Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
penting dilakukan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi
ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam
menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan maka terdapat 4 tahap
yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi, disingkat dengan "SOAP", yakni S
(pemeriksaan Subyektif), O (pemeriksaan Objektif), A (Assessment), dan P
(treatment Planning) (Abu, 2002) .
2.1.1 Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal, yakni
identitas pasien, keluhan utama, present illness, riwayat medik, riwayat dental,
riwayat keluarga, dan riwayat social (Abu, 2002).
a. Identitas Pasien/Data Demografis
Data identitas pasien ini diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi
perlu menghubungi pasien pasca-tindakan, dapat pula sebagai data ante
mortem (dental forensic). Data identitas pasien ini meliputi:
1. Nama (nama lengkap dan 6. Pekerjaan
nama panggilan)
7. Pendidikan
8. Kewarganegaraan, serta
3. Alamat tinggal
4. Golongan darah
5. Status pernikahan
bisa dihubungi
Prioritas Perawatan
Deskripsi
Lokasi
Faktor pemicu
Karakter
Keparahan
Penyebaran/Radiasi
referred pain
otot-otot
Mandibular Joint).
mastikasi
dan
pemeriksaan
TMJ
(Temporo
1. Pemeriksaan Limfonodi
Pemeriksaan limfonodi dengan palpasi dapat dilakukan pada
bagian kepala leher dengan area seperti terlihat pada gambar 1.2.
Limphonodi kepala dan leher
Submental
Submaxilary
Parotid
Preauriculer
Subdigastric
Nodi lymphaticy cervicales
Nodi
lymphaticy
supra
claviculares
Nodi lymphatici post auriculares
Gambar 1.2. Limfonodi kepala dan leher
(Sumber : buku Oral And Maxilofacial Medicine, The Basis Of Diagnosis And
Treatment, Second Edition, Elsevier Churchill Livingstone,Scullly. C, 2008 ")
2. Pemeriksaan Otot-Otot Mastikasi
Untuk melakukan palpasi pada otot/musculus, maka teknik
palpasi
yang
dilakukan
tergantung
dengan
otot
mastikasi
Palpasi
Masseter
Palpasi
dilakukan
bimanual,
tangan
secara
yang
satu
dibagian
intraoral
Temporalis
Palpasi
langsung
pada
regio
mengoklusikan
gigi-
geliginya
Pterygoid lateral
lingual
pada
ramus
mandibula
Bagian
diperiksa
Bibir
Mukosa labial
Mukosa bukal
bila
ditempelkan
dan
diangkat.
Bila
mulut
dan Bila
terdapat
adanya
benjolan,
maka
Dorsal Tes
indra pengecap
dapat
dilakukan
Palatum
keras dan palatum pula adanya benjolan atau tidak. Pada palatum
lunak)
Gingiva
Gingiva
sehat
tampak
datar,
pink
pucat,
permukaan stipling.
Gigi Geligi
polip,
impaksi,
malformasi,
Tabel 1.3. Gambaran Tiap Bagian pada pemeriksaan intra oral yang diperiksa
6. Tes Suhu : Tes yang dilakukan dengan iritan dingin ataupun panas,
untuk mengetahui vitalitas gigi. Lazim digunakan chlor ethyl,
disemprotkan pada kapas kemudian ditempelkan pada bagian servikal
gigi.
7. Tes Elekrik : Pemakaian alat pulp tester untuk mengetahui vitalitas
gigi.
8. Transiluminasi : Menggunakan iluminator dari arah palatal atau
lingual. Untuk mengetahui adanya karies di lingual palatal,
membedakan
gigi
serta membantu
keadaan
social
ekonomi,
pendidikan,
makanan,
cara
struktur sangat mirip dengan amylase dalam tajin. Dextran bersama dengan
bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan menuju ke pembentukan plak
pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada
gigi yang disebut dengan karies gigi(Willett dkk., 1991; Ari, 2008).
Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara
glukan, dimana produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan
faktor virulensi yang penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa
sebagai hasil reaksi katalis glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari
sukrosa dengan adanya glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan.
Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glucosyltransferase dan
fruktosyltransferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk substrat sukrosa
yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktanataulevan (Willett dkk., 1991;
Ari, 2008).
Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam saliva sehingga
konsentrasi asam pada permukaan enamel meningkat. Asam akan melepaskan ion
hidrogen yang bereaksi dengan Kristal apatit dan merusak enamel, berpenetrasi
lebih dalam kedalam gigi sehingga Kristal apatit menjadi tidak stabil dan larut.
Hal ini menyebabkan produksi asam meningkat, reaksi pada kavitas oral juga
menjadi asam dan kondisi ini akan menyebabkan proses demineralisasi gigi terus
berlanjut sehingga menyebabkan gigi menjadi berlubang(Regina, 2007).
Hiperemi pulpa
Pulpitis
Degenerasi pulpa
Nekrosis pulpa
Gejala
Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu tanda bahwa
ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai kritis. Hiperemi pulpa ditandai
dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena
rangsangan air, makanan atau udara dingin, juga karena makanan yang manis atau
asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika rangsangan dihilangkan.
Diagnosis
Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis. Rasa sakit
tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kira-kira satu
menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi, peka
terhadap perubahan temperatur, terutama rangsangan dingin. Rasa manis
umumnya juga menyebabkan rasa sakit.
Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi tersebut harus diperhatikan,
misalnya apakah terdapat karies, gigi pernah ditumpat, terdapat fraktur pada
mahkota gigi, atau oklusi traumatik. Pada pemeriksaan perkusi, gigi tidak peka
walaupun kadang-kadang ada respon ringan. Hal ini disebabkan vasodilatasi
kapiler didalam pulpa. Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan kepekaan yang
sedikit lebih tinggi dari pada pulpa normal. Gambaran radiografi menunjukkan
ligamen periodontal dan lamina dura yang normal dan pada gambaran ini dapat
dilihat kedalaman karies.
Hiperemi pulpa harus dibedakan dengan hipersensitivitas dentin walaupun
keduannya termasuk pulpitis reversibel. Hipersensitivitas dentin disebabkan oleh
dua faktor, yaitu:
a. Transmisi rasa sakit melalui tubulus dengan yang terbuka
b. Ambang rasa sakit yang rendah akibat vasodilatasi kapiler yang kronis
atau peradangan lokal
Hipersensitivitas dentin, kadang-kadang disebut juga dengan iritatio pulpa
2.3.2 Pulpitis
Pulpitis merupakan kelanjutan hiperemi pulpa, yaitu bakteri telah menggerogoti
jaringan pulpa. Menurut inglay, atap pulpa mempunyai persyarafan terbanyak
dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang
banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut.
Secara hematogen, pulpitis juga dapat terjadi Karena tuberculosis, sifilis, dan lainlain yang disebut anachorese. Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa,
pulpitis terbagi atas:
1. Pulpitis akut. Secara struktur , jaringan tidak di kenal lagi, tetapi sel-selnya
masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa
parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa dibagian kamar pulpa saja
dan pulpitis akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.
2. Pulpitis akut fibrinosa. Banyak ditemukan fibrinigen pada pulpa
3. Pulpitis akut hemoragi. Dijaringan pulpa terdapat banyak erotrosit.
4. Pulpitis akut purulenta. Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur
berubah menjadi peleburan jaringa pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa,
dapat terjadi pernanahan pada dalam pulpa:
a. Pada beberapa bagian terjadi peleburan jaringan pulpa sehingga
terbentuk abses
Pulpitis akut
Berdasarkan durasi dan keparahan rasa sakit, pulpitis akut dapat dibagi menjadi:
1. Pu;pitis akut serosa. Pulpitis akut serosa adalah peradangan akut pada
pulpa gigi yang ditandai dengan sakit paroksimal hilang-timbulyang
terjadi terus-menerus. Jika dibiarkan, hal ini akan berlanjut menjadi
pulpitis supuratif akut yang kemudian menyebabkan nekrosis pulpa.
