Вы находитесь на странице: 1из 21

Pro Kontra Kenaikan BBM

OPINI | 16 June 2013 | 00:28

Dibaca: 3014

Komentar: 3

Kita semua tahu, BBM yang merupakan hasil kekayaan alam bangsa Indonesia. Hasil
kekayaan alam yang dapat punah dan tidak dapat diperbaharui. Musti dihemat
penggunaannya, kalo perlu dicarikan energi pengganti sehingga nantinya dapat dinikmati
oleh anak cucu kita sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, BBM merupakan sumber
energi bagi berputarnya roda kehidupan sosial, politik dan ekonomi bangsa. Tanpa BBM,
kehidupan rakyat akan sangat sulit karena segala aktifitas yang berlangsung dimuka bumi
banyak ditentukan oleh BBM itu sendiri.
Apabila terjadi kenaikan harga BBM, sudah barang tentu harga-harga kebutuhan pokok,
seperti: kebutuhan sandang, papan dan pangan juga akan naik. Kenaikan kebutuhan pokok
banyak dipicu oleh kenaikan harga BBM itu sendiri. BBM saat ini masih menjadi primadona
sumber energi bagi kendaraan bermotor dan perindustrian yang ada di dunia. Berbeda dengan
sumber energi pengganti, seperti: energi gas, energi cahaya matahari dan energi nuklir masih
belum sepenuhnya atau masih kecil pemanfaatannya untuk segala aktifitas yang berlangsung
di muka bumi. Untuk itu, mari kita sama-sama berhemat dalam menggunakan BBM.
Jika dikaitkan dengan rencana 3 sampai 4 tahun kedepan, pemerintah akan menghapus
kelangsungan BBM bersubsidi secara bertahap adalah sudah tepat, karena selama ini BBM
bersubsidi sangat memberatkan dan menjadi beban pengeluaran APBN bangsa. Dengan
adanya penghapusan BBM bersubsidi secara bertahap hingga dihapus secara menyeluruh,
maka APBN bangsa Indonesia lambat laun akan menjadi sehat pula, apalagi kalau
pengalokasiaannya pada pembelian kebutuhan-kebutuhan yang bermanfaat, demi terciptanya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia dari Sabang hingga Marauke.
Sementara untuk Sumber Daya Alam bangsa Indonesia, seperti: Minyak, Nikel, Batubara dan
lain sebagainya, dalam kenyataannya memang banyak melimpah, namun bangsa Indonesia
belum mengelola secara optimal. Dengan pengelolaan secara baik, diharapkan akan menjadi
nilai lebih bagi peningkatan pendapatan perkapita bangsa Indonesia. Sebaliknya bangsa
Singapura yang hanya memiliki Sumber Daya Alam sedikit bahkan bisa dibilang tidak
memiliki Sumber Daya Alam, mereka mampu memiliki pendapatan perkapita 13 kali lipat
lebih besar dari pendapatan perkapita bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan negara
Singapura karena bangsa Singapura mampu membangun infrakstruktur, membangun Sumber
Daya Manusia dan mengolah Sumber Daya Alam secara efektif, efesiensi dan seoptimal
mungkin. Walaupun Singapura harus mengimpor Sumber daya Alam dari negara lain. Mereka
mampu mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, dengan kriteria memiliki daya saing dan
nilai jual di pasaran international.

Dengan melihat pendapatan perkapita bangsa Indonesia tersebut, perlu kiranya pemerintah
mengantisipasi dengan mencari peluang, inovasi dan alternatif sehingga pendapatan perkapita
bangsa Indonesia juga akan meningkat seperti yang dimiliki oleh pendapatan perkapita

bangsa Singapura. Dengan demikian, apabila harga-harga kebutuhan pokok naik, maka rakyat
tidak akan menjerit dan keberatan bahkan malah mendukung kebijakan pemerintah.
Mengenai opini saya terhadap pro dan kontra masyarakat terhadap kenaikan harga BBM yang
diterbitkan pemerintah, jika dikaitkan dengan pelaksanaannya di lapangan. Menurut saya,
keputusan pemerintah menaikkan BBM adalah sudah benar dan sesuai dengan hati nurani
rakyat bangsa Indonesia. Walaupun dalam kenyataan, ada sebagian kelompok yang tidak
setuju dan netral terhadap keputusan kenaikan BBM yang diterbitkan pemerintah. Mereka
tidak setuju, lantaran mereka mungkin sudah begitu berat dalam memenuhi kebutuhan seharihari keluarganya, selain itu BBM bersubsidi juga banyak dimanfaatkan golongan menengah
keatas, sementara golongan menengah kebawah harus menanggungnya. Ada juga yang setuju
atau tidak setuju karena adanya iming-iming dan tekanan dari kelompok sosial politik tertentu
guna alasan tertentu dari kelompoknya, serta mungkin yang netral atas segala keputusan yang
diterbitkan pemerintah. Sedangkan saya secara pribadi sangat setuju akan keputusan yang
diterbitkan pemerintah, menaikkan BBM bersubsidi secara bertahap 3 sampai 4 tahun
kedepan. Namun hendaknya tetap dicari solusi dan alternatif guna meningkatkan
kesejahteraan bangsa Indonesia selama berlangsungnya kenaikan harga BBM secara
bertahap.

http://politik.kompasiana.com/2013/06/16/pro-kontra-kenaikan-bbm-569196.html

JAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia


(Gaikindo) menilai, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa
mempengaruhi penjualan kendaraan bermotor. Menurut Ketua Gaikindo
Sudirman M Rusdi, penjualan kendaraan bermotor bisa turun sekitar 10 hingga
15 persen jika harga BBM bersubsidi naik.
Meski akui akan ada penurunan, menurut Sudirman, angka penurunan 10 hingga
15 persen itu tergolong kecil.
"Pengaruhnya tidak seberapa besar mungkin sekitar 10-15 persen," kata
Sudirman di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (12/11/2014) seusai bertemu
dengan Wapres Jusuf Kalla.
Selain itu, dia memerkirakan pengaruh kenaikan BBM terhadap penjualan
kendaraan bermotor tidak akan berlangsung lama.
"Mungkin waktunya dua bulan. Bagi kami itu dianggap normal," sambung
Sudirman.

