Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I. PENDAHULUAN
Fraud atau kecurangan, dengan segala bentuk dan modusnya telah membawa
dampak buruk dan kerugian kepada organisasi bisnis maupun organisasi sektor publik. Setiap
organisasi apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya semua memiliki risiko terjadinya
fraud. Praktik penggelapan, penyalahgunaan aset, penipuan pengadaan barang dan jasa,
penipuan laporan keuangan termasuk korupsi, dari yang sederhana sampai yang sangat canggih
dan kompleks, akhir-akhir ini banyak terjadi.
Kita boleh menganggap bahwa norma-norma moral (moral standards) bagi kebanyakan
orang dalam dunia usaha adalah cukup wajar dan disamping itu dalam banyak situasi masih ada
sistem pengendalian internal (internal control system) yang juga dapat membantu orang untuk
dapat menahan diri terhadap godaan yang timbul berhubungan dengan adanya jumlah uang yang
besar yang memang merupakan konsekuensi aktivitas usaha. Namun tidak ada cara yang
mujarab untuk dapat memastikan bahwa seseorang yang dipercaya oleh pimpinan perusahaan
tidak akan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ada akuntan yang
mengatakan Belief is good, but control is better (mempercayai adalah baik, tetapi
pengendalian adalah lebih baik lagi). (Tunggal Widajaja, 2013).
Fraud terjadi karena ada kesempatan untuk melakukannya. Rumusannya seperti berikut.
Umumnya ada kelemahan dalam pengendalian internal, entah berupa celah dalam kebijakan,
tehnologi informasi atau pengawasan transaksi tidak dilakukan secara rutin. Ibaratnya, jendela
rumah yang rusak (broken window) yang mengundang pencuri. Pelaku fraud menghadapi
tekanan kebutuhan pribadi atau tidak memiliki integritas pribadi yang kuat. Maka pelaku
mempunyai alasan yang masuk akal untuk memperkaya diri. Rasionalisasi seperti gaji saya
kurang, atau Orang lain juga melakukan, atau perusahaan tidak akan bangkrut karena saya
sepertinya membenarkan aksi si pelaku. Rumusan sederhananya : F = K+R. Fraud adalah
kelemahan internal yang dimanfaatkan dengan rasionalisasi pelaku untuk keuntungan pribadi.
Bagaimanapun, tidak menjadi masalah berapa banyak sumber daya yang dialokasikan
untuk mempromosikan integritas, risiko kecurangan tetap mungkin terjadi. Lalu yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana menilai kemungkinan masalah demikian akan muncul? dan
bagaimana Manajemen dan Auditor Internal dapat mendeteksi Fraud?
sangat tergantung pada tingkat keyakinan pimpinan perusahaan kepada manajer operasional.
Kalau manajer operasional dipercaya maka biasanya system pengendalian relatif lebih longgar.
Demikian sebaliknya, jika pimpinan perusahaan kurang percaya kepada manajer operasional,
maka system pengendalian lebih ketat (Sumarno,2006).
2.
Teori Motivasi
Teori motivasi berhubungan dengan kekuatan intrinsik dalam diri individu-yaitu, motif
dan kebutuhan individu. Lebih eksplisit, motivasi berkaitan dengan "bagaimana perilaku akan
dimulai, diberi energi, ditopang, diarahkan, dihentikan. Untuk alasan ini, motivasi penting bagi
suatu organisasi dan akuntansi manajemen. Pada dasarnya mengacu pada kebutuhan atau motif
individu yang membuat tindakan individu secara spesifik. Motivasi berkaitan semua aspek
perilaku individu mana yang disengaja dan tindakan sadar dimulai dalam organisasi untuk
mengarahkan individu sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka sebanyak mungkin
sementara mereka berusaha untuk mencapaitujuan organisasi. Tindakan ini dapat dimulai baik
secara langsung olehtindakan atau melalui adopsi manajemen yang tepat. Dengan demikian,
teknik akuntansi manajemen memerlukan sebuah pemahaman yang baik dari motivasi dalam
organisasi.literatur tentang motivasi mengidentifikasi lima teori motivasi: teori kebutuhan, teori
dua faktor, teori nilai / harapan, teori prestasi, dan teori ketidakadilan. Masing-masing teori ini
mengidentifikasi faktor-faktor apa dalam individu dan lingkungan nya mengaktifkan kinerja
tinggi, atau upaya untuk menjelaskan dan menggambarkan proses bagaimana mengendalikan
perilaku dan bagaimana mengendalikan (Belqaoui,2002).
3.
sebagai; tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang
berperan dalam governance, karyawan atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau
penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal.
Menurut Mark R. Simmons, (dalam Koesmana dkk; 2007 dalam Anugerah 2014)
untuk dikatakan sebagai fraud harus memenuhi 4 kriteria yaitu; (1) Tindakan dilakukan secara
sengaja, (2) Adanya korban yang menganggap (karena tidak tahu keadaan sebenarnya) bahwa
tindakan tersebut adalah wajar dan benar, pelaku dan korban dapat berupa individu, kelompok
atau organisasi, (3) Korban percaya dan bertindak atas dasar tindakan pelaku, (4) Korban
menderita rugi akibat tindakan pelaku.