Gejala pulpitis akut serosa adalah sakit paroksimal yang ditimbulkan oleh
perubahan suhu mendadak, terutama karena dingin, makanan yang manis
atau asam, masuknya makanan kedalam kavitas, isapan, juga keadaan
berbaring yang menyebabkan terjadinya kongesti pembuluh darah pada
pulpa. Nyeri sering menetap sesudah penyebabnya dihilangkan dan hilangtimbul secara spontan tanpa sebab yang jelas.
2. Pulpitis akut supuratif. Pulpitis akut supuratif adalah peradangan pulpa
akut yang ditandai dengan pembentukan abses pada permukaan pulpa atau
didalam pulpa.
Gejalanya berupa rasa sakit sangat hebat dan umumnya menusuk-nusuk,
berdenyut, atau seperti gigi yang ditekan dengan kuat sekali.pasien sering
terbangun tengah malam karena sakitnya dan selalu marah dengan
tindakan apapun yang dilakukan terhadapnya.
Jika absesnya superfisial dan dentin yang karies dibuang dengan eskavator,
tetesan pus (nanah) akan terlihat melalui Gejalanya berupa rasa sakit
sangat hebat dan umumnya menusuk-nusuk, berdenyut, atau seperti gigi
yang ditekan dengan kuat sekali.pasien sering terbangun tengah malam
karena sakitnya dan selalu marah dengan tindakan apapun yang dilakukan
terhadapnya.
Jika absesnya superfisial dan dentin yang karies dibuang dengan eskavator,
tetesan pus (nanah) akan terlihat melalui Gejalanya berupa rasa sakit
sangat hebat dan umumnya menusuk-nusuk, berdenyut, atau seperti gigi
yang ditekan dengan kuat sekali.pasien sering terbangun tengah malam
karena sakitnya dan selalu marah dengan tindakan apapun yang dilakukan
terhadapnya.
Jika absesnya superfisial dan dentin yang karies dibuang dengan eskavator,
tetesan pus (nanah) akan terlihat melalui kavitas tersebut sesudah tetesan
darah, tindakan ini dapat mengurangi sakit.
Ulserasi umumnya terletak superfisial. Bakteri yang membentuk nanah
akan mencairkan jaringan pulpa dan mengubahnya nanah yang akirnya
akan mendorong terjadinya degenerasi total dan kerusakan pulpa. Pada
tahap awal, keadaan ini hanya mengenai tanduk pulpa saja.
Pulpitis subakut
Merupakan eksaserbasi akut yang ringan dari pulpitis kronis. Ditandai dengan
rasa sakit yang sedang dan hilang-timbul. Istilah subakut digunakan pada kasus
yang sulit dikategorikan akut atau kronis.
Pulpitis Kronis
Pulpitis kronis dapat dibagi menjadi:
1. Pulpitis kronis ulseratif. Ditandai dengan pembentukan ulkus pada
permukaan pulpa didaerah yang terbuka. Keadaan ini umumnya terjadi
pada pulpa muda atau pulpa tua yang sanggup menahan proses infeksi sub
klinis.
Gejalanya adalah rasa sakit yang biasanya tidak begitu hebat, bahkan tidak
ada rasa sakit sama sekali, kecuali ada makanan masuk kedalam kavitas.
Selain itu, respon terhadap tes thermal dan elektrik akan menurun.
Biasanya terdapat pada pulpa yang terbbuka dan akan tetap pada dalam
fase kronis selama kavitas tetap terbuka.
2. Pulpitis kronis hiperplastik. Merupakan peradagan pulpa yang terbuka,
ditandai dengan terjadinya jaringan granulasi dan epitel karena adanya
iritasi yang ringan dalam waktu lama. Terlihat disini bahwa jumlah dan
besar sel juga bertambah. Keadaan ini disebut juga polip pulpa.
