Вы находитесь на странице: 1из 21

ETIKA PROFESI HAKIM

LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang menganut sitem hukum civil law. Salah satu
yang menjadi ciri civil law ialah bahwa peraturan negaranya harus tertulis.
Dengan peraturan tertulis tersebut, maka setiap tata tertib yang diatur dalam
negara tersebut harus tercantum dalam kodifikasi hukum. Kodifikasi hukum
tersebut menjadi pedoman dalam mencari keadilan dalam sistem peradilan
negara tersebut.

Sebagai sebuah negara yang berkembang, peraturan tata tertib indonesia juga
sudah cukup berkembang. Indonesia mempunyai kitab undang-undang hukum
pidana, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum
dagang, dan sebagainya. Bahkan sebagai negara yang menganut sistem civil
law, Indonesia bahkan tidak hanya menganut kodifikasi hukum, namun karena
banyaknya sistem adat di indonesia yang berbeda, indonesia masih mengakui
peraturan tidak tertulis lainnya. Banyaknya peraturan tersebut sangat
membantu sistem peradilan di indonesia. Namun dengan banyaknya peraturan
tersebut tidak menjamin bahwa keadilan yang dicari dalam peradilan indonesia
dapat dicapai dengan mudah. Hal ini disebabkan pencapaian rasa keadilan tidak
hanya bergantung pada faktor peraturan atau perundang-undangan yang
berlaku di satu negara.

Faktor-faktor lain juga sangat berpengaruh dalam mencapai keadilan dalam


sistem peradilan. Misalnya saja, faktor profesionalitas setiap elemen yang
berwenang dalam mencari keadilan tersebut. Meskipun sebuah peraturan dalam
negara tertentu sudah sangat lengkap, namun jika elemen yang bertugas dan
berwenang tidak bekerja dengan profesionalitas, maka dapat dijamin peraturan
tersebut hanya akan menjadi hiasan permata negara semata.

Kendala profesionalitas ini merupakan kendala yang dihadapi setiap negara


hukum. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat dengan common law-nya
sekalipun, sedang menghadapi masalah profesionalitas para penegak hukumnya.
Masalah ini seakan tak ada habisnya untuk dihadapi. Setiap negara dituntut
untuk mempunyai penegak hukum yang profesional dan mempunyai naluri yang
bersih dalam mengambil keputusan.

Masalah penegak hukum inipun menjadi masalah yang mendasar bagi setiap
negara hukum. Setiap negara berusaha untuk mencari jalan keluar terhadap
masalah ini. Demikian pula dengan indonesia sebagai negara hukum. Indonesia

telah banyak membahas tentang masalah profesionalitas dan etika para


penegak hukumnya. Sehingga seorang penegak hukum di indonesia tidak dapat
mengambil keputusan hanya untuk kepentingan-kepentingan di luar rasa
keadilan.

Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh indonesia ialah dengan mengatur
kode etik bagi para penegak hukum. Kode etik tersebut mencakup kode etik
polisi, hakim, dan penegak hukum lainnya.

Dalam paper ini, permasalahan kode etik ini akan dibahas lebih khusus tentang
kode etik profesi hakim. Sebab sebagai seorang penegak hukum, seorang hakim
dituntut untuk bertindak mengambil putusan berdasarkan rasa keadilan dan
memperjuangkannya. Jika seorang hakim melanggar kode etiknya, maka
meskipun aparat keamanan negara bekerja secara profesional dengan peraturan
yang lengkap, semuanya akan tetap sia-sia.

Selain itu, masyarakat indonesia yang rata-rata masih buta huruf, masih belum
menyadari bahwa seorang hakim juga sudah mempunyai kode etik yang harus
ditaati. Selama ini, rata-rata masyarakat indonesia yang belum mengerti hukum
hanya menempatkan rasa percaya terhadap hakim sebagai satu-satunya dasar
untuk membawa kasusnya ke pengadilan dan bahkan mereka hanya menyadari
pengadilan sebagai sistem hukum yang wajib untuk dihadapi dengan kasus yang
ada. Padahal seharusnya mereka juga harus menyadari bahwa seorang penegak
hukum dengan status yang begitu dihormati di dalam masyarakat juga terikat
dengan kode etiknya sendiri. Sehingga jika mereka merasa keadilan itu belum
tercapai, mereka bisa mengawasi hakim tersebut dengan kode etik tersebut dan
melaporkannya ke lembaga yang berwenang.

