Вы находитесь на странице: 1из 6

Abstrak

Kata Kunci:------------

Pendahuluan
Mikrofosil merupakan fosil-fosil yang berukuran< 0,5m, dimana dalam mengamati
fosil-fosil tersebut diperlukanalat bantu berupa mikroskop. Mikrofosil sangat berguna untuk
dipelajari karena mikrofosil dapat memberikan informasi mengenai lingkungan di masalalu.
Mikrofosil juga merupakan indikator dari kondisi fisika maupun kimia dari suatu habitat, dimana
mikrofosil dapat merekontruksi kuantitatif maupun kualitatif parameter suatu lingkungan.
Mikrofosil ini terdiri dari berbagai macam jenisnya. Berdasarkan dinding cangkangnya,
mikrofosil ini dapat dibagi menjadi empat jenis. Yaitu kelompok Calcareous microfossil
(meliputi foraminifera, calcareous algae, ostracods, pteropods, dan bryozoa), kelompok
Phosphatic microfossil (meliputi Conodonta), kelompok Siliceous microfossil (meliputi
Radiolaria, Diatoms, serta Silicoflagelata dan Ebridians), dan kelompok yang terakhir ialah
Organic-walled microfossil (meliputi Dinoflagelata, Chitinozoa, serta spora dan pollen).
Dalam paper ini akan dibahas sebagian dari jenis mikrofosil yang ada. Adapun yang akan
dibahas ialah aplikasi dari Diatom, Radiolaria, dan juga Calcareous Algae.
Diatom
Diatom merupakan mikro algauniseluler yang distribusinya sangat universal di semua tipe
perairan. Diatom merupakan penyusun utama fitoplankton baik di ekosistem perairan tawar
maupun laut dengan jumlah spesies terbesar dibandingkan komunitas mikro alga lainnya.
Potensi diatom sebagai bioindikator lebih baik dibandingkan dengan kelompok organisme yang
lainnya. Keunggulan tersebut dikarenakan distribusi diatom yang luas, populasi variatif,penting
dalam rantai makanan, dijumpai dihampir semua permukaan substrat (mampu merekam sejarah
habitat), siklus hidup pendek dan reproduksi cepat, banyak spesies sensitif terhadap perubahan

lingkungan, mampu merefleksikan perubahan kualitas air dalam jangka pendek dan panjang,
mudah pencuplikan; pengelolaan dan identifikasinya (Gellet al., 1999; Round et al., 2000). Hal
tersebut di atas member nilai tambah potensi diatom untuk biomonitoring ekosistem akuatik
yang telah dikenal di seluruh dunia (John,2000). Pemanfaatan diatom sebagai bioindikator
perairan telah banyak di implementasikan. Potensi diatom sebagai bioindikator banyak
digunakan pada kegiatan paleorekonstruksi perubahan lingkungan. Pada mulanya digunakan
foraminifera karena dinding selnya tersusun dari karbonat yang dapat memfosil. Tetapi
foraminifera hanya dijumpai pada habitat laut sampai perairan payau sehingga tidak dapat
diimplementasikan untuk perairan tawar (Soeprobowatiet al., 2000). Demikian juga Radiolaria
berdinding sel dari silika yang dapat memfosil, tetapi habitatnya hanya pada laut dalam (Haslett,
2002). Diatom memiliki karena arsitektur dan anatomi dinding selnya yang tersusun dari silika,
menyebabkannya dapat tersimpan dalam kurun waktu yang sangat lama di dalam sedimen.
Radiolaria
Radiolaria berasal dari bahasa latin radiolus, artinya sinar kecil (little ray). Radiolaria adalah
protista planktonik yang terbentuk terutama pada laut terbuka, wilayah laut dalam. Radiolaria
dapat dikatakan sebagai sekelompok zooplankton yang berasal dari kelompok protozoa yang
berukuran antara 0,1-0,2 mm. rediolaria merupakan hewan renik yang memiliki rangka dari
mineral silikat (SiO2) yang tidak hancur ketika hewan ini mati dan terendapkan di laut yang lebih
dalam dari 4000 meter. Hewan laut renik lainnya yang mempunyai rangka dari karbonat (CaCo 3),
misalnya ordo foraminifera akan hancur rangkanya ketika tenggelam ke kedalaman lebih dalam
dari 4000 meter. Maka di laut yang lebih dalam dari 4000 meter lantai samudera biasanya hanya
ditutupi lumpur radiolaria, yaitu kumpulan rangka-rangka renik radiolaria. Lumpur radiolaria ini
berguna untuk membentuk minyak bumi, bahan penggosok dan bahan peledak. Radiolaria ini
juga mampu membentuk rinjang, yang dinamakan rinjang radiolaria.
Calcareous Alga
Menurut Dawson (1966) Calcareous Alga memiliki peranan penting dalam pembentuk
ekosistem. Tumbuhan ini hidup sebagai fitobentik yang menancap atau menempel pada substrat
lumpur, pasir, karang mati atau benda-benda lainnya yang berada di dasar laut. Calcareous alga
yang mati akan membentuk batuan karbonat yang bersifat kerangka atau sebagai terumbu.