Gejalanya biasanya tidak jelas, kecuali waktu menelan ketika tekanan
gumpalan makanan akan menyebabkan rasa sakit. Respon terhadap
perubahan thermal lemah atau tidak ada sama sekali, kecualai pada
rangsangan dingin yang ekstrem, misalnya etil klorida
tahun, 90%
4. Resorpsi internal pink spot
Suatu bentuk yang agak lain berasal dari pulpitis kronis granulomatosis,
disebut granuloma interna. Penyebabnya belum diketahui, tetapi biasanya
ada riwayat trauma. Jika granuloma interna ini terbentuk pada kamar pulpa
disebut pink spot.
Jika resorpsi interna diketahui secara dini, gigi dapat dipertahankan
dengan perawatan saluran akar dan proses resorpsinya akan terhenti.
Keadaan ini sering mengenai gigi depan atas. Kalau hal ini terlambat
diketahui, resorpsi dapat menembus ke ligamen periodontal bahkan
membuat gigi fraktur.
2.3.4 Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan dari radang
pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat
trauma. Nekrosis pulpa dapat parsial atau total. Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi. Disini terdapat bagian jaringan yng larut, mengendap, dan
berubah menjadi barang yang padat.
2. Tipe liquefaction. Enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi
suatu bahan yang lunak atau cair
Penyebab nekrosis adalah bakteri, trauma, iritasi terhadap bahan restorasi silikat
dan akrilik, atau radang pulpa yang berlanjut. Nekrosis pulpa dapat juga terjadi
pada aplikasi bahan devitalisasi, seperti arsen dan paraformaldehid.
Gigi yang nekrosis tidak terasa sakit. Petunjuk pertama adanya nekrosis adalah
perubahan warna gigi dan gigi tidak peka terhadap preparasi kavitas yang
dilakukan sampai kekamar pulpa. Kadan-kadang gigi terasa sakit jika ada
rangsangan panas karena terjadi perubahan gas yang akan menekan ujung syaraf
jaringan vital yang ada disekitarnya.
Gambaran radiografi menunjukkan adanya kavitas ataupun tumpatan yang besar,
saluran akar yang terbuka dan penebalan ligamen periodontal. Kadang-kadang
gigi tidak mempunyai kavitas maupun karies, tetapi pulpa telah nekrosis akibat
trauma. Pada beberapa kasus, gigi mempunyai riwayat sakit pada waktu yang lalu
yang kemudian berangsur-angsur menjadi nekrosis. Pada kasus lain, gigi menjadi
non vital secara simtomatis.
Gig dengan nekrosis pulpa biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik maupun
thermal, tapi kadang-kadang memberi respon terhadap panas. Nekrosis pulpa tipe
liquefactin dapat menunjukkan kepekaan terhadap tes elektrik karena adanya
aliran listrik ke jaringan vital sekitarnya.
Hasil pemeriksaan palpasi, perkusi, mobilitas, dan pembengkakan adalah negatif
kecuali disertai dengan peradangan periapeks.
Usia anak
Usia anak berhubungan dengan sikap anak dalam mengahadapi perawatan
dan juga kondisi gigi geligi. Semakin kecil usia anak, semakin dibutuhkan
penanganan ekstra karena cenderung merasa takut dan tidak kooperatif saat
dilakukannya suatu perawatan dental. Sejak usia 18 bulan anak-anak dapat
menjalani pemeriksaan gigi, namun umumnya baru usia 2 atau 3 tahun.
b.
c.
Menjadi bahan pertimbangan karena kondisi gigi dan tulang penyangga yang
baik akan turut mempengaruhi proses dari suatu restorasi. Apakah gigi
keadaan gigi baik, dengan tulang yang baik, ataukah terjadi kelainan pada
d.
e.
berlubang
ataukarena
terlepas
dengan
sendirinya,
dapat
erupsi gigi
Dokter
Gigi
Orang Tua
kavitas meluas, desensitasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan
pernis kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada
preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis reversibel.
