Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DAFTAR ISI
1. LETAK GEOGRAFIS . 2
2. KERANGKA TEKTONIK REGIONAL ........ 3
3. FASE TEKTONIK CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA . 5
4. KERANGKA TEKTONIK SUB-CEKUNGAN JATIBARANG .. 8
5. STRATIGRAFI REGIONAL ..11
6. PETROLEUM SYSTEM CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA ... 16
7. DAFTAR PUSTAKA .. 20
Page 2
1. Letak Geografis
Secara geografis Cekungan Jawa Barat Utara berada pada 106 30' - 108 40' BT
dan 5 00' - 6 50' LS. Cekungan Jawa Barat Utara dibatasi oleh Paparan Seribu di bagian
barat, Cekungan Sunda dan Cekungan Asri di sebelah baratlaut, dan di sebelah utara
berbatasan dengan Tinggian Arjuna. Bagian timur laut berbatasan dengan Cekungan Vera
dan Busur Karimun Jawa. Sebelah timurnya berbatasan dengan Cekungan Jawa Tengah
Utara, dan di bagian selatan berbatasan dengan Cekungan Bogor yang dibatasi oleh Sesar
Baribis. Cekungan Jawa Barat Utara terletak di sebelah utara Pulau Jawa atau di belakang
Busur Gunung Api Jawa, sehingga saat ini dikenal sebagai cekungan busur belakang
(back-arc basin).
Namun berdasarkan beberapa penulis, pembentukan cekungan ini tidak
berhubungan dengan struktur back-arc tapi terbentuk sebagai pull-apart basin (Pertamina,
2009). Letak geografis cekungan ini digambarkan pada gambar di bawah ini (Gambar 1.1).
Page 3
Page 4
Page 5
zaman akhir
Kapur
awal
tersier,
Cekungan Jawa
Barat
Utara
dapatdiklasifikasikan sebagai fore arc basin dengan dijumpainya orientasi structural mulai
dari Cileutuh, sub-Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muriah dan Cekungan Florence
barat yang mengidentifikasikan kontrol Meratus Trend.Pada awal tersier, peristiwa
tumbukan antara lempeng Hindia dengan lempengEurasia mengaktifkan sesar mendatar
menganan utama Kraton Sunda. Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungancekungan Tersier di Indonesia Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara
sebagai pull apartbasin, seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.3.
Page 6
Pada Cekungan Jawa Barat Utara, periode Paleogen dikenal sebagai Paleogen
Extensional Rifting. Tektonik ektensi ini membentuk sesar-sesar bongkah (half graben
system) dan merupakan fase pertama rifting (Rifting I : fill phase). Sedimen yang
diendapkan pada rifting I ini disebut sebagai sedimen synrift I. Cekungan awal rifting
terbentuk selama fragmentasi, rotasi dan pergerakan dari Kraton Sunda. Dua trend sesar
normal yang diakibatkan oleh perkembangan rifting-I (early fill) berarah N 600 W - N
400 W dikenal sebagai pola Sesar Sunda. Pada masa ini terbentuk endapan lakustrin dan
volkanik dari Formasi Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang ada. Proses
sedimentasi ini terus berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi Formasi Talang
Akar. Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya lingkungan karbonat Formasi
Baturaja.
Page 7
Page 8
Page 9
Gambar-1.6 Sub Cekungan Jatibarang dipengaruhi oleh dua pola sistem subduksi
(modifikasi dari Adnan, 1991)
Pada periode sebelum Oligosen Akhir, Cekungan Jawa Barat utara ditafsirkan
sebagai cekungan busur (intra arc basin) (Adnan, 1991). Hal ini diinterpretasi dari
kerangka stratigrafi pada periode sebelum Oligosen Akhir. Hadirnya endapan vulkanik
Formasi Jatibarang pada sub-cekungan ini menandakan bahwa sub-cekungan ini berada
pada daerah lingkungan yang berdekatan dengan pusat vulkanisme. Kehadiran Formasi
Jatibarang yang didominasi oleh endapan vulkanik ini ditafsirkan sebagai bukti utama
keberadaan cekungan ini pada saat sebelum oligosen akhir ini adalah pada cekungan busur
(intra arc basin). Pada periode ini, sub-cekungan ini didominasi oleh gaya-gaya
ekstensional sehingga terbentuk dua buah sesar utama di sub-cekungan ini yang memiki
arah sesar searah dengan tegasan utama pada saat itu yaitu sesar OO dan sesar Brebes
(Gambar-1.7) berupa sesar turun berarah barat laut-tenggara (Riyacudu, 1999).
