Вы находитесь на странице: 1из 13

PENATAAN RUANG SEBAGAI LANDASAN

PENGEMBANGAN WILAYAH PROPINSI GORONTALO

Abstrak
Lahirnya UU No. 22/ 1999 tentang otonomi daerah dan adanya hembusan angin
demokrasi yang bertujuan untuk lebih meningkatkan peran masyarakat dalam
pengambilan keputusan telah mendorong lahirnya propinsi baru. Disisi lain, fenomena ini
telah memunculkan tantangan bagi propinsi baru untuk menata sistem pembangunannya
dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Penatan ruang menjadi sangat relevan untuk
dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah. Melalui penataan ruang dapat
diwujudkan pembangungan yang bersinergi dan sistematis. Paper ini memberikan
gambaran tentang kedudukan Propinsi Gotontalo dalam konteks pengembangan Pulau
Sulawesi, Issue, permasalahan dan potensi yang dimiliki oleh Propinsi Gorontalo dan
konsep pengembangan kawasan.

Uraian tersebut merupakan langkah awal untuk

dikembangkan lebih lanjut guna mendorong pengembangan wilayah Propinsi Gorontalo


sehingga terwujud kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat.

DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH


Agustus 2002

PENATAAN RUANG SEBAGAI LANDASAN


PENGEMBANGAN WILAYAH PROPINSI GORONTALO

1. LATAR BELAKANG
Lahirnya UU 22/ 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan angin demokrasi yang
berhembus akhir-akhir ini di seluruh dunia yang mengutamakan aspirasi masyarakat dan
keinginan untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat telah menjadi salah
satu faktor pendorong terbentuknya propinsi-propinsi baru di Indonesia. Sampai saat ini
telah terbentuk 4 propinsi baru di Indonesia yaitu Propinsi Maluku Utara, Banten, Bangka
Belitung dan Gorontalo. Usulan pembentukan propinsi-propinsi baru juga muncul antara
lain dari Kepulauan Riau, Kalimantan Utara di Kalimantan Timur, Maluku Tenggara di
Maluku, Bima di Nusa Tenggara Barat, Tapanuli di Sumatra Utara, Flores di Nusa
Tenggara Timur, Madura di Jawa Timur, Ketapang di Kalimantan Barat dan Luwu Raya
di Sulawesi Selatan. Kesemuanya masih dalam proses pertimbangan di pemerintah.
Bila dicermati lebih dalam, terbentuknya propinsi baru ini tidak terlepas dari asumsi
bahwa dengan semakin dekatnya pengambil keputusan terhadap masyarakat dan semakin
pahamnya pengambil keputusan terhadap karakteristik masyarakatnya akan dicapai suatu
kebijakan pelayanan masyarakat yang lebih efisien (maximazing utility). Disamping itu,
masyarakat akan dapat mengontrol pelaksanaan pelayanan publik secara langsung akibat
jarak antara pengambil kebijakan yang semakin dekat masyarakatnya sehingga
akuntabilitas dari pengambil keputusan dapat dipantau terus menerus yang menjadi
prasyarat terciptanya kebijakan publik yang efisien dan efektif (good governance).
Meskipun demikian, terbentuknya propinsi-propinsi baru telah memunculkan berbagai
tantangan, antara lain :
1. Itikad untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sangat rentan untuk dicapai dengan
segala cara tanpa memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan. Konversi lahan