Bila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulus noksius biasanya sudah
cukup. Begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya, untuk memaastikan
tidak terjadi nekrosis. Bila rasa sakit tetap ada walaupun telh dilakukan perawatan
yang tepat, inflamasi pulpa hendaklah dianggap sebagai ireversibel, yang
perawatannya adalah ekstirpasi (Grossman, 1995).
Perawatan Pulpitis Irreversible
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi dan
penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden
(meringankan rasa sakit) seperti misalnya kresatin, eugenol atau formokresol.
Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, pengambilan pulpa
koronal atau pulpotomi dan penempatan formokresol atau dresing (dressing) yang
serupa di atas pulpa radikular harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat.
Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi
(Grossman, 1995).
Nekrosis Pulpa
Perawatan nekrosis pulpa adalah dengan melakukan preparasi dan obturasi
saluran akar. Obturasi saluran akar adalah memasukkan suatu bahan pengisi
pengganti ke dalam ruangan yang sebelumya ditempati oleh jaringan pulpa, guna
mencegah infeksi berulang melalui sirkulasi atau melalui suatu retak pada
mahkota gigi (Grossman, 1995). Bahan pengisi yang biasa digunakan terdiri dari
bahan padat seperti gutta percha, dan Ag-Point, serta bahan semi padat atau pasta
seperti semen grossman, tubli seal kerr, semen wachs, sealapex (semen kalsium
hidroksida), ah 26 (resin epoksi), diaket (resin polivinil/poliketon) (Subiwahjudi,
2010).
gigi anak yang kooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior,
lesi kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi,
fraktur gigi anterior, lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan
II. Pasien dengan insidensi karies dan kebersihan mulut yang kurang baik
merupakan kontraindikasi restorasi resin komposit.
b. Restorasi Indirect
- Stainless Steel Crown
Stainless Steel Crown (SSC) adalah tumpatan sementara berbentuk
anatomi gigi terbuat dari paduan logam (alloy) nirkarat yang mudah dibentuk
untuk diadaptasikan pada gigi sulung posterior. Indikasi SSC adalah (Bakar,
2013):
1.
2.
3.
4.
Macamnya
Ada dua macam SSC :
1. Festooned : dengan merek Ni-Chro primary crown, keluaran ion
3M (USA) adalah metal crown yang sudah dibentuk menurut
anatomis gigi, baik kontour oklusal, bukal / lingual, proksimal dan
tepi servikal. Penyelesaian preparasi SSC jenis festooned ini
tinggal membentuk / menggunting permukaan servikal mahkota
tersebut.
2. Unfestooned : dengan merek Sun Platinum, keluaran Sankin,
Jepang adalah metal crown yang telah dibentuk permukaan oklusal
saja sedangkan bagian bukal / lingual dan servikal harus dibentuk
dengan tang khusus. Kedua macam bentuk mahkota harus
dimanipulasi agar tetap baik marginalnya.
Indikasi:
1. Gigi dengan infeksi yang melewati ruang kamar pulpa, baik
pada gigi vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
2. Saluran akar dapat dimasuki instrument.
3. nan jaringan periapeks dalam gambaran radiografis kurang dari
sepertiga apikal.
4. Ruang pulpa kering
Kontra Indikasi
1. Keterlibatan periapikal atau mobilitas ekstensif
2. Resorbsi akar ekstensif atau > 1/2 akar
3. Resorbsi internal meluas menyebabkan perforasi bifurkasi
4. Kesehatan buruk dan harapan hidup pendek
5. Ancaman keterlibatan gigi tetap yang sedang berkembang
karena infeksi
6. Tingkah laku pasien yang tidak dapat dikendalikan dan di rumah
sakit tidak mungkin dilakukan.
a. Pulpektomi Vital
Pulpektomi vital sering dilakukan pada gigi dengan karies yang
telah meluas ke arah pulpa, atau gigi yang mengalami fraktur (Tarigan,
2006).