Apalagi banyak perkara-perkara yang dirasakan belum terselesaiakan secara


tuntas di indonesia ini. Penilaian terhadap ketuntasan tersebut bukan karena
belum adanya putusan dari pengadilan, namun karena kurang puasnya
masyarakat terhadap putusan tersebut. Hal ini juga menjadi tanda bahwa
kepercayaan masyarakat indonesia terhadap hakim sudah mulai berkurang.
Kepercayaan ini akan terus berkurang jika malasah ini tidak segera dibenahi.
Sebab jika tidak segera dibenahi, maka lembaga peradilan di indonesia tidak
akan menjadi sarana untuk mengadili perkara lagi, melainkan sarana untuk
menimbulkan perkara baru.

Permasalahan-permasalahan kode etik hakim sebenarnya cukup banyak, namun


cenderung ditutup-tutupi atau bahkan dianggap tidak pernah ada. Status hakim

yang begitu tinggi dan dihormati di dalam masyarakat indonesia inilah yang
menjadi malasah yang cukup berpengaruh terhadap pelaksanaan kode etik
hakim. Pola pikir masyarakat indonesia yang masih membedakan status yang
lebih tinggi dengan masyarakat biasa dalam pandangan hukum ini seharusnya
sudah bisa diubah. Masyarakat seharunya bisa membantu mengawasi kelakuankelakuan hakim yang tidak benar. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk
membahas tentang masalah kode etik hakim ini.

2. POKOK PERMASALAHAN

Ada beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam paper ini, antara
lain, yakni:

Bagaimanakah kode etik profesi hakim di indonesia ?


Bagaimanakah pelaksanaan terhadap kode etik hakim tersebut di indonesia?
Bagaimanakah
indonesia?

pengawasan

terhadap

pelanggaran

kode etik

tersebut di

Persoalan-persoalan tersebut di atas akan dibahas dalam paper ini dengan


harapan kita akan lebih mengerti tentang kode etik hakim dan nasib kita tidak
akan dipermainkan oleh putusan hakim jika suatu saat kita harus menghadapi
persoalan-persoalan dalam pengadilan. Oleh karena itu, sebaiknya kita sedia
payung sebelum hujan.

3. PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini, perlu dibahas tentang teori kode etik hakim
sebagai usaha untuk menjawab pokok permasalahan tentang bagaimana kode
etik profesi hakim di indonesia. Selain itu perlu diberikan contoh kasus dan
analisis terhadap kasus tersebut untuk melihat bagaimana pelaksanaannya dan
pengawasan terhadap kode etik profesi hakim tersebut.

Ad. 1. Teori Kode Etik Profesi Hakim

Sebagai seorang hakim, maka ia dianggap sudah mengetahui hukum. Inilah yang
dimaksud dari asas hukum Ius curia novit. Seorang hakim dituntut untuk dapat
menerima dan mengadili berbagai perkara yang diajukan kepadanya. Bahkan
seorang hakim dapat dituntut jika menolak sebuah perkara yang diajukan
kepadanya. Hal ini juga diatur dalam Algemene Bepalingen van Wetgeving, pasal
22 dan pasal 14 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi :

Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara
dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya.
Ketentuan dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan
perkara perdata secara perdamaian.
Jika seorang hakim tidak dapat menolak sebuah perkara yang belum ada
hukumnya atau karena hukumnya yang tidak/kurang jelas, bagaimanakah dia
akan mengadili kasus tersebut? Apakah yang menjadi dasar bagi seorang hakim
untuk mengadili perkara tersebut? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang
akan coba dijawab dalam pembahasan ini.

