlangsung lebih dari
15 menit. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh.6

2,6 Klasifikasi Kejang Demam


Menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006, klasifikasi kejang
demam pada anak dibedakan menjadi dua, yaitu6
1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )

Kejang demam sederhana akan berlangsung singkat, dimana berdurasi


kurang dari 15 menit, tidak disertai dengan gerakan fokal dan umumnya
akan berhenti dengan sendirinya. Kejang demam sederhana tidak berulang
dalam 24 jam dan kejang yang terjadi bersifat umum, tonik dan atau
klonik.6
2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )
Kejang demam kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan
gerakan fokal di satu sisi, atau kejang umum yang didahului oleh kejang
parsial. Dapat terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam ( berulang ).6
2.7 Diagnosis
Diagnosis untuk kejang demam, ditegakkan berdasarkan gejala klinis
dan pemeriksaan penunjang. 6
2.7.1

Gejala Klinis
1.
Anamnesis6
a) Identifikasi/pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama kejang,
suhu sebelum/pada saat kejang, frekuensi, penyebab demam di
luar SSP.
b) Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
c) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau

2.

epilepsy dalam keluarga.


d) Singkirkan penyebab kejang yang lain.
Pemeriksaan Fisik6
a) Penyebab dasar dari demam harus dilihat.(Pemeriksaan fisik
yang teliti untuk menyingkirkan otitis media, faringitis atau
virus sebagai penyebab demam).
b) Evaluasi serial dari status neurologis pasien (umunya tidak
ditemukan adanya kelainan).
c) Pemeriksaan tanda meningeal, tanda peningkatan tekanan
intracranial, dan tanda infeksi di luar SSP.

2.7.2

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun
kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit
diatas 20.000 L atau pergeseran ke kiri yang ekstrim mungkin
7

berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel darah lengkap dan


kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok.
Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis
bisa menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis
(seperti fontanella yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin
tidak ada terutama pada anak dibawah 18 bulan. 1 Pemeriksaan lab
rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali diperlukan untuk
mencari penyebab demam. Penilaian elektrolit jarang membantu
dalam evaluasi kejang demam.6
2. Pencitraan
Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak
dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir
semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI
boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus
dengan kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak. CT scan
biasanya tidak perlu dalam evaluasi pada anak dengan kejang
demam sederhana yang pertama kali. CT scan dilakukan pada
pasien dengan kejang demam kompleks.5
3. Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal (CSS)
Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang,
seorang dokter harus memutuskan apakah akan melakukan pungsi
lumbal. Indikasi pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Fakta
bahwa seseorang mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya
tidak menyingkirkan meningitis sebagai penyebab kejang yang
terjadi. Semakin muda usia anak semakin penting dilakukan,
karena pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis
meningitis. Pungsi lumbal seharusnya dilakukan jika usia anak
dibawah 2 tahun, penyembuhan lambat, atau jika hal lain sebagai
penyebab demam tidak ditemukan.1 Pelaksanaan pungsi lumbal
masih kontroversi pada pasien dengan kejang demam sederhana.
Dan perlu dilakukan jika dicurigai terjadi meningitis walaupun
kejang bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur

melaporkan kurang dari 5% insiden meningitis pada anak-anak


menimbulkan kejang dan demam.

Bila pasti bahwa kejang

tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak perlu


dilakukan.

Kemampuan

menegakkan

atau

menyingkirkan

diagnosis meningitis bervariasi tergantung pengalaman dokter.1


Rekomendasi yang dapat digunakan yakni6 :
a)

Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena


gejala meningitis sering tidak jelas.6

b)

Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi


lumbal kecuali pasti bukan meningitis.6

c)

Bayi lebih dari 18 bulan selektif atau tidak rutin karena


umumnya gejala meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila
pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.6

4. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)


Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan,
kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang
demam kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam
plus (FS+).6

2.8 Diagnosis Banding


1. Meningitis bakterialis
Peradangan selaput otak pada anak yang disebabkan oleh bakteri
pathogen. Penyakit ini seringkali didahului infeksi pada saluran napas
atas atau pencernaan seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah.
Demam, nyeri kepala, kaku kuduk dengan atau tanpa penurunan
kesadaran merupakan hal yang sangat sugestif meningitis. Banyak
gejala meningitis berkaitan dengan usia. Anak berusia kurang dari tiga
tahun jarang mengeluh nyeri kepala.8
2. Ensefalitis
9

Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme,


misalnya bakteri, ptozoa, cacing, spirochaeta, atau virus. Penyebab
yang tersering dan terpenting adalah virus. Pada banyak pasien sering
terjadi keterlibatan leptomeningeal (meningoensefalitis), sedangkan
ensefalomielitis

menunjukkan

keterlibatan

medulla

spinalis.