Kendati demikian, Gaikindo menyatakan dukungannya atas rencana pemerintah


menaikan harga BBM bersubsidi. Gaikindo, kata Sudirman, sangat menunggu
pemerintah menetapkan kebijakan tersebut.
Dalam pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla hari ini, Gaikindo juga melaporkan
pertumbuhan industri kendaraan bermotor. Menurut Sudirman, kapasitas
produksi kendaraan bermotor di Indonesia tahun ini mendekati 2 juta unit.
"Produksi tahun ini kami perkirakan mencapai 1,2 juta unit, begitu pula penjualan
1,2 juta unit. Dibandingkan tahun lalu, relatif hampir sama," kata dia.
Di samping itu, Gaikindo melaporkan kepada Wapres tingkat kandungan dalam
negeri atau TKDN. Untuk TKND kendaraan jenis MPV, kata Sudirman, sudah
mencapai 85 persen. Begitu pula dengan kendaraan bermotor ramah lingkungan
dan harga terjangkau (KBH2) atau LCGC yang tingkat kandungan lokalnya
mencapai 87 persen.
"Selanjutnya kami ucapkan terimakasih atas dukungan pemerintah selama ini,
dengan industri yang semakin maju, juga terjadi transfer teknologi. Industri saat
ini sudah mulai masuk lebih dalam lagi, pendalaman industrinya, pembuatan
komponen-komponen yang tercermin dari tingkat kandungan dalam negeri.
Beberapa perusahaan juga sudah masuk ke rancang bangun," papar Sudirman.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/12/145854726/Harga.BBM.Naik
.Gaikindo.Prediksi.Penjualan.Turun.Hingga.15.persen

Pro dan Kontra Kenaikan Harga BBM Bersubsidi


Saturday, June 15, 2013 Education, Unique and Interesting No comments

Kenaikan harga BBM bersubsidi mau tidak mau akhirnya datang juga. Ada beberapa
Alasan yang setidaknya dijadikan pemerintah untuk menaikkan harga BBM
Bersubsidi. Berbagai reaksi dari masyarakat timbul dengan gencar baik yang pro
maupun yang kontra. Yang pro tentunya pemerintah yang juga didukung Kadin,
sebenarnya tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi, namun
kondisi dan kenyataan yang terjadi memaksa pemerintah untuk mengambil
kebijakan yang non-populis. Di sisi lain, yang kontra terhadap kenaikan BBM mulai
dari anggota DPR, DPRD, kalangan mahasiswa dari berbagai universitas, petani,
nelayan, angkutan umum dan masih banyak lagi mereka semua menolak kenaikan
harga BBM. Diantara yang pro dan kontra terhadap kebijakan kenaikan harga BBM
tersebut terdapat kelompok yang abstain. Mereka ini tidak ikut demo, pasrah, harga
BBM tidak naik syukur, kalau BBM naik monggo kerso. Mereka juga sebenarnya
berharap harga BBM tetap, karena dengan kenaikan BBM akan mengakibatkan
tambahan pengeluaran mereka sehari-hari, tetapi tetap menerima.
Sudah jelas pemerintah dengan perangkatnya beserta jajarannya akan mendukung
kenaikan harga BBM bersubsidi karena gaji mereka dibayar dari APBN dan mereka
pula yang menerbitkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk
menyelamatkan APBN. Selama APBN aman, gaji mereka tetap aman. Namun bukan
alasan itu yang menjadi dasar kebijakan kenaikan harga BBM. Kebijakan itu
dikeluarkan setelah melalui kajian dan berbagai pertimbangan yang masak serta
dengan memperhitungkan dampak positif dan negatifnya yang memang pada
akhirnya kenaikan harga BBM lah yang dianggap paling tepat untuk dilakukan.
Tujuannya bukan hanya untuk menyelamatkan APBN, tapi juga untuk
menyelamatkan penyelenggaraan kegiatan negara lainnya seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi dan lainnya. Bahkan Kadin ikut
menganjurkan agar pemerintah menaikkan harga BBM untuk memberikan kepastian
bagi dunia usaha. Dari kalangan masyarakat yang setuju dengan kenaikan BBM
antara lain diperoleh pendapat bahwa harga BBM wajar naik karena harga minyak
mentah yang merupakan bahan pokoknya juga meningkat. Pendapat lain

mengatakan harga BBM perlu naik agar masyarakat berhemat dan efisien dalam
menggunakan BBM. Sementara seorang PNS mengatakan bahwa ia setuju harga
BBM naik, karena mengurangi subsidi untuk BBM yang akan terbuang percuma,
lebih baik dana subsidi digunakan untuk kesehatan atau pendidikan. Pendapat yang
lebih ekstreem berpendapat bahwa sebaiknya subsidi sebaiknya dihapus, dananya
dialihkan untuk BLT dan harga BBM disesuaikan dengan harga pasar.
Dari kalangan yang kontra atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM,
diantaranya adalah sebagian anggota DPR. Ada yang mengatakan bahwa kebijakan
kenaikan harga BBM kurang tepat untuk saat ini, karena akan menambah beban
rakyat yang sedang menghadapi berbagai tekanan ekonomi seperti kenaikan harga
pangan. Beberapa alasan yang dikemukakan dari kalangan ibu rumah tangga,
petani, mahasiswa, elite politik, LSM maupun kalangan masyarakat lainnya yang
tidak setuju terhadap adanya kenaikan harga BBM bersubsidi antara lain :

akan mengakibatkan efek berantai terhadap harga kebutuhan pokok rakyat,

pemerintah terlalu terburu-buru menerbitkan kebijakan,

pemerintah malas dan hanya mencari jalan pintas,

akan mengakibatkan semakin meluasnya masalah kemiskinan,

dapat memicu konflik sosial dalam masyarakat,

memperparah masalah pengangguran,

akan memicu kenaikan harga barang lainnya, biaya transportasi dan inflasi
Kelompok masyarakat yang netral atau abstain terhadap kenaikan harga BBM
punya alasan tersendiri. Mereka lebih banyak diam menunggu perkembangan dan
tampaknya lebih mencari aman. Kelompok ini sebagian besar berasal dari warga
kelas menengah dan warga keturunan serta sebagian masyarakat terpelajar baik
kelas atas, menengah maupun bawah yang nrimo apapun kebijakan yang diambil
pemerintah selama hak mereka tidak berkurang. Seorang PNS mengatakan bahwa
kalau harga BBM naik kasihan para tukang ojek harus menambah biaya, namun
kalau tidak naik APBN kita payah, jadi terserah pemerintah saja, katanya. Beberapa
alasan lain yang dapat diperoleh dari kelompok yang abstain ini antara lain :