Hal pertama yang perlu kita ketahui ialah bahwa sebagai seorang penegak
hukum , maka seorang hakim mempunyai fungsi yang penting dalam
menyelesaikan sebuah perkara, yakni memberikan putusan terhadap perkara
tersebut. Namun dalam memberikan putusan tersebut, hakim itu harus berada
dalam keadaan yang bebas. Bebas maksudnya ialah hakim bebas mengadili,
tidak dipengaruhi oleh apapun atau siapapun.hal ini menjadi penting karena jika
hakim memberikan putusan karena dipengaruhi oleh suatu hal lain diluar
konteks perkara maka putusan tersebut tida mencapai rasa keadilan yang
diinginkan,.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang hakim, terdapat beberapa


sayarat yang harus dipenuhi oleh sorang hakim. Syarat-syarat tersbut ialah
tangguh, terampil dan tanggap. Tangguh artinya tabah dalam menghadapi
segala keadaan dan kuat mental, terampil artinya mengetahui dan menguasai
segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku, dan
tanggap artinya dalam melakukan pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan
cepat, benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat.

Atas dasar persyaratan-persyaratan tersebut, pada tahun 1986 diadakan Rapat


Kerja Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibawah pimpinan
Mahkamah Agung. Hasil dari rapat tersebut ialah kode kehormatan hakim. Kode

kehormatan hakim inilah yang menjadi kode etik bagi setiap hakim yang ada di
Indonesia. Kemudian pada tanggal 23 bulan maret tahun 1988, IKAHI (Ikatan
Hakim Indonesia) menyetujui kode kehormatan hakim tersebut. Persetujuan ini
menjadi pengokohan terhadap kode kehormatan hakim tersebut.

Kode kehormatan hakim tersebut berisi sikap batin dan lahiriah yang harus
ditaati oleh seorang hakim atau biasa disebut dengan tri prasetya hakim. Tri
prasetya hakim inilah yang menjadi dasar bagi seorang hakim dalam
memberikan sebuah putusan terhadap sebuah perkara.

Isi dari tri prasetya hakim tersebut ialah :

1. Janji Hakim.

Saya berjanji :

a. Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi citra, wibawa dan martabat
hakim Indonesia;

b. Bahwa saya dalam menjalankan jabatan akan berpegang teguh pada Kode
Kehormatan Hakim Indonesia;

c. Bahwa saya bersedia menerima sanksi, apabila saya mencemarkan citra,


wibawa dan martabat hakim Indonesia.

Pelambang atau Sifat Hakim.


a. Kartika = Percaya (Bintang yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa),
artinya percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab.

b. Cakra = Adil (Senjata ampuh dari Dewan Keadilan yang mampu


memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan). Jadi didalam
kedinasan seorang hakim harus :

1). Adil.

2). Tidak berprasangka atau berat sebelah (memihak).

3). Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

4). Memutus berdasarkan keyakinan hati nurani.

5). Sanggup mempertanggung jawabkan kepada Tuhan.

Sedangkan di Luar Kedinasan seorang hakim harus :

1). Saling harga menghargai.

2). Tertib dan Lugas.

3). Berpandangan luas.

4). Mencari saling pengertian.

Candra (Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap, sinar penerangan
dalam kegelapan) berarti Bijaksana atau Berwibawa.
Didalam Kedinasan :

1). Berkepribadian.

2). Bijaksana.

3). Berilmu.

4). Sabar.

5). Tegas.

6). Disiplin.

7). Penuh pengabdian pada pekerjaan.

Diluar kedinasan.

1). Dapat dipercaya.

2). Penuh rasa tanggung jawab.

3). Menimbulkan rasa hormat.

4). Anggun dan berwibawa.

Sari (Bunga yang semerbak wangi mengharumi kehidupan masyarakat) berarti


budi luhur atau berkelakuan tidak tercela.
Didalam Kedinasan :

1). Tawakal

2). Sopan

3). Ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas.

4). Bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan).

5). Tenggang rasa.

Diluar Kedinasan :

1). Berhati-hati dalam pergaulan hidup

2). Sopan dan susila

3). Menyenangkan dalam pergaulan

4). Tenggang rasa

5). Berusaha menjadi tauladan bagi masyarakat sekelilingnya.

Tirta = air (yang membersihkan segala kotoran didunia) yang mensyaratkan


hakim harus jujur.
Didalam kedinasan :

1). Jujur

2). Merdeka = berdiri diatas semua pihak yang kepentingannya bertentangan,


tidak membeda-bedakan orang.

3). Bebas dari pengaruh siapapun juga.

4). Sepi ing pamrih.

5).Tabah.

Diluar Kedinasan :

1). Tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan

2). Tidak boleh berjiwa mumpung

3). Waspada.

