Вы находитесь на странице: 1из 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Anestesi umum Total Intravena Anestesi.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Dublianus, Sp.An, dr. Evita, Sp.An dan dr Tati, Sp.An yang telah membimbing dan
membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan
kasus ini.
2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi RSU Kota Cilegon,
terutama kepada seluruh penata anestesi yang telah membantu kami selama
menjalankan kepaniteraan.
3. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan kemampuan serta pengalaman, walaupun demikian kami telah berusaha sebaik
mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaannya.

Cilegon, Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
1

Halaman Judul .............................................................................................................................


Kata Pengantar ..........................................................................................................................1
Daftar Isi ...................................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................3
BAB II. LAPORAN KASUS ..................................................................................................4
BAB III. LAPORAN ANESTESI ............................................................................................7
BAB IV. ANALISA KASUS ..................................................................................................11
BAB V. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................12
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................24

BAB I

I.1 PENDAHULUAN
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat
yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam
pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui
sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran
dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian
harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi
dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat
memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan
yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada
populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi,
tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain,
sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara
langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum
akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.

I.2 SEJARAH
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter
untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt,
melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh
tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan
skopolamin secara intravena. Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental
menjadi Gold Standard dari obat obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik
tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa
ditemukan.

BAB II
LAPORAN KASUS
3

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama: An. F
Umur: 11 tahun
Jenis Kelamin: perempuan
Alamat: Citangkil
Pekerjaan: Agama: Islam
Tanggal masuk RS: 22 Maret 2013
Jenis pembedahan: Eksisi
Teknik Anestesi: Anestesi umum - TIVA

II.

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 Maret 2013, pukul
07.15 WIB.
Keluhan utama dan Riwayat penyakit sekarang
- Pasien datang dengan keluhan benjolan di bibir bawah sebelah kiri sejak 1
minggu smrs. Pada awalnya pasien tidak sengaja menggigit bibirnya
kemudian terjadi sariawan yang tidak diobati lalu timbul benjolan yang
makin membesar dan menimbulkan keluhan nyeri. Pasien menyangkal
keluarnya darah atau nanah dari benjolan.
- Pasien mengeluhkan benjolan terasa nyeri saat ini, dan puasa dari jam 12
malam atas saran dokter.
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit penyerta seperti; diabetes mellitus, asma, penyakit jantung,

III.

penyakit ginjal, penyakit paru disangkal.


- Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan
Pasien belum pernah menjalani operasi apapun sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit ringan, cemas

Kesadaran

: compos mentis

Status gizi

: TB: 137 cm
BB: 35 kg
BMI: 18,6 - baik

Tekanan darah

: 120/77 mmHg
4

Pernapasan

: 22 x/menit

Nadi

: 92x/menit

Suhu

: 36,5 C

Status Generalis
-

Rongga mulut: Terlihat palatum mole dan palatum durum, terlihat tonsil dan
uvula (Malampati I), oral hygine cukup baik.
Gigi-geligi: Gigi palsu (-), gigi goyang (-).
Leher: Leher pendek (-), KGB leher tidak teraba membesar.
Thorax :
Paru :
o Inspeksi : Bentuk simetris, gerak pernapasan

simetris,

tipe

thorakoabdominal, retraksi sela iga (-).


o Palpasi : Vokal fremitus simetris
o Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
o Auskultasi: Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-.
Jantung: Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-).
-

Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), sianosis (-).

Status Lokalis
-

Mulut: bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), gerak sendi temporomandibular

baik.
Bibir bawah sebelah kiri terdapat benjolan berukuran 0,5 cm x 0,5 cm,
berwarna merah kebiruan, lunak pada perabaan, dan fluktuasi positif.

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium tanggal 22 Maret 2013
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
LED
Hematokrit
Trombosit
Masa perdarahan
Masa pembekuan
Golongan darah
Imunologi Serologi

Hasil

Nilai Normal

13,8 g/dl
7200
15 mm/jam
38,4 %
266.000/uL
2 menit
9 menit
O Rh +

14-15 g/dl
5000-10.000
0-15 mm/jam
37-43%
150.000-450.000/ul
1-6 menit
5-15 menit

HBS Ag
Anti HIV
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin

Non reaktif
Non reaktif

Non reaktif
Non reaktif

16 ul
11 ul

< 31 ul
< 31 ul

17 mg/dl
0,6 mg/dl

17-43 mg/dl
0,6-0,9 mg/dl

V.

RESUME
Seorang anak perempuan usia 11 tahun datang dengan keluhan benjolan di bibir
bawah sebelah kiri sejak 1 minggu smrs. Benjolan dirasakan nyeri (+).
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/77 mmHg, frekuensi nadi dan
pernapasan dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan kelainan.

VI.