ibarat buah simalakama,

percuma ikut demo penolakan kenaikan BBM, toh akhirnya naik juga,

serahkan kepada pemerintah, pemerintah yg lebih mengetahui situasinya,

lebih senang kalau harga BBM tidak naik, tapi kalau pemerintah maunya naik mau
bilang apa
Diantara yang pro, kontra maupun yang abstain yang paling banyak dimuat
beritanya adalah mereka yang menolak kenaikan BBM. Seperti misalnya berita
tentang adanya aksi demo penolakan kenaikan BBM yang marak di berbagai daerah
di Jawa, Sulawesi dan Sumatera dan tempat lainnya di Indonesia yang disiarkan
berbagai media cetak dan elektronik serta internet. Padahal, yang setuju juga
banyak, tapi beritanya tidak segencar berita aksi penolakan kenaikan harga BBM.
Apalagi yang abstain, hampir tidak ada beritanya sama sekali. Hal ini wajar, karena
mungkin di balik penyebaran berita aksi penolakan kenaikan harga BBM tersebut
terdapat tujuan politis tertentu.
Terlepas dari ajang pro dan kontra, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan
harga BBM bersubsidi dan memang demikian kenyataan yang harus dihadapi oleh
negara dan masyarakat. Walaupun akan dirasakan berat dampaknya, namun
kebijakan itulah yang saat ini dianggap pemerintah paling pas.
http://shantycr7.blogspot.com/2013/06/pro-dan-kontra-kenaikan-hargabbm.html
JAKARTA, KOMPAS.com Menurunkan jumlah oktan bahan bakar subsidi jenis
premium dinilai dapat menjadi salah satu solusi pembatalan kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi. Rencananya, solusi tersebut akan diajukan dan
dibahas bersama pimpinan parlemen.
"Turunkan oktan premium karena terlalu tinggi. Jadi, kita buat BBM untuk rakyat
yang oktannya rendah," ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal
Ramli, saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2014).
Rizal mengatakan, tingkat oktan premium saat ini mencapai 88-90. Jumlah tersebut
dinilai terlalu tinggi. Ia menyarankan agar jumlah oktan diturunkan menjadi sekitar

83. Dengan diturunkannya oktan BBM, menurut Rizal, masyarakat berpenghasilan


tinggi yang biasa menggunakan premium untuk mobil mewah akan beralih
menggunakan pertamax.
Oktan yang rendah, sebut Rizal, tidak cocok digunakan untuk mesin mobil baru,
apalagi yang terbilang mewah. "Nanti yang pakai BBM bersubsidi hanya nelayan,
angkutan umum, dan pengendara sepeda motor. Jadi, volume penggunaan premium
bisa turun hingga 40 persen," kata Rizal.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar harga pertamax dinaikkan. Menurut Rizal,
kelebihan yang didapat dari penjualan pertamax nantinya akan digunakan untuk
menutupi subsidi premium. Bahkan, kata Rizal, negara bisa memperoleh
keuntungan lebih dari mekanisme tersebut.
"Prinsipnya, yang mampu bayar lebih mahal. Malah negara bisa untung hingga Rp
130 triliun," kata Rizal.
Rizal mengatakan, usulan tersebut masih akan diajukan kepada pimpinan DPD dan
beberapa komisi di DPR. Ia berharap agar pemerintah di bawah pemerintahan
Presiden Joko Widodo dapat mengambil kebijakan yang lebih memperhatikan
kepentingan rakyat kecil.
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/10/18090991/Ingin.Batalkan.Ke
naikan.Harga.Rizal.Ramli.Sarankan.Oktan.BBM.Premium.Jadi.83
Pro-Kontra Kenaikan Harga BBM
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menegaskan
rencana menaikkan harga BBM dalam pidato di Kementerian Luar Negeri,
Kamis, 23 Februari 2012. Kepada para kepala perwakilan diplomatik
Indonesia yang bertugas di mancanegara, Yudhoyono mengungkapkan
rencana kenaikan itu terkait kondisi geopolitik Timur Tengah sehingga
harga minyak melambung.
"Kita tidak bisa lepas dan menunggu apa yang datang ke negeri kita.
Geopolitik di Timur Tengah, ketegangan Iran-AS-Uni Eropa harga minyak
meroket," kata Yudhoyono.
Menurut dia, meroketnya harga minyak akibat perkembangan tersebut
mempengaruhi perekonomian semua bangsa, termasuk Indonesia. Maka
pemerintah Indonesia harus menyesuaikan kembali APBN, fiskal dan
subsidi. "Ini agar membawa kebaikan bagi semua. Kalau ada solusi lain,
tidak perlu dinaikkan," kata dia.