Sikap Hakim.
Pegangan mengenai sikap hakim dibedakan dalam 2 (dua) bidang yaitu :

Dalam Kedinasan, dibagi dalam 6 bagian :


1). Sikap hakim dalam persidangan;

(a). Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum
acara yang berlaku.

(b). Tidak dibenarkan bersikap yang menunjukkan memihak atau bersimpati atau
anti pati terhadap pihak-pihak yang berperkara.

(c). Harus bersikap sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik
dalam ucapan maupun perbuatan.

(d). Harus menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan.

2). Sikap hakim terhadap sesama rekan;

(a). Memelihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antara sesama
rekan.

(b). Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai antara
sesama rekan.

(c). Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps hakim.

(d). Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik didalam maupun diluar
kedinasan.

3). Sikap hakim terhadap bawahan/pegawai;

(a). Harus mempunyai sifat kepemimpinan terhadap bawahan.

(b). Membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan.

(c). Harus mempunyai sifat sebagai seorang bapak/Ibu yang baik terhadap
bawahan.

(d). Memelihara kekeluargaan antara bawahan dengan hakim.

(e). Memberi contoh kedisiplinan terhadap bawahan.

4). Sikap hakim terhadap atasan;

(a). Taat kepada pimpinan atasan.

(b). Menjalankan tugas-tugas yang telah digariskan oleh atasan dengan jujur dan
iklas.

(c). Berusaha memberi saran-saran yang membangun kepada atasan.

(d). Mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan / mengemukakan pandapat


kepada atasan tanpa meninggalkan norma-norma kedinasan.

(e). Tidak dibenarkan mengadakan resolusi terhadap atasan dalam bentuk


apapun.

5). Sikap Pimpinan terhadap sesama rekan hakim;

(a). Harus memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya.

(b). Membimbing bawahan dalam pekerjaan untuk memperoleh kemajuan.

(c). Harus bersikap tegas, adil serta tidak memihak.

(d). Memberi contoh yang baik dalam perikehidupan, didalam maupun diluar
dinas.

6). Sikap hakim keluar/terhadap instansi lain.

(a). Harus memelihara kerjasama dan hubungan yang baik dengan instansiinstansi lain.

(b). Tidak boleh menonjolkan kedudukannya.

(c). Menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan.

(d). Tidak menyalahgunakan wewenang dan kedudukan terhadap instansi lain.

Diluar Kedinasan, dibagi dalam 3 bagian :


1). Sikap pribadi hakim sendiri;

(a). Harus memiliki kesehatan rohani dan jasmani.

(b). Berkelakuan baik dan tidak tercela.

(c). Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun


golongan.

(d). Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dursila dan kelakuan yang dicela
oleh masyarakat.

(e). Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabat hakim.

2). Sikap dalam rumah tangga;

(a). Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan yang tercela, baik menurut


norma-norma hukum kesusilaan.

(b). Menjaga ketentraman dan keutuhan rumah tangga.

(c). Menyesuaikan kehidupan runah tangga dengan keadaan dan pandangan


masyarakat.

(d). Tidak dibenarkan hidup berlebih-lebihan dan mencolok.

3). Sikap dalam Masyarakat.

(a). Selaku anggota masyarakat tidak boleh mengisolasi diri dari pergaulan
masyarakat.

(b). Dalam hidup bermasyarakat harus mempunyai rasa gotong royong.

(c). Harus menjaga nama baik dan martabat hakim.

Sedangkan sikap-sikap
persidangan, yaitu :

lahiriah

dari

hakim

sebagai

seorang

pemimpin

Ing Ngarso Sung Tulodo.


Ing Madyo Bangun Karso.
Tut Wuri Handayani.
Agar sifat-sifat dan sikap-sikap hakim sebagaimana dikemukakan diatas dapat
terwujud, diperlukan pembinaan jiwa korps hakim, yang meliputi :

Hakim harus memegang teguh rahasia jabatan korps;


Dilarang memakai nama korps untuk kepentingan pribadi atau golongannya;
Hakim harus memupuk rasa setiakawan dan kekeluargaan.
Hal-hal tersebut menjadi kode etik profesi hakim yang harus ditaati. Namun ada
pertanyaan lain yang muncul setelah kita membahas tentang kode etik tersebut.
Pertanyaan itu ialah siapakh yang mengawasi pelaksaan kode etik tersebut?
Apakah tindakan yang akan dilakukan jika ada pelanggaran terhadap kode etik
tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga akan coba dijawab dalam pembahasan ini.


