Вы находитесь на странице: 1из 11

Jurnal Oseanografi

Qurrotu Aini Putri


13 / 350018 / PN / 13331
Budidaya Perikanan
ABSTRACT
Oceanography practice purpose is to determine the characteristics of coastal areas by observing and
studying the correlation parameters of physics, chemistry, and biology.
Practice done in the
Krakal, Ngestirejo Village, District Tanjung Sari, Gunung Kidul regency, Yogyakarta on Saturday, May
2nd, 2015 until Sunday, May 3, 2015 for 24 hours. The method used is thedirect method. The parameters
measured were the parameters of physics, chemistry, and biology. Physical parameters include frequency
wave, tidal, wind speed, the slope of the beach, wind direction, air temperature and water temperature
were observed directly. Chemical parameters include DO, alkalinity, CO2, pH, salinity. DO determined
by Winkler method, whereas CO2 and alkalinity using alkalimetry. Biological parameters include
observations of the dominant fish larvae around the coast and plankton observations using the Shannonwiener. Results obtained by the water temperature range of 22-310C; 22,5-31,40C air temperature; beach
slope from 5.980 to 7.40; tidal 0-1,75m; wave frequencies from 0 to 0.91 Hz; Wind speeds from 0 to 3.2
m / s; wind direction to the South-West, Northeast, South, Southeast, North, East; DO range of 3.22 to
8.14 ppm; alkalinity 71-180 ppm; CO2 from 0 to 8.5 ppm; pH 6.8 to 8.1; 30-35 salinity; 703-12651
plankton density ind / L; diversity of plankton from 0.36 to 3.88. It can be concluded that the
characteristics of the region Krakal can be reviewed based on the parameters of physics, chemistry, and
biology. The parameters has corelation between each other in created characteristic Krakal.
Keywords

: Krakal beach, Density, Biology, Physic, Chemical

INTISARI
Tujuan praktikum oseanografi ini adalah untuk mengetahui karakteristik wilayah pantai dengan
mengamati dan mempelajari korelasi parameter fisika, kimia, dan biologinya. Praktikum dilakukan di
kawasan Pantai Krakal, Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
pada hari Sabtu, 2 Mei 2015 hingga Minggu, 3 Mei 2015 selama 24 jam. Metode yang digunakan adalah
metode pengamatan langsung. Adapun parameter yang diamati adalah parameter fisika, kimia, dan
biologi. Parameter fisika meliputi frekuensi gelombang, pasang-surut, kecepatan angin, kemiringan
pantai, arah angin, suhu udara, dan suhu air yang diamati secara langsung. Parameter kimia meliputi DO,
alkalinitas, CO2, pH, salinitas. DO diketahui dengan metode winkler, sedangkan CO2 dan alkalinitas
menggunakan metode alkalimetri. Parameter biologi meliputi pengamatan larva ikan yang dominan di
sekitar pantai dan pengamatan plankton menggunakan metode Shannon-wiener. Hasil yang diperoleh
yaitu suhu air kisaran 22-310C; suhu udara 22,5-31,40C; pasang surut 0-1,75m; frekuensi gelombang 00,91 Hz; kecepatan angin 0-3,2 m/s; arah angin ke Barat-Daya, Timur Laut, Selatan, Tenggara, Utara,
Timur; DO kisaran 3,22-8,14 ppm; alkalinitas 71-180 ppm; CO2 0-8,5 ppm; pH 6,8-8,1; salinitas 30-35
; densitas plankton 703-12651 ind/L; diversitas plankton 0,36-3,88. Dapat disimpulkan bahwa
karakteristik kawasan Pantai Krakal dapat ditinjau berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologinya.
Adapun antar parameter saling dalam mebentuk karakteristik Pantai Krakal.
Kata Kunci

: Hubungan, Kualitas air, Faktor Pembatas, Pantai Krakal, Parameter,

PENDAHULUAN
Lautan telah memberi manfaat kepada
manusia untuk berbagai keperluan meliputi
sarana berpergian, perniagaan dan perhubungan.

Akhir akhir ini diketahui bahwa lautan banyak


mengandung sumberdaya alam yang melimpah
dan bernilai ekonomis (Hutabarat dan Evans,
1984). Indonesia merupakan negara maritim

dengan luas lautan mencapai 70% dari luas


teritorialnya. Keadaan tersebut menjadikan
Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki
potensi sumberdaya pesisir tinggi. Pemanfaatan
sumberdaya dan potensi laut yang sangat
berlimpah tersebut tentunya memerlukan suatu
ilmu agar dalam pengelolaannya dapat
berkelanjutan.
Oseanogarfi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang lautan. Cakupan ilmu
oseanografi memadukan ilmu-ilmu lain, seperti
ilmu tanah, ilmu bumi, ilmu fisika, ilmu kimia,
dan ilmu hayat (Hutabarat dan Evans,1984).
Dalam oseanografi juga dipelajari keadaan fisik
air laut seperti gelombang, arus, dan pasang
surut. Oseanografi dapat dipublikasikan ke
bidang-bidang lain seperti rekayasa lingkungan,
perikanan, bencana alam dan mitigasi
(pengelolaan dan pencegahan) (Ali, 2007).
Kondisi oseanografi fisik di kawasan laut dapat
digambarkan oleh fenomena alam seperti
terjadinya pasang surut, gelombang, arus,
kemiringan pantai, kondisi suhu dan kecepatan
angin.
Fenomena-fenomena
tersebut
memberikan kekhasan dan karakteristik pada
kawasan laut sehingga menyebabkan terjadinya
kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Oleh
sebab itu, pembelajaran tentang oseanografi
perlu dilakukan sebab karakteristik tiap kawasan
pantai berbeda. Selain itu, pemanfaatan ilmu
oseanografi sangat luas terutama terkait
pengelolaan wilayah laut dan pesisir.
Pantai Krakal terletak di Desa
Ngestirejo, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta. Pantai ini merupakan
salah satu pantai dengan wilayah topografi datar
diantara buki-bukit kars disekitarnya. Terdiri
atas bebatuan gamping (penyusun perbukitan)
dan avilum (penyusun daratan). Pantai ini
banyak dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai
keperluan seperti tempat wisata, perdagangan,
penangkapan dan lain sebagainya. Melihat
potensi Pantai Krakal yang besar, maka
pengelolaan lebih lanjut perlu dilakukan. Salah
satu strategi pengelolaan dapat diterapkan
dengan memahami karakteristiknya melalui ilmu
oseanografi.
Tujuan praktikum oseanografi ini adalah
untuk mengetahui karakteristik wilayah pantai
dengan mengamati dan mempelajari korelasi
parameter fisika, kimia, dan biologinya.

