Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

PENDAHULUAN
1. I. 1. Latar Belakang
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak saling melarutkan,
dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk globula (fase terdispersi) di dalam cairan lainnya
(fase kontinyu). Berdasarkan jenis fase kontinyu dan fase terdispersinya dikenal dua tipe
emulsi yaitu emulsi tipe O/ W dan tipe W/ O.
Didalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan campuran dua atau lebih bahan
kimia yang tergolong ke dalam emulsifier dan stabilizer. Tujuan dari penambahan emulsifier
adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial)
sehingga mempermudah terbentuknya emulsi.
1. I. 2. Rumusan Masalah
Dalam makalah Pengolahan dengan Suhu Tinggi ini terdapat beberapa masalah yang akan
dibahas diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan emulsi?
2. Apa saja teori yang menjelaskan teori polar dan nonpolar?
3. Apa saja sifat fisik emulsi?
4. Bagaimana metode pembuatan emulsi?
5. Apa yang dimaksud dengan emulsifier?
6. Apa peralatan yang digunakan dalam proses emulsifikasi?
7. Apa yang dimaksud dengan kesetabilan emulsi?
8. Apa saja macam aplikasi emulsi bahan pangan?
1. I. 3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Tujuan pokok bahasan teknologi emulsi ini adalah menekankan pemahaman tentang konsep
konsep dasar emulsi serta aplikasinya. Setelah membaca bahasan ini saudara diharapkan
mampu untuk :
1. Menjelaskan definisi emulsi dengan bantuan gambar.
2. Menguraikan teori polar dan non polar.

3. Menguraikan sifat fisik emulsi.


4. Menjelaskan metode pembuatan emulsi.
5. Menjelaskan emulsifier.
6. Menguraikan peralatan proses emulsifikasi.
7. Menjelaskan kestabilan emulsi
8. Menjelaskan beberapa macam aplikasi emulsi bahan pangan

Manfaat

Dalam pembuatan makalah Teknogi Emulsi, Tim penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan mereka dalam mengetahui
Teknologi Emulsi.
BAB II. PEMBAHASAN
TEKNOLOGI EMULSI
1. II. 1. Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air
atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak
sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan
dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan
kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim,
1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya
tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair
tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan
dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang menurut Farmakope
Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfactan yang cocok.
Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi
sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air
disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi m/a. Sebaliknya
emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalamminyak dan dikenal sebagai emulsi a/m. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu,
suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat
dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian
dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya,
viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan
atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh
emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria
(emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak
lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim
setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair
pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya
solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal
terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat,
misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya
hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase
eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada
emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga
meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat
tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase
yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih
rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,
terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula
kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena
kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan
daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri
ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah
bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil
kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan
dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan
dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal
ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri
dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak
sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang
tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989).
Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut
dalam air maupun minyak dalam satu campuran:
a.Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W
b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O
1. II. 2. Teori Lapisan Adsorbsi dan Tegangan Permukaan
Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda
(Ansel, 1989):

1. Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)


Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)). Daya kohesi tiap
zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air dan udara)
akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan gaya kohesi (tegangan
permukaan/surface tension). Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
batas mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan
pada air bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit,
tetapi berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun.
1. Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:
2. Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air
1. ipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang membentuk suatu
keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil & lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil
(emulgator mudah larut dalam air & sebaliknya).
3. Teori Interpelasi film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film
yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan
tegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum,emulgatorharus:
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
b. Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse
c.
Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua permukaan
partikel dengan segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).
Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel shg terjadi tolakmenolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari
ketiga cara berikut:
a.Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel
b.Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
c.Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
Adapun macam-macam emulgator yang digunakan adalah:
a.
Emulgator alam (tumbuhan, hewan, tanah mineral) : diperoleh dari alam tanpa
melalui proses). Contoh : Gom arap, tragacanth, agar-agar, chondrus, pectin, metil selulosa,
CMC, kuning telur, adep lanae, magnesium, aluminium silikat, veegum, bentonit.
b.
Emulgator buatan : dibuat secara sintetiks. Contoh : Sabun; Tween 20, 40, 60, 80;
Span 20, 40, 80
Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan
a
.Dengan Mortir dan stamper

Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil


b.
Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol pengocokan
dilakukan terputus-putus utk memberi kesempatan emulgator utk bekerja
c.
Dengan Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedlm ruangan yang didalamnya
terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi.
d.Dengan Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, shg partikel akan
mempunyai ukuran yang sama
Cara membedakan tipe emulsi
a.
Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O dapat
diencerkan dengan minyak
b.
Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen
blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III
c.
Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi karena fase
internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar dlm emulsimis : air
susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada permukaan. Pemisahan dengan
cara creaming bersifat refelsibel.
d.
Konductifitas
Elektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian
sebaliknya.
II.

