Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 2012 dari Saudi Arabia, sekitar 30%
BAB 2
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran napas bagian
atas dan saluran napas bagian bawah. Saluran napas bagian atas terdiri dari:
rongga hidung, faring dan laring. Saluran napas bagias bawah terdiri dari trakea,
bronkus, bronkiolus, dan paru-paru.
2.1.1 Hidung
Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung
berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus
maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus
sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga
tulang tapis.
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan
rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi
yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung
juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.
2.1.2 Faring
makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru.
Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran
makanan)
Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di
belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.
2.1.3 Laring
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,
glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan di depan laringofaring dan
bagian atas esofagus.
Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai
berikut:
-
cricotyroidea.
Cornu
inferior
cartilago
thyroidea
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis
yang dilapisi oleh sel epitel berlapis.
2.2.2 Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa
cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai
akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil
yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
2.2.3 Paru-Paru
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri
dari 3 lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media,
lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus
( lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama
segmen. Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10
segmen, yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
10
Suplai Darah
Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel
kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi
cabang- cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang
terminal berakhir dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap
alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara
progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua
pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam
atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta
menyuplai jaringan paru dengan darah yang teroksigenasi.
11
12
BAB 3
MERS-CoV
3.1. Pengertian MERS-CoV
MERS-CoV (Middle East Respiratory Syndrome-Coronavirus) adalah virus
yang termasuk dalam spesies coronavirus dan terletak dalam sub-family yang
sama dengan SARS-coronavirus. Secara genetik kerabat paling dekat dari MERSCoV yang telah ditemukan sampai saat ini merupakan coronavirus yang berasal
dari kelelawar, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa MERS-CoV juga
berasal dari kelelawar. Ada juga bukti-bukti yang mengarahkan bahwa virus
MERS-CoV ditransmisikan melalui kontak dengan unta atau kambing, namun
sampai sekarang belum ada data pasti yang mendukung teori tersebut.
13
dibidang infeksi menunjukan bahwa MERS-CoV tidak terikat pada reseptor yang
sama dengan SARS-CoV, yaitu angiotensin converting enzym 2 (ACE2), dan
bahwa MERS-CoV memiliki host yang sebarannya lebih luas dibandingkan
SARS-CoV. Struktur genom MERS-CoV memiliki kemiripan dengan coronavirus
lainnya, dengan dua per tiga band 5' mengkode protein non-struktural (NSPs)
yang dibutuhkan untuk replikasi genom virus, dan satu per tiga band 3' sisanya
mengkode gen-gen struktural yang membentuk virion virus (spike, selubung,
membran, dan protein nukleokapsid) dan empat gen aksesoris lainnya.
Terdapat satu kesamaan antara MERS-CoV dengan SARS-CoV dimana
keduanya memiliki kemampuan untuk menghambat respons interferon tipe I
(IFN) pada sel yang terinfeksi. Namun, MERS-CoV ditemukan jauh lebih sensitif
terhadap terapi IFN tipe exogenous dibanding SARS-CoV dimana fakta ini
mungkin penting dalam patogenesis infeksi MERS-CoV. Beberapa protein yang
dikode oleh SARS-CoV berfungsi sebagai antagonis innate immune signaling,
dan MERS-CoV juga mengkode beberapa antagonis IFN.