METODE
Metode yang digunakan dalam penyusan paper ini ialah studi pustaka. Dimana setiap
data ataupun informasi yang terdapat paper ini didapatkan dari artikel,paper,buku,ataupun hasi
penelitian yang merujuk pada objek yang dibahas. Yang selanjutnya data ataupun informasi
tersebut diolah kembali guna mendapatkan data sistematis dan sesuai dengan apa yang
diperlukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Aplikasi Diatom sebagai Bioindikator Lingkungan
Diatom merupakan microalgae yang dapat menjadi indikator kualitas air yang dapat ditolerir
oleh spesies diatom tersebut. Analisis diatom dilakukan terdiri atas tahap digesti, preparasi dan
identifikasi-enumerasi. Pada proses digesti untuk memisahkan diatom dari partikel sedimen
dengan HCl 10% dilanjutkan dengan H2O2 10%. Tahap kedua dilakukan pembuatan preparat
dengan perekat Hyrax. Tahap ketiga merupakan tahap identifikasi dan penghitungan jumlah
individu dari setiap diatom yang ditemukan.
Diatom arafid yang berjenisSynedra ulna merupakan diatom dominan di perairantawar Indonesia
baikpadaekosistemlotikmaupunlenthik (Soeprobowatidkk, 2001; Soeprobowatiet al., 2005).
JenisS.

ulnatermasukspesiestolerandanbanyakdijumpai

di

ekosistemsungaimaupundanaudengankandunganbahanorganink yang tinggi (Gellet al, 1999;


Sonnemanet al., 2000).

Contoh

yang

diambil

adalah

stratigrafi

diatom

danau

rawa

pening

Synedraacus lebih sensitif, cukup melimpah di Aste tapi tidak di Tg. Sementara spesies-spesies
benthic maupun epifitik tidak dijumpai melimpah di lokasi As.
Stratigrafi pada empat lokasi penelitan Danau Rawa pening secara keseluruhan menunjukan
kecenderungan serupa yaitu dominannya diatom eusentrik, dengan spesies dominan antara lain
Aulacoseiraambigua, A. distans, A. granulate, dan Discotellastelligera. Dominansi Discostella
Setlligera mengindikasikan danau dengan turbulensi yang tinggi .sebagai akibatnya nutrient
menjadi melimpah di perairan.
A. granulate dominan mengindikasikan bahwa kandungan total fosfor lebihtinggi (20 1.000
g/L) dengan pH lebih basa. Menurut Sonneman, A. granulate mendominasi perairan jika
kondisi perairan tersebut basa dan lingkungan yang turbulen.
Aplikasi Radiolaria sebagai indikator sedimen laut dalam
Radiolaria memiliki banyak aplikasi terhadap kehidupan manusia. Fosil radiolarian dapat
membentuk endapan di laut dalam dan membentuk lumpur radiolarian yang dapat digunakan
sebagai bahan penggosok dan bahan peledak. Radiolaria ini juga mampu membentuk rinjang ,
yang dinamakan rinjang radiolaria. Rijang merupakan batuan sedimen yang diendapkan di laut

