Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar


2.1.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi akibat kenaikan suhu (rectal
> 38C dan aksila > 38,8C) disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Sodikin, 2012).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer,
2000).
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari
37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab
penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan (Betz, 2002).
2.1.2. Klasifikasi
Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
1. Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana): kejang menyeluruh yang
berlangsung <15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

2. Complex febrile seizures/complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks:


kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung >15
menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang
tonik dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan
cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan
saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada
bayi tidak spesifik.
2.1.3. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) penyebab kejang demam yaitu:
1. Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui
atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor
presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit
demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian
atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
1. Gangguan vaskuler
1) Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat
terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.

2) Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub kranial


atau subdural.
3) Trombosis
4) Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
5) Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolism
1) Hipokalsemia
2) Hipomagnesemia
3) Hipoglkemia
4) Amino Asiduria
5) Hipo dan hypernatremia
6) Hiperbilirubinemia
7) Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
3. Infeksi
1) Meningitis
2) Enchepalitis
3) Toksoplasma kongenital
4) Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
1) Obat convulsion
2) Tetanus
3) Echepalopati timbal
4) Sigelosis Salmenalis

5. Kelainan kongenital
1) Paransefali
2) Hidrasefali
2.1.4. Manifestasi Klinis
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang
disertai demam pada bayi < 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Jika anak
berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam dibagi atas 2 jenis:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure); yaitu :
Kejang demam yang berlangsung singkat, < 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berupa kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang demam tidak berulang dalam 24 jam. Kejang jenis ini merupakan
80% dari seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) yaitu kejang dengan salah
satu ciri berikut :
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3) Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung

beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit. Gejalanya berupa:
1) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara
tiba-tiba)
2) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
3) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
4) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
5) Lidah atau pipinya tergigit
6) Gigi atau rahangnya terkatup rapat
7) Inkontinensia (mengompol)
8) Gangguan pernafasan
9) Apneu (henti nafas)
10) Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
1) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam
atau lebih

2) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala


3) Mengantuk
4) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
2.1.5. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glucose, sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh
membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat
dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat

mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di
ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai
apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

2.1.6. Komplikasi
1. Epilepsi

10

Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang


berlangsung lama dan dapat menjadi matang.
2. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelainan neurologis.
3. Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih
dari 30 menit)
4. Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi
spasme.
5. Kematian
2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam
antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi
pada aktivitas kejang
2) Glukosa, hipoglikemia ( normal 80 - 120)
3) Ureum / kreatinin, meningkat (ureum normal 10 50 mg/dL dan kreatinin
normal < 1,4 mg/dL)
4) Sel Darah Merah (Hb), menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )
2. Lumbal punksi, tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk
mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang
demam atau kejang karena infeksi pada otak. Pada kejang demam tidak
terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi. Pada kejang oleh
infeksi pada otak ditemukan :

11

1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning


santokrom.
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi
40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130150ml).
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0
mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
3. EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang
yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan
sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada
kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang
dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks.
4. CT Scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya.
5. Pemeriksaan Radiologis
Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang
peningkatan tekanan intracranial
6. Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu
untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran
otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus
araknoiditis.
7. Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada
penyumbatan

atau peregangan.

12

2.1.7. Penatalaksanaan Medis


Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan
darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan
dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan
1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul
kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB10 kg) atau 10
mg(BB10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit
kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti
dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah
kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50
mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama
kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan
dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya

13

dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum


membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral.
Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya
adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang
berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari,
12-24 jam setelah dosis awal.
1) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang
epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut.
Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi
tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui
faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila
menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap.
2) Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
a. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian
demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat
mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian
antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah
diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam
dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk
anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau

14

dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita


demam (berdasarkan resep dokter).
b. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian
antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang
menunjukkan hal berikut:
a) Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangannya.
b) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap.
c) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
d) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode
demam.

2.2. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1. Data subyektif
1) Biodata/Identitas
Biodata

anak

mencakup

nama,

umur,

jenis

kelamin.

Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit

15

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah


betul ada kejang?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak?
Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
3) Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.

4) Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

16

5) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa
makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.
6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,
kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya?

7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
8) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lainlain.

17

9) Riwayat kehamilan dan persalinan


Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
10) Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang
dapat menimbulkan kejang.

11) Riwayat perkembangan


Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan

mandiri,

bersosialisasi,

dan

berinteraksi

dengan

lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda,
dan lain-lain.

18

Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.


Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
12) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan)
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.
2. Data Dasar Pengkajian
1) Nutrisi dan Cairan
Sebelum sakit = makan : Nasi, bubur, ikan, sayur, buah (nafsu makan baik)
minum : air putih, susu
Sesudah sakit = makan : anak kurang nafsu makan minum : anak tidak suka
minum
2) Eliminasi
Sebelum sakit = BAB : 1-2 X/hari
BAK : 3-4 X/hari
Sesudah sakit = BAB : saat pengkajian penderita belum BAB
BAK : 2-3 X/hari
3) Aktivitas
Semua aktivitas dibantu orang tua
4) Istirahat dan Tidur

19

Pola tidur : tidur siang kurang lebih 3 jam


tidur malam10-11 jam
Saat sakit penderita sulit tidur karena suhu badan tinggi
5) Personal Higiene
Bersih, rapih, tidak ada masalah
6) Aktivitas bermain
Biasanya anak bermain berkelompok
7) Neurosensori
Sebelum kejang : anak tidak memberi reaksi apapun tentang adanya
kelainan neurosensori
Saat kejang

: bola mata terbalik keatas dengan disertai kekalunan dan

kelemahan
Sesudah kejang : anak tidak memberi repon apapun

8) Pernapasan
Respirasi : 26 X/m
Tidak ada pernapasan cuping hidung
9) Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala
a) bentuk simetris
b) tidak ada kelainan yang nampak
b. Mata
a) letak kedua mata simetris kiri/kanan
b) sklera tidak anemis

20

c) konjungtiva pucat
c. Telinga
a) bentuk : simetris kanan dan kiri
b) pendengaran baik
c) sekret kurang
d. Hidung
a) penciuman baik, tidak ada pernapasan cuping hidung
b) bentuk simetris
c) mukoza hidung berwarna merah muda
e. Mulut
a) gigi lengkap, tidak ada caries
b) mukoza mulut tampak kering
c) tonsil tidak hiperemi

f.

Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar

g. Thorax
a) cor bising kurang
b) pulmo : gerakan dada simetris, suara pernapasan vesikuler, tidak ada
kesulitan pernapasan. Ronchi (-), whezeng (-)
h. Abdomen
Lemas dan datar, tidak kembung
i.

Ekstremitas
a) atas : adanya ketegangan otot/kalium otot

21

b) bawah : adanya ketegangan otot/kekalunan otot


2.2.2. Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.

Hipertermi b/d adanya proses infeksi


Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d
pengeluaran yang berlebihan

2.2.3. Intervensi Keperawatan


2.2.3.1. Hipertermi b/d adanya proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu dalam batas normal (36 37 o C)
2) RR : < 40 x/mnt
3) N : 60-120 x/mnt
4) Tidak ada perubahan warna kulit
Intervensi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Intervensi
Kaji penyebab hipertermi
Observasi TTV
Beri kompres hangat pada
bagian dahi atau ketiak
Beri minum sedikit-sedikit tapi
sering
Pakaikan pakaian yang tipis
yang dapat menyerap keringat
Kolaborasi dengan dokter
dalam
pemberian
obat
antipiretik

Rasional
1) Hipertermi merupakan salah
satu gejala/kompensasi tubuh
terhadap adanya infeksi baik
secra lokal maupun secara
sistematik
2) Pada klien hipertermi terjadi
kenaikan ttv terutama suhu,
nadi, pernapasan. Hal ni
disebabkan karana metabolisma
tubuh meningkat.
3) Daerah dahi dan aksila
merupakan jaringan tipis dan
terdapat
pembulu
darah
sehingga proses vasodilatasi
pembuluh darah lebih cepat
sehinggga
pergerakanpergerakan
molekul
cepat sehinga
evaporasi
meningkat dengan cepat

22

4) Untuk mengganti cairan yang


hilang
dan
untuk
mempertahankan cairan di
dalam tubuh
5) Pakaian yang tipis dapat
membantu mempercepat proses
evaporasi
6) Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus.