Yudhoyono melanjutkan, keputusan menaikkan harga BBM juga bertujuan


menyelamatkan perekonomian di masa depan.
Sebelumnya, dalam sidang kabinet Rabu, SBY menyatakan akan
menaikkan harga BBM menyusul tingginya harga minyak dunia yang telah
melampaui target APBN 2012. Pemerintah tidak mungkin lagi menetapkan
asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$90 per barel, karena
harga ICP saat ini telah mencapai US$115 per barel.
Sedangkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan akan meminta
restu menaikkan harga BBM ke Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 28
Februari. Rencananya, pemerintah akan membawa tiga opsi kenaikan, yaitu Rp500,
Rp1.000, dan Rp1.500 per liter, dari yang saat ini Rp4.500 per liter.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, langkah menaikkan
harga BBM merupakan solusi pemberian subsidi yang tepat sasaran. "Jadi ini baik,
masyarakat menengah kita yang sebelumnya menikmati 70 persen (BBM bersubsidi)
bisa membayar kenaikan itu," ujar Hatta di Jakarta Convention Center, Kamis.
Hatta menambahkan, sesuai arahan Presiden, saat ini para menteri tengah melakukan
kajian mengenai rencana kenaikan harga BBM. Diharapkan pada Maret, keputusan sudah
diperoleh dan selanjutnya diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Pro-kontra
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai rencana pemerintah menaikkan harga bahan
bakar minyak adalah cara terbaik mengurangi beban subsidi. "Itu yang paling mudah dan
simpel," kata Kalla usai diskusi bertajuk Menuju Jakarta Lebih Baik dan Bermartabat di
Menara ESQ 165, Jakarta, Kamis.
JK sudah berulang kali menyarankan pemerintah menaikkan harga BBM. Sebab subsidi
energi menyedot anggaran sangat besar. Pada kesempatan sebelumnya, JK mengatakan,
dengan asumsi harga minyak US$100 per barel, maka subsidi yang dikeluarkan
mencapai Rp200 triliun. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki anggaran untuk
pembangunan infrastruktur. Cara satu-satunya mengurangi subsidi dengan menaikkan
harga BBM.
Dalam hitungan lembaga kajian energi ReforMiner Institute, dengan kenaikan harga
Rp500 per liter saja, pemerintah telah menghemat subsidi Rp19 triliun. "Itu dengan
asumsi harga minyak US$110 per barel, dan sekarang sudah US$115," kata Direktur
ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto kepada VIVAnews melalui sambungan telepon,
Kamis.
Sementara itu dengan kenaikan Rp1.000 per liter, maka penghematan bisa meningkat
menjadi Rp38 triliun, dan Rp57 triliun untuk kenaikan Rp1.500 per liter.
Keputusan menaikkan harga, menurut Pri Agung, adalah langkah yang paling masuk
akal. Sebab tingginya subsidi telah membuat anggaran negara tak sehat. "Ini langkah
paling tepat," katanya.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria juga mendukung langkah
pemerintah ini. Selama ini pemerintah dibebani subsidi yang tak tepat sasaran. "BBM
bersubsidi lebih banyak digunakan oleh kendaraan pribadi. Ini tidak tepat," katanya,
melalui sambungan telepon.
Dia mengatakan, pemerintah masih perlu mengatur distribusi BBM secara tepat,
sehingga subsidi bisa tepat sasaran. "Jangan sampai subsidi BBM dinikmati orang-orang
kaya," katanya. "Karena itu, kenaikan harga BBM adalah langkah yang tepat."
Meski demikian, Sofyano tidak sepakat bila subsidi dihapus total. Subsidi masih
diperlukan agar produk-produk lokal bisa bersaing di kancah internasional. "China
mensubsidi listrik dan Australia mensubsidi pertanian. Ini semua agar produk ekspornya
bisa bersaing," tutur Sofyano.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Priyo Budi Santoso, juga menilai menaikkan harga
adalah langkah satu-satunya yang harus dilakukan pemerintah. Pemerintah tak lagi bisa
menahan besarnya subdisi bahan bakar seiring melambungnya harga minyak dunia.
"Kalau tidak menaikkan harga BBM, justru akan menambah daya gawat perekonomian
kita," kata Priyo di Jakarta, Kamis.
Partai oposisi PDI Perjuangan menolak secara tegas keputusan pemerintah menaikkan
harga BBM demi mengurangi beban APBN Rp70 triliun. Alasan Megawati, masih ada
sektor-sektor lain yang dapat dioptimalkan untuk menambah pendapatan negara.
"Kalau kenaikan BBM hanya untuk menutup defisit APBN, jelas kami menolak kebijakan
itu," kata Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Megawati, pemerintah seharusnya berpikir keras mendapatkan tambahan
pendapatan. Megawati menegaskan, potensi mendapatkan tambahan pendapatan
negara dari sumber daya alam yang dimiliki masih sangat bisa diandalkan.
"Kalau urusannya hanya memilih antara menaikkan, membatasi BBM, dan akan
merugikan rakyat pasti kami menolaknya," kata Presiden RI ke-5 ini.
Bagi Megawati, meski menolak kebijakan menaikkan BBM, Fraksi PDI Perjuangan di DPR
akan mempelajari lebih dalam kebijakan pemerintah itu. "Tentunya kebijakan dari
pemerintah tidak ditolak semua. Kami akan pelajari dahulu," kata Megawati.
Sumbang Inflasi
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menilai inflasi akan naik menjadi di atas 5
persen jika pemerintah menaikkan BBM. Bahkan, jika kenaikan Rp1.500 per liter atau dari
Rp4.500 menjadi Rp6.000, akan memicu inflasi 5,5 persen.
"Kenaikan harga BBM memang diperlukan untuk mengamankan APBN," ujar Darmin di
Jakarta, Kamis 23 Februari 2012.
Sementara itu dari hasil kajian ReforMiner, inflasi akan timbul dari kenaikan harga BBM
ini. Bila BBM naik Rp500, maka terjadi inflasi 0,5 persen. Sedangkan kenaikan Rp1.000
dan Rp1.500 akan terjadi inflasi masing-masing 1,02 dan 1,6 persen.