untuk kawasan hutan lindung menjadi kawasan budidaya guna meningkatkan


pendapatan asli daerah (PAD) merupakan contoh permasalahan yang sering terjadi.
2. Pembangunan infrastruktur untuk mendorong pengembangan ekonomi wilayah sering
ditinjau hanya dengan melihat kepentingan lokal dan melupakan efisiensi secara lebih
luas. Hal ini dapat memunculkan ketidak efisienan pembangunan infrastruktur karena
munculnya pemanfaatan infrastruktur yang rendah (underutilized of infratructure
facitlity).
3. Pengembangan ekonomi lokal yang hanya meninjau keunggulan komparatif lokal
tanpa melihat keunggulan kompetitif secara lebih luas dapat mengakibatkan
persaingan antar wilayah propinsi yang tidak sehat untuk komoditas-komoditas yang
sejenis.
Kondisi tersebut bisa menjadi persoalan pembangunan apabila tidak diikat dengan satu
kerangka keterpaduan yang mengedepankan kepentingan wilayah atau kawasan yang
lebih luas dan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Untuk mensinerjikan
kepentingan lokal tanpa melupakan keserasian antar wilayah dan sektor diperlukan satu
dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai
masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah
yang disusun dengan mengedepankan peran masyarakat secara intensif.
Dalam kaitan ini, penataan ruang pulau menjadi contoh yang cukup menarik, karena
diharapkan dapat menjadi alat koordinasi dan landasan penyiapan program pembangunan
lintas sektor (multi-stakeholders) dan lintas wilayah (cross-jurisdiction) dalam wilayah
pulau serta bisa menjadi alat perekat seluruh potensi pembangunan di dalam satu
kesatuan visi dan misi bersama sebagai upaya untuk menghindari terjadinya disintegrasi
wilayah. Rencana tata ruang ini tidak hanya memberikan arahan program pembangunan
untuk kepentingan pengembangan daerahnya tetapi sekaligus membantu mensinerjikan
potensi antar wilayah dan mengoptimalkan konstribusi pada ekonomi nasional.

II.

RTRW

PULAU

SULAWESI

SEBAGAI

ACUAN

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ANTAR PROPINSI DI


PULAU SULAWESI
Rencana Ruang Wilayah Pulau Sulawesi pada dasarnya disusun dalam rangka
mewujudkan

keterpaduan

program pembangunan

prasarana dan sarana, serta

pengembangan sektor-sektor lainnya dalam Sistem Nasional. Dengan adanya rencana


tata ruang wilayah Pulau diharapkan bahwa tercipta tinjauan yang lebih luas dari masingmasing propinsi dalam mengembangkan wilayahnya sehingga issue dan permasalahan
pembangunan yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah dapat dihindari sehingga pada
akhirnya pengembangan wilayah dapat terus ditingkatkan.
Dalam mendukung terwujudnya sistem pembangunan nasional, RTRW Pulau mencakup
4 (empat) komponen yaitu :
a. Sistem Prasarana antar kawasan dan antara pusat permukiman (kota).
b. Sistem Pusat-pusat permukiman (kota).
c. Sistem pengembangan kawasan andalan, tertentu, dan tertinggal prioritas.
d. Pengelolaan sumber daya air dan satuan wilayah sungai prioritas.
Secara lebih detail, ke 4 (empat) komponen diatas dielaborasikan ke dalam strategi
pengelolaan dan pengembangan wilayah Pulau sebagai berikut :
a. Kawasan lindung dan Budidaya (termasuk kawasan strategis seperti Kawasan
Andalan dan KAPET).
b. Sistem pusat-pusat pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan).
c. Sistem prasarana wilayah (jalan, jalan rel, pelabuhan laut, dan udara).
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa RTRW Pulau merupakan strategi
pengembangan dan pengelolaan sumber daya secara terpadu pada wilayah pulau dalam

rangka menciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional antara sentra-sentra produksi


pada kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pelayanan (permukiman perkotaan dan
perdesaan) dengan outlet-outlet pemasaran (pelabuhan laut dan udara) yang dihubungkan
satu dengan yang lain dengan sistem jaringan transporatasi (darat, laut, udara). Untuk
lebih jelasnya sistem pengembangan Pulau Sulawesi dapat dilihat pada peta dibawah ini.

III.

PENGEMBANGAN

PROPINSI

GORONTALO

DALAM

KONTEKS PENGEMBANGAN PULAU SULAWESI DAN


KAWASAN TIMUR INDONESIA.
Bila ditinjau lebih jauh, pengembangan Propinsi Gorontalo tidak bisa terlepas dari
pengembangan Pulau Sulawesi dalam rangka mendorong pembangunan di Kawasan
Timur Indonesia dan mengurangi ketimpangan ketimbangan Kawasan Barat dan Timur
Indonesia. Bila ditinjau berdasarkan sumbangan (shared) PDB terlihat bahwa Kawasan
Timur Indonesia (KTI) memberikan kontribusi sebesar 19 % terhadap PDB Nasional.
Kondisi ini menunjukkan bahwa

KTI sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan

Kawasan Barat Indonesia (KBI).