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari demam tidak tinggi disertai


sakit kepala, sampai keadaan berat, koma, kejang dan kematian.8
3. Epilepsi
Epilepsi adalah terjadinya bangkitan kejang dua kali atau lebih
tanpa provokasi, yang dipisahkan oleh interval > 24 jam. Hal hal
yang menjadi pedoman diagnostik epilepsi yang diprovokasi demam
adalah kejang lama dan bersifat fokal, umur lebih dari 6 tahun,
frekuensi serangan lebih dari 4 kali per tahun, EEG setelah tidak
demam abnormal.8
2.9 Komplikasi
1.

Kejang demam berulang


Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam
berkisar antara 25%-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan
berulangnya kejang demam adalah umur anak pada saat kejang terjadi
pertama kali. Anak yang mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1
tahun atau kurang mempunyai kemungkinan sebesar 65% mendapatkan
kejang demam kembali. Hal ini berbeda dengan apabila onset kejang antara
umur 1 sampai 2 tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35%
dan menjadi 20% apabila onset kejangnya setelah 2 tahun. Angka
berulangnya kejang demam juga meningkat pada anak yang memiliki
perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama dan pada anak yang
memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam. 7
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang7
a.

Riwayat kejang demam dalam keluarga.

b.

Usia kurang dari 18 bulan.

c.

Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang
demam makin besar resiko berulangnya kejang demam.

10

d.

Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya


demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko
berulangnya kejang demam.7
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali

adalah 80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang
demam kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali
paling besar pada tahun pertama.8
2. Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk
menjadi epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam.
Anak yang mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang
dari kejang demam memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi
sampai umur 25 tahun. 8
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a.Kelainan saraf
b.

Kejang demam kompleks

c.Riwayat epilepsi dalam keluarga


Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%.8
3. Todd paresis9
Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah
kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24
- 48 jam atau setelah 1 minggu.9
4.Gangguan intelegensia
Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya
sudah menderita gangguan neurologis dan gangguan perkembangan.
Gangguan belajar dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta
koordinasi dilaporkan pada anak dengan skuele kejang demam. Angka
insiden dari komplikasi ini sangat rendah pada anak normal yang
mendapatkan kejang demam sederhana. Tidak ada peningkatan insiden dari
retardasi mental pada anak yang hanya mendapatkan kejang demam dan
pada anak yang normal sebelum timbul kejang pertama.9
11

2.10 Penatalaksanaan
1.

Pengobatan fase demam dan kejang akut6


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas
harus bebas agar oksigen terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Pemberian
diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan
kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal
adalah :
- Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg
- Dosis 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg
BB/kali.
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5
menit. Hati-hati dengan depresi pernafasan. Bila 2 kali dengan diazepam
rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan
penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. 6
Bila kejang tidak berhenti, dapat diberikan phenobarbital intravena
20 mg/kgBB dengan kecepatan >5-10 menit dengan dosis maksimal 1 mg.
Bila kejang tidak berhenti juga, berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Setelah pemberian
Fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena
Fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena, selain itu efek
samping fenitoin dapat menyebabkan pasien aritmia dan hipotensi. Bila
dengan Fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.6
12

Setelah kejang berhenti pemberian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg


setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada
30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg
setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%
kasus.6
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,
rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
2.

Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan Meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai Meningitis atau apabila kejang
demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami meningitis
tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur
kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18
bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari
penyebab. Jika anak mengalami demam tinggi, kompres dengan air hangat
dan perikan Parasetamol secara rektal (10-15 mg/kgBB).6

3.

Pengobatan profilaksis6
Pengobatan profilaksis ada 2 , yaitu profilaksis intermittent (saat demam)
dan profilaksis terus menerus (continuous) .
a. Profilaksis Intermitten pada waktu kejang demam
Antipiretik
-Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 kali/hari
-Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, diberikan 3-4 kali/hari
Obat antikonvulsan
-Diazepam oral : 0,5 mg/kg BB setiap hari
-Diazepam rektal : 0,5 mg/kg BB atau 5 mg untuk BB<10 kg; 10
mg untuk BB>10 kg diberikan setiap hari
13

Profilaksis intermittent diberikan apabila tidak terdapat faktor-faktor


resiko dari kejang demam.
b. Pemberian profilaksis terus-menerus (continuous) hanya diberikan bila
terdapat faktor resiko sebagai berikut : berikut (salah satu):6
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan profilaksis dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12


kejang demam > 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit

merupakan indikasi pengobatan rumat


Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik.