2. Teori Polar dan Non Polar

Emulsifier merupakan surfactant yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus hidrofilik dan
gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan
gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Emulsi yang
mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan
biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam
air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan diberi tanda sebagai emulsi
A/M.
Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase
luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 10 25% dan
mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur
dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.
Pada fase ini bersifat non polar maka molekul molekul emulsifier tersebut akan teradsorbsi
lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air. Akibatnya tegangan permukaan minyak
menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu.
b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)

Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi
dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang berupa air. Emulsi tipe ini
umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 41% sehingga emulsi M/A dapat
diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci.
Pada fase ini bersifat polar maka molekul molekul emulsifier tersebut akan teradsorbsi
lebih kuat oleh air dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu.
Dalam formula pembuatan emulsi terdapat dua zat yang tidak bercampur yang mempunyai
fase minyak dalam air atau air dalam minyak, biasanya yang stabilitasnya dipertahankan
dengan emulgator atau zat pengelmusi. Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang
ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai
batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati
antar permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik
disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan antarmuka antar
fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan
emulgator biasanya diperlukan 5% 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004).
Cara Pembuatan Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi :
a) Metode gom basah (Anief, 2000)
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan
terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa. Metode ini dibuat dengan
terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit
demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak
secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.
b) Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi berupa gom
kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian
minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi,
kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
terbentuknya suatu emulsi yang baik.
c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang memiliki
nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga
HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB
yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka
selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan.
Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 12 dan
emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 6.
Hidrophilic Lipophilic Balance yang disingkat dengan HLB menggambarkan rasio berat
gugus hidrofilik dan lipofililik didalam molekul emulsifier. Niai HLB suatu emulsifier dapat
ditentukan dengan salah satu metode titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari

korelasi dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari korelasi dengan
nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial, koefisien pengolesan, daya larut zat
warna, konstanta dielektrika dan dengan teknik kromatografi gas cairan.
Khusus untuk emulsi non ioni, nilai HLB nya dapat dihitung dengan menggunkan rumus.
1. HLB = dimana E adalah persentase berat hidrofilik molekul (atau persentase berat
oksietilen untuk emulsifier yang merupakan kondensasi etilen oksida). Sebagai contoh
kandungan oksietilen didalam polioksietelen stearat adalah 85 %, maka HLB nya =
2. HLB = dimana S adalah bilangan yang saponifikasi ester dari emulsifier, yaitu bilangan
yang menunjukkan jumlah alkali yang dibutuhkan ( mg KOH) untuk menyambungkan satu
gram lemak dan A adalah bilangan asam dari emulsifier yang ditentukan dari prosedur kerja.
Sebagai contoh, bilangan saponifikasi dari gliserol monostearat tipe komersil (mono dan
gliserol) adalah 175 dan bilangan asam nya adalah 200, maka nilai HLB-nya = 2 =
Table 6-1. dispersibilitas emulsifier didalam air pada berbagai nilai HLB.
Dispersibilitas

Kisaran Nilai HLB


14

Tidak terdispersi

Sedikit terdispersi

Terdispersi seperti susu dengan


pengadukan

Terdispersi sperti susu dengan


kondisi yang stabil

Terdispersi menjadi larutan yang


tembus cahaya hingga jernih

Terdispersi menjadi larutan jernih

36
68
8 10
10 13
13 +

Contoh beberapa jenis emulsifier


Nama

Nama Kimia

HLB

IF

Glycerol monostearater
Glycerolmonooleat
Sorbitan monostearate
Sorbitan monooleat
Polyoxyethylene monostresrate

3.8
2.8
4.7
4.3
14.9

5.52
5.09
5.64
5.02
5.42

Umum
GMS
BGMO
Span 60
Span 80
Tween 60

Tween 80

Polyoxyethylene monooleleate

15

2.24

HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan
hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:
Nilai HLB

Tipe system

36

A/M emulgator

79

Zat pembasah (wetting agent)

8 18

M/A emulgator

13 15

Zat pembersih (detergent)

15 18

Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang
makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil.
Untuk mencegah suatu emulsi yang stabil, biasanya dibutuhkan campuran dua atau lebih
emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan hidrofilik dan lipofilik. Persentase
masing-masing emulsifier dalam suatu kombinasi emulsifier dengan nilai HLB tertentu dapat
dihitung dengan formulasi berikut:

Dimana :
A = Emulsifier A
B = Emulsifier B
X = Nilai HLB yang diinginkan
Sebagai contoh, jumlah poliosietilen sorbitan oleat (HLB = 15.0) dan sorbitan oleat (HLB =
4.3) yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu campuran yang mempunyai nilai HLB = 12
sebagai berikut:
% Polioksietilen sorbit oleat =
% Sorbitan oleat = 100 72 = 28.
II. 4. Sifat Sifat Fisik Emulsi
1. Penampakan

Penampakan emulasi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran pertikel emusi dan
perbedaan indeksbias antara fase terdispersidan medium terdispersi. Pada prinsipnya emulsi
yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias kedua fasenya sama atau
ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya sehingga terjadi
refraksi.
2. Viskositas
Faktor faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium
dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta
konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunkan.
Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi viskositas
emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partiker suatu emulsi, maka semakin tinggi
viskositasnya dan makian tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.
Table 6 2. Hubungan antara ukuran partikel emulsi dengan penampakannya
Ukuran Partikel
Makroglobula
> 1 mikron
0.1 1 mikron
0.05 0.1 mikron
< 0.05 mikron

Penampakan
Kedua fasenya dapat dibedakan
Tampak putih seperti susu
Tampak biru keputihan
Abu-abu agak transparan
Transparan

3. Dispersibilitas dan Daya Emulsi


Dispersibilitas atay daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila
medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air, sebaliknya bila
medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak.
4. Ukuran Partkel Emulsi
Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis dan total energy yang diperlukan
pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase terdispersi dan medium disperse,
tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama penyimpanan.
II.

