Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Aku sudah lulus dari kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus.
Lamaran kepada diriku untuk menikah juga mulai berdatangan, akan tetapi
aku tidak mendapatkan seorangpun yang bisa membuatku tertarik.
Kemudian kesibukan kerja dan karir memalingkan aku dari segala hal yang
lain. Hingga aku sampai berumur 34 tahun.
Ketika itulah aku baru menyadari bagaimana susahnya terlambat menikah.
Pada suatu hari datang seorang pemuda meminangku. Usianya lebih tua
dariku 2 tahun. Dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku
ikhlas menerima dirinya apa adanya.
Kami mulai menghitung rencana pernikahan. Dia meminta kepadaku photo
copy KTP untuk pengurusan surat-surat pernikahan. Aku segera
menyerahkan itu kepadanya.
( )
Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu,
sehingga engkau menjadi puas. (Adh Dhuha: 5)
Demi Allah, seolah-olah aku baru kali itu mendengar ayat itu seumur
hidupku. Pengaruhnya luar biasa, jiwaku menjadi tenang.
Setelah seluruh ritual umrah selesai, aku kembali ke Cairo. Di pesawat aku
duduk di sebelah kiri ayahku, sementara disebelah kanan beliau duduk
seorang pemuda.
Sesampainya pesawat di bandara, akupun turun. Di ruang tunggu aku
bertemu suami salah seorang temanku. Kami bertanya kepadanya, dalam
rangka apa ia datang ke bandara?
Dia menjawab bahwa ia lagi menunggu kedatangan temannya yang kembali
dengan pesawat yang sama dengan yang aku tumpangi. Hanya beberapa
saat, tiba-tiba temannya itu datang. Ternyata ia adalah pemuda yang duduk
di kursi sebelah kanan ayahku tadi.
Selanjutnya aku berlalu dengan ayahku..
Baru saja aku sampai di rumah dan ganti pakaian, lagi asik-asik istirahat,
temanku yang suaminya tadi aku temui di bandara menelphonku. Langsung
saja ia mengatakan bahwa teman suaminya yang tadi satu pesawat
denganku sangat tertarik kepada diriku. Dia ingin bertemu denganku di
rumah temanku tersebut malam itu juga. Alasannya, kebaikan itu perlu
disegerakan.
Jantungku berdenyut sangat kencang akibat kejutan yang tidak pernah aku
bayangkan ini.
Lalu aku meminta pertimbangan ayahku terhadap tawaran suami temanku
itu. Beliau menyemangatiku untuk mendatanginya. Boleh jadi dengan cara
itu Allah memberiku jalan keluar.
Setiap kali aku mengadukan bahwa rasanya kandunganku ini terlalu besar,
dokter itu menjawab:
Itu karena kamu hamil di usia sudah sampai 36 tahun.
Selanjutnya datanglah hari-hari yang ditunggu, hari saatnya melahirkan.
Proses persalinan secara caesar berjalan dengan lancar. Setelah aku sadar,
dokter masuk ke kamarku dengan senyuman mengambang di wajahnya
sambil bertanya tentang jenis kelamin anak yang aku harapkan. Aku
menjawab bahwa aku hanya mendambakan karunia Allah. Tidak penting
bagiku jenis kelaminnya. Laki-laki atau perempuan akan aku sambut dengan
beribu syukur.
Aku dikagetkan dengan pernyataannya:
Jadi bagaimana pendapatmu kalau kamu memperoleh Hasan, Husen dan
Fatimah sekaligus?
Aku tidak paham apa gerangan yang ia bicarakan. Dengan penuh penasaran
aku bertanya apa yang ia maksudkan?
Lalu ia menjawab sambil menenangkan ku supaya jangan kaget dan histeris
bahwa Allah telah mengaruniaku 3 orang anak sekaligus. 2 orang laki-laki
dan 1 orang perempuan.
Seolah-olah Allah berkeinginan memberiku 3 orang anak sekaligus untuk
mengejar ketinggalanku dan ketuaan umurku.
Sebenarnya dokter itu tahu kalau aku mengandung anak kembar 3, tapi ia
tidak ingin menyampaikan hal itu kepadaku supaya aku tidak merasa cemas
menjalani masa-masa kehamilanku.
Lantas aku menangis sambil mengulang-ulang ayat Allah:
( )
Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu,
sehingga engkau menjadi puas. (Adh Dhuha: 5)