2.2.3.2. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat
(kejang)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak
menjadi aktual.
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi kejang
2) Tidak terjadi cedera saat kejang
3) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
4) Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
5) Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
6) Memonitor faktor risiko dari lingkungan.
Intervensi:
Intervensi

Rasional

23

1) Jelaskan pada keluarga akibatakibat yang terjadi sat kejang


berulang (lidah tergigit)
2) Sediakan spatel lidah yang
telah dibungkus verban
3) Beri posisi miring kiri/kanan
4) Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat anti
konvulsan

5) Jelaskan pada keluarga akibatakibat yang terjadi sat kejang


berulang (lidah tergigit)
6) Sediakan spatel lidah yang
telah dibungkus verban
7) Beri posisi miring kiri/kanan
8) Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian obat anti
konvulsan

2.2.3.3. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam dapat
mempertahankan pola napas efektif
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
2) Menyatakan gejala berkurang
3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk
mengatasinya
Intervensi:
1)
2)
3)
4)

Intervensi
Anjurkan pasien mengosongkan
mulut dari benda atau zat
tertentu
Letakkan pasien pada posisi
miring dan permukaan datar
Masukkan spatel lidah/jalan
napas buatan
Kolabori
dalm
pemberian
oksigen sesuai indikasi.

1)
2)
3)
4)

Rasional
Menurunkan resiko aspirasi
atau masuknya suatu benda
asing ke faring.
Mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan napas
Mencegah tejatuhnya lidah dan
memfasilitasi saat melakukan
pengisapan lendir
Menurunkan hipoksia serebral
sebagai akibat dari sirkulasi
yang menurun.

2.2.3.4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
kurang

24

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi klien


terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Adanya minat/ selera makan.
2) Porsi makan sesuai kebutuhan.
3) BB dipertahankan sesuai usia.
Intervensi:
1)
2)

3)
4)
5)

Intervensi
Monitor intake makanan
Sajikan
makanan
yang
menarik, merangsang selera
dan dalam suasana yang
menyenangkan.
Berikan makanan dalam porsi
kecil tapi sering.
Timbang BB setiap hari.
Konsul ke ahli gizi.

1)
2)
3)
4)
5)

Rasional
Memonitor intake kalori dan
insufisiensi kualitas konsumsi
makanan.
Meningkatkan selera makan
sehingga meningkatkan intake
makanan.
Makan dalam porsi besar/
banyak lebih sulit dikonsumsi
saat pasien anoreksia.
Memonitor kurangnya BB dan
efektifitas intervensi nutrisi
yang diberikan.
Memberikan bantuan untuk
menetapkan diet

2.2.3.5. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan


tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan stabil
Kriteria Hasil :
1) Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
2) BB stabil
3) TTV dalam rentang normal
4) Tidak ada peningkatan suhu tubuh.
Intervensi:

25

Intervensi
1) Observasi TTV
2) Monitor
tanda-tanda
kekurangan cairan
3) Catat intake dan output pasien
4) Monitor dan catat BB
5) Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan IV

Rasional
1) Untuk
mengetahui
perkembangan pasien
2) Memantau terjadinya dehidrasi
3) Untuk
mengetahui
keseimbangan
masuk
dan
keluarnya makanan
4) Memberikan informasi tentang
keadekuatan masukan diet atau
penentuan kebutuhan nutrisi
5) Memenuhi cairan atau nutrisi
yang
belum
adekuatnya
masukan oral

2.2.3. Implementasi
Implementasi adalah realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan
sebelumnya Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan (Hidayat, 2008).
2.2.4. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien yang dinilai berdasarkan respon klien dan mengacu
pada kriteria yang telah ditetapkan pada intervensi keperawatan (Hidayat, 2008).

26

Вам также может понравиться