Disisi lain, Pulau sulawesi mempunyai potensi yang sangat besar untuk mempercepat
pertumbuhan dan pengembangan KTI. Hal ini dapat dilihat dari shared yang cukup besar
terhadap PDB Pulau yaitu mencapai 5 % terhadap PDB Nasional, menempati urutan
kedua setelah Kalimantan (8 %) dan lebih tinggi dibandingkan Pulau-Pulau lain di KTI
seperti Papua (3 %), Nusa Tenggara (1,5 %) dan Maluku (1,5 %).
Propinsi Gorontalo sebagai bagian dari Pulau Sulawesi memiliki banyak potensi yang
dapat dikembangkan guna mendorong pengembangan Pulau. Berdasarkan arah
pengembangan RTRW Nasional dalam mendorong pengembangan KTI, telah di
identifikasi potensi Propinsi Gorontalo sebagai berikut :

1. Sebagai pusat pengembangan kawasan prioritas, kawasan cepat tumbuh dan potensial
tumbuh mengingat lokasinya yang dekat dengan BIMP-EAGA.
2. Pengembangan kawasan tertinggal terutama di wilayah Batudara dan Popayato.
3. Sebagai simpul utama KTI dan didorong sebagai pusat (hub ekonomi) wilayah timur
Indonesia ke pasar internasional yang didukung oleh industri pengolahan. Konstalasi
keterkaitan simpul-simpul strategis itu adalah : Gorontalo, Manado, Bitung, Tahuna,
Palu, Kendari, Makasar, Pare-pare, Maros, Takalar, Palopo, dan Sungguminasa.
4. Sebagai sentra pendukung ketahanan pangan nasional yang diarahkan untuk
mendukung kebijakan substitusi impor. Hal ini dicapai melalui pengembangan pola
agroindustri terpadu dengan pengembangan potensi pertanian skala besar (agriculture
estate) yang dilengkapi dengan sistem manajemen modern berbasis teknologi serta
memiliki akses ke sentra produksi dan pasar regional atau internasional dengan
memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia.
5. Sebagai sentra pengembangan kelautan terpadu dengan memperhatikan peningkatan
kemampuan teknologi kelautan dan perikanan secara bertahap, pemanfaatan sumber
daya alam yang belum tergali secara berkelanjutan, pengembangan tidak terfokus
pada kawasan pesisir saja namun termasuk juga kawasan yang lebih luas menuju
pasar dunia.

IV.

SKENARIO

DAN

STRATEGI

PENGEMBANGAN

PENGEMBANGAN PULAU SULAWESI YANG TERKAIT


DENGAN PENGEMBANGAN PROPINSI GORONTALO.
Skenario pengembangan untuk menetapkan arahan pengembangan tata ruang wilayah
Pulau Sulawesi adalah skenario yang berorientasi ke luar dengan sistem outlet
hirarkis

fungsional

dan

dengan

memperhatiakan

keseimbangan

antara

pertumbuhan dan pemerataaan.


Dengan berhubungan secara terbuka dengan dunia luar, Pulau Sulawesi akan memiliki
pintu-pintu yang secara fungsional dan berhirarki, artinya akan ada beberapa pelabuhan/
c

bandara primer, beberapa pelabuhan/ bandara sekunder dan tersier. Hirarki ini ditujukan
untuk efisiensi pergerakan barang dan orang, serta menghemat pengeluaran pemerintah
dalam pembangunan infrastruktur.
Untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, maka diadala pulau diupayakan
adanya interaksi antar pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah belakangnya. Prasarana
transportasi selain akan berfungsi sebagai media peningkatan akses pergerakan barang
dan jasa juga meningkatkan peningkatan ekonomi (spread effect) ke wilayah
belakangnya.
Secara diagramatis, skenario pengembangan Pulau Sulawesi yang terkait dengan
pengembangan Propinsi Gorontalo adalah sebagai berikut (diagram 1) :

