Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar
1.1.1
2). Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai patahan tulang dan konsep yang harus diperhatikan pada fraktur terbuka
apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut.
1.1.2
Etiologi
Fraktur dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu:
Patofisiologi
Fraktur cenderung terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungkan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan fraktur pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya
insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause
(Reeves, 2001).
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smelzer, 2002). Fraktur kominutif
adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa bagian serpihan-serpihan
dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang. Fraktur segmental adalah dua fraktur
berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari
suplai darahnya. Untuk fraktur yang tidak sempurna, dimana salah satu sisi tulang
patah sedang sisi lainnya membengkok dan sering terjadi pada anak-anak (Lukman
dkk: Hal 30).
Fraktur terbuka
Dislokasi
Fraktur tertutup
kerusakan jaringan
Neuromuskular
Perdarahan
emboli lemak
hematom
Kerusakan
Neuromuskular
Post de entree
Syok Hemorargi
bengkak
Terputusnya
Kontinuitas tulang
Imobilisasi
Nyeri
Penurunan kekuatan
Nekrosi
Peristaltik Usus
dan ketahanan
tidak seimbang
Kerusakan Integritas
Resiko Konstipasi
Gerakan terbatas
Kulit
Gangguan mobilitas Fisik
Gambar 2.2 Pathway Fraktur. (Muttaqin, Arif, 127:2008).
1.1.4
Manifestasi Klinis
Gambaran yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah patah tulang
traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri, mungkin tampak jelas
posisi tulang atau ekstremitas yang dialami, pembengkakan disertai fraktur akan
menyertai proses peradangan, dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan,
yang mengisaratkan kerusakan syaraf, krepitus (suara gemertak), dapat terdengar
sewaktu tulang digerakan akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama
lain.
Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan
dan kelainan bentuk yaitu:
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen.
2) Setelah terjadi fraktur bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cederung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukan seperti normalnya.
3) Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah jam atau hari
setelah cedera.
5) Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, kripitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer, 2002:
Hal: 30).
1.1.5
Komplikasi
Komplikasi patah tulang batang humerus yang tersering adalah lesi pada saraf
indikasi untuk melakukan eksplorasi sekaligus melakukan fiksasi intern pada fraktur
(Smeltzer, 2002).
1.1.4.1 Komplikasi Awal
1) Syok. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
2) Kerusakan arteri adalah pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh:
tidak adanya nadi; CRT (Cappillry Refill Time) menurun; sianosis bagian
distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
3) Sindrom kompartemen. Suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot,
tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan
pembuluh darah.
4) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam.
5) Avaskular nekrosis (EVN). Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang.
6) Sindrom emboli lemak adalah koplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang karena sel-sel lemak yang dihasilkan sum-sum tulang
kuning masuk kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah.
1.1.4.2 Komplikasi Lama
1) Delayed Union: Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk sembuh atau bersambung dengan baik.
2) Non-Union: fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak
terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
3) Mal-Union: keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas (Noor Helmi, Zairin, 2012:30-32)
1.1.6
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksan penunjang dapat dilakukan dengan yaitu:
1. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi luasnya fraktur/trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI:memperlihatkan tingkat keparahan fraktur
juga dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vascular
4. Hitunglah darah lengkap: Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun
(Perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple trauma).
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple
atau cederahati (Sjamsuhidayat 2005).
1.1.7
Penatalaksanaan Medis
Konservatif
(penatalaksanaan
nonpembedahan
agar
Pengkajian Keperawatan
1.2.1.1.3.1
Identitas
Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh dari tempat tidur atau trauma
lain. Kadang kala klien datang dengan pembengkakan pada daerah klavikula yang
terjadi beberapa hari setelah trauma.
1.2.1.4.3.1
Keadaan umum
Pemeriksaan fisik
normal dan wajah simetris. Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik. Saraf
XI, tidak ada atropi otot trapezius. Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi
pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.
Pemeriksaan refleks: biasanya tidak didapat refleks-refleks patologis.
Pemeriksaan sensorik: biasanya fungsi sensorik tidak ada kelainan.
4) B4 (bladder). Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur
klavikula tidak mengalami kelainan pada system ini.
5) B5 (bowel). Pemenuhan nutrisi dan bising usus normal bila tidak disertai
nyeri hebat, mual dan muntah. Pola defekasi tidak ada kelainan.
6) B6 (bone). Klavikula membantu mengangkat bahu ke atas, keluar dan
kebelakang toraks. Adanya fraktur klavikula akan mengganggu fungsi
pergerakan bahu. Klavikula merupakan salah satu tulang tubuh yang paling
sering mengalami fraktur. Tulang ini patah karena trauma langsung atau
tidak langsung, seperti jatuh dengan posisi tertumpu pada telapak tangan
atau bahu. Biasanya tulang ini patah ditengah-tengah atau sepertiga dari
tengah.
1.2.2
Diagnosa Keperawatan
1.2.1.1 Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan
refleks spasme otot sekunder.
1.2.1.2 Gangguan
mobilitas
fisik
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskular.
1.2.1.3 Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani
operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi peran.
1.2.1.4 Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre luka
operasi (Muttaqin, Arif, 131:2008).
1.2.3
Intervensi Keperawatan
10
1.2.1.7.3.1
Nyeri
yang
berhubungan
dengan
Rasional
kompresi
saraf,
cedera
11
tulang/tegangan jaringan.
perubahan posisi.
6
penampilan pribadi.
7
7. Menurunkan edema/pembentu-kan
kebutuhan
nyeri.
ketorolak
1.2.1.8.3.1
neuromuskular.
Tujuan:
Klian
kemampuannya.
Kriteria hasil:
mampu
melaksanakan
aktivitas
fisik
sesuai
dengan
12
Intervensi
Rasional
motorik
2
secara umum.
2. Klien dibatasi oleh padangan diri
memerlukan informasi.
terhadap imobilisasi.
3
Kolaborasi:
1.2.1.9.3.1
fisik/okupasi/spesialis
rehabilitasi
13
Rasional
1. Resiko verbal/nonverbal dapat
dan gelisah.
Hindari konfrontasi.
14
mengungkapkan ansietasnya.
orang terdekat.
diekspresikan.
7. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
menghilangkan ansietas dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga
dan teman-teman yang dipilih klien
untuk melakukan aktivitas dan
pengalihan perhatian (misalnya,
membaca) akan mengurangi
perasaan terisolasi.
1.2.1.10.3.1 Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre
luka operasi.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil:
1) Klien mengenal faktor-faktor resiko
2) Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi
3) Menunjukan/mendemonstrasikan
teknik-teknik
untuk
meningkatkan
No
1
Intervensi
Rasional
1.
setiap hari.
15
2.
steril.
Pantau/batasi kunjungan.
3.
orang lain.
4
4.
5.
Menunjukan kemampuan
indikasi.
Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan
menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005:205).
1.2.5
Evaluasi Keperawatan
Merupakan langkah terakhir dari proses perawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
16
dalam
memahami
respon
terhadap
intervensi
keperawatan,
kemampuan