Sebab sebagai sebuah pembahasan kode etik hakim, sangat penting juga untuk
membahas pengawasan terhadap kode etik hakim tersebut.

Dalam melaksanakan kode etik profesi hakim, dibentuklah majelis kehormatan


hakim. Majelis kehormatan hakim ini diadakan pada tingkat mahkamah agung
dan pengadilan tinggi. Tugasnya ialah:

Menegakkan ketentuan-ketentuan dalam Kode Kehormatan Hakim baik secara


preventif, maupun secara Represif. Keputusan di dalam Majelis berdasarkan
kebijaksanaan dengan mengutamakan cara musyawarah. Diupayakan jangan
sampai terjadi suatu pelanggaran terhadap kode kehormatan (lebih baik
pencegahan), jika terjadi pelanggaran dilakukan tindakan rehabilitasi dan usahausaha perlindungan.
Majelis Kehormatan Hakim pada Mahkamah Agung menyelesaikan soal-soal yang
menyangkut seorang hakim agung atau hakim tinggi.
Majelis Kehormatan Hakim pada Pengadilan Tinggi
yang menyangkut seorang hakim pengadilan negeri.

menyelesaikan soal-soal

Dalam menjalankan pengawasan terhadap hakim sebenarnya terdapat lembagalembaga lainnya, yakni lembaga pengawasan internal dan lembaga pengawasan
eksternal. Lembaga internal terdiri dari, WASKAT, WASNAL, dan Majelis
kehormatan hakim. Sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh dewan
kehormatan hakim.

Sedangkan sanksi bagi hakim yang melanggar kode etiknya ialah sebagai berikut
:

Memberikan rekomendasi jika ada laporan hakim tersebut melakukan perbuatan


atau tindakan yang melanggar kode etik, adalah dengan melakukan Mutasi
terhadap hakim tersebut ke daerah yang sangat terpencil, dengan harapan
hakim tersebut akan mengambil pelajaran dari perbuatan yang telah dilakukan.
2. Bahkan ada yang dibebas-tugaskan sebagai hakim jika terlibat kasus atau
perkara dan perkara tersebut diajukan di Pengadilan, biasanya hakim tersebut
dibebas tugaskan terlebih dahulu oleh Ketua Pengadilan Tinggi atau Ketua
Mahkamah Agung sampai perkara atau kasus yang ditangani selesai diputus di
Pengadilan. Jika hakim tersebut terbukti bersalah maka akan dicopot atau
dipecat dari jabatannya, tapi kalau tidak terbutki bersalah maka biasannya
dilakukan rehabilitasi dan hakim tersebut akan menjalankan tugasnya sebagai
hakim seperti semula.

Melakukan pemecatan atau pencopotan jabatan sebagai hakim jika ternyata


menyalahgunakan jabatannya yang diberikan kepadanya.

Ad. 2. Kasus Kode Etik Hakim

A. Kasus Hakim Syarifudin Umar

Hakim Syarifuddin Umar tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


terkait dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT Skycamping
Indonesia (SCI Syarifuddin Umar). Kasus ini memperlihatkan masih lemahnya
pengawasan pada hakim. Hal ini menjadi salah satu tumpukan pekerjaan rumah
(PR) Mahkamah Agung (MA). Menurut saya ini terkait dengan isu pengawasan.
Yang bersangkutan ini merupakan hakim karir lama, angkatan tua. Jangan-jangan
ini ada keliru dalam rekrutmen dulu. Ini menjadi hal-hal yang dibenahi,
khususnya oleh MA, ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil
Alim, dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (3/6/2011). Pengawasan,
imbuh Hifdzil, tidak hanya dilakukan saat hakim sudah menjalankan tugasnya,
namun juga kala rekrutmen dilakukan. Untuk itu, perlu juga peran dari Komisi
Yudisial untuk mengawasi.