DIAGNOSA KERJA
Mucocelle

VII.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:


Diagnosa perioperatif:
Status operatif : ASA I
Jenis operasi: Eksisi
Jenis anestesi: Anestesi umum

BAB III
LAPORAN ANASTESI
1. Preoperatif
-

Informed consent (+)


Puasa (+) selama 8 jam
Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
IV line terpasang dengan infuse RL
Keadaan umum baik
Tanda vital: TD : 120/77 mmHg, pernapasan: 22 x/menit, nadi: 92x/menit, dan
suhu 36,5C.

2. Premedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan ondansentron 4 mg secara bolus IV
3. Tindakan Anestesi

4. Pemantauan Selama Anestesi


Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien
terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan jantung.
o Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit
Tekanan darah setiap 5 menit
o Respirasi: inspeksi pernapasan spontan pada pasien
Saturasi oksigen
5. Monitoring Anestesi
Jam
08.25

Tindakan
Pasien masuk ruang

Tek. darah

Nadi

Saturasi 02

operasi, ditidurkan
terlentang diatas meja
operasi, dipasangkan
manset tekanan darah di
tangan kanan, dan pulse
08.30

oksimeter di tangan kiri.


Injeksi ondansentron

120/70 mmHg

90x/menit

98%

08.35

bolus IV 4 mg
Injeksi propofol 50 mg, 120/70 mmHg

90x/menit

99%

88x/menit
90x/menit
87x/menit

100%
100%
100%

pethidin 30 mg, ketamin


20
08.40
08.45
08.50

mg

bolus

perlahan-lahan
- operasi dimulai
- operasi selesai
Injeksi remopain

secara
100/60 mmHg
122/69 mmHg
1cc 110/66 mmHg

bolus
6. Laporan Anestesi
Lama anestesi: 20 menit
Lama operasi: 10 menit
Jenis anestesi : General anestesi
Teknik anestesi: TIVA
Posisi : supine
Infus: RL pada tangan kiri
Premedikasi: ondansentron 4 mg bolus IV
Medikasi:
- Propofol 50 mg
- Pethidin 30 mg
7

Ketamin 20 mg
Remopain 1 cc

7. Keadaan Setelah Pembedahan


Pasien dipindahkan ke recovery room dan dipantau tanda vitalnya sebelum dipindahkan ke
ruang rawat. Masuk recovery room jam 09.00 dan keluar menuju ruang rawat pada jam
09.20. pada observasi didapatkan:
Kesadaran: compos mentis
Tekanan darah : 112/76 mmHg
Nadi: 78 x/menit
Pernapasan: 20x/menit
Saturasi oksigen: 100 %.

Variabel

Tem
Gerak

Skor
ke-4

anggota

gerak

Pasien

atas 2

perintah
Aktivitas

Skor

Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah

Tidak respon

Respirasi

Dapat bernapas dalam dan batuk

Dispnea, hipoventilasi

Apnea

Perubahan

,<

20

TD

sistol 2

preoperasi
Sirkulasi

Perubahan 20-50 % TD sistol preoperasi

Perubahan .> 50 % TD sistol preoperasi


Kesadara

Sadar penuh

Dapat dibangunkan

Warna
kulit

Tidak respon

Merah

Pucat

Sianotik

Skor Total

9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi


8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis Mukokele dengan ASA I, yakni pasien sehat organik, fisiologik , psikiatrik dan
biokimia. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi eksisi. Menjelang operasi pasien
tampak sakit ringan, sedikit cemas, kesadaran compos mentis. Pasien sudah dipuasakan
selama lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi general dengan teknik
Total Intravena Anestesi
Pada pasien diberikan premedikasi ondancentron 4mg. Ondansentron merupakan
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah selama dan pasca bedah. Ondansentron diberikan pada pasien
untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi. Pelepasan 5HT3 ke dalam
usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.
Dilakukan induksi dengan propofol 50 mg (dosis induksi 1-2,5mg/kgBB), propofol
dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi yang bekerja
cepat efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Kemudian diberikan Pethidin 30 mg (dosis
1-2 mg/kgBB), sebagai analgetik yang memiliki onset cepat yaitu kurang dari 1 menit dan
berdurasi kurang lebih 2-4 jam. Selain itu untuk hipnotik dan memperkuat efek analgetik
diberikan ketamin 20 mg (dosis 0,5 mg/kgBB)
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara efisien dan terus
menerus, dan pemberian cairan intravena RL
Remopain 3% diberikan sebagai analgetik non Opioid digunakan sebagai tambahan
penggunaan opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid yang berupa depresi
pernapasan. Golongan analgetik nonopioid selain bersifat anti-inflamasi juga merupakan
analgetik, antipiretik dan anti pembekuan darah. Bekerja dengan menghambat aktivitas siklooksigenase, sehingga terjadi penghambatan prostaglandin perifer.
Selama operasi keadaan pasien stabil. Observasi dilanjutkan pada pasien postoperatif
di Recovery Room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
respirasi dan saturasi oksigen.

10

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)
I.