Karena itu, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
meminta pemerintah memberi kepastian kenaikan harga BBM secepatnya, agar
mencegah spekulasi kenaikan harga barang.
Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, kepastian diperlukan agar pengusaha bisa
menghitung beban biaya produksi. "Harga barang akan naik, itu pasti," kata Sofjan saat
ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis.
Sofjan mengatakan, untuk meredam kenaikan harga ini, pemerintah perlu membenahi
sektor infrastruktur dan logistik demi menekan biaya produksi. Hal ini perlu untuk
melindungi masyarakat.
Memang, dia mengakui, pembenahan sektor infrastruktur dan logistik merupakan solusi
jangka panjang. Sementara itu, untuk jangka pendek, masyarakat perlu mendapatkan
bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT). "Tapi, betul-betul harus dijaga agar
sampai tujuan," katanya.(np)
VIVAnews

https://id-id.facebook.com/permalink.php?
story_fbid=281102735292773&id=139192949483753

JAKARTA, KOMPAS.com Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mulai bersiap


menghadapi rencana pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang akan
menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurut dia, salah satu
cara untuk mengantisipasi efek dari kenaikan tersebut adalah dengan
menyediakan bus-bus gratis bagi pelajar dan mahasiswa.
"Semoga banyak pelajar terbantu dengan bus-bus gratis yang akan kami
sediakan. Mereka tidak perlu khawatir kalau BBM-nya naik," kata Ridwan dalam
Dialog Demokrasi bertema "Dari Daerah untuk Indonesia" pada peringatan HUT
Ke-15 The Habibie Center, di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (11/11/2014)
malam.
Pria yang akrab disapa Emil ini menjelaskan, Bandung adalah kota yang
penduduknya sebagian besar pelajar dan mahasiswa. Banyak warga lokal hingga
pendatang yang menggali ilmu di Bandung. Namun, tidak semua semua berasal
dari kelompok masyarakat berekonomi baik.
"Kalau transportasi bisa gratis, pengeluaran bisa ditekan," katanya.

Menurut Emil, cikal bakal bus gratis ini pada awalnya hanya disediakan pada hari
Senin. Namun, karena antusiasme pelajar dan mahasiswa, akhirnya program itu
dibuat menjadi setiap hari. Namun, untuk mengantisipasi kenaikan BBM, dia
melanjutkan, bus yang ada saat ini belum cukup.
"Nanti akan kita tambah banyak-banyak," kata dia.
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/11/22144791/Ini.Salah.Satu.Cara.Ridw
an.Kamil.Hadapi.Kenaikan.Harga.BBM.?
utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&
on

Who benefits from rising gas


prices?
MSNBC.com answers your questions on business, personal finance
Advertise

By John W. SchoenSenior Producer


msnbc.com

Print
Font:

With gasoline prices jumping every week these days, a lot of Answer Desk readers -including Ian in California -- have the same question. Just who gets the extra money
I'm paying at the pump?
PUMP PROFITS
Europeans pay more for gas, but they also receive additional services
from the gas taxes. The extra money that we will pay as gas prices rise
will not go to additional government services but oil companies or

foreign governments. Who is getting the money from rising gas prices?
-- Ian R., Glendale, Calif.
Breaking down where your gasoline dollars go is not an exact science, but the list of
players is a long one. You may be surprised to learn that not all of your money ends
up in the bank accounts of Big Oil, gasoline retailers or Middle Eastern tycoons. (And
we'll dispense with, for now, the more creative theories that pop up routinely in our
inbox fingering everyone from President Bush to hedge fund profiteers to new car
buyers in China.)
As of last week, the U.S. Department of Energy pegged the retail price of a gallon
of regular gasolineat $2.33. As well see (and readers can be counted on to point

out every time we cite average prices), the price you pay will almost certainly vary
from that number. For consistency, we use data from the Department of Energy; you
may see slightly different numbers from trade associations and private energy
research companies that do their own surveys.
So heres where the money goes:
Crude oil
Gasoline is made from oil, so the rise in crude prices is the single biggest factor
raising the price of gasoline. A recent study by the Federal Trade
Commissionfound that over the past 20 years, changes in the price of crude oil

have led to 85 percent of the changes in the retail price of gasoline in the U.S.
As of last month, crude oil costs chewed up about 54.2 percent of your pump dollar
- up from 40.7 percent last June, according to estimates from the Department
of Energy. So based on last months breakdown, youre spending roughly $1.25 a

gallon just for crude oil.


There's no question that this is a great time to be an oil producer -- profits have
surged along with crude prices. At this writing, crude prices are above $60 a barrel -up from $40 a year ago. Much of the difference is pure profit for producers.
Still, not all of the money you pay for crude hits the bottom line of the private or
government-run company that produced it. First, they have to pay the salaries of
their employees, along with all the other costs of extracting and processing your oil
and exploring for new supplies.

Then there are the "middle men" -- imported oil shipped by tanker often changes
hands at different prices during the ocean voyage before it reaches U.S. refiners. The
final price paid by a refiner also includes the cost of shipment, which goes to the
tanker operator who delivers it.
And you may be surprised to learn that the biggest supplier of U.S. oil imports is -Canada. Second on the list is Mexico. Less than half the oil imported by the U.S.
comes from OPEC.
Refining
Once youve paid for your oil, youve got to pay someone to make it into gasoline.
Energy Dept. estimates put the refiner's cut at around 43 cents a gallon. Jacques
Rousseau, an analyst at Friedman Billings and Ramsey, figures that, as of last week,
average refiner margins were more like 30 cents a gallon. (Take your pick.)
In many parts of the country, youre also required to have a special additive mixed in
with your gasoline to make it burn cleaner in the summer months. The impact on
pump prices is mixed. Many states now require the use of ethanol, phasing out a
more costly additive called MTBE. Ethanol producers argue that their fuel is cheaper
to make than gasoline, so the more of it you put in your tank, the lower the overall
cost of each blended gallon. But the math gets a little murkier when you factor in the
51-cent-a-gallon ethanol subsidy that comes from our tax dollars. (So lets leave the
net cost of these additives for another column: call it a wash.)
Marketing and distribution
You wouldnt think a gasoline retailer would have to spend much money marketing
their product: its not like we have to be sold on the idea of buying gasoline. But in
many areas, gasoline retailing is competitive, and the entry of major discount chains
like Wal-Mart has made this market even more competitive. So at least some of your
gasoline dollars go to retailers to convince you to buy their brand of gasoline. About
20 cents of every gallon went to marketing costs in 2002, according to a report
that year from the API.