5. Metode Pembekuan Emulsi

Pada dasarnya siat-sifat emulsi yang kita buat bergantung pada beberapa faktor, yaitu
1. komposisi bahan yang digunakan,
2. jenis bahan yang menjadi medium dispersi,
3. jenis dan jumlah emulsifier, prosedur dan kondisi pengolahan serta macam-macam
peralatan yang digunakan.

Dari ketiga faktor tersebut, faktor kedua yang terakhir merupakan faktor yang terpenting
yang harus diawasi.
1. 1. Penentuan Medium Dispersi
Sifat-sifat medium dispersi pada umumnya akan menjadi sifat-sifat emulsi. Jika emulsi yang
diinginkan dapat larut dalam air, mudah mengering, dapat meresap pada bahan-bahan yang
terbuat dari selulosa, seperti kertas dan serat tekstil, serta mempunyai sifat-sifat sama dengan
air, maka medium dispersinya haruslah air. Jika sifat-sifat yang diinginkan adalah sebaliknya,
maka medium dispersinya haruslah minyak atau pelarut minyak.
Pada umumnya lebih mudah membuat emulsi yang stabil dalam jangka waktu lama bila
tipenya minyak dalam air dibandingkan dengan bila tipenya air dalam minyak. Pada
pembuatan emulsi , tipe emulsi apa yang akan terbentuk tergantung pada perbandingan air
dan minyak, jenis bahan yang terdapat pada kedua fase dan nilai HLB emulsifier yang
digunakan. Dari ketiga faktor tersebut, dua faktor yang terakhir merupakan faktor-faktor
penting yang harus diawasi.
1. 2. Pemilihan Jenis Bahan
Jenis dan jumlah masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat emulsi bergantung
pada tujuan penggunaannya. Pada dasarnya bahan-bahan digunakan untuk membuat emulsi
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan hidrofilik, lipofilik, dan emusifier.
Bahan Lipofilik terdiri dari minyak, lemak, lilin, pelarut non polar, bahan-bahan yang larut
lemak (zat warna, obat-obatan, pestisida dan lain-lain) serta emulsifier yang mudah larut
dalam lemak. Pada banyak kejadian bahan lipofilik yang akan digunakan harus dipanaskan
dahulu supaya cair atau larut bersama-sama dengan bahan bahan lain. Bila hal itu dilakukan,
suhunya harus cukup tinggi untuk menjamin tidak adanya pemisahan bahan-bahan atau
kristalisasi ( 5-10C diatas titik cair dari bahan yang mempunyai titik cair tertinggi).
Pemilihan jenis bahan dan jumlah yang digunakan tergantung pada tujuan penggunaan emulsi
dan sifat-sifat emulsi yang diinginkan, Kecuali untuk bahan-bahan aktif, bahan-bahan yang
akan digunakan biasanya diseleksi menurut sifat-sifatnya, seperti mudah tidaknya bahan
tersebut menghasilkan emulsi yang stabil. Sebagai contoh minyak nabati biasanya sulit
mengemulsi dibandingkan dengan minyak mineral dan pelarut non polar yang mengandung
klor lebih sulit mengemulsi dari pada hanya mengandung hidrokarbon biasa. Karena masalah
pembuatan emulsi lebih kompleks (serta penyimpanan dan transportasinya) dibandingkan
dengan pembuatan larutan, maka cara pembuatan terbaik adalah memilih bahan-bahan dasar
yang mudah diemulsifikasi bila hal tersebut memungkinkan.
Bahan Hidrofilik yang biasa digunakan didalam emulsi adalah air, garam-garam, pelarut
polar, bahan-bahan yang larut dalam air (zat warna, obat-obatan, pestisida, dll) serta
emulsifier yang mudah larut dalam air. Pada waktu pembuatan emulsi, bila bahan lipofilik
dipanaskan, maka lebih baik memanaskan bahan hidrofilik 2-3 C diatas suhu bahan lipofilik
dengan tujuan mencegah pendinginan dan kristalisasi. Bila didalam formula suatu emulsi
minyak dalam air terdapat garam atau asam, maka ada baiknya bahan hidrofiliknya dibagi
menjadi dua bagian, bagian yang terakhir cukup sedikit saja untuk melarutkan garam atau
asam dan ditambahkan setelah emulsi primer yang baik terbentuk.