Pengawasan pada hakim seolah menurun, baik internal maupun eksternal. Saya
sungguh mengapresiasi KPK yang telah menangkap tangan. Dan saya berharap
pengawasan KPK dimaksimalkan, sambungnya.Hifdzil mengingatkan, tidak
semua hakim berlaku sama dengan Syarifuddin. Menurutnya, Syarifuddin
hanyalah oknum. Kendati tidak semua hakim berperilaku demikian, namun hal
ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ini menjadi catatan bagi MA untuk
memperbaiki kinerja. Kalau dibiarkan akan menimbulkan ketidakpercayaan.
Kalau tidak percaya lagi pada institusi hukum kita, maka rakyat akan main hakim
sendiri, tambahnya. Jika masyarakat sudah semakin sering main hakim sendiri,
maka berita terkait anarkis akan semakin sering didengar. Hal ini tentunya akan
merugikan negara.Pengawasan pada hakim, kewajiban pertama ada di MA. Lalu
juga menjadi tanggung jawab KY dan juga masyarakat untuk mengawasi, ucap
Hifdzil.

KPK telah resmi menetapkan Syarifuddin dan kurator berinisial PW sebagai


tersangka dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT
Skycamping Indonesia (SCI). Keduanya dijerat pasal berlapis UU Tipikor. Menurut
Juru Bicara KPK Johan Budi, selain menyita uang Rp 250 juta dan mata uang
asing, KPK juga menyita ponsel dari tangan Syarifuddin. Penyidik menemukan 2
barang bukti baru 2 buah ponsel yang didapat di tas S, jelasnya, saat jumpa
pers di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (2/6).

(http://www.detiknews.com/read/2011/06/03/181457/1652805/10/kasus-hakimsyarifuddin-salah-satu-tumpukan-pr-ma diakses 6 Juni 2011)

B. Analisis Kasus Hakim Syarifudin Umar

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak sederhana, bukan


saja kompleksitas sistem hukum itu sendiri, tetapi juga rumitnya jalinan
hubungan antara sistem hukum dengan sistem social, politik, ekonomi, dan
budaya masyarakat. Sebagai suatu proses, penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan variable yang mempunyai korelasi dan interpendensi dengan factorfaktor yang lain. Ada beberapa factor terkait yang menentukan proses
penegakan hukum sebagaimana diungkapkan oleh Lawrence M Friedman, yaitu
komponen substansi, struktur, dan cultural. Beberapa komponen tersebut
termasuk ruang lingkup bekerjanya hukum sebagai suatu sistem. Kesemua factor
tersebut akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam masyarakat
dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kegagalan pada salah
satu komponen akan berimbas pada factor yang lainnya . Dalam komponen
tersebut hakim termasuk komponen Structur

Hakim dimana dan kapan saja diikat oleh aturan etik disamping aturan hukum.
Aturan etik adalah aturan mengenai moral atau atau berkaitan dengan sikap
moral. Filsafat etika adalah filsafat tentang moral. Moral menyangkut nilai
mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak, pantas dan tidak pantas.

Sehubungan teori tentang etika, Darji Darmodiharjo dan Sidharta dalam bukunya
berjudul Pokok-Pokok Filsafat Hukum menulis: Etika berurusan dengan
orthopraxis, yakni tindakan yang benar (right action). Kapan suatu tindakan itu
dipandang benar ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai teori (aliran) etika
yang secara global bias dibagi menjadi dua, yaitu aliran deontologist (etika
kewajiban) dan aliran telelogis (etika tujuan atau manfaat).

Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika
khusus selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial.
Pembedaan etika menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh
Magnis Suseno dengan istilah etika deskriptif.Lebih lanjut Magnis Suseno
menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari
moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan,
tanggung jawab, dan peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan
prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan

manusia. Adapun etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia


terhadap diri sendiri sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban
manusia sebagai anggota umat manusia.

Telah jelas, etika yang berlandaskan pada nilai-nilai moral kehidupan manusia,
sangat berbeda dengan hukum yang bertolak dari salah benar, adil atau tidak
adil. Hukum merupakan instrumen eksternal sementara moral adalah instrumen
internal yang menyangkut sikap pribadi, disiplin pribadi yang oleh karena itu
etika disebut juga disciplinary rules. Sementara itu, dalam ranah etika, kode
etik hakim yang dimaksudkan untuk memelihara, menegakkan dan
mempertahankan disiplin profesi. Ada beberapa unsur disiplin yang diatur,
dipelihara, dan ditegakkan atas dasar kode etik adalah sebagai berikut:

Menjaga, memelihara agar tidak terjadi tindakan atau kelalaian profesional.