Praktikum dilakukan di kawasan Pantai Krakal,


Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjung Sari,
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta pada hari
Sabtu, 2 Mei 2015 hingga Minggu, 3 Mei 2015
selama 24 jam.
METODOLOGI PENELITIAN
Praktikum ini dilaksanakan di Pantai
Krakal, Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjung
Sari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta pada
hari Sabtu, 2 Mei 2015 hingga Minggu, 3 Mei
2015 selama 24 jam. Pengamatan parameter
fisika setiap 1 jam, parameter kimia tiap 2 jam,
dan parameter biologi tiap 3 jam.
Alat yang digunakan saat praktikum
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu peralatan
untuk pengamatan parameter fisika, kimia, dan
biologi. Adapun peralatan pengamatan fisika
meliputi tissue, teropong, senter, rol meter,
tongkat kayu 2m, stopwatch, kompas, tali
pramuka, anemometer, secchi disk, mistar, dan
ember. Parameter kimia menggunakan perlatan
berupa botol oksigen, pipet ukur berbagai
ukuran, pipet tetes, erlenmeyer, gelas ukur, pH
meter, termometer. Selain itu juga digunakan
beberapa bahan kimia seperti larutan MnSO4,
NaOH-NaI, H2SO4 pekat, indikator amilum,
Na2S2O3 1/80N, H2SO4 0,02N, indikator PP,
indikator MO, NaOH 1/44N, dan aquades.
Parameter biologi menggunakan perlatan seperti
botol sampel, plankton net, toples, jraing larva,
dan ember. Sedangkan bahannya formalin 4%.
Metode yang digunakan adalah metode
pengamtan langsung. Adapun parameter yang
diamati adalah parameter fisika, kimia, dan
biologi. Parameter fisika meliputi frekuensi
gelombang diamati menggunakan teropong
dengan melihat banyaknya gelombang yang
terbentuk selama 1 menit. Pasang-surut diamati
dengan menggunakan patok. Kecepatan angin
menggunakan anemometer sedangkan arah
angin menggunakan kompas dan tissue.
Kemiringan pantai menggunakan patok dan rol
meter lalu dihitung menggunakan rumus
trigonometri. Suhu air dan udara diukur dengan
termometer.
Parameter
kimia
meliputi
DO,
alkalinitas, CO2, pH, salinitas. DO diketahui
dengan
metode
winkler
dan
dititrasi
menggunakan 1/80 Na2S2O3, rumus : DO =

x a x f x 0,1 mg/l ; alkalinitas dengan metode


alkalimetri dan dititrasi dengan 0,02N H2SO4,
rumus : CO3- =
x C x 1 mg/l ; pengukuran
kandungan CO2 bebas menggunakan metode
alkalimetri dan dititrasi menggunakan 1/44
NaOH, rumus : CO2 bebas =
x b x f x 0,1
mg/l ; pengukuran pH menggunakan pH meter;
dan salinitas diukur dengan refraktometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengamatan visual untuk stasiun I,
areanya berupa pantai dengan bukit yang landai.
Dasar pantainya terdiri dari batuan karang yang
ditumbuhi Ulva. Kondisi sekitar cukup ramai
karena banyak dimanfaatkan wisatawan untuk
berselancar
dan
berenang.
Disekitarnya
ditumbuhi beberapa pohon dan perdu.
Secara visual, stasiun II keadaannya
tidak jauh berbeda dengan stasiun I. Yaitu
memiliki bukit pasir yang landai, dasar pantai
berupa batuan karang yang ditumbuhi Ulva, dan
keadaan sekitarnya yang ditumbuhi tanaman dan
perdu. Wisatawan banyak berselancar disini,
walaupun arus dan gelombangnya cukup tenang.
Stasiun III masih sama dengan stasiun
sebelumnya, dasarnya berupa batuan karang

Parameter biologi meliputi pengamatan


larva ikan yang dominan di sekitar pantai dan
pengamatan plankton. Pengambilan plankton
menggunakan plankton net. Pengamatan
plankton dilakukan di laboratorium dengan
mengamati densitas dan diversitasnya dengan
metode Shannon-wiener , H= - 2log
.
Pengamatan larva ikan juga dilakukan di
laboratorium. Sebelumnya larva ikan yang
terjaring diawetkan dengan formalin 4%.

namun jarang ditumbuhi Ulva. Kondisinya


cukup sepi karena lokasi pantainya tertutup
dinding menyerupai tanggul yang sengaja
dibangun untuk menghindari abrasi. Pantai
cukup memiliki kemiringan yang jelas akibat
posisi pantai yang tersembunyi dibalik dinding
tanggul.
Stasiun VI tidak jauh berbeda dengan
stasiun III yaitu posisi pantainya yang miring,
dasar pantainya berupa batuan karang yang
jarang ditumbuhi Ulva, dan kondisi pantai yang
sepi karena tertutup tembok batu seperti tanggul.
Dibandingkan dengan stasiun I dan II,
gelombang dan arus stasiun III dan IV lebih
besar. Selain itu vegetasi di sekitar Stasiun III
dan IV jarang bila disbanding stasiun I dan II.