DEFINISI ANESTESI INTRAVENA

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat
langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk
premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya
tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada
tindakan analgesia regional.
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang
digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam ,
Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi yang
dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA
digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge
(1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi
yaitu Amnesia, Arefleksia otonomik, Analgesik, relaksasi otot. Jika keempat komponen tadi
perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat
melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya
memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan
Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap.

II.

INDIKASI ANESTESI INTRAVENA

1.

Obat induksi anesthesia umum

2.

Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3.

Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4.

Obat tambahan anestesi regional

5.

Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

11

Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar
jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
Cara Pemberian:
1. Sebagai obat tunggal :

Induksi anestesi

Operasi singkat: cabut gigi


2. Suntikan berulang :

Sesuai kebutuhan : curetase


3.

Diteteskan lewat infus :


Menambah kekuatan anestesi

III.

JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA

1. Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )


Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih
dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada
tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien
dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan
minyak

soybean,

sedangkan

pertumbuhan

kuman

dihambat

oleh

adanya

asam

etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat
obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5W.

12

1.1 Mekanisme kerja


Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
1.2 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
1.3 Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi
(2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood
tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular
sebanyak 35%.
Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml
Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml
Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml
Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml

Pada sistem kardiovaskuler


Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah
dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan
Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi
vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :

Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali

13

Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara
bolus

Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
Pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih detail
konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut:

Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi
yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.

Pemberian 2,4 mg/kg:

Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit


Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit

Pemberian 100 g/kg/min:

Respons CO2 sedikit menurun


VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%

Pemberian 200 g/kg/min:

Hanya sedikit mendepresi VT


paCO2 menurun
1.4 Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%

14

f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang
steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri.
1.5 Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul
akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit
dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V
melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien
setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti
hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik
(thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan
terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.
2. Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip
dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini
disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering
menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika
selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non
barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah
, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan
mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
2.1 Mekanisme kerja
15

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan
medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor
metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
2.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis
induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek
baru akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit
yang masih aktif.

Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
2.3 Farmakodinamik
Susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan
tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan
dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic
appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek
anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila
diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan
mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi.
Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.

16

Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi kurang
lebih antara 0,7 sampai 2,2 g/ml (sampai 4,0 g/ml buat anak-anak). Pasien dapat terbangun
jika Cp dibawah 0,5g/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non
kompetitif yang menyebabkan :

Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat

Mengurangi pembebasan presinaps glutamat

Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)


Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:

Mimpi buruk

Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)

Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi

Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan

20%-30% terjadi pada orang dewasa

Dewasa > anak-anak

Perempuan > laki-laki


Mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan
tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan
tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan
dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada
pasien asma.

2.4 Dosis dan pemberian

17

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh
darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat
diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10
mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara
intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai
operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 0,8
mg/kg IV atau 2 4 mg/kg IM atau 5 10 g/kg/min IV drip infus.
Bioavailabilitas
Route
Nasal
Oral
IM
Rektal
Epidural

% bioavailabilitas
50
20
90
25
77

2.5 Efek samping


Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu
dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca
operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin
juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya
nistagmus dan diplopia.
2.6 Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan
diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita
penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang
meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.
Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik,
seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
18

3. Opioid
Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium
didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium berasal dari
bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil dan pethidin merupakan golongan opioid yang sering
digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar
opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi,
farmakokinetik dan efek samping.
3.1 Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan
lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid menimbulkan sedikit
efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid
tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi
reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter
ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

3.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak
level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada
anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja
juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus.

19

Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk
akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung
pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit
aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
3.3 Farmakodinamik
Sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun
tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi
penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian
meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas,
dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2
tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid
juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.
Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan
pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.
3.4 Dosis dan pemberian
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb,
sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.
20

4. Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan
emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis
tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan
benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
4.1 Mekanisme kerja
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Benzodiazepine bekerja di reseptor
ikatan GABAA. Afinitas pada reseptor GABAA berurutan seperti berikut

lorazepam >

midazolam > diazepam. Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada komponen
gamma yang terdapat pada reseptor GABA.
4.2 Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini
adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan
efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus,
metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.

Clearance in ml/kg/min
Short

midazolam

6-11

Intermediate

lorazepam

0.8-1.8

Long

diazepam

0.2-0.5

4.3 Farmakodinamik
21

Sistem saraf pusat


Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi,
efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Sistem Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak
mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada
dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin
dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Sistem saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal ,
sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
4.4 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb

Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg

Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.

Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.


4.5 Efek samping
Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi. Lorazepam
dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis. Benzodiazepine
turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di
reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1
mcg/kg/menit berikutnya.

22

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1.

Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

2.

Intravenous Anesthetics didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm

3.

Intravenous anesthesic didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic

4.

Hipnotika dan Sedativa didapat dari http://www.medicastore.com

5.

Anestesi

Intravena

didapat

dari

http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi

intravena.html
6.

Opioid didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid

7.

Anestesi Umum didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum

23

Вам также может понравиться