Diagram 1
Konsep & Skenario Pengembangan Pulau Sulawesi

Tolitoli

Gorontalo

Manado

Nasional
Nasional &
Internasional

Nasional
Bitung
Nasional

Poso

KTI: Maluku,
Irian

Palu
Luwuk
Palopo

Kalimantan
Selatan dan
Timur

Pare
pare
Watam
-pone

Kolaka

Kendari
Nasional

Makassar

Nasional &
Internasional

Baubau
Takalar

Bulukumb
a

NTT & NTB

Berdasarkan diagram diatas, konsep pengembangan Pulau Sulawesi yang terkait dengan
Pengembangan Propinsi Gorontalo diarahkan sebagai berikut :
1. Pulau Sulawesi akan memiliki 2 (dua) outlet utama yaitu Makassar dan Bitung, serta
beberapa outlet sekunder yaitu Kendari, Palu dan Luwuk. Pelabuhan Makassar
melayani wilayah Sulsel dan Sultra, Kalteng, Kaltim, Kalsel, dan NTT untuk pasar
ekspor. Pelabuhan Bitung melayani Sulut, Gorontalo, Sulteng, Maluku, dan Papua,
untuk pasar ekspor.
2. Produksi kawasan andalan akan dikumpulkan pada simpul terdekat untuk dibawa ke
simpul hirarki yang lebih tinggi. Akses antar simpul harus diupayakan lebih baik.
Pengembangan

jaringan

transportasi

yang

menghubungkan

antar

propinsi/antarkabupaten/kota atau antar kawasan andalan didasarkan pada konsep


keterkaitan antar kawasan.
3. Keberadaan kawasan lindung harus tetap dijaga kelestariannya agar keseimbangan
lingkungan tetap terjaga kesinambungannya.
Skenario diatas kemudian dijabarkan kedalam bentuk strategi pengembangan wilayah
Pulau Sulawesi untuk mewujudkan pola dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Pulau
yang diharapkan. Adapun strategi pengembangan dimaksud diuraikan sebagai berikut :
1. Percepatan pembangunan wilayah Tengah-Tenggara P. Sulawesi yang relatif
tertinggal agar terjadi keseimbangan perkembangan antar kawasan
2. Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan
wilayah pesisir secara lebih optimal,
3. Mendorong pengembangan sistem kota yang lebih efisien untuk menyebarkan dan
menyeimbangkan pusat-pusat pertumbuhan
4. Meningkatkan aksesibilitas antar kawasan yang menghubungkan potensi daratan dan
kelautan dengan pasar lokal (Sulawesi), regional (antar Pulau dalam wilayah
Indonesia), dan global (Asia Pasifik)

5. Mendorong terciptanya pengelolaan kompetisi antar-sektor dan antar-kawasan


unggulan (managed competition)
6. Mengembangkan sistem permukiman pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
terutama di P. Kabaena dan P. Buton (Sultra), Kep. Banggai (Sulteng) dan Kep.
Sangir-Talaud (Sulut).
7. Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional

dalam frame BIMP-EAGA dan

AIDA, untuk mewujudkan Sulawesi sebagai salah satu prime mover pengembangan
KTI.

IV.

ISSUE DAN PERMASALAHAN PENATAAN RUANG DI


PROPINSI GORONTALO

Penataan Ruang Propinsi Gorontalo diharapkan dapat menanggulangi issue dan


permasalahan yang terjadi secara komprehensif. Adapun issue dan permasalahan
pengembangan Propinsi Gorontalo adalah :
1. Pendapatan perkapitan yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari income perkapita
rata rata penduduk Propinsi Gorontalo yang mencapai 2,5 juta rupiah masih berada
dibawah income rata-rata penduduk Pulau Sulawesi yang mencapai 3 juta rupiah.
2. Infrastruktur terbangun relatif terkonsenterasi di Kota Gorontalo sehingga telah
memunculkan kesenjangan pembangunan dengan wilayah sekitarnya yaitu Kabupaten
Gorontalo dan Bulemao.
3. Besarnya potensi konflik lintas wilayah jurisdiksi di wilayah perairan dengan Sulut
dan Sulteng, terutama Teluk Tomini untuk penangkapan dan budidaya ikan/hasil-hasil
laut lainnya dan juga terjadi eksploitasi perikanan yang tidak terkendali seperti
disekitar perairan di wilayah Kabupaten Bualemo.
4. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pengelolaan sumber daya
alam yang kurang optimal dimana telah terjadi pendangkalan pada danau Limboto.