Tabel 1. Hasil pengamatan parameter fisik vs waktu


Pengamatan Parameter Fisik
Waktu
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00

I
29
31
31
33
32
29
29,5
29
29
30
30
30
29,5
28
29
28,5
28
28
29,5
28
29
28
29,5
28

Suhu Air
II
III
30
29
31
29
31
31
31
30,5
32
30
30
30
30,5 30,5
29
29
30
30
30
30
29
23
26
28
29
27
29
27,5
29
28,5
29
28
29
29
29
29,5
29
27
30
30
27,5
29
31
28,5
29
28,5
29
29,5

IV
29
30
30
31
30
30
28,5
29
29
29
23
27
29
29
29
29
30
29
22
29,5
30
29
29
29

Suhu Udara
I
II
III
26
26
27
22,5
29
26
29,5
29
28
29
29,25
26
28
29
27
26
26
25,75
29
26,5
25
27
26
25
26
26,5
25
25
26
25
27
26
25
25
30
25
25
26
24
25
25
24,5
25
24
24
25,5
25
24
25
25
25
24
25
27,6
25
25
24
25
24,5
24
26
29,25
25
28
28
26
26,75
27
27
26
27
28,5

IV
25
31,4
27
32,5
30
28
26,5
26
25
26
25
25
26
26
25,6
25
25
25
24
25,5
26
28
26,5
28

I
0,15
0,17
0,1
0,02
0,04
0,2
0,96
0,5
1,3
0,98
1,35
0,4
1,28
0,45
0
0,02
0,45
0,3
1,3
1,2
1,25
1,4
1,7
1,65

Parameter yang di amati (stasiun)


Pasang Surut (m)
Kecepatan Angin (m/s)
II
III
IV
I
II
III
IV
0,8
0,3
0,85 0,08 0,01
0
0
0,4
0
0,26
1,2
0,6
0
0,9
0,65 0,05 0,25 1,25
1
1,25
0,8
0,39 0,07 0,65
0,6
0,27 0,85
0,5
0
0,25
0,2
0,7
0,8
3,2
1,5
0,13 0,35 0,06
0,5
0,73
0
0,58
0,4
0,33
0,2
0
0,1
0
0,15
0,83 0,36
1,2
0
0,26
0
0,1
0,9
1
1,3
0
0
0
0
0,76
1
1,75
0
0,21 0,75
0
0,1
1,2
1,08
0
0
0
0
0,9
0,54 0,05
0
0
0
0,1
0,45 0,55 0,55 0,48
0
0
0
0,3
0,38
0,5
0
0
0
0,1
0,1
0,3
0,13
0
0
0
0
0
0
0,25
0
0
0
0
0
0,04 0,04
0
0,04
0
0,1
0,15 0,33
0,7
0
0
0,1
0,05
0,35 0,85 0,08
0
0
0
0
0,6
1
1,7
0
0
0
0,1
1,5
1,25 1,62
0,1
0
0
0
1,7
1,4
1,25
0
0,2
0
0
1
1,3
1,75 1,12
0,9
1,2
0,2
1
1
1,43
0,9
0,9
0,7
3,2

Keterangan : U ( Utara); TL (Timur Laut); T (Timur); TE (Tenggara); S (Selatan); BD (Barat Daya); B (Barat); BL (Barat Laut).

I
BD
BD
BD
T
TL
TE
BD
S
S
BL
BD
BL
U

Arah Angin
II
III
TE
TE
TL
TL
TL
T
T
T
TE
BD
T
TE
S
TL
TE
S
U
B
BD
BD
BL
BL
BL
TL

IV
T
TL
TL
TE
TE
B
BD
BD
TE
S
TE
S
S
TL
TL
U
U

Frekuensi Gelombang
I
II
III
IV
0,07 0,10 0,13 0,09
0,08 0,16 0,08 0,10
0,08 0,13 0,11 0,08
0,05 0,15 0,07 0,08
0,09 0,11 0,31 0,08
0,09 0,28 0,11 0,08
0,14 0,07 0,10 0,09
0,12 0,23 0,07 0,10
0,07 0,07 0,13 0,13
0,08 0,10 0,10 0,01
0,13 0,01 0,10 0,91
0,08 0,10 0,13 0,20
0,08 0,15 0,10 0,12
0,06 0,08 0,14 0,09
0,10 0,10 0,12 0,07
0,06 0,11 0,05 0,08
0,12 0,13 0,07 0,08
0,08 0,15 0,18 0,21
0,11 0,17 0,08 0,08
0,09 0,09 0,06 0,18
0,13 0,07 0,10 0,08
0,08 0,10 0,09 0,10
0,08 0,11 0,13 0,09
0,07 0,08 0,08 0,09

Tabel 2. Hasil pengamatan parameter kimia vs waktu


Pengamatan Parameter Kimia
Waktu
11.00
13.00
15.00
17.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
05.00
07.00
09.00

