Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
permintaan AS karena pada pertengahan Juni 2015 Badan Administrasi Obat dan Makanan (Food and
Drug AdministrationFDA) AS efektif memberlakukan larangan penggunaan trans fat (lemak trans)
dalam produk makanan. Larangan ini telah diwacanakan sejak November 2013 dan baru diberlakukan
pertengahan Juni 2015 yang lalu. Hal ini tentu saja menjadi angin segar bagi minyak sawit karena
minyak sawit adalah salah satu minyak yang tidak mengandung lemak trans sehingga menjadi alternatif
pengganti minyak nabati lain yang mengandung lemak trans.
Dari sisi harga, harga rata-rata CPO global sepanjang bulan Juni 2015 menunjukkan kenaikan
dibandingkan bulan Mei. Harga rata-rata Juni merangkak naik sekitar 1,8 persen di US$ 665 per metrik
dibandingkan harga rata-rata Mei di US$ 653,2 per metrik ton. Sementara harga harian sepanjang Juli
terus tergerus dan jatuh di harga rata-rata US$ 630,6 per metrik ton atau turun 5,2 persen dibandingkan
dengan bulan sebelumnya.
Tren harga CPO global sepanjang dua pekan pertama Agustus terus menunjukkan penurunan,
harga CPO semakin terpuruk dan jatuh di bawah US$ 600 per metrik ton. Dengan melihat kondisi
minyak dunia juga menunjukkan tren penurunan demikian juga tren yang sama terjadi pada harga
kedelai, maka GAPKI memperkirakan sampai akhir Agustus harga CPO global tidak akan mengalami
kenaikan dan sebaliknya akan cenderung turun, kecuali Pertamina mulai melaksanakan Mandatori B15
dengan menyerap Biodiesel dalam jumlah besar. Dalam perkiraan harga terkait dengan devaluasi Yuan
dan dampaknya terhadap daya saing minyak sawit Indonesia, devaluasi Yuan dalam hal ini sedikit
banyak akan mempengaruhi daya saing minyak sawit Indonsia. GAPKI memperkirakan harga harian
CPO sampai akhir Agustus akan bergerak di kisaran US$ 560 US$ 600 per metrik ton.
Sementara itu Harga Patokan Ekspor Juli 2015 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan
sebesar US$ 610 dan Bea Keluar 0% dengan referensi harga rata-rata tertimbang (CPO Rotterdam,
Kuala Lumpur dan Jakarta) sebesar US$ 681,51 per metrik ton. Pada pertengahan Juli Menteri
Keuangan RI kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Bea Keluar yang
baru. Dalam PMK tersebut struktur progressive Bea Keluar CPO dan turunannya yang pada PMK
sebelumnya ditentukan berdasarkan persentase, pada aturan baru ini ditetapkan dengan fixed rate
(angka tetap) dengan struktur progressive referensi harga yang sama dengan peraturan sebelumnya.
Dengan melihat tren harga CPO global yang bergerak di bawah US$ 750 per metrik ton, GAPKI
memperkirakan tidak ada pengenaan Bea Keluar untuk ekspor CPO dan turunannya sepanjang bulan
Agustus 2015. Para eksportir hanya dikenakan pungutan CPO Fund saja.
4. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari
habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena
keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.
5. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran
dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela karena sangat terbatasnya lembaga
(ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan
penanganan Limbah.
6. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut
saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan
bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan
perkebunan sawit.
7. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit
seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya
pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi,
melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan
konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati
yang tinggi (Manurung, 2000; Potter and Lee, 1998).
B. LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yeng perkembangannya sangat
pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa
sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah
cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi),
proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklion. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit
mengandung bahan organic yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air.
Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawait di kelompokan menjadi dua yaitu limbah yang
berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang
berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan
bunkil, TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya
serangga lalat dan potensial menghasilkan lindi (leachatea). Limbah padat yang berasal dari
pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah.
Kandungan unsure hara kompas yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai
0,05 % (P2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O).
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobic sekunder dengan BOD 3.500
5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsure hara terutama N dan K, bahan organic, dan sumber
air terutama pada musim kemarau. Setiap pengoalahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah pada
berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan untuk setiap produksi 1 ton minyak
sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6 0,7 ton limbah cair dengan BOD 20.000-60.000
mg/liter. Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1,250 mg K/l dan 215 mg/l.
Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui
pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor
tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam.
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan
limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong dan cangkang sawit. Tandan buah kosong
umunya dapat dimanfaatkan kembali dilahan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos.
Prosesnya terlebih dahulu dicacah sebelum diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan cangkang
buah sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada boiler
dan power generation.
Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak sawit merupakan sisa
dari proses pembuatan minyak sawit yang berbentuk cair. Limbah ini masih banyak mengandung unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai alternatif
pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang sering disebut dengan land application.
POTENSI LIMBAH SEBAGAI BIO-ENERGI
A. LIMBAH CAIR SEBAGAI BIO GAS
Gas metan adalah gas yang dihasilkan dari perombakan anaerobik senyawa-senyawa organik,
seperti limbah cair kelapa sawit. Secara alami gas ini dihasilkan pada kolam-kolam pengolahan limbah
cair PKS. Limbah cair yang ditampung di dalam kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan
(CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang
berbahaya bagi lingkungan. Selama ini kedua gas tersebut dibiarkan saja menguap ke udara.
Pembentukan gas metan melibatkan aktivitas mikroba yang sangat komplek. Beberapa
kelompok mikroba tersebut secara bertahap akan merombak bahan organik di dalam limbah cair atau
limbah padat hingga dihasilkan gas metan. Pertama, kelompok mikroba hidrolitik akan memecah-
mecah bahan organik menjadi senyawa yang lebih kecil. Bahan organik komplek umumnya adalah
polimer, hasil pecahannya adalah monomer-monomer. Hasil pemecahan bahan organik komplek
tersebut antara lain: glukosa, asam amino, dan asam lemak.
Kedua, kelompok mikroba fermentasi asam. Kelompok mikroba ini akan merombak monomermonomer organik menjadi asam, yaitu senyawa asam-asam organik, alkohol, dan keton. Tapap
berikutnya kelompok mikroba acetogenik akan merombaknya menjadi asam asetat, CO2, dan H2.
Selanjutnya kelompok mikroba menghasil metan (metanogenik) akan merubah asam-asam tersebut
menjadi gas metan.
Perombakan bahan organik ini terjadi dalam kondisi tanpa oksigen (O2) yang disebut kondisi
anaerob. Secara alami proses pembentukan gas metan ini sangat lambat dan gas yang dihasilkan juga
sedikit. Untuk dapat merombak limbah PKS menjadi biogas dalam jumlah besar, diperlukan sedikit
rekayasa.
Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor. Bioreaktor dapat diatur
sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk memproduksi biogas. Dapat pula ditambahkan
mikroba-mikroba yang akan mempercepat pembentukan gas metan.Bioreaktor ditutup rapat yang tidak
memungkinkan gas metan yang dihasilkan keluar dari bioreaktor.
Gas metan dialirkan atau dipompa ke tangki penampungan. Gas yang sudah tertampung dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Gas metan dapat juga dimampatkan dan dicairkan yang
kemudian ditampung di tabung-tabung yang lebih kecil, seperti layaknya tabung elpiji.
Proses pengolahan limbah padat TKKS menjadi biogas lebih sulit dibandingkan dengan limbah
cair. TKKS adalah senyawa organik yang lebih komplek daripada limbah cair. TKKS harus dirobak
atau didekomposisi terlebih dahulu sehingga mikroba metanogenik dapat memanfaatkannya untuk
menghasilkan gas metan.