Menjaga dan memelihara integritas profesi.
Menjaga dan memelihara disiplin, yang terdiri dari beberapa unsur yaitu: :
Taat pada ketentuan atau aturan hukum.
Konsisten.
Selalu bertindak sebagai manajer yang baik dalam mengelola perkara, mulai dari
pemeriksaan berkas sampai pembacaan putusan.
Loyalitas.
Lebih jauh dalam kode etik hakim atau biasa juga disebut dengan Kode
Kehormatan Hakim disebutkan, bahwa hakim mempunyai 5 (lima) sifat, baik di
dalam maupun di luar kedinasan. Adapun yang dimaksud dengan dalam
kedinasan meliputi sifat hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan,
bawahan, atasan, sikap pimpinan terhadap sesama rekan hakim, dan sikap
terhadap instansi lain. Di luar kedinasan mencakup sikap hakim sebagai pribadi,
dalam rumah tangga, dan dalam masyarakat. Adapun lima perlambang sifat
hakim tersebut tercakup di dalam logo hakim sebagai berikut:

1. Sifat Kartika (bintang) melambangkan ketakwaan hakim pada Tuhan Yang


Maha Esa dengan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang beradab.

2. Sifat Cakra (senjata ampuh penegak keadilan) melambangkan sifat adil, baik
di dalam maupun di luar kedinasan. Dalam kedinasan, hakim bersikap adil, tidak
berprasangka atau memihak, bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan

keadilan, memutuskan berdasarkan keyakinan hati nurani, dan sanggup


mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Di luar kedinasan hakim bersifat
saling menghargai, tertib dan lugas, berpandangan luas dan mencari saling
pengertian.

3. Candra (bulan) melambangkan kebijaksanaan dan kewibawaan. Dalam


kedinasan, hakim harus memiliki kepribadian, bijaksana, berilmu, sabar, tegas,
disiplin dan penuh pengabdian pada profesinya. Di luar kedinasan, hakim harus
dapat dipercaya, penuh rasa tanggung jawab, menimbulkan rasa hormat,
anggun, dan berwibawa.

4. Sari (bunga yang harum) menggambarkan hakim yang berbudi luhur dan
berperilaku tanpa cela. Dalam kedinasannya ia selalu tawakal, sopan,
bermotivasi meningkatkan pengabdiannya, ingin maju, dan bertenggang rasa. Di
luar kedinasannya, ia selalu berhati-hati, sopan dan susila, menyenangkan dalam
pergaulan, bertenggang rasa, dan berusaha menjadi teladan bagi masyarakat
sekitarnya.

5. Tirta (air) melukiskan sifat hakim yang penuh kejujuran (bersih), berdiri di atas
semua kepentingan, bebas dari pengaruh siapapun, tanpa pamrih, dan tabah.
Sedangkan di luar kedinasan, ia tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan
kedudukannya, tidak berjiwa aji mumpung dan senantiasa waspada.

Berdasarkan uraian diatas perbuatan hakim Syarifudin Umar yang menerima


sejumlah uang sebesar Rp 250 juta dan mata uang asing dari kurator pada
kasus niaga yang dia tangani menunjukan moralitas hakim tersebut sangat
buruk dan bertentangan dengan sifat air yang melukiskan sifat hakim yang harus
jujur dan bersih dan bertentangan dengan sikap haki, meliputi: berkelakuan baik
dan tidak tercela, tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi,
tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim.

4. PENUTUP

Ad. 1. Kesimpulan

Dengan banyaknya kasus pelanggaran pada kode etik hakim di Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa pada kenyataannya kode kehormatan hakim sudah tidak
dianggap sebagai pedoman lagi. Kode kehormatan hakim hanya ada sebagai
perhiasan teori untuk menarik kepercayaan masyarakat dan kemudian menjebak
masyarakat sendiri demi kepentingan pribadi hakim-hakim kotor itu.

Masyarakat indonesia yang mayoritas buta huruf dan ekonomi rendah malah
dimanfaatkan oleh hakim-hakim kotor. Nilai moral tampaknya sudah tidak lagi
berpengaruh terhadap pribadi-pribadi keji yang menggunakan jubah
kehormatannya untuk bersembunyi di balik keserakahan mereka. Norma agama
dan bahkan kata etika tampak sudah jauh ditinggalkan hanya untuk mengejar
kepentingan pribadi.