And since gasoline doesnt flow directly from the refinery to your gas tank, theres
another chain of players - including gasoline pipeline operators, wholesalers,
storage tank owners and the guy who drives the tanker truck to your local gas station.
Based on last weeks pump price, figure another 15 cents a gallon on average for the

lot of them. If you live on the West Coast, where a shortfall in refining capacity
means gasoline has to be imported from the other side of the Rockies, youll pay
more. Transportation costs are a big reason gas prices vary so much from one part of
the country to another.
Retailers
These folks probably have it worst. They draw the biggest wrath from drivers, but as
prices go up, they get a smaller share of the gasoline profit pie. In some cases,
retailers even lose money on gasoline to keep prices low enough to coax you to their
pump, hoping you'll come inside for a soda and a bag of chips, where profit margins
are higher.
Slim profit margins have prompted most major oil companies to get out of this end of
the business. About 7,000, or less than 7 percent, of U.S. gas stations are owned and
operated by the five major oil companies, according to estimates from the National
Association of Convenience Stores. The gross margin for retailers in 2003 (which

includes the gas stations operating costs) was less than 9 percent of the pump price,
the lowest in 20 years.
Retailers also have to cough up the fee -- as much as a nickel a gallon -- that is paid to
credit card companies when you charge a fill-up. Those fees have been rising as more
and more people use plastic to buy gas.
So figure about 21 cents of each gallon goes to the players who hang around the
pump.
Taxes
Last -- but by no means least - is the sizeable chunk of gasoline spending that goes
to your government, the second biggest beneficiary of rising gasoline prices. First,
you pay 18.4 cents a gallon in federal excise tax. States charge another 25.6 cents (on
average, weighted by volume) for a total of 44 cents a gallon.
A lot depends on where you live. In Alaska, youll pay just 8 cents a gallon in taxes,
according to theAmerican Petroleum Institute. New Yorkers, on the other hand,
fork over 42.6 cents for every gallon. The rest of us pay something in between -another big reason pump prices vary so much from one part of the country to
another.

So how come gasoline prices seem to go up faster than they come down? A number of
state and federal agencies have looked into whether retailers pass through costs
when prices go up faster than they pass along savings when prices go down. Theres
no definitive answer. Some analysts suggest that retail price changes lag -- but
eventually keep up with - changes in wholesale prices. One Energy Dept.
study found that when spot prices change by 10 cents, about 3 cents will pass

through to the pump within 2 weeks and at least 6 cents after 4 weeks.

http://www.nbcnews.com/id/8670108/ns/business-answer_desk/t/who-benefitsrising-gas-prices/

Ringkasan : Pro-Kontra Pengurangan


Subsidi BBM
Maret 27, 2012 by sausan.atika Bookmark the permalink.

Subsidi BBM, dari naskah RAPBN dan Nota Keuangan, adalah pembayaran yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada Pertamina (pemegang monopoli distribusi
BBM di Indonesia) dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh Pertamina dari
tugasnya menyediakan BBM di Tanah Air lebih rendah dibandingkan biaya yang
dikeluarkannya untuk menyediakan BBM tersebut.
Biar cepat, saya langsung coba rangkumkan argumentasi pro-kontra terhadap
pengurangan subsidi BBM.
Tapi ingat dulu bahwa kebijakan mengenai BBM ini meliputi:
1. Diberlakukan mulai tanggal 1 April 2012
2. Pengurangan subsidi BBM *penekanan ada pada pengurangan subsidi BBMnya, bukan kenaikan harganya. jangan negative thinking dulu* untuk mengurangi
beban APBN (dapat menghemat sebesar Rp 50 Triliun).
3. Kompensasi berupa pemberian Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLSM)
sebesar Rp 26.5 Triliun.
Berikut ini berbagai argumentasi yang mendukung pengurangan subsidi BBM per 1 April
2012 :

1. Ketersediaan SDA minyak makin berkurang, maka perlu digunakan secara


bijak.
Harga BBM yang murah di Indonesia dibandingkan dengan beberapa Negara di luar,
menyebabkan konsumsi BBM amat tinggi. Ketergantungan terhadap minyak sebesar
48.4%. Pengurangan subsidi BBM otomatis menyebabkan kenaikan harga BBM.
Diharapkan kenaikan harga ini mendorong agar masyarakat berhemat. Lebih lagi kalau
bisa mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi.
2. Subsidi dari awal tidak tepat sasaran, jadi tak apa dikurangi.
Lagu lama bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran karena 40% lebih konsumsi BBM
digunakan oleh kelompok berkemampuan atas di Indonesia. Jadi tak apa mengurangi
subsidi BBM karena sedari awal orang-orang mampu lah yang akan banyak membayar.
3. Diversifikasi dilakukan secara paralel dengan pencabutan subsidi.
Melihat Negara Brazil yang sudah menerapkan diversifikasi energi, bahwa mereka dahulu
berkorban untuk mengalami musibah nasional sembari mengembangkan sumber energi
selain minyak. Pengorbanan itu selalu ada!
4. Konsekuensi logis untuk mengimpor
Konsekuensi Logis Sistem PSC membuat Indonesia mengekspor minyak mentah ke luar
negeri, sehingga minyak mentah yang masuk ke kilang 570 ribu barrel. Kapasitas kilang
Indonesia sebesar 1,157 juta barrel. Sementara konsumsi BBM di Indonesia sudah
mencapai 1,3 juta barrel. Konsumsi yang tinggi ini memaksa Indonesia harus impor BBM
meski ada yang diekspor pula.
5. Mendukung karena enggan terjadi demonstrasi.
Frame yang terbangun adalah, menyatakan sikap menolak berarti > demonstrasi. So,
dukunglah pengurangan subsidi BBM agar tidak terjadi demonstrasi.
Rasanya saya belum tahu lagi alasan lain.
Sekarang, berikut ini berbagai argumentasi penolakan terhadap pengurangan subsidi
BBM per 1 April 2012:
1. Perhitungan yang aneh dan belum ada kejelasan alokasi dana.
Aneh saat pemerintah memutuskan untuk menghemat sekitar Rp 50 Triliun melalui
alokasi subsidi BBM, namun memberikan kompensasi berupa Bantuan Langsung Tunai
Sementara (BLSM) ke 74 juta warga miskin yang besarnya Rp 25 Triliun + untuk
angkutan umum sekitar Rp 5 Triliun. Cuma dapat Rp 20 Triliun.