3.3 Infeksi
MERS-CoV telah terbukti dapat menginfeksi sel-sel manusia, primata, babi,
dan kelelawar. Dari penelitian ex-vivo infeksi kultur sel epitel paru dan saluran
napas manusia didapatkan sel alveolar tipe II dan sel epitel paru tak bersilia (sel
Clara) sebagai target dari infeksi, bukan sel epitel bersilia yang mengeksprsikan
14
ACE2 seperti target infeksi SARS-CoV. Menariknya, pada setidaknya satu kasus,
MERS-CoV juga menginfeksi sel endotel, menunjukan perbedaan mencolok
dengan SARS-CoV yang secara spesifik menginfeksi sel epitel bersilia di paruparu. Reseptor MERS-CoV baru-baru ini diidentifikasi sebagai dipeptidyl
peptidase 4 (DPP4) oleh analisis spektrometri massa in vitro dari ikatan protein
sel Huh7 pada protein spike MERS-CoV. Dari eksperimen-eksperimen yang ada,
DPP4 terbukti dibutuhkan untuk infeksi ke sel dan memiliki fungsi beragam
dalam homeostatis glukosa, aktivasi T-cell, fungsi neurotransmitter, dan modulasi
signal jantung. Inhibisi fungsi enzimatik dari DPP4 tidak mempengaruhi proses
entry virus pada in vitro, namun peran aktivitas enzimatik DPP4 belum diteliti
secara in vivo.
Analisis transkripsional dari sel yang terinfeksi MERS-CoV telah menunjukan
beberapa jalur spesifik yang termodulasi selama infeksi berlangsung. MERS-CoV
ditemukan memodulasi respons imun innate, presentasi antigen, mitogenactivated protein kinase (MAPK), dan jalur apoptosis. Inhibisi jalur MAPK
menghasilkan penurunan replikasi virus pada kultur, mengarah ke potensi terapi.
Lebih penting lagi, beberapa studi menemukan MERS-CoV, mirip dengan SARSCoV, tidak menginduksi respons awal IFN tipe I, menimbulkan dugaan bahwa
MERS-CoV mungkin mengkode protein-protein yang menghambat pendeteksian
sistem imun tubuh host terhadap RNA virus selama infeksi. Modulasi dari jalurjalur ini mungkin dapat menjadi jawaban penyebab meningkatnya lethalitas
infeksi MERS-CoV.(6)
3.4 EPIDEMIOLOGI
Sejak bulan maret 2012 hingga maret 2014 telah dicatat oleh WHO terdapat
206 kasus yang terinfeksi MERS-CoV, termasuk 86 orang yang meninggal.
15
Distribusi penyakit MERS terdapat kasus primer dan sekunder. Kasus primer
merupakan orang yang terinfeksi langsung oleh virus tersebut bukan dari orang
lain, lebih banyak menginfeksi orang yang lebih tua dan ber jenis kelamin lakilaki dibanding kasus sekunder. Kasus sekunder merupakan orang yang terinfeksi
MERS-CoV dari orang lain yang terinfeksi virus tersebut.
Sejauh ini, kasus primer hanya ditemukan di negara timur tengah yaitu Jordan,
Kuwait, Oman, Qatar, Saudia Arabia, dan United Arab Emirates (UAE).
Selain itu, negara lain yang terinfeksi MERS-CoV adalah Perancis, Jerman, Itali,
United Kingdom, Tunisia, Afrika Utara yang kebanyakan merupakan kasus
sekunder dari transmisi negara timur tengah.
16
Pneumonia berat
o Pasien remaja atau dewasa dengan demam, batuk, frekuensi
pernapasan > 30x/menit, gangguan pernapasan berat
3.6 DIAGNOSIS
-
Anamnesis : demam > 38C, batuk dan sesak, ditanyakan pula riwayat
17
18
berpergian,
kecuali
ditemukan
etiologi/penyebab
penyakit lain.
3) Adanya klaster pneumonia (gejala penyakit yang sama) dalam
periode 14 hari, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau
riwayat
bepergian,
kecuali
ditemukan
etiologi/penyebab
penyakit lain.
4) Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun
dengan pengobatan yang tepat, tanpa memperhatikan tempat
tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/
penyebab penyakit lain.
b) Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan
sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus
konfirmasi atau kasus probable infeksi MERS-CoV dalam waktu
14 hari sebelum sakit.
2. Kasus Probabel
a) Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis,
radiologis atau histopatologis
DAN
Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil
laboratoriumnya negative pada satu kali pemeriksaan spesimen
yang tidak adekuat.