Teknik :
Diagnosis (foto roentgen I).
Anestesi Lokal.
Isolasi (absolut).
Preparasi kavitas dengan bur bulat, 3% perdarahan dihentikan
dengan H2O2.
Pembersihan biomekanis dengan jarum ekstirpasi, bur gates,
reamer, file, dan lain-lain.
Menentukan panjang kerja, foto jarum (foto roentgen II),
endometer lanjutan biomekanikal.
Irigasi H2O2 3% + Ultrasonik NaOCl 5%, keringkan dengan
paper point.
b. Pulpektomi Devital
Pulpektomi devital sering dilakukan pada gigi pasien yang tidak
tahan terhadap anestesi, juga sering dilakukan untuk gigi sulung
(Tarigan, 2006).
Teknik :
Diagnosis (foto roentgen I).
Isolasi (relatif/absolut).
Preparasi kavitas, keringkan.
Peletakan bahan devitalisasi (Toxavit).
Tambalan sementara, semen oksida seng eugenol atau semen
Zn(PO)4 R/Analgetik.
Ekstirpasi pulpa, preparasi saluran akar, irigasi NaOCl 5%,
H2O2 3%, foto jarum, endometer (foto roentgen II),
ultrasonik.
Keringkan, peletakan kapas steril, tambalan sementara.
Pengisian saluran akar dengan pasta tubli seal + gutap semen.
Tambalan tetap.
c. Pulpektomi Nonvital
Pulpektomi nonvital dilakukan pada gigi yang didiagnosis gangren
pulpa atau nekrosis (Tarigan, 2006).
Teknik :
Diagnosis (foto roentgen I).
Isolasi (relatif/absolut).
2. Pulpotomi
Pulpotomi adalah pengambilan pulpa mahkota secara bedah.
Pulpotomi bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa radikuler dan
membebaskan rasa sakit pada pasien dengan pulpalgia akut. Ketika
melakukan pulpotomi, hanya daerah terinfeksi dan terinflamasi yang
diambil, sedangkan jaringan pulpa vital yang tidak terinfeksi di dalam
saluran akar ditinggalkan. Berdasarkan bahan dressing yang digunakan,
pulpotomi diklasifikasikan menjadi pulpotomi kalsium hidroksida, dan
pulpotomi formokresol (Tarigan, 2006).
a. Pulpotomi Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida digunakan karena kemampuannya membentuk
jembatan dentin dan memelihara vitalitas sisa pulpa (Tarigan, 2006).
Teknik :
Gigi dianestesi lokal.
Pasang isolator karet.
Medan operasi didisinfeksi dengan antiseptik yang cocok.
Gunakan bur steril untuk membuka kamar pulpa dan
b. Pulpotomi Formokresol
Formokresol merupakan bahan yang mendisinfeksi dan memfiksasi
jaringan pulpa (Tarigan, 2006).
Teknik :
Lakukan anestesi gigi.
Ambil atap kamar pulpa.
Kuret dan ambil jaringan pulpa mahkota sampai orifis
saluran.
Irigasi dan bersihkan kamar pulpa dengan larutan anestesi
local untuk menaikkan hemostasis.
Letakkan gulungan kapas yang dibasahi dengan formokresol
diatas punting pulpa, dan tutup jalan masuk kavitas dengan
Cavit.
Berikan analgesik bila diperlukan.
Minta pasien untuk kembali dalam beberap hari mendatang
untuk menyelesaikan perawatan endodontik.