Emulsifier merupakan suatu langkah maju didalam bidang teknologi pembuatan emulsi
dengan menggunakan teori HLB dalam proses pemilihannya. Sistem ini diciptakan
berdasarkan beberapa percobaan empiris dan merupakan perbaikan dari pernyataan yang
menyatakan bahwa untuk membuat emulsi minyak didalam air lebih baik menggunakan
emulsifier yang larut air dan demikian sebaliknya. Peneratan teori ini didalam proses
pembuatan emulsi ternyata dapat mengeliminir sebagian besar dari jumlah percobaan yang
seharusnya dibuat.
II.

6. Proses Pembuatan Emulsi

Proses pembuatan emulsi dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan yang ingin dicapai,
namun prinsipnya proses tersebut melibatkan dua hal pokok, yaitu penurunan tegangan
permukaan oleh emulsifier dan input energi mekanis. Pada umumnya kalau terjadi penurunan
tekagangan permukaan , maka pembentukan emulsi akan lebih mudah terjadi sehingga input
energi mekanis yang dibutuhkan semakin berkurang. Demikian sebaliknya, bila jumlah
emulsifier yang ditambahkan hanya sedikit, maka untuk membentuk emulsi yang stabil
diperlukan lebih banyak input energi mekanis
1. 1. Pengolahan Skala Laboratorium
Pengolahan skala labolatorium patut mendapat perhatian karena sering menemui kesulitan,
terutama dalam usaha meniru teknik pengolahan skala pabrik. Sebagai contoh, proses
pembuatan emulsi yang agak kental dengan peralatan skala labolatorium sebenarnya
membutuhkan input energi yang sangat tinggi per satuan volume emulsi. Bila proses
pembuatan emulsi tersebut menggunakan waring lendor, maka sebagian dari energi yang
diberikan akan dipakai untuk mendisfersikan sejumlah besar udara kedalam sistem emulsi.
Karena itu peralatan emulsi di labolatorium sering tidak memberikan hasil yang sama dengan
pengolahan di pabrik.
1. 2. Pengolahan Skala Pabrik
Jiak proses pembuatan emulsi pada skala labolatorium telah dikerjakan mendekati sama
dengan keadaan pabrik, maka nantinya hanya akan terdapat masalah-masalah biasa yang pada
banyak kejadian dapat dipecahkan dengan mudah. Dengan dasar pembuatan di labolatorium,
maka penetapan suatu prosedur pembuatan emulsi pada skala pabrik akan lebih mantap.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa sering kali perbedaan kecil didalam prosedur dapat
menyebabkan produk akhir yang berbeda total.
II.

7. Peralatan Emulsifikasi

Pemilihan perlatan emulsifikasi biasanya tergantung pada pengunaaan emuliny, sebagai


contoh, untuk membuat emulsi insektisida di lapangan tidak dibutuhkn peralatan yang rumi.
Sedangkan untuk membuat emulsi di pabrik dibutuhkan peralatan yang dapat bekerja
ekonomis. Tujuan penggunaan peralatan emulsifikasi,baik yang sederhana maupun yang
kompleks,adalah untuk memecah atau mendispersikan fase terdispersi didalam medium
disperse,sehingga ukuran partikel dari emulsifikasi yang terbentuk cukup kecil untuk
menahan penggumpalan yang berakibat pada pecahnya emulsi.faktor-faktor utama yang
dipakai sebagai bahan yang pertimbangan dalam pemilihan peralatan emulsifikasi adalah
viskositas emulsi pada berbagai tahap pembuatan,jumlah input energi mekanis yang

dibutuhkan dan kebutuhan akan alat penukar panas.pembuatan emulsi sanagat dipengaruhi
oleh tipe pengadukan
Peralatan utama yang umum digunakan untuk emulsifikasi di dalam industri pangan adalah
berbagai tipe mixer, homogenizer bertekanan (pressure homogenizer), gilingan koloid
(colloid mill) dan peralatan ultrasonic (ultrasonic device)
a. Mixer
Mixer dengan pengaduk yang berkecepatan rendah mempunyai daya mencampur yang
rendah dan hanya menimbulkan sedikit putaran. Penggunaannya didalam proses emulsifikasi
dibatasi oleh bahn-bahan yang mempunyai viskositas yang tinggi, pada beberapa jenis bahan,
gerak pengaduk ini menyebabkan massa bahan mengembang dan memudahkan emulsifikasi.
Mixer digunakan di dalam industri terdapat dalam berbagai kapasitas, mulai dari yang lebih
kecil satu liter sampai yang berukuran beberapa meter kubik.
Pada gambar dapat dilihat suatu pengaduk sederhana yang berputar didalam suatu tabung
silinder besar. Selama pengadukan cairan ikut berputar mengikuti suatu garis edar yang besar
dan sedikit vertical.proses pencampuran akan berlangsung dengan efisien bila ada gerak liran
lateral dan vertical yang mendistribusikan bahan-bahan secara cepat keseluruh bagian tangki
Agar pengadukan berlangsung efisien, maka pada tangki biasanya dipasang piring-piring
penghalang (baffles) yang berfungsi mencegah cairn naik(gambar 6-3). Pada mixer yang
menggunakan pengaduk berbentuk propeller, cairan didorong naik turun menjadi
turbulen.sebagai akibatnya pengadukan berlangsung lebih efisien. Pengauk berbetuk
propeller umumnya digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah
sampai sedang. Bila emulsifier yang digunakan cukup dan proses pengadukan dilakukan
sebagaimana mestinya, maka emulsi yang terbentuk akan mempunyai ukuran partikel yang
lebih kecil dibandingkan dengan homogenizer atau gilingan koloid.
Mixer yang mempunyai pengaduk turbi umumnya mempunyai kecepatan yang lebih tinggi
gaya sentrifugal yang terbentuk akan mendorong cairan kesegala arah sehingga proses
pencampurannya berlangsung efisien (gambar 6-4). Mixer ini dapat digunakan untuk
mengemulsikan cairan yang mempunyai viskositas agak tinggi serta dapat digunakan untuk
membuat adonan kue, membuat mentega da margarine.partikel emulsi yang terbentuk
umumnya mempunyai diameter kira-kira 5 .
b. Gilingan koloid
gilingan koloid sebenarnya merupakan suatu modifikasi dari turbi, namun pada kasus ini
jarak antara rotor dan stator hanya beberapa per seribu inchi saja (gambar 6-5) . dengan jarak
yang kecil ini, maka gaya gesekan yang besar dapat terjadi. Sebagian besar gaya gesekan ini
akan hilang menjadi panas, sehingga temperatr bahan akan meningka dengan sangat besar,
karena gilingan koloid selalu dilengkapi dengan unit pendingin khusus.
Pada umumnya gilingan koloid lebih cocok digunakan untuk mengemulsikan bahan-bahan
yang mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan homogenizer bertekanan. Bahan
yang masuk dapat berupa cairan atau asta dan laju pengeluarannya berbanding terbalik
dengan viskositasnya,emulsi yang dihasilkan oleh gilingan koloid mempunyai ukuran partkel