DO
I
6,4
4,44
6,8
6,17
5,84
7
3,9
4,53
7,45
3,75
5,7
5,09

II
6,4
7,5
6,9
5,6
5,05
5,1
7
6,18
6,3
7,3
6,3
5,8

III
5,34
7,2
7,26
5,3
6,23
7,4
8,14
6,9
3,95
6,44
4,2
5,93

CO2
IV
3,22
3,8
5,5
5,7
0,42
5,4
3,78
6,4
7,48
6,1
6,7
6,06

I
0
0
0
1,4
0
0
0
0
5,4
0
0
0

II
0
0
0
9
0
0
12
0
5,2
0
0
0

III
8,5
0,24
0
0
3,2
0,19
6,4
1,8
5,2
0
4,6
2,5

IV
0
0
0
0
0
10,2
0
0,95
4,3
0
0
0

Parameter yang di amati (stasiun)


Alkalinitas
I
II
III
IV
I
119
96
122
119
34,5
112
175
117
106
35
112
114
113
101
30
116
109
115
138
33
138
135
71
129
35
128
131
124
136
33
124
136
127
148
34
123
135
136
194
34
151
143
158
87
35
149
146
157
180
32
124
96
133
124
34
126
117
128
132
33

Sanilitas
II
III
34
33
35
35
31
32
34
31
34,5 34,5
32
34,5
34
32
35
34,5
34
34
31
34
33
33
32
34

pH
IV
34
34
32
33
35
35
31
32
32,5
30
32
34

I
7,2
7,35
7,2
7,2
7,15
7
7,2
7,25
7,25
7,3
7,3
6,8

II
7,2
7,35
7,2
7,15
7,2
8,1
7,2
7,3
7,2
7,1
6,8
7,05

III
7
7,45
7
7,1
7,3
7,35
7,2
7,25
7,25
7,1
7,15
7,2

IV
7,3
7,3
7,7
7,05
7,3
7,3
7,2
6,8
7,25
7,5
7,1
7,3

Tabel 3. Hasil pengamatan parameter biologi vs waktu


Pengamatan Parameter Biologi
Waktu
12.00
15.00
18.00
21.00
24.00
03.00
06.00
09.00

Parameter yang di amati (stasiun)


Densitas Plankton
Diversitas Plankton
I
II
III
IV
I
II
III
IV
853
12651
853
753
3,06
1,16
3,41
3,77
2761
954
803
5020
0,36
3,43
3,88
0,95
3815
703
1355
2058
2,94
3,81
3,14
2,91
351
1707
1104
1958
2,81
2,15
3,45
2,56
1606
2309
1155
3665
1,86
3,11
2,12
3,59
2410
1857
2962
1355
2,90
3,08
3,30
3,84
1857
1205
1657
1,71
3,54
0,97
1657
904
1958
3213
1,94
3,73
1,85
3,86

Berdasarkan
tabel
diatas,
untuk
parameter fisika meliputi suhu air, suhu udara,
pasang surut, kecepatan angin, arah angin, dan
frekuensi gelombang.
Pada stasiun I suhu air terendah 23oC
pada pukul 17.00 WIB dan tertinggi pada pukul
15.00 WIB sebesar 31oC sedangkan suhu udara
tertinggi 31oC dan terendah 22oC. Suhu air
tertinggi stasiun II 32oC pada pukul 15.00 WIB
dan terendah 26oC pada pukul 22.00 WIB
Sedangkan suhu udara tertinggi 30oC pada pukul
22.00 dan terendah 24oC pada pukul 01.00 WIB.
Stasiun III mempunyai suhu air tertinggi 31oC
pada pukul 13.00 WIB dan terendah 23oC pada
pukul 21.00 WIB
sedangkan suhu udara
o
tertinggi 28,5 C pada pukul 10.00 WIB dan
terendah 24oC pada pukul 23.00, 01.00, 02.00,
05.00, dan 06.00 WIB. Stasiun IV mempunyai
suhu air tertinggi 31oC pada pukul 14.00 WIB
dan terendah 22oC pada pukul 05.00 WIB
sedangkan suhu udara tertinggi 32,5oC pada
pukul 14.00 WIB dan terendah 24oC pada pukul
05.00 WIB.

Rata-rata suhu air 29oC terendah pada


stasiun IV pukul 05.00 WIB yaitu 22oC dan
tertinggi pada stasiun I pukul 14.00 dengan suhu
33oC. Daerah perairan merupakan habitat
organisme perairan yang memiliki suhu
optimum berkisar 2631C (Hutabarat dan
Evans, 1985). Maka suhu perairan Pantai Krakal
termasuk normal karena rentangnya masih
berkisar antara 2631C. Sedangkan suhu udara
rata-ratanya 26o C dengan yang terendah 22,5o C
pada stasiun I pukul 12.00 WIB dan tertinggi
32,5oC pada stasiun IV pukul 14.00 WIB.
Menurut Odum (1993), suhu udara yang optimal
bagi kehidupan adalah berkisar antara 28oC32oC. Maka suhu udara Pantai Krakal juga
termasuk normal. Suhu udara relatif tidak stabil
dibanding suhu air. Terlihat dari nilai terendah
dan tertinggi suhu udara berada pada rentang
waktu yang sama yaitu siang hari. Sebab suhu
udara lebih cepat berubah dari suhu air karena
udara lebih mudah menyerap dan melepaskan
intensitas panas dari matahari (Odum, 1993).
Pada stasiun I, pasang surut tertinggi 1,7
m pada pukul 22.00 WIB dan terendah 0 meter