19
DAN
Adanya
hubungan
epidemiologis
langsung
dengan
kasus
konfirmasi MERS-CoV.
hubungan
epidemiologis
langsung
dengan
kasus
konfirmasi MERS-CoV.
3. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang terinfeksi MERS-CoV dengan hasil pemeriksaan
laboratorium positif.(8)
--Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen klinis rutin (kultur mikroorganisme sputum dan darah) pada
pasien dengan pneumonia, idealnya sebelum penggunaan antibiotik.
Spesimen dari saluran napas atas (hidung, nasofaring dan/ atau swab
tenggorokan) dan saluran napas bagian bawah (sputum, aspirat
endotrakeal, bilasan bronkoalveolar) dan dilakukan pemeriksaan virus
influenza A dan B,virus influenza A subtipe H1, H3, dan H5 di negaranegara dengan virus H5N1 ditemukan pada unggas (peternakan); RSV,
virus parainfluenza, rhinoviruses, adenonviruses, metapneumoviruses
manusia, dan corona virus baru.
20
Pneumonia berat
21
(ARDS)
Tingkat hipoksemia:
ARDS ringan yaitu 200 mm Hg
<PaO2/FiO2 300 mm Hg dengan PEEP
atau CPAP 5 cm H2O;
ARDS sedang yaitu 100 mm Hg
<PaO2/FiO2 200 mm Hg dengan PEEP
5 cm H2O
ARDS berat yaitu PaO2/FiO2 100 mm
Hg dengan PEEP 5 cm H2O Ketika PaO2
tidak tersedia, rasio SpO2/FiO2 315
Sepsis
menunjukkan ARDS.
Terbukti infeksi atau diduga infeksi, dengan
dua atau lebih kondisi berikut:
22
Sepsis berat
hipoperfusi.
SpO2 : saturasi oksigen, PaO2: tekanan parsial oksigen, FiO2 : fraksi
oksigen inspirasi,
CPAP :continuous positive airway pressure, PEEP : tekanan akhir ekspirasi
positif,
HR : denyut jantung, RR: tingkat pernapasan, PaCO2 : tekanan parsial
karbon dioksida,
SBP : tekanan darah sistolik.(9)
3.8 Pencegahan Infeksi MERS-CoV
Meskipun mekanisme pasti penularan infeksi MERS-CoV belum diketahui,
kemungkinan penularannya dapat melalui:
Langsung
atau bersin
Tidak langsung : melalui kontak dengan benda yang telah terkontaminasi
virus
Pencegah penularan infeksi dapat dilakukan dengan cara:
perilaku hidup bersih sehat
menghindari kontak erat dengan penderita
menggunakan masker
23
pasien.
Tempatkan pasien dalam kamar tunggal, atau berkelompok dengan
24
diberikan
antibiotik
secara
empirik
(berdasarkan
25
d) Pemberian kortikosteroid
Tidak memberikan kortikosteroid sistemik dosis tinggi atau terapi
tambahan lainnya untuk pneumonitis virus diluar konteks uji klinis.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi dapat
menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA berat/
SARI, termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avascular, infeksi baru
bakteri dan kemungkinan terjadi replikasi virus yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, kortikosteroid harus dihindari kecuali diindikasikan
untuk alasan lain.
e) Pemantauan secara ketat pasien dengan ISPA berat/ SARI bila terdapat
tanda-tanda perburukan klinis, seperti gagal nafas, hipoperfusi jaringan,
syok dan memerlukan perawatan intensif (ICU).
f) Pada depresi napas berat, hipoksemia, ARDS :
26
27
Minimalkan transportasi.