yang xeragam,dan ukurannya tergantung pada jarak rotor dan statornya. Pada umumnya
diameter ukuran partikel tersebut berkisar antara 1-2 mikron
c. Homogenizer
homogenizer adalah sejenis alat yang digunakan untuk mendispersikan suatu cairan didalam
cairan lainnya,alat ini cocok digunakan untu membuat emulsi dengan kestabiilan tinggi,
Karena dapat menghasilkan emulsi yang berukuran partikel lebih kecil dari satu micron serta
seragam. Didalam industri pangan,homogenizer banyak digunakan untuk mereduksi ukuran
globula lemak didalam susu segar system emulsinya lebih stabil.
Homogenizer yang digunakan di dalam industri tersebut terdapat didalam banyak model dan
kapasitas.perbedaan model tersebut terdapat dalam banyak model dan kapasitas. Perbedaan
model tersebut umumnya terletak pada konstrukis lubang dan alat pengatur pengeluaranya.
Didalam homogenizer, pada prinsipnya cairan yang akan diemulsikan dipaksa melewati suatu
lubang sempit diantara lubang tetap dan suatu batang yang dapat digerak-gerakan. Luas
lubang dapat diperkecil dengan menekan batn ke dalam lubang dengan bantuan sekrup
pengatur.batang dan kumpulan lubang-lubang tersebut dibuat dari baja ynag sangat kut agar
dapat menahan gesekan dari laju bahan yang sangat tinggi. Emulsifikasi terjaid pada saat
bahan melewati lubang dan ketika bahan bergesekan dengan dinding yng mengelilingi
batang. Disamping itu pegas yang terletak diatas batang dapat menghasilkan getaran mekanis
yang berfrekuensi tinggi,sehingga dapat membuat cairan terdispersi (seperti metode
ultrasonik).pada gambar 6-6 dapat dilihat salah satu model homogenzer yang banyak
digunakan didalam industri. Pada homogeizer model ini,cairan yang akan diemulsikan
dipaksa melalui lubang-lubang yang berukuran 10-4 cm2 dengan gaya yang berkisar antara
500-5000 psi.
Dibandingkan dengan gilingan koloid, homogenizer dapat menghasilkan partikel yang
berukuran lebih kecil tetapi tidak seragam. Perbedaan lainnya adalah kenaikan temperature
pada saat homogenisasi cukup rendah,yakni berkisar antara 10-300F walaupun pada kejadian
tertentu kenaikan temperature tersebut dapat mencapai 50-900F,yakni tergantung pada tipe
pompa yang digunakan menekan cairan. Pada umumnya pompa dengan system piston
menyebabkan kenaikan temperature yang lebih rendah dengan pompa yang bergerigi.
Homogenizer dapat digunakan untuk mendispersikan cairan maupun pasta,karena tekanan
pemasukannya tinggi maka viskositas dispersinya hanya mempunyai pengruh yang kecil
terhadap laju pengeluarannya. Bila cairan atau pasta yang dimasukan telah dicampur dahulu,
maka setelah homogenisasi akan dihasilkan suatu emulsi yang halus dengan partikel
berukuran 0,1-0,2 mikron
d. Peralatan Ultrasonik
hasil pengembangan terakhir dibidang peralatan emulsi adalah peralatan ultrasonic. Peralatan
ini cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah,tetapi alat ini dapat juga
digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas tinggi sampai yng berbentuk
pasta.
Gelombang ultrasonic dapat dihasilkan dengan tiga macam system,yaitu system
mekanis,system yang menggunakan magnetostrictive oscillator dan system yang

menggunakan perzoelectrical oscillator .dua system yang terakhir tidak umum digunakan
untuk keperluan emulsifikasi, kecuali didalam proses pencucian dimana emulsifikasi ikut
mengambil bagian, generator mekanis lebih banyak digunakan didalam industri pangan untuk
keperluan emulsifikasi.
Bentuk generator mekanis yang digunakan untuk menghasilkan gelombang ultrasonic bagi
keperluan emulsifikasi bahan pangan adalah weige resonator
Prinsip dari alat ini yaitu suatu pisau dengan bentuk mata runcing ditempatkan didepan mulut
sebuah pipa. Cairan dipompa melalui pipa dan pancarannya menimpa mata pisau sehingga
terjadilah getaran. Pisau tersebut secara normal terjepit pada satu atau lebih titik dan
berensonansi pada frekuensi yang menghasikan gelombang ultrasonic didalam
cairan.intentitasnya tidak terlalu besar tetapi cukup ,dan dekatdengan pisau terjadi rongga
didalam cairan yang menyebabkan terjadi emulsifikasi. Cairan disuplai secara normal ke
mulut pipa oleh sebuah pompa tipe bergerigi yang getaran biasanya berkisar 50-200 psi.
frekuensi getaran biasanya berkisar 8-30 Khz dan ukuran partikel fase terdispersinya sekitar
1-2 mikron . peralatan ultrasonikyang dirancang untuk industri terdiri dari
kerangka,penyemrot yang dapat diatur,penyemrot yang dipasang pisau penggetar dan bel
rensonan.
II.

8. Kestabilan Emulsi

emusi dapat diklasifikasikan menurut kestabilannya, pertamq adalah emulsi


temporer,yaiitu emulsi yang memerlukan pengocokan yang kuat sebelumb digunakan.
Contohnya adalah French dressing yang terbuat dari minyak, cuka dan bumbu kering,
emulsi temporer biasanya mempunyai viskositas yang rendah. Kedua adalah emulsi
semipermanen,yaitu emulsi yang mempunyai viskositas kentalseperti krim, contohnya
adalah salad dressing yang mengandung sirupp, madu, condensed soup atau stabilizer
komersil seperti gum dan pectin.ketiga adalah emulsi permanen yaitu emulsi yang
mempunyai viskositas tinggi. Viskositas yang tinggi ini akan memperlambat penggumpalan
fase terdispersi
Selama suatu emulsi disimpan dapat terjadi perubahan-perubahan fisik didalam butiranbutiran terdispersinya yang berakibat pada penurunan mutu. Perubahan stabilitas dapat terjadi
melalui proses creaming,flocculation dan coalescence
-creaming meliputi flotais atau sedimentsi butir-butir teremulsi akibat gaya gravitasi,yaitu
pada akhirnya mengakibatkan system emulsi berubah menjadi dua lapisan emulsi. Yang
satunya mempunyai fase terdispersi dengan konsentrasi yang tinggi,sedangkan yang lainnya
mempunyi fase terdispersi dengan konsentrasi yang rendah..pada creamin tidak terjadi
pemecahan emulsi,tetapi bila creaming yang terjadi bil creaming yang terjadi diikuti dengan
peningkatan ukuran partikel,maka proses tersebut dapat berakhir dengan pemecahan emulsi.
Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer dan dengan syarat bahwa kedu fasenya
mempunyai berat jenis yang berbeda dan medium pendispersinya adalah cairan yang mudah
mengalir. Pada creaming,jika fase terdispersinya mempunyai berat jeis yang lebih besar dari
medium dispersinya, maka creamnya akan kebawah,demikian juga sebalikya.laju creaming
tergantung pada perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium dispersi, ukuran
butiran dan viskositas medium dispersi. Kecepatan pemisahn butiran (V) dapat dihitung
dengan persamaan Stokes :

V=
R= radius butiran
g= percepatan gravitasi
d1 dan d2 =berat jenis kedua fase
laju creaming dapat dipercepat dengan cara sentrifugasi dan pengenceran fase kontinyu. Pada
sentrifugasi hanya terjadi penekanan pengaruh perbedaan bert jenis kedua fase, sedangkan
pada pengenceran fase kontinyu terjadi perubahan rasio distribusi emulsifier didalam sistem
emulsi dan juga mengakibatkan perubahan distribusi emulsifier pada interfase-nya
-flocculation atau fkokulasi pengelompoka butiran-butiran menjadi gumpalan-gumpalan yang
longgar dan tidak teratur. Pada flokulasi tidak terjadi penggabungan butiran-butiran yang
kecil menjadi butiran-butiran yang lebih besar.pada umumnya butir-butir yang mengelompok
dapat didispersikan kembali dengan pengadukan atau pengocokan,apabila gaya-gaya antara
butiran-butirannya ( gaya van der walls) lemah.
coalescence ialah pengabungan butir-butir emulsi yng kecil menjaid butir-butir yang lebih
besar. Proses ini tidak reversibel dan terjadi setelah flokulasi,yakni apabila lapisan interfasial
emulsifiernya pecah. Coalescence adalah suatu proses thermodinamika yang terjadi secara
spontan dan mempunyai peranan yang penting pada pemisahan kedua fase di dalam emulsi
menjadi dua lapisan yang berbeda.laju coalescence dipengaruhi oleh daya tahan lapisan
interfasial emulsifier terhadap gesekan atau tumbukan yang meningkat selama pengadukan
atau pembekuan emulsi.
Emulsi dapat dipecahkan dengan beberapa cara,yaitu : pemanasan, penambahan
elektrolit,pengadukan mekanis dan sentrifugasi dengan kecepatan tinggi.pemanasan tidsk
efektif untuk memecahkan emulsi tipe air dalam minyak da penambahan suatu elektrolit akan
merusak kesetimbangan antar fase.pengadukan mekanis yang dapat merusak struktur molekul
emulsifier atau merubah posisi molekul emulsifier yang sudah mapan pada lapisan interfasial
sehingga memungkinkan terjadinya penggabungan kembali molekul-molekul fase yang
sejenis. Sedanglan sentrifugasi berkecepatan tinggi akan menyebabkan fase yang mempunyai
berat jenis lebih rendah mengapung sehingga membentui lapisan krim dipermukaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi adalah sebagai berikut :

Perbedaan berat jenis antara kedua fase. Perbedaan yang minimum adalah yang baik.

Kohesi fase terdispersi,sifat kohesi yang minimum adalah yang baik

Persentase padatan didalam emulsi.persentase fase terdispersi yang rendah adalah


yang baik

Temperatur luar yang ekstrim. Temperatur luar yang tinggi atau rendah adalah kurang
baik

Ukuran butiran fase terdispersi. Makin kecil ukurannya makin baik

Viskositas fase kontinyu. Viskositas yang tinggi adalh yang baik

Muatan fase terdispersi. Muatan yang sama dan seragam adalh yang baik

Distribusi ukuran butiran fase terdispersi. Ukuran yang kecil dan seragam adalah yang
baik

Tegangan interfasial antara kedua fase. Makin rendah nilainya makin baik

Emulsi dapat distabilkan untuk mencegah creaming floculation dan coalescence dengan
membuat suatu lapisan interfasial yang kuat disekeliling tiap-tiap butiran,menambah muatan
listrik permukaan butiran-butiran dan meningkatkan viskositas fase kontinyu.
II.

9. Aplikasi Emulsi Bahan Pangan

YOGURT DAN TAHU SUSU

Tahu susu

Tahu susu terbuat dari susu. Tahu susu merupakan suatu massa atau gumpalan yang diperoleh
dari penggumpalan protein susu dimana sebagian dari kandungan airnya dikeluarkan.
Pembuatan tahu susu lebih sederhana dibandingkan dengan tahu kedelai. Biasanya susu yang
digunakan dalam pembuatan tahu susu ini adalah susu yang berkualitas kurang baik. Prinsip
pembentukan tahu susu adalah dengan menggumpalkan protein susu, dilakukan antara lain
dengan menambahkan asam ke dalam susu.
Kasein pada susu akan terkoagulasi dan membentuk tahu apabila ditambahkan enzim
proteolitik atau asam. Tahu yang terbentuk dapat menjadi lunak atau keras tergantung dari
jumlah kasein dan kalsium yang terdapat di dalam susu. Kasein susu akan terkoagulasi pada
titik isoelektriknya yaitu pada pH 4,6. Koagulasi ini akan menyebabkan gaya tolak menolak
elektrostatik meningkat dan memecah misela-misela.

Yogurt

Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi kemudian
difermentasi dengan bakteri tertentu sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas.
Pada pembuatan yogurt, susu yang dihomogenisasi akan membentuk gel tahu yang lebih
cepat dengan konsisten yang lebih licin dan lunak dibandingkan dengan susu yang tidak
dihomogenisasikan.
Cara pembuatan yogurt adalah dengan mencampurkan 10,5% susu tanpa lemak, 7% lemak
susu, 12% sukrosa dan 3% biakan campuran streptococcus lactis dan lactobacillus bulgaricus,
selanjutnya diinkubasi pada suhu 43 C selama 18 jam. Emulsifier atau stabilizer seperti
gelatin akan memberikan hasil yang lebih baik tanpa menghambat proses pengasaman.
KEJU

Keju adalah produk yang dibuat dari tahu susu sapi atau hewan lainnya. Tahu tersebut
diperoleh dengan mengkoagulasikan kasein susu denagn suatu enzim (biasanya rannin) atau
asam (biasanya asam laktat). Tahapan pembuatan keju yaitu:

koagulasi susu oleh rennet,

pemecahan dadih dan pengeluaran whey (pemanasan),

pengepresan dadih,

penggaraman dan

pemeraman.

Proses homogenisasi susu hanya dilakukan pada pembuatan keju lunak dengan maksud
menyempurnakan daya olesannya serta mereduksi kehilangan lemak didalam whey pada
waktu tahunya dipisahkan. Pada keju semi lunak dan keju keras tidak dilakukan
homogenisasi susu hal ini dikarenakan homogenisasi dapat menyebabkan peningkatan luas
permukaan lemak sehingga reaksi lipofilik selama proses pematangan akan meningkat dan
mengakibatkan keju yang diperoleh mempunyai bau dan rasa yang kurang enak.
Pada pembuatan keju, penambahan emulsifier merupakan campuran garam-garam fosfat akan
memberikan hasil yang lebih baik (tekstur dan penampilannya) terutama pada keju-keju yang
tidak difermentasi seperti cottage cheese.
MENTEGA
Mentega merupakan emulsi air didalam minyak (w/o) dengan kandungan 20% dari berat
lemak. Bahan baku untuk membuat mentega adalah lemak susu, biasanya dalam bentuk krim.
Krim dipisahkan dari susu dan mengandung 30-35% lemak. Sebelum di proses lebih lanjut
krim dipasteurisasi terlebih dahulu.
Pengocokan dapat dilakukan dengan sistem batch atau sistem kontinyu yang menggunakan
pengaduk mekanis dan dirancang untuk mengubah sistem emulsi alamiah di dalam air dan
tiap-tiap globula tersebut dikelilingi oleh sutau membran fofpolipid yang mengandung
lechitin. Pengocokan ini akam memecah membran sehingga globula-globula tersebut
bertubrukan satu dengan yang lainnya, hasilnya globula tersebut berkumpul bersama dan
membentuk granula mentega yang kecil, makin lama makin besar ukurannya dan akhirnya
terpisah dari fase air krim. Fase air terpisah disebut buttermilk.
Pada proses pengocokan terjadi pemecahan emulsi dan granula-granula akan terbentuk pada
50 F. Pada titik ini pengadukan dihentikan dan buttermilk dikeluarkan dari wadah, keadaan
emulsi sudah berubah. Massa buttermilk merupakan komponen utama dan merangkap 15%
buttermilk didalamnya. Disini butterfat menjadi fase kontinyu dan sisa buttermilk yang
sebagian besar terdiri dari air dengan terlarut laktosa, kasein dan padatan susu lainnya
tersuspensi sebagai butiran-butiran di dalam massa lemak. Hal ini terjadi setelah proses
pengocokan yang berlangsung 40 menit. Setelah itu massa mentega dicuci dengan air bersih
untuk mengeluarkan sisa-sisa buttermilknya, kemudian sisa air pencuci dikeluarkan dan

ditaburi garam. Kemudian diteruskan dengan menyeragamkan dispersi garam dan memecah
butir-butir air sampai sekecil-kecilnnya.
Penambahan garam sebanyak 2,5% dari produk akhir sudah cukup untuk membuat rasanya
enak. Garam ini berfungsi sebagai bahan pengawet dan dapat mencegah pertumbuhan sporaspora bakteri, juga biasanya ditambahka Natrium benzoat. Selain itu juga ditambahkan
emulsifier seperti lechitin, monogeliserida atau kuning telur dengan tujuan untuk
meningkatkan kestabilan emulsi.
SALAD DRESSING
Salad dressing atau salad krim merupakan suatu emulsi pangan yang mengandung 30-50%
minyak, yang mempunyai bentuk hampir sama dengan mayonnaise, tetapi umunya
mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah serta menggunakan pasta pati sebagai
pengental. Sedangkan kuning telur, cuka dan bumbu-bumbu lain berfungsi sebagi emulsifier.
Pada pembuatan salad dressing yang perlu diperhatikan pemanasan patinya, dengan tujuan
untuk memperoleh derajat kekentalan yang diinginkan. Cuka ditambahkan pada pasta pati
yang telah dimasak sebelumnya. Kemudian ditambahkan minyak, kuning telur dan bahanbahan lainnyasebelum dilakukan emulsifikasi dengan pengadukan. Lesitin dalam kuning telur
akan berfungsi sebagai emulsifier dan gum tragacanth biasanya sebagai stabilizer.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah Teknologi Emulsi ini ialah :

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.

Emulsifier merupakan surfactant yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus


hidrofilik dan gugus lipofilik.

Emulsi mempunya 2 tipe yaitu : Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil) dan
Tipe M/A (Minyak/Air) atau W/O (Water/Oil).

Sifat Fisik Emulsi: Penampakan, Viscositas, Dispersibilitas dan Daya Emulsi, Ukuran
partikel.

Metode pembuatan Emulsi yaitu: Penentuan Medium Dispersi, Pemilihan Jenis


Bahan.

Proses pembuatan emulsi ada 2, yaitu: Pengolahan Skala Laboratorium dan


pengolahan Skala Pabrik.

Peralatan pembuatan emulsifikasi: Mixer, Gilingan Koloid, Homogeniser, Peralatan


Ultrasonik.

Aplikasi emulsibahan pangan antara lain, Yogurt dan susu tahu, Keju, Mentega, Salad
Dressing.

DAFTAR PUSTAKA
Yuniar, S.T, M.T, dkk. 2010. Teknik Pengolahan Pangan. Palembang: Politeknik Negeri
Sriwijaya.
http://www.google.com
http://blogkita.info/emulsi/.com

Вам также может понравиться