Ironis bagi seorang mahasiswa hukum untuk melihat kenyataan bahwa


pendahulu atau senior-seniornya yang sedang bertugas malah melakukan hal
yang bertolak belakang dengan teori yang dipelajari di universitas. Teriakan
Indonesia Maju di media-media hanya menjadi teriakan hambar tanpa usaha
dan tindakan nyata. Dominasi politik tampak lebih kuat hingga hukum tertinggal
jauh di belakang.

Banyaknya kasuspelanggaran kode etik hakim ini menjelaskan bahwa lembagalembaga pengawas tampak bekerja namun tidak maksimal.

Ad. 2. Saran

Tidak layak bagi seorang mahasiswa hukum untuk menyerah pada kenyataan
kotor ini. Masih ada harapan bagi masyarakat indonesia. Harapan itu terlihat
jelas dari penangkapan hakim-hakim kotor itu. Tetapi harapan itu hanya akan
menjadi harapan yang sebenarnya bila integritas dan profesionalitas pejabat
negara lebih ditingkatkan.

Sanksi-sanksi yang sudah tidak menyeramkan bagi hakim-hakim seharusnya


lebih diperhatikan untuk mencegah pelanggaran ini. Kerja yang sebelumnya
belum maksimal seharusnya bisa lebih maksimal. Dana yang biasanya menjadi
alasan para pejabat negara seharunya bisa lebih mudah didapatkan , mengingat
pengawasan terhadap hakim merupakan hal yang sangat penting dalam
menemukan keadilan. Terima kasih.

KRIMINAL
Terbukti Selingkuh Dan Berzina, Hakim Elsadela Dipecat!
By desyanggra / Published on Thursday, 06 Mar 2014

hakim elsa2

Selasa (3/3/2014) lalu, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial melalui Majelis
Kehormatan Hakim telah menjatuhkan hukuman berupa pemberhentian tetap
dengan hak pensiun terhadap Hakim Elsadela, seorang hakim asal PN Tebo,
Jambi.

Elsadela dihukum karena ia terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku
Hakim (KEPPH). Ia melanggar dengan melakukan perbuatan tidak terpuji, yakni
berselingkuh dan berzina berulang kali di ruang kerja Hakim Mastuhi yang
merupakan hakim di Pengadilan Negeri Agama Tebo, Jambi.

Perbuatan kedua hakim tersebut diketahui oleh Herman yang tidak lain adalah
suami dari hakim Elsadela. Herman memergoki istrinya telah berselingkuh
dengan Mastuhi, hakim Pengadilan Agama Tebo pada Sabtu 30 November 2013
lalu.

Pada saat itu, Herman mengejar istrinya yang sedang berboncengan dengan
hakim Mastuhi . Sepeda motor yang dinaiki oleh hakim Matsuhi dan Elsadela
sempat terjatuh. Herman curiga karena istrinya membawa kantong plastik.
Setelah diketahui, isi dari kantong plastik ada pasta gigi, sabun cair, kardus
ponsel, sandal laki-laki dan perempuan. Yang bikin suami hakim Elsadela terkejut
lantaran di dalam kantong plastik itu juga terdapat tisu yang tedapat bercak
sperma.

Dari kejadian tersebut, Herman melaporkan tindakan istri dan hakim Mastuhi ke
Pengadilan Jambi. Pihak dari pengadilan langsung menindaklanjuti laporan
tersebut kemudia meneruskan kasus itu ke Badan Pengawas MA. Hingga
akhirnya mereka dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim dengan rekomendasi
sanksi berat pemecatan.

Menurut majelis, perbuatan hakim Elsadela telah mencedarai pengadilan,


bertentangan dengan KEPPH, perbuatan tercela sehingga tidak menjunjung
tinggi harga diri, martabat dan keluhuran seorang hakim. Sayangnya, hakim
Elsadela sempat mendapat keringan hukuman atas perbuatannya itu.

Yang meringankan terlapor (Elsadela) adalah ia telah menyesali perbuatannya


dan tidak akan mengulanginya lagi, ujar hakim anggota, Desnayati.

Вам также может понравиться