5. Masih kurangnya perhatian terhadap sektor distribusi akibat pelayanan dan kapasitas
prasarana dan sarana outlet (terutama pelabuhan laut) yang kurang memadai. Dalam
hal ini pelabuhan yang dimiliki hanya terdapat di Gorontalo sedangkan pelabuhan
Anggrek dan Kwandang masih kurang begitu optimal dioperasionalisasikan.,
sehingga mengakibatkan ketergantungan pengangkutan produk-produk ekspor pada
kapal asing serta orientasi pemasaran melalui Jakarta ataupun Surabaya.

V.

POTENSI PROPINSI GORONTALO

Meskipun terdapat issue dan permasalahan pengembangan wilayah, namun Propinsi


Gorontalo

memiliki

potensi-potensi

yang

dapat

digunakan

untuk

mendorong

pengembangan wilayah. Adapun potensi yang dimiliki oleh Propinsi Gorontalo adalah :

Letaknya yang strategis karena berada pada perlintasan dua kutub wilayah
perekonomian di sulawesi yaitu KAPET Manado-Bitung dan KAPET Batui sehingga
dapat menjadi persinggahan komoditi-komoditi antar kedua produsen tersebut
sebelum dipasarkan ke Konsumen.

Propinsi Gorontalo juga terletak yang berhadapan langsung dengan Philipina,


Malaysia dan Brunaidarussalam, maka ada potensi pengembangan eksport ke negaranegara tersebut terutama bagi komoditi andalan seperti kopra, cengkeh, pala, hasil
laut dan lain-lain. Selain itu Gorontalo berada pada mulut Lautan Pasifik yang
menghadap pada negara yang sedang tumbuh dan maju seperti Malaysia, Filipina,
Brunaidarussalam, Korea, Jepang, bahkan Amerika Latin yang merupakan pasar yang
potensial dimana tercatat pada periode 1996-2000 nilai ekspor komoditi Indonesia ke
Pasar Asia Fasifik mencapai 1.55.076,6 Juta dollar atau 59 % dari total ekspor pasar
dunia.

Terdapatnya potensi perikanan yang belum terolah yang terdapat di Laut Sulawesi
dan Teluk Tomini dimana berdasarkan data yang ada masih terdapat potensi yang
dapat dikembangkan yaitu sebesar 10-25 % .

Tersedianya cukup lahan untuk pengembangan pertanian dan perkebunan terutama di


Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo. Bahkan pada Tahun Anggaran 2000,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah telah memilih salah satu kecamatan
di Kabupaten Boalemo yaitu Kecamatan Randangan sebagai Kawasan Rintisan
pengembangan Kawasan Agropolitan.

Telah terdapatnya sarana dan prasarana pendukung perekonomian seperti pelabuhan


laut dan jaringan jalan yang dapat dijadikan alat penghubung ke konsumen. Seperti
diketahui saat ini terdapat 3 pelabuhan dengan klasifikasi Pengumpan Lokal yaitu
Pelabuhan Gorontalo, Anggrek, dan Kwandang.

VI.

KONSEP

PENGEMBANGAN

WILAYAH

PROPINSI

GORONTALO
a. Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sistem kota-kota di Propinsi
Gorontalo telah disusun secara berhirarkis dalam rangka pengembangan wilayah yang
sistematis. Kota Gorontalo ditetapkan sebagai Pusat Kota Nasional (PKN) yang berarti
merupakan pusat utama wilayah Propinsi Gorontalo dan didukung oleh Kota Limboto
dan Suwawa sebagai Pusat Kota Lokal (PKL).
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
b. Kota Gorontalo merupakan wilayah yang diarahkan menjadi pusat pertumbuhan
utama wilayah Propinsi Gorontalo dengan susunan fungsi kawasan sebagai wilayah
perkotaan dan didukung oleh sarana dan prasarana perkotaan.
c. Kota Limboto dan Suwawa diarahkan untuk menjadi kota tingkat kedua yang
menghubungkan kota utama dengan kota-kota kecil disekitarnya. Kota-kota ini juga
berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi wilayah belakangnya sebelum menuju
kota utama yaitu Gorontalo.