Pengobatan Profilaksis dapat berupa :
Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis
Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis
Catatan :
-Asam valproat dan fenobarbital dapat mencegah rekurensi sampai
90% kasus. 6
-Pemakaian fenobarbital sering menyebabkan gangguan perilaku ,
gangguan belajar, dan penurunan IQ pada 40-50% kasus.6
-Obat pilihan saat ini yakni asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproate dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.6
- Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
profilaksis hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek.6

14

- Pemberian obat profilaksis ini dapat diberikan selama satu tahun


bebas kejang dan berhenti bertahap selama 1 sampai 2 bulan.6
2.10 Prognosis
Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus, dimana pencapaian
intelektual pasien dapat kembali normal. Kebanyakan anak akan mengalami
kejang demam di kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang
tanpa demam adalah jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang
mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur
satu tahun.11,12
Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami setidaknya satu kali
kekambuhan. Menurut United States National Collaborative Perinatal Project
yang meneliti 1.706 anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami
satu atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi
adalah
1. riwayat kejang tanpa demam
2. adanya abnormalitas neurologis
3. kejang demam kompleks.
Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi
epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10%
berkembang menjadi epilepsi.10,11

15

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

Identitas Pasien
Nama
: IKP
Tempat, Tanggal Lahir
: Tabanan, 06 April 2014
Umur
: 1 tahun 5 bulan 13 hari
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Br. Pangkung Pejaten, Pejaten
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
Nomor Rekam Medik
: 2658441
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 17 September 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 19 September 2015

3.2 Heteroanamnesis ( 19 September 2015)


Keluhan utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orangtuanya ke IRD BRSU
Tabanan pada tanggal 17 September 2015 pukul 10.30 WITA dengan keluhan
kejang. Keluhan kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam.
16

Kejang pertama kali pukul 09.30 WITA di awali dengan demam, kejang terjadi
selama 2 menit, kejang dikatakan, mata mendelik ke atas, tangan serta kaki
menghentak-hentak, kemudian kejang berhenti sendiri setelah kejang pasien sadar
dan menangis. Pasien kemudian dibawa ke IRD BRSU Tabanan, di IRD pasien
kembali kejang pada pukul 11.00 WITA selama satu menit, dengan tipe kejang
sama dengan kejang sebelumnya. Saat kejang yang kembali berulang di IRD,
pasien diberikan obat antikejang lewat dubur, kemudian kejang berhenti dan
pasien tertidur. Saat kejang suhu badan pasien terukur 38,6o Celcius.
Pasien dikatakan mengalami pilek dan batuk sejak 1 hari SMRS (16/09/15).
Pasien dikatakan tidak demam sehari sebelumnya. Demam baru dirasakan saat
keesokan harinya (17/09/2015) sebelum pasien kejang. Ibu pasien juga
mengatakan pasien rewel dan mengalami penurunan nafsu makan dan minum
sejak dua hari SMRS (15/09/2015). Pasien mengaku habis jatuh dan kepalanya
terbentur serta benjol (15/09/2015). Keluhan sesak disangkal. Makan dan minum
dikatakan masih seperti biasa. BAK dan BAB juga dikatakan masih seperti biasa.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, keluhan
ini baru di rasakan pertama kalinya.
Riwayat Pengobatan
Pasien diberikan

stesolid suppositoria melalui dubur saat pasien

mengeluhkan kejang kedua.


Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Di keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan kejang seperti yang
dialami pasien, Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat kejang ataupun
epilepsi.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama
ayah, ibu, dan kakaknya dalam satu rumah.
Riwayat Alergi

17

Riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan tertentu disangkal


Riwayat Persalinan
Pasien lahir normal (pervaginam) dan segera menangis. Berat badan lahir
3200 gram, panjang badan 51 cm , lingkar kepala dikatakan lupa. Usia kehamilan
cukup bulan 38-39 minggu Adanya kelainan atau cacat bawaan ketika pasien lahir
disangkal. Riwayat komplikasi selama kehamilan dan persalinan disangkal.

