Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TUMOR JINAK
PENDAHULUAN
Secara klinik tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan non neoplasma misal
kista, radang atau hipertrofi.
Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena
timbul dan berkembang biaknya sel-sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini
tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker/ karsinoma
atau sarkoma tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya
(destruktif) dapat menyebar ke bagian lain tubuh dan umumnya fatal jika dibiarkan.
Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi
membesar dan menekan jaringan sekitarnya (ekspansif), dan umumnya tidak bermetasis,
misalnya lipoma.
Jenis tumor:
Pembengkaan
Neoplasma
(tumor)
Non neoplasma
Kista
Maligna
(Kanker)
Karsinoma
Benigna
Sarkoma
Radang
Hipertrofi
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran progresif pada kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Doengoes, 2000: 67)
Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran adenomateus dari kelenjar
prostat (Barbara C Long, 1996)
Benigna prostat hipertrofi adalah pembentukan jaringan prostat yang
berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Depkes 1999, hal 108)
Benigna prostat hipertrofi adalah hiperflasi peri uretral yang merusak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Syamsuhidayat, Jong. 1997:
1058)
B. Etiologi
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon
enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329)
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia
prostat adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada
usia lanjut
2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000, hal 74-75)
Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan
perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long, 1999:
32)
C. PATOFISIOLOGI
BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan
mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Penyakit ini
dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH
ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan
tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi. Hormonal
yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya keseimbangan
antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron menurun dan
estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang
dikonsumsi oleh seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi
proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat maka terjadi
obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung kemih. Untuk mengatasi hal
tersebut
maka
tubuh
mengadakan
oramegantisme
yaitu
kompensasi
dan
D. PATHWAYS KEPERAWATAN
Perubahan Usia
Perubahan kesimbangan estrogen dan Progesteron
Testosteron menurun
Estrogen meningkat
Perubahan patologik anatomik
BPH
Retensi pada leher buli-buli dan prostat meningkat
Obstruksi saluran kemih yang bermuara di VU
Kompensasi otot detruktor
Penebalan dinding VU
Nyeri suprapublik
Kontraksi otot
Retensi Urine
Aliran urine ke ginjal
(refluks VU)
Kesulitan berkemih
Tekanan ureter ke ginjal
Resiko infeksi
Kerusakan fungsi ginjal
Insisi prostat
Perdarahan
Perubahan Eliminasi
Berkemih
Keseimbangan
Cairan terganggu
Resiko
Infeksi
Resiko
disfungsi seksual
Peregangan
Spasme otot VU
Resiko kekurangan
Volume cairan
Nyeri(akut)
(Mansjoer Arief, 2000, Long BC, 1996. Doengoes, 2000)
E. Manifestasi Klinikl
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary Tract
Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif.
1. Gejala iritatif
Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari
(nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi
(disuria)
2. Gejala Obstruktif
Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi
menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus
(intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine
dan inkontinensia karena overlow.
Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal ginjal,
peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala dapat dilihat
dari stadiumnya
a. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis
b. Stadium II
Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc
Nokturia
c. Stadium III
Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih
d. Stadium IV
Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar
periodik. (Depkes, 1996, hal 109)
Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu:
a. Rectal Grading
0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal
Sisa urine
0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1
>150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3
Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status
metabolik
Darah lengkap
Leukosit
Blooding time
Liver fungsi
2. Pemeriksaan Radiologi
Prelograf intravena
USG
Sistoskopi
H. Penatalaksanaan
a. Observasi
b. Terapi medika mentosa (penghambat Adrenergik , penghambat enzim 5-reduktase, fisioterapi)
c. Terapi bedah dan terapi infasiv
(Mansjoer Arif, 2000: 333)
I. Fokus Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Tanda: peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala: penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan, keraguan-raguan
pada berkemih awal.
Konstipasi
Tanda: massa: Padat di bawah abdomen (distensi kandung kemih) nyeri tekan
kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan
peningkatan
tekanan
abdominal
yang
memerlukan
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi:
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Rasional: meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung
kemih
Awasi TTV dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, timbang tiap
hari, pertahankan pemasukan dan pengeluaran yang akurat
Rasional: kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi
cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan
ginjal total
Dorong masukan cairan sampai 300 ml sehari dalam toleransi jantung bila
diindikasikan
Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
kandung kemih dan pertumbuhan bakteri
Intervensi
Intervensi:
Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran
mukosa oral
Rasional: Memampukan deteksi dini/ intervensi hipovolemik, sistemik
Carpenito Linda Juan. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. EGC:
Jakarta.
Doengoes E Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawtan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.
Syamsuhidayat, R. 1997. Keperawtan medikal Bedah. EGC: Jakarta.