pada pukul 22.00 WIB. Gelombang pada stasiun


I berkisar antara 0,05 - 0,14 gel/s dengan
kecepatan angin 0 1,25 m/s. Arah angin
cenderung tidak menentu dan frekuensi
gelombangnya rata-rata 0,9 Hz. Stasiun II
memiliki pasang surut tertinggi 1,7 m pada
pukul 08.00 WIB sebesar 1,7 m dan terendah 0
m pukul 15.00, 02.00, dan 03.00 WIB.
Gelombang berkisar antara 0,01 - 0,28 gel/s
dengan kecepatan angin sekitar 0-1 m/s dengan
arah
angin
tidak
menentu,
frekuensi
gelombangnya rata-rata 0,12 Hz. Stasiun III
memiliki pasang surut tertinggi pukul 08.00
WIB sebesar 1,4 m dan terendah pukul 12.00
dan 02.00 WIB sebesar 0 m. Gelombang stasiun
III berkisar antara 0,05 0,308 gel/s dengan
kecepatan angin sekitar 0-3,2 m/s dengan arah
angin tidak menetu. Frekuensi gelombang rataratanya 0,11 Hz. Stasiun IV memiliki pasang
surut tertinggi pukul 09.00 dan 20.00 WIB
sebesar 1,75 m dan terendah pukul 03.00 WIB
sebesar 0,04 m. Gelombang berkisar antara
0,011 - 0,91 gel/s dengan Kecepatan angin
sekitar 0 m/s dengan arah angin tidak menentu.
Frekuensi gelombang rata-rat 0,13 Hz.
Kecepatan angin rata-rata 0, kecepatan
tertinggi 3,2 m/s di stasiun IV pukul 10.00 WIB.
Pasang-surut rata-ratanya 0,7 m dengan pasang
tertinggi 1,75 m di stasiun IV pukul 20.00 WIB.
Menurut Pariwono (1989), pasang surut
diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda
angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
massa air di bumi. Jadi wajar bila pasang
tertinggi terjadi pada malam hari sebab ada
gravitasi bulan dan benda-benda langit lain yang
mempengaruhi.
Angin
rata-rata
tidak
berhembus, sehingga arahnya tidak diketahui.
Bila ada angin arahnya ke Barat-Daya, Timur
Laut, Selatan, Tenggara, Utara, Timur. Hal
tersebut sejalan dengan kecepatan angin yang
rata-rata bernilai 0 (tidak berhembus). Frekuensi
gelombang rata-rata 0,11 Hz, tertinggi 0,91 Hz
di stasiun IV pukul 21.00 WIB dan terendah
0,01 Hz di stasiun IV pukul 20.00 WIB.
Gelombang dipengaruhi oleh angin, bila angin
yang bertiup lemah maka gelombang yang
terbentukpun tidak akan tinggi.
Parameter kimia meliputi DO, CO2
bebas, alkalinitas, pH, dan salinitas. Pada stasiun
I kadar DO tertinggi pukul 03.00 WIB sebesar

7,45 ppm, CO2 bebas tertinggi pada pukul 08.00


WIB sebesar 5,4 ppm. Alkalinitas berkisar >100
ppm, pH berkisar 6,8-7,35. Salinitasnya berkisar
antara 30-35 . Stasiun II kadar DO tertinggi
pada pukul 13.00 WIB sebesar 7,5 ppm, CO2
bebas tertingginya 12 ppm pukul 23.00.
Alkalinitasnya berkisar 96-175 ppm. pH sekitar
6,8-8,1 dan salinitas berkisar antara 31-35 .
Stasiun III memiliki kadar DO tertinggi pukul
23.00 WIB sebesar 8,14 ppm dengan CO2 bebas
tertingginya 6,4 ppm pukul 23.00 WIB.
Alkalinitasnya berkisar 71-158 ppm. pH sekitar
7-7,7. Salinitasnya sekitar 31-35 . Stasiun IV
kadar DO tertinggi pada pukul 03.00 WIB
sebesar 7,48 ppm dengan CO2 bebas
tertingginya pukul 21.00 WIB sebesar 10,2 ppm.
Alkalinitasnya berkisar 87-175 ppm. pH sekitar
7,05-7,7 dan salinitasnya berkisar 30-35 .
Rata-rata DO adalah 6 ppm dengan yang
tertinggi 8,14 ppm pada stasiun III pukul 23.00
WIB dan terendah 0,42 ppm pada stasiun IV
pukul 19.00 WIB. Sumber DO dalam air berasal
dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer,
arus atau aliran air melalui air hujan serta
aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
fitoplankton (Novotny and Olem, 1994).
Berdasarkan pernyataan tersebut maka wajar
bila DO terendah pada pukul 19.00 WIB sebab
fitoplankton sudah tidak aktif berfotosintesis.
Sedangkan yang tertinggi pada pukul 23.00
WIB, hal tersebut dapat disebabkan karena
difusi oksigen terjadi intensif akibat gelombang
dan arus. CO2 rata-ratanya rendah yakni 1,68
ppm sedangkan yang tertinggi 12 ppm pada
stasiun II pukul 23.00 WIB. Semenetara nilai
CO2 terendah adalah 0. Nilai 0 hampir dijumpai
di semua stasiun terutama waktu pagi dan siang.
CO2 wajar bila rendah pada pagi dan siang hari
sebab aktivitas fotosinetsis fitoplankton intensif
terjadi pada waktu tersebut. Sehingga kadar CO2
rendah. Alkalinitas rata-ratanya 128 ppm dengan
yang tertinggi 194 ppm di stasiun IV jam 01.00
WIB sedangkan terendahnya 71 ppm di stasiun
III pukul 19.00 WIB. Alkalinitas adalah
kuantitas anion di dalam air yang dapat
menetralkan kation hidrogen atau juga diartikan
sebagai kapasitas penyangga (buffer) terhadap
perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Tinggi
rendahnya nilai alkalinitas ini disebabkan oleh
jumlah ion pembentuk alkalinitas dalam
perairan. Salinitas rata-rata adalah 33,29 dengan