dalam (abyssal), yang berdasarkan kandungan fosil renik Radiolaria (Wakita,dkk 1996)
menunjukan bahwa satuan ini berumur kapur atas. Kebanyakan perlapisan rijang tersusun oleh
sisa organism penghasil silika seperti radiolaria. Endapan tersebut dihasilkan dari hasil
pemadatan dan rekristalisasi dari lumpur silika organik yang terakumulasi pada dasar lautan yang
dalam. Lumpur tersebut bersama-sama terkumpul dibawah zona-zona plangtonik radiolaria saat
hidup di permukaan air dengan suhu yang hangat. Saat organism tersebut mati, cangkang mereka
diendapkan perlahan di dasar laut dalam yang kemudian mengalami akumulasi yang masih
saling lepas. Material-material tersebut diendapkan jauh dari busur daratan hingga area dasar
samudera, saat suplai sedimen terrigenous rendah, dan pada bagian terdalam dari dataran abyssal
terdapat batas ini dinamakan carbonate compensation depth (CCD), dimana akumulasi materialmaterial calcareous tidak dapat terbentuk. Hal ini dikarenakan salah satu sifat air adalah air
dingin akan mengikat lebih banyak CO2 dibandingkan air hangat. Di laut, terdapat satu batas
yang jelas di mana kandungan CO2 di bawah lebih tinggi. Di bawah batas tersebut, kandungan
CO2 sangat tinggi akibatnya organisme yang mengandung karbonat akan larut di CCD sehingga
tidak akan mengendap karena tidak pernah sampai kedasar laut. Carbonate compensation depth
ini terletak sekitar kedalaman 2500 meter atau 2,5 kilometer di bawah permukaan laut.Pada zona
ini karbonat telah terlarut dan yang tersisa di zona ini hanyalah lumpur yang berasal dari fosil
diatom dan radiolaria yang berasal dari silika yang mampu bertahan hingga kedalam 4000
meter. Akibat hal inilah sedimen laut yang mengandung radiolarian dapat dijadikan sebagai
indikator laut dalam.
Aplikasi Calcareous Alga sebagai
Dalam pembentukan bantuan karbonat, terdapat jenis batua karbonat yang bersifat
kerangka atau seabagi suatu terumbu. Dalam jenis ini terdapat batuan karboanta yang berasala
dari calcareous alga. Ketika calcareous alga mati, ia akan meninggalkan fosil skeleton yang
sebenarnya bukanlah skeleton sesungguhnya, tetapi endapan kalsium karbonat yang terbentuk
seperti skeleton. Skeleton-skeleton inilah yang nantinya akan membentuk sedimen pada tropikal
lagoon dan reef Dalam KarbonatButiran kurang dari 10% dari seluruh batuan maka disebut
mudstone. Mudstone terdapat dalam lingkungan carbonate platform dan cekungan. Calcareous
mudstone berasal dari hancurnya calcareous alga hijau, pemisahan partikel-partikel skelatal
besar, dan kemungkinan penyerapan inorganik dari air laut. Mudstone pada lingkungan cekungan

dan slope berasal dari winnowed platform muds (periplatform ooze) atau berasal dari cangkangcangkang nannoplankton coccoliths (nannofosil ooze). Mudstone berakumulasi pada lingkungan
energi rendah

Kesimpulan
Mikrofosil yang memiliki ukuran yang sangat kecil, ternyata memiliki banyak manfaat.
Manfaat-manfaat mikrofosil tersebut dapat ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti
diatom yang bermanfaat sebagai bioindikator lingkungan, dimana....
Selain diatom,

mikrofosil lain seperti radiolaria juga memiliki manfaat sebagai indikator

sedimen laut dalam. Batuan sediment yang mengandung radiolaria berarti terendapkan pada
daerah abyssal. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 2500 meter dibawah permukaan laut
terdapat batas yang dinamakan carbonate compensation depth (CCD). CCD terbentuk karena
perbedaan kandungan CO2. di bawah batas CCD air laut lebih dingin dan menyebabkan
kandungan CO2 lebih tinggi. Dengan kata lain organisme yang mengandung karbonat akan
terlarut dibawah kedalamn 2500 meter dan tidak akan terendapkan. Sedangkan radiolarian yang
cangkangnya mengandung silica akan melewati zona CCD tersebut dan terendapkan ke dasar
laut. Sehingga saat cangkan dari radiolaria ini terendapkan, cangkan dari radiolaria ini akan
membentuk endapan sedimen laut dalam. Yang merupakan sedimen yang terendapkan di
kedalaman lebih dari 2500 meter.

Вам также может понравиться