Page 10
Page 11
Gambar-1.8 Perubahan status sesar OO-Brebes dari sesar normal menjadi sesar geser
dekstral yang membentuk pull apart basin. (Mc, Clay dalam Ryacudu, 1999)
5. Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional Sub-cekungan Jatibarang terdiri dari: Batuan dasar (Kapur
Akhir), Formasi Jatibarang (Eosen Akhir), Kelompok Cibulakan Bawah yang terdiri dari
Formasi Talang Akar (Oligosen) dan Formasi Baturaja (Miosen Awal), Formasi
Cibulakan Atas (Miosen Tengah), Formasi Parigi (Miosen Akhir), dan Formasi Cisubuh
(Miosen Akhir hingga Pliosen). Kolom umum stratigrafi Cekungan Jawa Barat utara dapat
dilihat pada Gambar 1.9.
Page 12
Page 13
2. Formasi Jatibarang
Litologi Formasi Jatibarang terdiri dari tuff, andesit porfiri, dan batulempung.
Formasi Jatibarang memiliki hubungan tidak selaras dengan batuan dasar, dan di atas
Formasi Jatibarang diendapkan secara tidak selaras Kelompok Cibulakan Bawah. Metode
penentuan umur (K-Ar dating) menunjukkan bahwa umur Formasi Jatibarang 40 32 Ma
atau Eosen Akhir hingga Oligosen Awal. Kehadiran Formasi Jatibarang di Cekungan Jawa
Barat utara merupakan suatu pertanda bahwa cekungan berada dekat dengan pusat
vulkanisma, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pada saat Formasi Jatibarang
diendapkan, posisi cekungan berada pada jalur gunung api (intra arc basin).
3. Kelompok Cibulakan Bawah
Kelompok Cibulakan Bawah terdiri dari dua formasi, yaitu Formasi Talang Akar
dan Formasi Baturaja. Secara keseluruhan, Kelompok Cibulakan Bawah diendapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang, dan di atas Kelompok Cibulakan Bawah
diendapkan secara selaras Formasi Cibulakan Atas.
Page 14
Formasi Baturaja
Litologi Formasi Baturaja didominasi oleh batugamping. Selain itu,
batulempung glaukonitik, napal dan dolomit juga ditemukan di bagian bawah.
Kehadiran foraminifera besar seperti Spiroclycpeus sp. dan batugamping yang
melimpah mengindikasikan lingkungan pengendapan adalah laut dangkal dengan
kedalaman sekitar 65 m. Berdasarkan studi biostratigrafi, umur Formasi Baturaja
adalah Miosen Awal. Kehadiran Formasi Baturaja ini manandakan kondisi
cekungan yang relatif stabil.
Page 15
5. Formasi Parigi
Litologi Formasi Parigi didominasi oleh batugamping dengan sisipan dolomit,
batugamping pasiran, dan batulempung gampingan. Formasi Parigi diendapkan di
lingkungan laut dangkal (inner-middle neritic). Berdasarkan studi foraminifera planktonik,
umur Formasi Parigi Miosen Akhir. Di atas Formasi Parigi diendapkan secara selaras
Formasi Cisubuh. Kehadiran batugamping Formasi Parigi ini menunjukkan kondisi
cekungan pada saat itu (Miosen Akhir) relatif stabil. Orientasi cekungan berarah barattimur sehingga akan diperoleh penipisan Formasi Parigi ke arah selatan yaitu zona bogor.
6. Formasi Cisubuh
Litologi Formasi Cisubuh terdiri dari batulempung dengan kekerasan yang buruk
dan kadang-kadang disisipi oleh batupasir dan batugamping. Fauna laut banyak dijumpai
di bagian bawah Formasi Cisubuh dan semakin berkurang ke bagian atas. Hal ini
menunjukkan bahwa Formasi Cisubuh bagian bawah diendapkan pada lingkungan innerneritic dan bergradasi ke atas menjadi litoral-paralik. Di atas Formasi Cisubuh secara tidak
selaras diendapkan endapan Kuater. Berdasarkan studi foraminifera planktonik dan
foraminifera bentonik kecil, Formasi Cisubuh berumur Miosen Akhir hingga PlioPlistosen.
7. Endapan Kuater
Litologi endapan Kuater terdiri dari kerakal, pasir, dan lempung yang dipisahkan
oleh bidang ketidakselarasan dengan Formasi Cisubuh. Pada tahapan ini, dapat
diinterpretasikan bahwa cekungan mengalami pergeseran ke arah utara.
Page 16
Gambar 2.1. Petroleum system Cekungan Jawa Barat Utara (Budiyani dkk., 1991).
a) Bantuan Induk (Source Rock)
Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk, yaitu
lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales (oil dan gas prone)
dan marin claystone (bacterial gas). Studi geokimia dari minyak mentah yang ditemukan
di Pulau Jawa dan lapangan lepas pantai Arjuna menunjukan bahwa fluvio deltaic dan
shale dari Formasi Talang Akar bagian atas berperan dalam pembentukan batuan induk
yang utama. Beberapa peran serta dari lacustrine shales juga ada, terutama pada subCekungan Jatibarang. Kematangan batuan induk di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan
oleh analisis batas kedalaman minyak dan kematangan batuan induk pada puncak Gunung
Jatibarang atau dasar/puncak dari Formasi Talang Akar atau bagian bawah dari Formasi
Baturaja (Reminton dan Pranyoto, 1985).
Page 17
Lacustrine Shale
Lacustrine Shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan berkembang
dalam 2 macam fasies yang kaya material organik. Fasies pertama adalah fasies
yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi
Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan vulkanik
klastik. Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk
Selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen
denganFormasi Talang Akar. Pada Formasi ini, batuan induk dicirikan oleh
klastiknon-marin
berukuran
kasar
dan
interbedded
antara
batupasir
denganlacustrine shale.
Marin Lacustrine
Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh padacekungan
laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria yang
menyebabkan degradasi material organik pada lingkungan laut.
b) Reservoar
Semua Formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan sifat fisik
reservoir yang baik sehingga banyak lapangan mempunyai daerah dengan cadangan yang
berlipat. Cadangan terbesar adalah yang mengandung batupasir pada Main atau Massive
dan Formasi Talang Akar. Selain itu, minyak telah diproduksi dari rekahan volkanoklastik
dari Formasi Jatibarang. Pada daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas
yang baik,akumulasi endapan yang agak besar mungkin dapat dihasilkan. Timbunan
pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf,diidentifikasi dari
clinoforms yang menandakan adanya progradasi. Pemasukan sedimen ini disebabkan oleh
Ekskursi Fractured Basement Reservoir
Page 18
perpaduan ketidakstabilan tektonik yangmerupakan akibat dari subsiden yang terusmenerus pada daerah foreland dariLempeng Sunda (Hamilton, 1979). Pertambahan yang
cepat dalam sedimenklastik dan laju subsiden pada Miosen Awal diinterprestasikan
sebagai sebabdari perhentian deposisi batugamping Baturaja. Anggota Main dan Massive
menjadi dasar dari sequence transgressive marin yang sangat lambat, kecuali yang
berdekatan dengan akhir dari deposisi anggota Main. Ketebalan seluruh sedimen
bertambah dari 400 feet pada daerah yang berdekatan dengan paleoshoreline menjadi lebih
dari 5000 feet pada sub-Cekungan Ardjuna.
Page 19
unit-unit permeabel. Pada Cekungan JawaBarat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral
lebih banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari Formasi
Talang Akar danmirip dengan orientasi sistem batupasir dalam anggota Main maupun
Massive(Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi
vertikaldengan transportasi yang cepat dari cairan yang bersamaan waktu denganperiode
tektonik aktif dan pergerakan sesar.
e) Lapisan Tudung (Seal)
Lapisan penutup atau lapisan penudung merupakan lapisan impermiabel yang
dapat menghambat atau menutup jalannya hidrokarbon. Lapisan ini jugabiasa disetarakan
denga lapisan overbuden. Lapisan yang sangat baik adalah batulempung. Pada Cekungan
Jawa Barat Utara, hampir setiap Formasi memiliki lapisan penutup yang efektif. Namun,
Formasi yang bertindak sebagai lapisan penutup utama adalah Formasi Cisubuh karena
Formasi ini memiliki litologi yang impermiabel yang cocok sebagai penghalang bagi
hidrokarbon untuk bermigrasi lebih lanjut.
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
Reza Aditya Hernawan, 2010, Inversi Impedansi Elastik Untuk Identifikasi Penyebaran
Reservoar Batupasir Studi Kasus Lapangan Aditya FormasiTalang Akar Cekungan Jawa
Barat Utara, ITB.
Probo Wahyu Ananto, 2007, Analisis Sistem Petroleum dan Estimasi Sumberdaya
Hidrokarbon Interval Formasi Baturaja Tengah-Atas(Ekuivalen), Daerahh Bravo, SubCekungan Jatibarang, Cekungan Jawa Barat Utara, ITB.
Page 21
Page 22
Page 23
Page 24
Page 25
Page 26
Page 27
Page 28
Page 29
Page 30