yang tertinggi 35 pada stasiun II pukul 01.00


WIB sedangkan yang terendah 30 pada stasiun
IV pukul 05.00 WIB. Menurut Welch (1952),
kadar salinitas normal perairan laut mencapai
>30 . Maka dapat dikatakan bahwa salinitas
Pantai Krakal masih tergolong normal. pH ratarata normal yaitu 7,22 sedangkan yang tertinggi
adalah 8,1 pada stasiun II pukul 09.00 WIB dan
yang terendah 6,8 di stasiun IV pukul 01.00
WIB.
Parameter biologi meliputi densitas
plankton dan diversitas plankton. Densitas
plankton tertinggi pada stasiun 1 3815 indv/L
pada pukul 18.00 dan densitas terendah 351
indv/L pada pukul 21.00 Sedangkan diversitas
tertinggi 3,06 pada pukul 12.00 dan diversitas
terendah 0,36 pada pukul 15.00. Stasiun 2
menunjukan densitas tertinggi 12651 indv/L
pada pukul 12.00 dan densitas terendah 703
indv/L pada pukul 18.00 sedangkan diversitas
tertinggi 3,81 pada pukul 18.00 dan diversitas
terendah 1,16 pada pukul 12.00. Stasiun 3
menunjukan densitas tertinggi 2962 indv/L pada
pukul 03.00 dan densitas terendah 803 indv/L
pada pukul 21.00 sedangkan diversitas tertinggi
3,88 pada pukul 15.00 dan diversitas terendah
1,85 pada pukul 09.00. Stasiun 4 menunjukan
densitas tertinggi 5020 indv/L pada pukul 15.00
dan densitas terendah 753 indv/L pada pukul
12.00 sedangkan diversitas tertinggi 3,8 pada
pukul 24.00dan 09.00 dan diversitas terendah
0,9 pada pukul 15.00 dan 06.00.
Densitas plankton rata-rata dari semua
stasiun 2176,4 ind/L dengan yang terendah 351
ind/L pada stasiun I pukul 21.00 WIB sedangkan
yang tertinggi 12651 ind/L di stasiun II pukul
12.00 WIB. Densitas plankton adalah kepadatan
plankton persatuan luas. Diversitas plankton
rata-rata 2,75 dengan yang terendah 0,36 di
stasiun I pukul 15.00 WIB sedangkan yang
tertinggi 3,88 di stasiun III jam 15.00 WIB.
Diversitas adalah keragaman jenis plankton
dalam suatu area. Plankton merupakan
sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan
maupun hewan yang hidup melayang maupun
terapung secara pasif di permukaan perairan, dan
pergerakan serta penyebarannya dipengaruhi
oleh gerakan arus walaupun sangat lemah
(Nybakken, 1992). Oleh sebab itu densitas dan
diversitas plankton dipengaruhi oleh parameter
lain terutama arus dan gelombang.

A. Hubungan Parameter antara Suhu Udara,


Suhu Air, dan DO

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat


bahwa suhu udara lebih fluktuatif dibandingkan
suhu air. Hal tersebut dikarenakan udara lebih

mudah menyerap dan melepaskan intensitas


panas dari matahari, sehingga suhu udara
lebih cepat berubah dari suhu air (Odum,

1993). Bila dibandingkan dengan suhu


udara, maka suhu air lebih stabil sebab air
memiliki kapasitas penyimpan panas yang
besar dibanding udara. Sehingga meskipun
intensitas cahaya matahari terus berkurang,
namun panas yang terserap masih tersimpan
oleh air. Penurunan tajam suhu air terlihat
pada stasiun IV pada pukul 21.00 WIB. dan
05.00 WIB. Wajar bila suhu air menurun
drastis pada malam hari sebab pada saat
tersebut panas matahari yang tersimpan
telah dilepaskan sehingga suhu air menjadi
dingin. Terlebih saat itu hujan turun di
Pantai Krakal, sehingga membuat suhu turun
drastis. Berdasarkan grafik diatas, suhu air pada
o

B. Hubungan Parameter
antara Suhu
Udara, Suhu Air, Salinitas, dan Densitas
Plankton

n Parameter antara Suhu Udara, Suhu Air,

setiap stasiun berkisar antara 28 C-33 C


sedangkan suhu udara pada setiap stasiun
berkisar 22,5oC-29,5oC. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan diatas bahwa suhu air akan
lebih tinggi daripada suhu udara. Selain itu, suhu
udara dipengaruhi oleh vegetasi. Menurut

Pratiwi (2004) apabila vegetasi cukup lebat,


maka suhu udara akan cenderung lebih
kecil.
Kadar
oksigen
cukup
berfluktuasi.
Berdasarkan grafik, DO pada tiap stasiun
menurun pada sore hari mulai pukul 17.00 WIB
hingga dini hari. Menurut Novonty dan Olem
(1994) kadar DO dipengaruhi oleh aktifitas
fitoplankton dan difusi oksigen ke perairan.
Maka wajar bila penurunan DO terjadi pada
kisaran waktu tersebut. Sebab pada kisaran
waktu tersebut, fitoplankton tidak berfotosintesis
karena tidak ada cahaya matahari. DO juga
berhubungan dengan suhu, terutama suhu air.
Suhu air berpengaruh besar terhadap kandungan
oksigen terlarut. Air memiliki stratifikasi
berdarakan suhunya. Suhu permukaan akan
lebih tinggi dibandingkan suhu air dibawahnya,
hal ini dapat berpengaruh pada pengadukan air
yang diperlukan dalam penyebaran oksigen
dalam air (Basuki, 1993).

