Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
: An. A
Tempat/tanggal lahir
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
Masuk RS
: 26 September 2013
Tanggal diperiksa
: 27 September 2013
Nama Ayah/Ibu
: Tn. F
Usia
: 5 tahun
Pendidikan
: belum sekolah
: kejang
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa seperti pasien
Riwayat Kehamilan :
Ibu G2P1A0 usia 27 tahun, kontrol kehamilan setiap bulan selama kehamilan ke bidan.
Riwayat muntah-muntah diawal kehamilan, perdarahan, bengkak anggota gerak selama
kehamilan disangkal. Riwayat DM dan hipertensi disangkal. Obat-obat yang diminum
adalah vitamin dan tablet.
Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan di bidan, cukup bulan (9 bulan), lahir spontan, BBL 3500 gram,panjang
badan 47 cm, begitu lahir langsung menangis dan tidak ada riwayat bayi kuning atau biru,
ibu sehat.tidak terdapat kelainan kongenital.
Riwayat Pasca Persalinan
Ibu mengaku rutin membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang dan mengaku telah
diimunisasi secara lengkap.
Kesimpulan : Riwayat kehamilan baik
Riwayat persalinan baik
Riwayat pasca persalinan baik
Riwayat Makanan
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 1,5 tahun. Kemudian nasi tim diberikan saat
anak usia 4 bulan, nasi diberikan bersama wortel, bayam , tahu dan tempe. Kadang-kadang
diselingi oleh cemilan seperti biskuit. Anak makan dua kali sehari dan selalu habis.
Riwayat Imunisasi
BCG : usia 2 bulan
DPT : 2 kali (usia 3 bulan dan 1 tahun)
Polio : 3 kali (usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan)
Campak : usia 9 bulan
Hepatitis B : 2 kali (usia 1 bulan dan 6 bulan)
Imunisasi lain : tidak dilakukan
Kesimpulan : riwayat vaksinasi lengkap sesuai umur.
III. PEMERIKSAAN FISIK
2
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital
: 90 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 37,80C
Berat badan
: 16 kg
: Gizi cukup
BB sekarang = 16 kg
BB normal = 17 kg (kurva CDC)
(BBs/BBn)x 100% = (16/17) x 100% = 94,1%
Kepala
Wajah
Mata
: CA -/- SI -/-
Hidung
Mulut
Telinga
Pemeriksaan Leher
Tidak ada pembesaran KGB, Trachea di tengah, dan tidak tidak terdapat kaku kuduk
Pemeriksaan Khusus
Thoraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: redup
Batas Jantung :
Kanan atas : ICS III Linea Parasternalis dextra
3
Inspeksi
Paru :
retaksi sela iga (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: Dinding dada sejajar dengan dinding perut, tidak ada masssa
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Genital
: (-)
b. Sianosis
: (-)
c. Ikterus
: (-)
d. Perdarahan
: (-)
4
e. Edema
: (-)
f. Turgor
: baik
: cukup
c. Rencana Pemantauan
Pemantauan tanda-tanda vital
d. Rencana Edukasi
Memberikan makanan yang bergizi
Menjaga kebersihan
VIII. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
: ad bonam
FOLLOW UP
S : Demam dan Nafsu makan menurun
O : Kesadaran : Compos Mentis
TD: tidak dilakukan
HR: 90
RR: 24
Suhu: 37,8oC
A : Kejang Demam Simpleks
P : IVFD ka-EN 3a 16 tpm makro
Cefotaxime 2x750 mg i.v
Puyer : Sanmol 20 mg dan Diazepam 1,6 mg 4 X 1
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium / tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak di atas umur 1 bulan, dan
tidak ada riwayat kejang sebelumnya.
II. Epidemiologi
Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih
dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali.(3) Kejang
demam terjadi pada 2-5% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun,
insidensi tertinggi pada umur 18 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi susunan saraf pusat, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama
demam. Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang kembali disertai
demam tidak termasuk dalam kejang demam.(2) Seorang anak yang mengalami
kejang demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena epilepsi ditandai dengan
kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya demam.
III.
Tipe Kejang
Kejang diklasifiaksikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah
kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang
parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan
parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).
1. Kejang parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejala
kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus
terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot;
sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami
gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau
seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan
klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala
autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya
ingat, disfagia, dan deJa vu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial.
Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai
hilangnya kesadaran.
Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal sebagai
kejang psikomotot atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus temporalis
medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum
yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang
kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau
rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang
terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis ( automatic behavior ).
Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk
tangan, mengecap-ngecap bibir, atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin
mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama
serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial
kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.
2.
Kejang Generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta
ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di
kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal.
Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami
kejang. Kejang ini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat
beberapa tipe kejang generalisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik,
kejang mioklonik, kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik.
a. Kejang absence ( petit mal )
Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih
dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan
pembicaraan, menatap kosong, atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien
mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali
sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang
dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang
setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonikklonik.
c. Kejang mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai,
cenderung singkat.
d. Kejang atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh.
e. Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di
lengan, tungkai, atau torso.
f. Kejang tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh
bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin
berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.
IV. Klasifikasi Kejang Demam
Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
1. Kejang Demam Sederhana
Adalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
bersifat umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Frekwensi kejang kurang dari 4x/tahun, dan biasanya kejang
timbul dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang Demam Kompleks
Adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, atau berulang dalam
24 jam. Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
V.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko
kejang demam yang penting adalah demam. Namun kadang-kadang demam yang
tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain,
seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
10
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah.
Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan
terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Dalam literatur disebutkan bahwa infeksi
oleh virus herpes simpleks manusia 6 yang merupakan penyebab dari Roseola sering menjadi
penyebab pada 20 % pasien kejang demam serangan pertama. Disentri karena Shigella juga
sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi
dibicarakan mengenai adanya hubungan antara kejang demam yang berulang dengan infeksi
virus influenza A.(5)
Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang
disebabkan oleh banyak macam agent, antara lain :
Bakteri
Virus:
Terutama yang disertai exanthema :
Varicella
Morbili
11
Dengue
Exanthemasubitung
VI.
Patofisiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu
senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel-sel otak dikelilingi
oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan
elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ di
dalam
sel
neuron
tinggi
dan
perbedaan
jenis
dan
12
terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron
repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar
dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih negative
atau ke potensial membrane istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel
neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron presinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps
ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Berkepanjangan (>1jam)
Hipotensi disertai
denyut jantung
Meningkatnya tekanan
darah
Menurunnya gula darah
darah
Meningkatnya kadar
Disritmia
glukosa
Meningkatnya suhu pusat
tubuh
Meningkatnya sel darah
putih
Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak
pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah
14
Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di
luar sistem saraf pusat, misalnya karena Tonsillitis, Bronchitis atau Otitis Media Akut.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-klonik, fokal
atau
akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak
memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.
Living Stone membagi kriteria kejang menjadi 2, yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana / KDS
2. Epilepsi yang Diprovokasi oleh Demam
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ditegakkan apabila kejang tidak memenuhi
salah satu atau lebih kriteria KDS. Kejang pada Epilepsi adalah merupakan dasar
kelainan, sedang demam adalah faktor pencetus terjadinya serangan.
Adapun kejang demam dibagi menjadi 2 bentuk (menurut Lwingstone), yaitu :
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
15
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum / saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.
Pemeriksaan Neurologis :
Tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai indikasi
untuk mencari penyebab kejang demam atau mengevaluasi sumber infeksi.
Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit serum
(Kalsium, fosfor, magnesium), ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin,
atau feses.
Pemeriksaan Radiologi :
X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas
indikasi. Pemeriksaan pencitraan dapat diindikasikan pada keadaan :
Adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala
Kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefal, spastisitas)
Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak, atau
edema papil)
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) :
16
8.3.Diagnosis Banding
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan
saraf pusat (otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan
jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal
IX. Penatalaksanaan
17
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.
3. Pemberian Obat Rumat
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salahsatu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi
pengobatan
rumat.
Kelainan
neurologis
tidak
nyata
misalnya
19
setelah
vaksinasi
DPT
atau
MMR.
Beberapa
dokter
anak
20
XI. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a.
2.
3.
Kelainan motorik
4.
b.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang demam adalah :
a.
b.
c.
d.
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a.
Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b.
c.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo TS. Kejang demam. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, Penyunting.
Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI;2000.h 244-52
2. Johnstone MV. Seizures In Childhood. In : Behrman Re, Kliegman RM, Jenson HB, ed.
Nelson Texbook of Pediatrics. 18 th ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 2007. P.2457-71
3. Chan KK,Cherk SWW, Chan CH, Ng Dkk, Ho JCS. Aretrospective review of first febrile
convulsion and its risk factor for reccurence in Hongkong Children. HKJ Paediatr 2007;
12: 181-7
4. Sheng M, Kim MJ. Post synaptic signaling and plasticity mechanism, Science 2002 ; 298:
776-80
5. Fisher RS, Wu J. Basic electrophysiology of febrile seizures. In; Baram TZ, Shinnar
S,ed, Febrile Seizure. San Diego: Academic press : 2002 P. 231-47
22
6. Parmar H,Lim SH, Tan Nc, Lim CC. Acute Symptomatic seizures and hippocampus
damage : Dwi and MRS findings. Neurologu 2006 ; 66: 1732-5
7. Surges R, Schulze-Bonhage A, Alten muller DM. Hippocampal Involvement in
secondarily generalised seizures of extrahippocamal origin. J. Neurol. Neurosurg.
Psyichiatry 2008 ; 79 : 924-9
8. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006
23