Dikemanain? Isu santer beredar sebesar 13,6 Triliun akan digunakan untuk belanja
Negara #BaruIsu. Namun, karena belum ada sosialisasi yang pasti mengenai ke mana saja
dana yang dihemat dengan pengurangan subsidi BBM tersebut, maka bingunglah.
Bagi yang menggunakan argumen ini pastilah menolak pengurangan subsidi BBM per 1
April, dan meminta agar pemerintah mengkaji ulang alokasi dana dari penghematan
subsidi BBM.
2. Penggunaan dana APBN tidak efisien.
> APBN bocor rata-rata 30% tiap tahun (Dr. Fuad Bawazier, Mantan Menteri Keuangan
RI).
> Belum sehatnya proses pengadaan selama ini menyebabkan keuangan negara
mengalami kebocoran antara 10% 50% per tahun (Agus Raharjo, Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)
Mengutip kalimat Sudjiwo Tedjo kurang lebih seperti ini, Aku ngerti klo BBM memang
harus naik, tapi ini bukan masalah harganya apa bukan. Ini kekecewaan yang udah
numpuk!
Pernyataan kebocoran memang belum disertai data memadai mengenai sektor mana saja
yang bocor. Namun, melihat anggaran lalu-lalu yang banyak digunakan untuk biaya studi
banding, renovasi ruangan rapat, dll. Hal inilah yang kemudian menimbulkan sakit
hati masyarakat.
Mengapa membebankan penghematan APBN ke masyarakat umum *BBM saat ini
menjadi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat*, bukannya mengefisiensikan penggunaan
dana APBN?
3. Sudahkah kembali melirik Blueprint Pengelolaan Energi Nasional?
Banyak yang telah sadar bahwa konsumsi BBM di Indonesia itu terlampau tinggi
sementara persediaan minyak kian menurun. Oleh karena itu, mungkin terpikirkan bahwa
kenaikan harga BBM-lah yang paling tepat agar konsumsi berkurang. Padahal sedari dulu
sudah amat banyak pihak mengusulkan agar diversifikasi sumber energi segera
ditingkatkan dan jangan lupa bahwa Indonesia memiliki Blueprint PEN 2006-2025.
Masalah pengurangan subsidi BBM ini sesungguhnya dapat dilihat dari sudut pandang
yang berbeda. Mau pilih dilaksanakan paralel (harga BBM naik, dan infrastruktur mulai
dibenahi) atau Harga BBM harus naik, tapi apakah saat ini adalah saat yang tepat?
Ketika sarana-prasarana untuk meningkatkan diversifikasi energi belum memadai serta
transportasi massal masih harus diperbaiki? Sementara daya beli masyarakat pun tak
kunjung meningkat.
4. Rakyat tercekik

Pengurangan subsidi BBM > Kenaikan harga BBM > Kenaikan harga bahan pokok
(pangan dll) < *dibenturkan* Daya beli masyarakat tidak meningkat.
Argumen ini sepertinya merupakan argumen paling sederhana yang dikemukakan.
Kenaikan harga BBM sebesar Rp 1500/liter dapat memicu kenaikan inflasi 2.15%,
penurunan daya beli 2.10%, penambahan kemiskinan 0.98%.
Yang mengusung argumen ini pastilah meminta agar pemerintah terlebih dahulu memberi
ruang kekondusifan bagi industri dan UKM agar nantinya dapat memperluas lapangan
pekerjaan. Juga pembenahan transportasi massal dan infrastruktur pendukung lainnya. Ya
kumur-kumur sana.
Padahal masyarakat bayar pajak, dan uang itulah yang dikelola oleh pemerintah agar
dapat menyejahterakan masyarakat melalui ketersediaan sistem, fasilitas, saranaprasarana, dll. Kalau tidak dikelola untuk masyarakat secara luas, lalu?
5. PNBP dan PPh (Pajak Penghasilan) dari Migas seharusnya sudah mencukupi
untuk menutupi kebutuhan subsidi BBM.
Pada APBN 2012 dicantumkan, persentase subsidi energi terhadap APBN sebesar
14,79% sementara persentase total pendapatan Negara dari migas terhadap APBN sebesar
15,35%. Namun, mengapa Negara masih kekurangan dana? Hal ini *konon kabar*
dikarenakan perusahaan-perusahaan migas yang ada di Indonesia banyak yang tidak
membayar pajak sesuai dengan jumlah yang diwajibkan, dan ini berlangsung dari tahun
ke tahun. Artinya, tidak terdapat tindakan tegas dari pemerintah terhadap permasalahan
ini.
Di samping itu, PNBP dan PPh Migas menunjukkan tren naik tiap tahun, sehingga tidak
ada alasan bahwa harga minyak dunia naik maka kekurangan dana untuk mensubsidi
BBM.
6. Jumlah penerima BLSM berbeda dengan data BPS.
Tahun 2011, jumlah penduduk kategori miskin yang tercatat di Biro Pusat Statistik (BPS)
sejumlah 30 juta. Namun, pemerintah ingin memberikan kompensasi berupa BLSM yang
ditargetkan kepada 74 juta jiwa penduduk miskin (?)
7. Mengubah mekanisme distribusi BBM bersubsidi lebih tepat ketimbang harus
mengurangi subsidi.
Jika pemerintah mengatakan bahwa distribusi BBM bersubsidi tidak adil karena 53%-nya
dinikmati oleh pengguna kendaraan bermotor pribadi, maka jawabannya bukan dengan
menaikkan harga, tetapi bagaimana mengendalikan distribusi BBM secara terkendali,
akuntabel dan transparan, sehingga distribusinya dapat dipertanggungjawabkan.
Sehingga subsidi memang tepat guna, diberikan kepada yang benar-benar membutuhkan
(motor, angkutan umum, kapal nelayan, dll) yang memang layak disubsidi. Kenaikan
harga BBM jika tidak dibarengi dengan upaya peningkatan daya beli masyarakat, toh
sama saja.