28
29
volume
overload
(yaitu
crackles
pada
30
Tindakan
-Protokol penyapihan meliputi penilaian harian kesiapan
penggunaan ventilasi
bernapas spontan
mekanis invasif
(IMV)
Mengurangi kejadian
penenang
-Intubasi oral adalah lebih baik daripada intubasi nasal
ventilator-associated
pneumonia
31
Mengurangi kejadian
tromboemboli vena
Mengurangi kejadian
aliran darah
Mengurangi kejadian
pendarahan lambung
inhibitors
Mengurangi kejadian
Mobilisasi dini
kelemahan terkait
ICU
3.11 Vaksin dan terapi spesifik MERS-CoV
Saat ini belum terdapat vaksin maupun terapi spesifik tersedia untuk MERSCoV. Beberapa literatur mencatat terdapat variasi terapi yang dapat menghambat
replikasi MERS-CoV pada kultur sel. Namun belum ada satu pun yang diteliti
secara in vivo dikarenakan kurangnya model hewan untuk penelitian. Salah satu
aspek yang dapat dikembangkan saat ini ialah menggunakan pengetahuan tentang
SARS-CoV dan membandingkannya dengan MERS-CoV. IFN sebelumnya
sudah digunakan pada banyak model untuk proteksi melawan penyakit yang
disebabkan oleh SARS-CoV. MERS-CoV juga ditemukan sensitif terhadap terapi
IFN pada penelitian in vitro. Ribavirin, yang dikenal sebagai inhibitor RNA
virus, juga telah didapatkan memiliki kemampuan untuk menghambat replikasi
MERS-CoV. Apabila digunakan bersama, kedua zat di atas dapat menghambat
MERS-CoV sampai dengan tingkat nonmolar. Inhibitor jalur MAPK, SB203580,
32
terbukti dapat menghambat replikasi MERS-CoV pada sel VerE6. Terapi dan
vaksin tambahan lainnya sekarang ini sedang dalam pengembangan.
3.12 Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad malam
Berdasarkan laporan WHO, sampai dengan tanggal 11 Juni 2014 dari 699
kasus MERS-CoV yang teridentifikasi didapatkan sekurang-kurangnya 209
kematian ( 30%).
Ad Functionam
: dubia ad malam
Dari 402 kasus MERS-CoV yang dilaporkan Saudi Arabia kepada WHO,
periode 11 April-9 Juni 2014, setengahnya merupakan pasien yang
mengalami gejala penyakit berat, termasuk didalamnya 114 orang yang
akhirnya meninggal dunia.(10)
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
Pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, diharapkan pasien yang
telah sembuh memiliki kekebalan tubuh (antibodi) sehingga bisa terhindar
dari infeksi berulang oleh virus yang sama.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Centers for Disease Control and Prevention. Middle East Respiratory
Syndrome (MERS). 2014. Available at: http://www.cdc.gov/coronavirus/mers/.
Accessed: September 4, 2014.
2. WHO. Middle East respiratory syndrome-coronavirus (MERS-CoV)-Update.
2013. Available at: http://www.who.int/ith/updates/20130605/en/. Accessed:
September 4, 2014.
3. Public Healthy Agency of Canada. Public Health Notice: Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). 2014. Available at:
http://www.phac-aspc.gc.ca/phn-asp/2013/ncoronavirus-eng.php.
Accessed:
September 4, 2014.
4. Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22. Jakarta: EGC.
5. Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan
Ed. 2. Jakarta: Salemba Medika.
6. Coleman CM, Frieman MB (2013) Emergence of the Middle East Respiratory
Syndrome
Coronavirus.
PLoS
Pathog
9(9):
e1003595.
doi:10.1371/journal.ppat.1003595.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Middle East Respiratory
Syndrome (MERS)-symptoms and complications. 2014. Available at:
http://www.cdc.gov/coronavirus/MERS/about/symptoms.html.
September 4, 2014.
Accessed:
34
2013.
Available
at:
2013.
Available
at:
literature
update-as
of
11
June
2014.
2014.
http://www.who.int/csr/disease/coronavirus_infections/MERSCoV_summary_update_
20140611.pdf?ua=1. Accessed: September 5, 2014.
Available
at: