Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
FRAKTUR MAKSILA
Oleh :
NADYA FATMA ROSALIN
1408465726
Pembimbing:
dr. HARIANTO, Sp.THT-KL
I. Definisi
Fraktur maksila adalah fraktur kompleks rahang atas dan merupakan salah
satu cedera wajah yang berat. Fraktur maksila dapat terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, terjatuh atau kecelakaan kerja, olahraga, kekerasan, dan
akibat trauma benda tumpul lainnya.1,2,3
II. Tulang maksila
Tulang maksila (maksila kiri dan kanan) merupakan bagian utama dari
wajah bagian tengah (mid face), membentuk rahang atas, pars anterior palatum
durum, sebagian dinding lateral cavum nasi, dan sebagian dasar orbita. Bersama
palatum merupakan penyangga dari gigi atas. Mempunyai rongga udara yang
paling besar di rongga maksilofasial, rongga berbentuk piramid yang dilapisi
mukosa disebut sinus maksilaris. Rongga ini berhubungan dengan hidung dan
berfungsi sebagai resonator udara. Tempat keluarnya saraf infraorbitalis dan
pembuluh darah infraorbitalis. Bersama dengan tulang zigoma, frontal, etmoid,
sisi medial nasal membentuk rongga mata. Di posterior tulang maksila bergabung
dengan tonjolan pterigoid dari tulang sphenoid. Struktur tulang maksila kuat dan
tebal di pilar lateralnya, sedangkan pada bagian tengah dan depan tipis (rata-rata
hanya 0,5 mm).4
III. Klasifikasi
Mathog menggunakan klasifikasi fraktur maksila menjadi 3, yaitu fraktur
Le Fort I, II, dan III.5,6,7,8 Klasifikasi ini berdasarkan pengamatan Le Fort bahwa
fraktur-fraktur kerangka tulang wajah memiliki pola stereotipik.7
fossa pterigopalatian. Fraktur pada lamina kribriformis dan atap sel etmoid
dapat merusak sistem lakrimalis.5,7
3) Fraktur maksila Le Fort III
Fraktur Le Fort III (craniofacial dysjunction) adalah suatu fraktur yang
paling berat, di mana seluruh perleketan rangka wajah pada kranium
terputus.8 Fraktur ini memisahkan secara lengkap antara tulang dan tulang
kranial. Garis fraktur berjalan melalui sutura nasofrontal diteruskan
sepanjang taut etmoid (ethmoid junction) melalui fisura orbitalis superior
melintang kearah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatiko frontal dan
sutura tempo-zigomatik. Fraktur Le Fort III ini biasanya bersifat kominutif
yang disebut kelainan dishface. Fraktur maksila Le Fort III ini sering
menimbulkan komplikasi intra kranial seperti timbulnya pengeluaran
cairan otak atap sel etmoid dan lamina kribriformis.5,7
IV. Diagnosis
Diagnosis untuk menegakkan fraktur maksila dapat dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Jika memungkinkan, riwayat cedera seharusnya didapatkan sebelum
pasien
tiba
di
IGD.
Pengetahuan
tentang
mekanisme
cedera
Dari film lateral dapat terlihat fraktur pada lempeng pterigoid. Diantara
pemeriksaan CT scan, foto yang paling baik untuk menilai fraktur maksila
adalah dari potongan aksial. Namun potongan koronal pun dapat
digunakan untuk mengamati fraktur maksila dengan cukup baik. Adanya
cairan pada sinus maksila bilateral menimbulkan kecurigaan adanya
fraktur maksila.2
membukannya.2,5
Akses Fiksasi. Akses untuk mencapai rangka wajah dilakukan pada
tempat-tempat tertentu dengan pertimbangan nilai estetika selain
kemudahan untuk mencapainya. Untuk mencapai maksila anterior
dilakukan insisi pada sulkus gingivobukal, rima infraorbital, lantai orbital,
dan maksila atas melalui blepharoplasty (insisi subsiliari). Daerah
zigomatikofrontal dicapai melalui batas lateral insisi blepharoplasty.
Untuk daerah frontal, nasoetmoidal, orbita lateral, arkus zigoma dilakukan
internal.2
Cangkok Tulang Primer. Tulang yang rusak parah atau hilang saat fraktur
harus diganti saat rekonstruksi awal. Bila gap yang terbentuk lebih dari 5
mm maka harus digantikan dengan cangkok tulang. Cangkok tulang
diambil dari kranium karena aksesibilitasnya (terutama jika diakukan insisi
koronal), morbiditas tempat donor diambil minimal, dan memiliki densitas
kortikal tinggi dengan volum yang berlimpah. Pemasangan cangkokan
juga dilakukan dengan plat mini dan sekrup. Penggantian defek dinding
antral lebih dari 1.5 cm bertujuan untuk mencegah prolaps jaringan lunak
VI. Komplikasi
Komplikasi awal fraktur maksila dapat berupa perdarahan ekstensif serta
gangguan pada jalan nafas akibat pergeseran fragmen fraktur, edema, dan
fraktur,
penyatuan
yang
salah,
obstruksi
sistem
lakrimal,
2. Suardi NP, Jaya AA, Maliawan S, Kawiyana S. Fraktur pada tulang maksila.
SMF/Bagian Ilmu Bedah RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
3. Kairupan C, Monoarfa A, Ngantung J. Angka Kejadian Fraktur Tulang Fasial
Di SMF Bedah BLU RSU Prof. R.D. Kandou Periode Januari 2012 Sampai
Desember 2012. Journal E-Clinic (eCl), Volume 2, Nomor 2, Juli 2014.
4. Snell SR. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta. EGC 2006. p 470-1.
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Balai
Penerbit FKUI. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta: 2007. p
204-5.
6. Maxilla Fractur (Lefort Fractures). [Available from September, 19, 2015
http://www.fprmed.com/Pages/Trauma/Maxilla_Fracture.html]
7. Joung de W, Sjamsuhidrajat R, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta: EGC:
2000. p 417-9.
8. Boeis. Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC; 1997. p 519-20.
9. UMW. Department Of Radiology. Facial and mandibular fracture. [Available
from
September,
24,
2015.
http://www.rad.washington.edu/academics/academic-sections/msk/teachingmaterials/online-musculoskeletal-radiology-book/facial-and-mandibularfractures]