B. Hubunga Hubungan Parameter antara Suhu


Udara, Suhu Air, Salinitas, dan Densitas
Plankton

Salinitas, dan Densitas Plankton

Berdasarkan grafik diatas, suhu air pada


setiap stasiun rata-ratanya 29oC sedangkan suhu
udaranya 26oC. Suhu udara memang lebih
rendah dari suhu air sebab air lebih mampu
mempertahankan panas yang diserapnya
sehingga suhunya lebih tinggi dari suhu udara.
Berdasarkan grafik salinitas berkisar
30o/oo-35o/oo dengan rata-ratanya 33,29o/oo.
Salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti curah hujan, pola sirkulasi air,

penguapan, pasang surut, pergerakan air laut,


suhu udara dan suhu air. Suhu air dan suhu
udara mempengaruhi penguapan. Makin besar

tingkat penguapan, maka salinitasnya tinggi


dan sebaliknya. Salinitas adalah konsentrasi
total ion yang terdapat di perairan (Boyd,
1988). Penguapan akan menyebabkan ionion
terurai
sehingga
meningkatkan
konsentrasi ion dalam perairan. Menurut
Welch (1952), kadar salinitas normal
perairan laut mencapai >30 . Berdasarkan
pustaka tersebut, maka salinitas Pantai
Krakal tergolong normal. Salinitas menjadi
faktor pembatas keberadaan organisme
akuatik sebab tiap organisme memiliki
rentang ketahanan salinitas yang berbeda.
Maka bila salinitas normal, kepadatan
organisme akan tinggi sebab area tersebut
cocok sebagai tempat hidup organisme
akuatik.
C. Hubungan Parameter antara DO, CO2,
dan pH

Berdasarkan grafik, DO pada tiap


stasiun menurun pada sore hari mulai pukul
17.00 WIB hingga dini hari. Sedangkan CO2
bebas rata-rata meningkat pada rentang waktu
tersebut. Pada ekosistem air yang mengalami

laju fotosintesis tinggi akan dibutuhkan


sejumlah karbondioksida yang banyak
(Barus, 2002). Berdasarkan hal tersebut
wajar bila CO2 meningkat pada rentang
waktu tersebut, sebab pada saat itu aktivitas
fotosintesis tidak berlangsung intensif
sehingga CO2 tinggi dan DO rendah. pH
dapat mempengaruhi CO2 bebas dimana
semakin rendah pH maka CO2 bebas akan
semakin tinggi. Hal tersebut berkaitan
dengan sistem penyangga oleh alkalinitas.
D. Hubungan Parameter antara DO dan

Salinitas

Salinitas dipengaruhi oleh beberapa


faktor seperti curah hujan, pola sirkulasi air,
penguapan, pasang surut, pergerakan air laut,
suhu udara dan suhu air. Suhu air dan suhu
udara mempengaruhi penguapan. Makin besar

tingkat penguapan, maka salinitasnya tinggi


dan sebaliknya. Salinitas adalah konsentrasi
total ion yang terdapat di perairan (Boyd,
1988). Bila suhu tinggi maka ion-ion akan
terurai dan meningkatkan total konsentrasi
ion perairan yang otomatis meningkatkan
salinitas. Suhu perairan juga mempengaruhi
DO, bila suhu tinggi maka DO akan
meningkat.
Peningkatan
suhu
1 oC
meningkatkan oksigen sekitar 10% (Brown,
1987).Maka secara tidak langsung DO dan
salinitas berhubungan. Bila DO tinggi maka
salinitas akan tinggi.
E. Hubungan Parameter
Alkalinitas, dan pH

antara

CO2,

Alkalinitas adalah kuantitas anion di


dalam air yang dapat menetralkan kation
hidrogen atau juga diartikan sebagai kapasitas
penyangga (buffer) terhadap perubahan pH
perairan (Effendi, 2003). Alkalinitas dan pH
saling berkaitan. Sebab alkinitas berfungsi
sebagai sistem penyangga. Tinggi rendahnya
nilai alkalinitas ini disebabkan oleh banyaknya
ion pembentuk alkalinitas dalam perairan. Ionion tersebut antara lain ion bikarbonat, karbonat,
dan hidroksida. Masing-masing ion terbentuk
akibat reaksi karbondioksida dalam air.
Karbondioksida dalam air akan bereaksi dengan
basa yang terdapat pada batuan dan tanah
membentuk bikarbonat (HCO3-).
CaCO3 + CO2 + H2O
Ca2+ + 2HCO3Ion bikarbonat inilah yang bertindak sebagai
sistem buffer yang mempertahankan pH tetap.
Sebab ion bikarbonat bersifat alkalis karena
bereaksi dengan ion H+ namun bikarbonat juga
dapat berperan sebagai asam dengan melepaskan
ion H+.
HCO3- + H+
H2O + CO2
HCO3H+ + CO32Dengan adanya sistem buffer tersebut, jika ion
H+ meningkat maka ion ini akan bereaksi dengan
HCO3- membentuk CO2 dan H2O sehingga
perubahan pH hanya sedikit. Sebaliknya, bila

ion OH- meningkat maka CO2 bereaksi dengan


H2O membentuk lebih banyak ion H+ sehingga
perubahan pH hanya sedikit (Effendi, 2003).
Maka antara pH, alkalinitas, dan CO2 saling
berkaitan.