3. Pulp Capping
Tujuan Pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke
jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat
mempertahankan vitalitasnya. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa
dapat terhindari. Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping adalah
kalsium hidroksida karena dapat merangsang pembentukkan dentin
sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Jenis pulp capping ada 2
yaitu (Tarigan, 2006) :
a. Indirect Pulp Capping
Dilakukan bila pulpa belum terbuka, tapi atap pulpa sudah sangat
tipis sekali, yaitu pada karies profunda. Tekniknya meliputi
pembuangan semua jaringan karies dari tepi kavitas dengan bor bundar
kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa,
hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar
pulpa. Basis pelindung pulpa yang biasanya dipakai adalah Zinc
Okside Eugenol atau dapat juga dipakai kalsium hidroksida yang
diletakkan didasar kavitas. Apabila pulpa tidak lagi mendapat iritasi
dari lesi karis diharapkan jaringan pulpa akan berekasi secara fisiologis
terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin sekunder. Agar
perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari
inflamasi. Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan
ekskavasi. Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya adalah
dilakukan direct pulp capping atau tindakan yang lebih radikal lagi
yaitu amputasi pulpa (Pulpotomi) (Tarigan, 2006).
Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen
muda yang kariesnya telah luas dan sangat dekat dengan pulpa.
Tujuannya adalah untuk membuang lesi dan melindungi pulpanya
sehingga jaringan pulpa dapat melaksanakan perbaikannya sendiri
dengan membuat dentin sekunder. Dengan demikian terbukanya
jaringan pulpa dapat terhindarkan (Lenoita dkk., 2008).
Indikasi
Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik
sangat dekat ke pulpa tetapi tidak mengenai pulpa.
Pulpa masih vital.
Kontra Indikasi
Nyeri spontan nyeri pada malam hari.
Pembengkakan, Fistula, Peka terhadap perkusi,
Gigi goyang secara patologik.
Resorpsi akar eksterna, Resorpsi akar interna.
Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
Kalsifikasi jaringan pulpa (Lenoita dkk., 2008).
Kontraindikasi
Nyeri spontan nyeri pada malam hari.
Pembengkakan.
Fistula.
Peka terhadap perkusi.
Gigi goyang secara patologik.
Resorpsi akar eksterna.
Resorpsi akar interna.
Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
Kalsifikasi jaringan pulpa.
sedemikian
rupa
sehingga
merupakan
pengalaman
yang
(Freemeta,2009)
Tujuan Kunjungan Pertama
1. Menciptakan komunikasi dengan anak dan orang tua
2. Mendapatkan keterangan tentang riwayat pasien
3. Memeriksa anak dan untuk mendapatkan ronsen foto bila diperlukan.
4. Melakukan prosedur perawatan sederhana yaitu :
a. Profilaksis
Dilakukan hanya pada gigi depan (utk anak kecil) atau seluruh
mulut termasuk pembuangan kalkulus bila diperlukan
b. Topikal Aplikasi Fluor
Prosedur ini dapat dilakukan disamping prosedur non tra matik lain.
5. Menjelaskan tujuan perawatan pada anak dan orang tua yaitu :
a. Tekankan perlunya tindakan pencegahan maupun operatif
b. Mintalah anak membawa sikat giginya pada kunjungan berikutnya.
c. Memberikan perkiraan jumlah kunjungan yang diperlukan untuk
menyelesaikan perawatan (Freemeta,2009).
dilakukan segera perawatan (misalnya gigi sangat goyang) sedangkan bila ada
rasa sakit lebih baik memberikan analgetik dulu, agar anak dapat yakin bahwa ke
dokter gigi justru untuk menyembuhkan, bukan untuk menambah rasa sakit
(Freemeta,2009).
Tujuan yang mendasar dari kunjungan ini tidak boleh diabaikan. Bagi
orang dewasa bila ia merasa kurang senang pada satu dokter gigi ia akan pergi ke
dokter gigi lain, tetapi tidak demikian halnya dengan pasien anak, sekali ia
mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan akan sulit baginya untuk
membangun kepercayaan terhadap dokter gigi (Freemeta,2009).