8. Indikasi salah urus di sektor Pengelolaan Produksi & Distribusi Nasional


Berapa sesungguhnya kapasitas produksi minyak Pertamina? Kenapa terus menurun?
Bocor kemanakah? Berapa tingkat kebocoran yang terjadi? Sudahkah kinerja BUMN
menunjukkan performa sehat? Ini pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah terungkap ke
publik.
Padahal seharusnya masyarakat senang jika terjadi kenaikan harga minyak dunia,
bukannya dianggap sebagai bencana, jika target produksi dalam negeri oleh Pertamina
tercapai. Dari sini sudah terlihat indikasi adanya salah urus di sektor pengelolaan
produksi dan distribusi nasional. Kalau minyak jadi semakin mahal maka pajak
penerimaah bagi Negara meningkat, sehingga keseimbangan kenaikan dan penerimaan
pun terjadi.
9. Kenaikan harga BBM diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengurangan konsumsi BBM.
Argumen pro, salah satunya ialah dengan kenaikan harga BBM menjadi Rp 6000/ liter
diharapkan masyarakat terstimulus untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
pribadi.
Salah satu contoh, sektor pertanian-perkebunan warga (yang tidak tergolong industri)
tidak dapat dipungkiri bahwa distribusi bahan pangannya masih menggunakan kendaraan
roda dua/empat. Apabila jumlah produksi tetap, dengan prasarana trasnportasi juga tetap,
maka konsumsi BBM pun otomatis akan tetap. Frekuensi distribusi juga tetap. Yang
berbeda? Harga BBM-nya meningkat Rp 1500/liter.
Untuk pengguna kendaraan pribadi, sepertinya memang harus melalui wawancara atau
survei yang lebih komprehensif. Paragraf di atas sekedar contoh bagi masyarakat non
industri.
Lantas bagaimana agar pengguna kendaraan pribadi berkurang? Solusi yang muncul ialah
dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor agar jumlah permintaan makin
menurun.
10. Kenapa harus ekspor minyak?
Konsumsi rata-rata minyak Indonesia: 1300 million barrel crude oil per day (MBCD),
sedangkan rata-rata lifting minyak Indonesia: 950 MBCD. Dari 950 itu sekitar 395
MBCD diekspor ke luar negeri.
Kenapa kok ngekspor, padahal kebutuhan dalam negeri saja tidak mencukupi?
Karena pemilik 395 MBCD ini bukan pemerintah, tapi perusahaan asing contohnya
Exxon, BP, Chevron, dsb. yang diatur dalam UU Migas. Sehingga kebijakan ekspor
sekitar 395 MBCD ini bukan wewenang pemerintah, tapi sepenuhnya hak perusahaanperusahaan tersebut.

Maka untuk memenuhi defisit ini, pemerintah mengimpor BBM sekitar 340 MBCD dan
minyak mentah 313 MBCD untuk kemudian diolah Pertamina. Sehingga jelas bahwa
memang Indonesia sekarang negara pengekspor dan pengimpor minyak mentah.
Dengan argumen ini, maka renegosiasi kontrak royalti di sektor migas dan pertambangan
lah yang paling konkret. Bahkan bisa sampai revisi UU Migas.
11. Pesanan asing?
Dalam Letter of Intent (LOI) Indonesia dengan IMF berbunyi, To achieve this objective,
the government intends to adjust administered prices of petroleum products and
electricity before the next fiscal year, with a view to eliminating subsidies for these
products.
Poin nomor 12.
Wah ternyata sudah 11 poin. Lupa apalagi, tapi sepertinya masih ada.
Tulisan ini sekedar sebuah rangkuman argumentasi.
Mengutip kalimat Ridwan Kamil,
Kenaikan BBM seperti ingin memecah belah kita. Yang pro alasannya ilmiah dan logis.
Yang kontra alasannya masuk akal dan manusiawi.
Kalau saya sih, yang penting jangan lupa. This!
Kata seorang teman yang mendalami ilmu ekonomi, dalam memutuskan kebijakan itu ada
beberapa analisis. Dua yang disebutkan, analisis positif-negatif (umumnya kuantitatif
untung-rugi) dan analisis normatif, menyangkut baik-buruk. Kecenderungan sekarang
ialah analisis positif-negatif yang menjadi prioritas. Terlihat-kah?
Lalu, kepada apakah kamu berpegang?
*Nih tulisan argumen & datanya dari berbagai sumber. Kutipannya juga. Ternyata
ngerangkum itu lama juga.
http://sausanatika.wordpress.com/2012/03/27/ringkasan-pro-kontrapengurangan-subsidi-bbm/

JAKARTA, KOMPAS.com- Sinyal pemerintah untuk menaikkan harga bahan


bakar minyak (BBM) bersubsidi kian menguat. Setelah pernyataan dari Wakil
Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan kenaikan harga BBM akan dilakukan
bulan ini, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil juga menuturkan
sudah merampungkan kalkulasi soal skenario kenaikan harga BBM.
"Persiapannya sudah cukup bagus. Kami sudah hitung, tapi belum (diumumkan),"
kata Sofyan usai Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Jumat (7/11/2014).

Meski kalkulasi sudah dilakukan, Sofyan mengaku belum mengetahui kapan


presiden akan mengumumkan kenaikan harga BBM. "Saya tidak bisa konfirmasi
tanggalnya," ucap dia.
Saat ditanya lebih lanjut soal perubahan harga yang ditetapkan pemerintah,
Sofyan pun berlari menghindari wartawan.
Sebelumnya, perbedaan sikap terlihat dari Jokowi dan JK. Jokowi mengaku
belum ada kepastian menaikkan harga BBM karena masih menunggu kalkulasi
dan pendistribusian kartu perlindungan sosial. Di sisi lain, Jokowi mulai gencar
berbicara soal beban subsidi BBM yang terlalu berat sehingga perlu ada
pengalihan untuk sektor produktif.
Jokowi menyebutkan anggaran pemerintah untuk subsidi BBM mencapai Rp 741
triliun. Jumlah itu jauh di atas anggaran kesehatan yang hanya Rp 202 triliun dan
anggaran infrastruktur sebesar Rp 577 triliun.
Sementara itu, JK tampak lebih lugas. Dia menilai kenaikan harga BBM memang
perlu dilakukan. Dia bahkan menyatakan kenaikan harga BBM kemungkinan
dilakukan pada bulan November ini.
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/07/17515421/Menko.Perekonomian.Me
ngaku.Sudah.Selesaikan.Kalkulasi.Harga.BBM

Вам также может понравиться