03.00

09.00

Stolephorus devisi

F. Hubungan Parameter antara Diversitas


Plankton dan Nilai Penting Larva
Tabel Larva Ikan Stasiun I

Wakt
u

Jumla
h

Spesies Larva

12.00
18.00
24.00
06.00

Stolephorus indicus

Stolephorus sp.

Stolephorus indicus

Polyipnus triphanos

Stolephorus indicus

Stolephorus sp.

14
-

Tabel Larva Ikan Stasiun II

Waktu
12.00
18.00
24.00
06.00

Spesies Larva

Jumlah

Stolephorus indicus

18

Stolephorus sp.

Stolephorus indicus

Stolephorus sp.

Stolephorus devisi

Tabel Larva Ikan Stasiun III

Waktu

Spesies Larva

Jumlah

15.00

21.00

Stolephorus devisi

03.00

Stolephorus waitei

09.00

Stolephorus devisi

Tabel Larva Ikan Stasiun IV

Waktu

Spesies Larva

Jumlah

15.00

21.00

Berdasarkan grafik nilai tertinggi


diversitas plankton ialah pada stasiun IV pukul
09.00 WIB dan terendah pada stasiun I pukul
15.00 WIB. Distribusi plankton banyak
dipengaruhi oleh intensitas matahari. Pada pagi
hari dimana intensitas cahaya masih rendah dan
suhu permukaan air masih relatif dingin
plankton berada tidak jauh dengan permukaan.
Pada siang hari plankton berada cukup jauh dari
pemukaan karena menghindari cahaya yang
terlalu kuat. Pada sore hingga malam hari
plankton begerak mendekati bahkan berada pada
daerah permukaan (Gross,1988). Plankton
merupakan sekelompok biota akuatik baik
berupa tumbuhan maupun hewan yang hidup
melayang maupun terapung secara pasif di
permukaan perairan, dan pergerakan serta
penyebarannya dipengaruhi oleh gerakan arus
walaupun sangat lemah (Nybakken, 1992).
Maka distribusi plankton selain dipengaruhi
cahaya matahari juga dipengaruhi oleh
gelombang dan arus.
Larva ikan dipengaruhi kandungan DO.
Bila DO tinggi maka larva ikan yang ada cukup
banyak. Larva ikan menggunakan oksigen untuk
metabolisme tubuhnya. Larva ikan yang
terambil diantaranya seperti : Stolephorus devisi,
Stolephorus sp., Stolephorus waitei, Polypipnus
triphanos dan Stolephorus inclicus. Spesies
larva ikan tertinggi yaitu Stolephorus indicus
pada stasiun II pukul 12.00 WIB.

KESIMPULAN

Pantai Krakal memiliki karakteristik


pantai berbatu (rocky bottom). Suhu air
pada setiap stasiun pasang surut berkisar
0-1,65 m, kecepatan angin berkisar 03,2 m/s, dan frekuensi gelombang
berkisar 0,05-0,91 Hz. DO berkisar
3,22-7,5 ppm, CO2 berkisar 0-12 ppm,
Alkalinitas berkisar >100 ppm, salinitas
berkisar 30-35 o/oo, dan pH berkisar 6,88,1. Densitas plankton berkisar 70312651 indv/L, diversitas plankton
berkisar 1,16-3,88, dan larva ikan yang
didapatkan ialah Stolephorus devisi,
Stolephorus sp., Stolephorus waitei,
Polypipnus triphanos dan Stolephorus
inclicu
Hubungan parameter antara suhu dan
DO ialah apabila suhu tinggi maka DO
akan tinggi, suhu berbanding lurus
dengan salinitas dan densitas plankton,
DO berbanding terbalik dengan CO2 dan
pH, DO, diversitas berbanding lurus
dengan salinitas, CO2 berbanding
terbalik dengan alkalinitas dan pH,
diversitas plankton tergolong normal
dan larva ikan yang teridentifikasi
paling banyak yaitu Stolephorus
inclicus.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2007. Oseanografi. FITB ITB. Bandung.

Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi.


Universitas Sumatra Utara. Medan.
Basuki, S. 1993. Diktat Ilmu Ukur Tanah.
Jurusan Geodesi Fakultas Teknik
UGM, Yogyakarta
Boyd. 1988. Water Quality In Warm Water Fish
Ponds. Craff Masker Printer. Alabama.
Brown, A. L. 1987. Freshwater Ecology.
Heinemann Educational Books.
London. 163 p.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius.
Yogyakarta
Gross, A. J., & Clark, V. A. 1988. Survival
distributions: Reliability applications in
the medical sciences. New York: Wiley.
Hutabarat, S dan Evans, S. M. 1984. Pengantar
Oseanografi. Penerbit UI, Jakarta.
Novotny, V. dan Olem H. 1994. Water Quality:
Prevention, Identification, and
Management of Diffuse Pollution. van
Nostrand Reinhold. New York.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang
Surut. Dalam Pasang Surut. Ed.
Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3OLIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Pratiwi, et. al. 2004. Panduan Pengukuran
Kualitas Air Sungai. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Welch, P. 1952. Limnology. Mc Graw Hill
Book Company. New York.

Вам также может понравиться