Riwayat Imunisasi
BCG

: 1 kali

Polio

: 4 kali.

Hepatitis B

: 4 kali

DPT

: 3 kali

Campak

: 1 kali

Riwayat Nutrisi
ASI

: Diberikan sejak lahir sampai 6 bulan

Susu formula

: Diberikan sejak lahir sampai sekarang

PASI

: Diberikan sejak usia 6 bulan 9 bulan.

Nasi Tim

: Diberikan sejak usia 7 bulan sampai sekarang.

Makanan dewasa

: Diberikan sejak usia 12 bulan sampai sekarang.

Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakkan kepala

: 2 bulan

Membalikkan badan

: 4 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 9 bulan

Berdiri

: 12 bulan

Berjalan

: 14 bulan

Bicara

: 12 belum

3.3

Pemeriksaan Fisik

Status present (19/09/2015)


18

Kesan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Nadi

: 109 x/menit reguler, isi cukup

RR

: 23 x/menit, reguler

Suhu Axila

: 36,7C

Status gizi
Status gizi dengan menggunakan antropometri WHO:
BB

: 8,3 kg

PB

: 76 cm

LK

: 43,5 cm

LILA

: 14,5 cm

BBI

: 9,5 kg

Status Gizi menurut Waterlow

10/6.8x 100% = 87,4% (gizi kurang)

WHO antropometri
BB/U

:Z Score -3 s/d -2 SD (underweight))

PB/U

: Z Score -2 s/d 0 SD (Normal)

BB/TB

: Z Score -2 s/d -1 SD (Normal)

Status general:

Kepala
Mata

THT

: Normocephali
: Konjungtiva pucat (-/-), hiperemi (-/-), sekret (-/-)
Sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+)
Reflex cahaya : +/+, edema palpebra (-)
: Telinga : sekret (-)
Hidung : sekret (-) , serous (-)
Tenggorokan : faring hiperemi (+)
Tonsil hiperemis (T1/T1)

19

Lidah : sianosis (-), bibir: sianosis (-)

Leher

Thorax

: Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)


: Cor

:Inspeksi: Simetris (+), precordial bulging (-), Iktus

cordis tidak tampak


Palpasi: Thrill (-), Iktus Cordis teraba di ICS IV MCL
Sinistra (-). Kuat Angkat (+)
Auskultasi : S1 S2 normal, reguler, murmur (-)
Pulmo
:Inspeksi
: simetris statis/dinamis, retraksi tidak
didapatkan
Palpasi : vokal fremitus teraba simetris
Auskultasi : Bronkovesikuler +/+, Rales -/-,
Wheezing -/Abdomen: Inspeksi
: Distensi (-),
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi
: nyeri tekan (-),Hepar : tidak teraba, lien: tidak
Ekstremitas
Kulit

teraba turgor kembali cepat


: Keempat ekstremitas hangat, edema (-), CRT < 2 detik
: Sianosis (-)

Status Neurologis :
Tanda rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : tidak ada
Brudzinski I & II : tidak ada
Kernig sign : tidak ada
Tenaga : Kesan normal
Tonus : normal
Reflex fisiologis :
APR ++/++
KPR ++/++
Reflex Patologis :
Babinski dan variannya (-)

3.4

Diagnosis Sementara

Kejang demam kompleks


3.5

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Kimia Klinik
Elektrolit
3.6 Diagnosis Banding
Meningitis Bakterialis

20

3.7

Ensepalitis
Epilepsi
Diagnosis Kerja

Kejang demam Kompleks + Tonsilofaringitis Akut + Gizi Kurang


3.8

Penatalaksanaan saat di IRD BRSU Tabanan

MRS (17/09/2015)
Kebutuhan cairan 950 ml/hari
Kebutuhan kalori 950 kkal/hari
Kebutuhan protein 14,25 gr per hari
Stesolid Suppositoria 5 mg saat kejang
IVFD D5 NS 12 tpm
O2 nasal kanul 2 lpm
Stesolid Sirup 2mg, 0,5 mg/ kgBB/ hari 4 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis,

3 x cth (1mg)
Paracetamol sirup 10 mg/kg/setiap kali minum 83 mg cth tepat @
4 jam bila temp 38o C + kompres hangat
Mucous 3x0,4 ml (Per Oral)
Imunos Plus 1x1 cth.
Rencana Kerja :
KIE keluarga
Monitor :
- Tanda vital
- Keluhan Kejang
3.8 Prognosis
Ad vitam

: Dubius Ad bonam.

Ad functionam

: Dubius Ad bonam

Ad sananctionam

: Dubius Ad bon

21

3.9 Follow up (21/09/2015)


21/09
/2015
07.00
WITA

S: Demam (-) kejang (-),makan


dan minum dikatakan baik, BAB
(-), BAK (+), batuk (+), Pilek (+)
O: St.Present
HR:102 x/mnt
RR: 26 x/mnt
Tax: 36.5C
St. Generalis
Kepala: normocephali
Mata: an -/-, ikt-/-, RP +/+ iso
THT:
telinga : dbn
Hidung : dbn
Tenggorokan:faring hiperemis
(+), tonsil hiperemis T1/T1
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Kaku kuduk (-)
Thorax: cor: S1S2 tunggal
reguler murmur
(-)
Po: Bves +/+, rh-/-,
wh-/Ext: Hgt (+), edema (-)
Abd: distensi (-), BU (+) N
St. Neurologis :
Tenaga, tonus : dbn
Meningeal sign (-)
R. Fisiologis (+)
R. Patologis (-)
A:KDK + Tonsilofaringitis akut +
Gizi Kurang
P:
Kebutuhan Cairan 950 ml/hari
Kebutuhan Kalori 950 kkal/ hari
Kebutuhan Protein 14,25 gr/ hari

Pemeriksaan Laboratorium
22

Instruksi :
o Kebutuhan cairan 950 ml/hari
o Kebutuhan kalori 950 kkal/hari
o Kebutuhan protein 14,25 gr per
hari
o IVFD D5 NS 12 tetes makro/
menit
o O2 nasal 1-2 lpm intermittent
o Stesolid 3x cth (oral)
o Imunos Plus 1x 1cth
o Paracetamol sirup 3 x cth
PO (KP)
o Anbacim 100 mg/kgBB/hari
830 mg/hari 2x400 mg (IV)
o Mucous 3x0,4 ml (PO)
o Dexamethasone 3x amp IV
o Falergi 2x 0,2 ml (PO)
o Mikrolak Supp 1x

Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap.


Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium 17 September 2015
1.1 Darah Lengkap
Parameter

Nilai

Satuan

Rujukan

WBC

17,3

x 10^3/L

5,2-12,4

Neu

8,91

1,9-8,00

Ly

6,87

0,90-5,20

Mo

1,01

0.2 1,00

Eo

0,127

0,03-0,800

Ba

0,264

0,00-2,00

RBC

5,15

x 10^6/L

4,70-6,10

HBG

12,1

g/dl

14,00-18,00

HCT

36,9

42,0-52,0

MCV

71,7

fL

80-84

MCH

23,5

PG

27-31

MCHC

32,8

g/dl

33,0-37,0

RDW

13,0

11,5-14,5

PLT

486

x 10^3/L

130-400

MPV

6,89

fL

7,2-11,1

2.2 Kimia Klinik


Glukosa

55

Mg/dL

50-80

Natrium

138

Mmol/l

135-155

Kalium

4,3

Mmol/l

3.5-5.5

Clorida

103

Mmol/l

95-105

2.3 Elektrolit

BAB IV
PEMBAHASAN

23

Definisi kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranial yang umumnya terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun. Pasien yang
didiagnosis dengan kejang demam tidak boleh memiliki riwayat kejang yang tidak
didahului oleh demam. Pengklasifikasian kejang demam menurut Unit Kerja
Koordinasi Neurologi IDAI 2006, klasifikasi kejang demam pada anak dibedakan
menjadi dua, yaitu6
1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )
Kejang demam sederhana akan berlangsung singkat, dimana berdurasi
kurang dari 15 menit, tidak disertai dengan gerakan fokal dan umumnya
akan berhenti dengan sendirinya. Kejang demam sederhana tidak berulang
dalam 24 jam kejang bersifat umum, tonik dan atau klonik.6
2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )
Kejang demam kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan
gerakan fokal di satu sisi, atau kejang umum yang didahului oleh kejang
parsial. Dapat terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam ( berulang ).6
Dari anamnesis yang didapatkan pasien atas nama IKP, 1 tahun 5 bulan,
datang dalam keadaan sadar diantar oleh orangtuanya ke IRD BRSU Tabanan
pada tanggal 17 September 2015 pukul 10.30 WITA dengan keluhan kejang.
Keluhan kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam. Kejang
pertama kali pukul 09.30 WITA di awali dengan demam, kejang terjadi selama 2
menit, kejang dikatakan, mata mendelik ke atas, tangan serta kaki menghentakhentak, kemudian kejang berhenti sendiri setelah kejang pasien sadar dan
menangis. Pasien kemudian dibawa ke IRD BRSU Tabanan, di IRD pasien
kembali kejang pada pukul 11.00 WITA selama satu menit, dengan tipe kejang
sama dengan kejang sebelumnya. Saat kejang yang kembali berulang di IRD,
pasien diberikan obat antikejang lewat dubur, kemudian kejang berhenti dan
pasien tertidur. Saat kejang suhu badan pasien terukur 38,6o Celcius. Jadi
berdasarkan dari anamnesis , keadaan pasien sesuai dengan teori, yaitu jenis
kejang yang dialami pasien adalah Kejang Demam Kompleks, karena sudah
memenuhi salah satu syarat yaitu dari frekuensi kejang yang terjadi dua kali
dalam waktu 24 jam.
24

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi pernafasan akut seperti
faringitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih.8
Pasien dikatakan mengalami pilek dan batuk sejak 1 hari SMRS (16/09/15).
Pasien dikatakan tidak demam sehari sebelumnya. Demam baru dirasakan saat
keesokan harinya (17/09/2015) sebelum pasien kejang. Ibu pasien juga
mengatakan pasien rewel dan mengalami penurunan nafsu makan dan minum
sejak dua hari SMRS (15/09/2015). Beberapa keterangan dari anamnesis ini dapat
membantu untuk menegakkan proses ekstrakranial yang terjadi sebagai pemicu
munculnya kejang demam kompleks, karena pasien mengalami pilek dan batuk
jadi sumber infeksinya bisa dari saluran pernafasan atas.
Pasien mengaku habis jatuh dan kepalanya terbentur serta benjol
(15/09/2015).

Keluhan sesak disangkal. Makan dan minum dikatakan masih

seperti biasa. BAK dan BAB juga dikatakan masih seperti biasa. Dari anamnesis,
tidak didapatkan riwayat penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan muntah
menyemprot, jadi kejang yang dicurigai akibat proses intrakranial atau cedera
kepala dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan semua dalam batas normal kecuali pada
faring ditemukan faring yang hiperemis dan tonsil ukuran T1/T1 hiperemis yang
dapat menjadi indikasi adanya proses inflamasi akibat adanya infeksi pada faring
(tonsilofaringitis), yang dapat pula menjadi pemicu demam tinggi sehingga pasien
bisa kejang.
Pada pemeriksaan neurologis juga didapatkan tidak adanya gangguan pada
sistem syaraf craniales, pemeriksaan motorik yang termasuk tenaga, tonus, dan
refleks dari refleks fisiologis dan patologis tidak di temukan kelainan, serta
pemeriksaan tanda-tanda meningen juga tidak ditemukan adanya kelainan. Jadi
kecurigaan adanya proses intrakranial penyebab kejang seperti meningitis dapat
disingkirkan sementara waktu.

25

Pada pemeriksaan penunjang berupa darah lengkap dilakukan untuk


melihat apakah terdapat tanda-tanda infeksi akut berupa leukositosis ataupun
leukopenia. Pada pasien IKP didapatkan leukositosis, hal tersebut menunjukkan
bahwa terjadi infeksi akut pada pasien, infeksi tersebut dicurigai berasal dari
saluran pernafasan yaitu tonsilofaringitis,yang merupakan infeksi ekstrakranial
dapat menimbulkan demam tinggi dan mencetuskan kejang. Selain itu pada
pemeriksaan kadar glukosa sewaktu dan elektrolit dalam batas normal jadi kejang
akibat hipoglikemia atau imbalans cairan dapat disingkirkan.
Sesui dengan teori, setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang,
seorang dokter harus memutuskan apakah akan melakukan pungsi lumbal.
Indikasi pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis, apalagi jika kejang demam tersebut
termasuk kejang demam kompleks. Selain itu semakin muda usia anak semakin
penting dilakukan, karena pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis
meningitis. Pungsi lumbal seharusnya dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun.
Rekomendasi yang dapat digunakan yakni6 :
a) Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala
meningitis sering tidak jelas.
b) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal
kecuali pasti bukan meningitis.
c) Bayi lebih dari 18 bulan selektif atau tidak rutin karena umumnya gejala
meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi
lumbal tidak dianjurkan.
Jadi sesuai dengan indikasi dan rekomendasi pasien di diagnosis sementara kejang
demam kompleks dan berusia antara 12-18 bulan yaitu 17 bulan, jadi dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal, dan pada pasien ini belum
dilakukan. Hal ini dikarenakan ibu pasien menolak jika pasien dilakukan pungsi
lumbal.
Diagnosis banding dari diagnosis sementara kejang demam adalah
meningitis bakteri, pada pasien ini saat anamnesis pasien tidak mengalami kejang
yang lama, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran, tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda meningeal juga tidak ditemukan, walaupun

26

pemeriksaan lumbal pungsi sebagai pemeriksaan penunjang yang menjadi alat


penegakkan diagnosis meningitis belum dilakukan tetapi dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik kecurigaan meningitis dapat dieksklusi, walaupun dianjurkan
tetap dilakukan lumbal pungsi. Ensefalitis juga dapat menjadi diagnosis banding,
tetapi tanda-tanda penurunan kesadaran dan perburukan pada pasien tidak
ditemukan, seperti kejang berlangsung berjam-jam dan kemudian pasien koma.
Epilepsi juga dapat menjadikan diagnosis banding, tetapi sesuai dengan definisi
dari bangkitan epilepsi adalah bangkitan kejang yang terjadi dua kali atau lebih,
tanpa ada provokasi, dan dipisahkan dalam interval >24 jam, kemudian jenis
kejang adalah sterotipik, jelas sekali berbeda dengan kejang yang dialami oleh
pasien.
Jadi penegakkan diagnosis pasien ini adalah berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta menyingkirkan diagnosis
banding kejang lain, maka pasien kemudian didiagnosis dengan kejang demam
kompleks karena memenuhi syarat UKK Saraf Anak 2006, Kejang demam
kompleks akan berlangsung lebih dari 15 menit dengan gerakan fokal di satu sisi,
atau kejang umum yang didahului oleh kejang parsial. Dapat terjadi lebih dari satu
kali dalam 24 jam ( berulang ). Pada pasien ini kejang terjadi > 1 kali dalam 24
jam, durasinya 1-2 menit, dimana kejang diawali dengan adanya demam dengan
suhu 38,6o C.
Setelah diagnosis kejang demam ditegakkan maka terdapat tiga hal yang
harus dilakukan yaitu mengatasi kejang fase akut; mengatasi demam, mencari,
dan mengobati penyebab demam; serta mempertimbangkan untuk pemberian
profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang demam. Untuk kejang fase akut,
diberikan stesolid (diazepam) supposituria pada saat kejang dengan dosis 0,50,75 mg/kgbb atau BB<10 kg dosis diazepam supp: 5mg, BB>10 kg dosis
diazepam supp: 10 mg, pada pasien ini diberikan pada saat terjadi kejang yang
kedua di IRD BRSU Tabanan, dengan BB 8,3 kg, pasien diberikan Stesolid
(Diazepam Supp) 5 mg.
o Terapi simptomatik dengan Paracetamol diberikan untuk menangani demam..
Paracetamol mencegah suhu tubuh agar tidak tinggi sehingga secara tidak
langsung bisa menanggulangi kenaikan suhu tubuh mendadak yang dapat