10

b. Pola Pengembangan Sektor Unggulan


Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan dalam Rencana Tata Ruang Nasional,
Sektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan di Propinsi Gorontalo dengan
memperhatikan kesediaan lahan, telah terciptanya network dengan pasar, telah menjadi
keahlian masyarakat, dan memberikan sumbangan yang besar terhadap perekonomian
propinsi adalah sektor-sektor sebagai berikut :
1. Perkebunan: kelapa dan cengkeh.
2. Perikanan : tuna
3. Pertanian : padi, jagung, dan holtikultura lainnya.
Bila dicermati, regionalisasi dari sektor-sektor itu secara umum dapat diarahkan sebagai
berikut :
1. Pengembangan Pertanian dan perkebunan potensial untuk dikembangkan di
Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo.
2. Pengembangan

Perikanan

potensial

untuk

dikembangkan

hampir

diseluruh

Kabupaten yang ada di Propinsi Gorontalo


c. Arahan Pengembangan Infrastruktur di Propinsi Gorontalo
Pengembangan infrastruktur menjadi sangat penting bagi propinsi baru seperti Gorontalo.
Infrastruktur dapat berfungsi sebagai struktur pembentuk ruang dan prasyarat untuk
pengembangan wilayah. Bila dilihat dari urgensi pengembangan jangka panjang, maka
arahan pengembangan infrastruktur harus ditujukan kepada :
1. Pembukaan akses ke daerah yang masih dapat dikembangkan seperti jalur Kota
Gotontalo ke Kabupaten Boalemo.
2. Peningkatan sistem koleksi dan distribusi seperti pelabuhan laut, bandara, dan
terminal antar kota terutama untuk distribusi lokal dan regional.

11

3. Perbaikan jalan yang ada mengingat total jalan yang rusak saat ini mencapai kurang
lebih 60 % dari jalan yang ada.
4. Dalam mendukung pengembangan perdagangan internasional produk unggulan
Propinsi Gorontalo, mempertimbangkan skala ekonomi (scale of Economic) dari
kegiatan yang ada dan jarak terhadap outlet, pengembangan infrastruktur ditujukan
untuk mempermudah akses ke Pelabuhan Bitung (Sulut) melalui pengembangan jalan
bebas hambatan dan jalur Kereta Api.

VII. PENUTUP
Pertimbangan penataan ruang menjadi cukup relevan untuk propinsi baru dalam rangka
mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh propinsi baru dan meminimalkan dampak
pembangunan yang telah terjadi dan potensial untuk terjadi dimasa depan. Melalui proses
penataan ruang diharapkan berbagai macam pemanfaatan ruang yang berkompetisi dapat
dikelola sehingga pada akhirnya dapat tercipta ruang yang berkualitas, bernilai dan pada
akhirnya menuju kepada pembangunan yang berkelanjutan.
Mengingat penataan ruang merupakan komitmen bersama pelaku pembangunan, maka
dalam setiap penyusunan kebijakan pertimbangan-pertimbangan aspek teknis harus
dilengkapi dengan adanya partisipasi masyarakat dan seluruh pelaku pembangunan.
Tanpa adanya partisipasi masyarakat, maka rencana pemanfaatan ruang yang disusun
hanya dilihat sebagai kepentingan pemerintah dan mengabaikan inisiatif dan kebutuhan
masyarakat. Pada akhirnya investasi publik yang dilaksanakan menjadi tidak
berkelanjutan karena rendahnya rasa memiliki dari masyarakat terhadap investasi yang
diperuntukkan kepadanya.
Peran pemerintah pusat sangat penting dalam memfasilitasi masalah pembangunan lintas
wilayah administratif. Dalam kerangka ini, pemerintah pusat harus mendukung
penyiapan sumberdaya manusia pemerintah daerah dalam penataan ruang dan
mendukung penyiapan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM) sehingga tercipta
pemerintah daerah yang mampu mengelola pembangunannya.

12

Вам также может понравиться