27

menimbulkan kejang demam. Pada pasien ini diberikan Paracetamol sirup 10


mg/kg/setiap kali minum 83 mg cth tepat @ 4 jam bila temp 38 o C +
kompres hangat agar pasien suhu tubuhnya juga tetap stabil dan normal. Setelah
kejang akut pasien berhenti diberikan obat antikonvulsans yaitu diazepam secara
peroral dengan dosis 0,3 mg/ kg BB @ 8 jam, hal ini sudah sesuai dengan terapi
yang diberikan yaitu 3x 2,5 cc ( cth @ 8 jam) pemberian obat antikejang ini
sampai suhu tubuh pasien stabil. Antibiotik (anbacim yang berisi cefuroxime
dengan dosis 100mg/kgBB/hari. Diberikan injeksi anbacim 2x 400 mg IV,
dikarenakan kadar leukositnya tinggi. Terapi lain untuk mengobati gejala dan
untuk menunjang daya tahan tubuhnya, seperti mucous (ambroxol) 3x0,4 ml (PO)
untuk menangani batuknya. Dexamethasone 3x amp IV sebagai obat
antiinflamasi, serta Falergi (cetirizine) 2x 0,2 ml (PO). Dan Mikrolak Supp 1x
Pemberian pengobatan profilaksis ada 2 jenis profilaksis, pengobatan
profilaksis Intermitten pada waktu kejang demam Antipiretik (Parasetamol 10-15
mg/kg BB /kali bisa diberikan 4-5 kali per hari atau Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali,
diberikan 3-4 kali/hari) , Obat antikonvulsan (Diazepam oral : 0,5 mg/kgBB setiap
hari dan Diazepam rektal : 0,5 mg/kgBB/hari atau 5 mg untuk BB<10 kg; 10 mg
untuk BB>10 kg diberikan setiap 8 jam. pPemberian pengobatan profilaksis terus
menerus (continous tergantung dengan indikasi yang terjadi pada pasien, 1)
Kejang lama > 15 menit 2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus, 3) Kejang fokal 4) Pengobatan profilaksis dipertimbangkan
bila: kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada
bayi kurang dari 12, kejang demam > 4 kali per tahun, sebagian besar peneliti
setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat,
kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik. Pemberian dapat berupa Pengobatan Profilaksis dapat berupa :
Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 atau Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis, tetapi banyak sekali catatan dalam penggunaan obat ini, karena
kejang demam bukan merupakan penyakit yang berbahaya dan mengancam
nyawa pada anak, tetapi pengobatan dapat menimbulkan efek samping yang berat
maka pemberian obat ini untuk kasus yang sangat selektif dan dalam jangka

28

pendek, waktu pemberian 1 tahun bebas kejang dengan dosis diturunkan pada 1-2
bulan terkahir.6 Pada pasien ini walaupun termasuk kejang demam yang berulang
sebanyak 2 kali dalam 24 jam, dan memiliki indikasi diberikan profilaksis
continous, tetapi karena selama beberapa hari dirawat klinis anak baik dan tidak
muncul kejang berulang. Maka terapi yang diberikan dapat berupa profilaksis
intermittent dan observasi kejang, diazepam oral (stesolid syr 2mg/5ml) dengan
dosis 0,5 mg/kgBB/hari jadi sehari diberikan 4mg dibagi dalam 3 dosis (stesolid
3x cth) diberikan selama suhu tubuh masih naik dan turun, juga diberikan
paracetamol 3x cth jika panas. Pemberian ini sudah sesuai dengan teori
penggunaan profilaksis intermittent saat demam masih berlangsung dan tidak
memiliki faktor resiko yang lain.

BAB V
SIMPULAN
29

Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang terjadi pada bayi atau
anak (usia 6 bulan-5tahun) dengan kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari
38OC) akibat suatu proses ekstrakranial. Hingga kini belum diketahui dengan pasti
penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan
atas, radang telinga tengah (otitis media), pneumonia, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih.
Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Prinsip penatalaksaan kejang terdiri dari
3 hal yaitu mengatasi kejang fase akut, mengatasi, mencari, mengobati penyebab
demam, dan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Dengan

penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam adalah baik dan
tidak menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

30

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current
Pediatric Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. USA.
Lange Medical Books/McGrow-Hill. 2003. p 717-45.
2. Fuadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2010. Hlm. 66-69.
3. Jury, S., Febrile Convulsion, (2014, March 11), Available:
http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc_id=3722, (Accessed:
2015, February 27th).
4. Meliana, M. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, 2012. Universitas Airlanggs
September: 59 62
5. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics.
Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. Pensylvania. Saunder. 2014.
p 1993-2011.
6. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006.
Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2006
7. Waruiru, C, Appleton, R. 2010. Febrile Seizures : An Update, Archives of
Disease in Childhood, Royal Liverpool Childrens Hospital (Alder Hey),
Liverpool.
8. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical
Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. Philadephia. William
& Wilkins. 2011. p 1414-24.
9. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.
HK J Paediatri. 2012;7:143-151
10. Pasaribu, Adi. Kejang Demam Pada Anak yang disebabkan Karena Infeksi
Tonsil dan Faring. Universitas Sumatra Utara.2010. Vol 1 (1).
11. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th.
Pennsylvania. WB Saunders Company. 2012. p 793-800.
12. Zempsky
W.T.
Pediatrics,
Febril
Zeisures.
www.emedicine.com/emerg/topic376.htm. Last updated: October 14,
2011. Access: 2015, February 28th

31

Вам также может понравиться