Fraud yang terjadi dalam organisasi/perusahaan dapat dilakukan oleh berbagai tingkatan
mulai dari level bawah, pihak manajemen sampai pemilik. Proses pengadaan di perusahaan
merupakan salah satu contoh tindakan fraud (Koesmana dkk, 2007 dalam Anugerah, 2014),
dimana pelaku adalah orang atau kelompok orang dalam perusahaan (pegawai) yang menerima
imbalan dari rekanan yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut. Pegawai perusahaan
bertindak sedemikian rupa sehingga rekanan memberikan imbalan kepada pegawai perusahaan
dan akhirnya rekanan memenangkan kegiatan pengadaan tersebut meski harga yang ditawarkan
lebih tinggi dari yang sewajarnya (kriteria). 1). Perusahaan yang tidak mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh pegawainya, dan percaya saja kemudian menganggap proses pengadaan itu
telah dilakukan sesuai dengan yang seharusnya (kriteria 2). Perusahaan kemudian menyetujui
dan melakukan pembayaran (kriteria 3) dan akhirnya perusahaan menderita kerugian karena
telah membayar pengadaan lebih besar dari yang seharusnya (kriteria 4).
Dalam buku Widjaja Tunggal (2013) disebutkan kecurangan manajemen adalah
kesalahan penyajian mengenai tingkat kinerja korporasi atau unit organisasi yang secara sengaja
dilakukan oleh karyawan dalam peran manajerialnya yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan dan kecurangan demikian dalam bentuk promosi, bonus atau insentif ekonomi
lainnya, dan simbol status.
Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut, The ACFE
membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan
yaitu:
1.
laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan
istilah window dressing.
3.
Korupsi (Corruption).
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi
di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang
kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.
Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama
menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma).
Termasuk
didalamnya
adalah
penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery),
penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi
(economic extortion).
4.
Cybercrime.
Delf (2004) dalam Anugerah (2014) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu
cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai
keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi
jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan,dimana teknologi berkembang dengan
pesat dan canggih.
Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari
beberapa sisi, yaitu:
1.
Berdasarkan pencatatan
Berdasarkan frekuensi
mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek
yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang
terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan
terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang
dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek
terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.
3.
Berdasarkan konspirasi
Berdasarkan keunikan
Sedangkan dalam penelitian Amiruddin dan Sri Sundari (2012) tentang bagaimana
mendeteksi fraud, menemukan bahwa Kemampuan auditor eksternal dalam mendeteksi fraud,
bergantung pula pada kecanggihan pelaku fraud, frekuensi dari manipulasi, tingkat kolusi dan
ukuran senioritas yang dilibatkan. Fraud dapat terungkap, bila ada kerja sama antara beberapa
pihak yang terkait dengan entitas, seperti dewan direksi, pihak manajemen, akuntan publik dan
internal auditor. Adanya diskusi dengan pihak-pihak tersebut, saling memberi informasi dan
memberi respon yang lebih komprehensif dan dengan adanya dokumentasi yang lengkap, salah
satu cara dalam mendeteksi adanya fraud.
Corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan, akan membawa dampak
yang positif terhadap pengurangan resiko terjadinya fraud. Dalam penerapan corporate
governance harus dibarengi dengan suatu sIstem manajemen yang efektif dan mengandung
pengendalian internal yang dijalankan oleh orang-orang yang profesional dan bertanggung
jawab.
Adapun penelitian Ovidiu (2009) menyatakan Auditor harus merencanakan dan
melaksanakan audit dengan sikap skeptisisme profesional, mengakui bahwa kondisi atau
peristiwa dapat ditemukan yang menunjukkan bahwa kecurangan atau kesalahan mungkin ada.
Berdasarkan penilaian risiko audit, auditor harus mengembangkan program untuk mengaudit
prosedur oleh yang untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan, semua signifikan kesalahan dan penipuan telah diidentifikasi. Diharapkan bahwa
auditor untuk menerapkan prosedur yang akan mengarah pada penemuan kesalahan atau
kecurangan tanpa dampak yang signifikan terhadap laporan keuangan dapat tidak bertanggung
jawab atas penyimpangan tersebut tidak terdeteksi. Auditor harus berkomunikasi dengan
manajemen kliennya. Dia harus meminta informasi manajemen mengenai penipuan yang
signifikan atau kesalahan telah terdeteksi dalam rangka mendeteksi masalah kunci yang dapat
menyebabkan kegiatan tertentu, pelaksanaan prosedur audit lebih
IV. PEMBAHASAN
Bendera Merah Lingkungan Internal
Untuk mendeteksi fraud, manajemen dan auditor internal harus mempelajari
indikator/tanda-tanda atau symptons (red flags) dan mengejarnya (menindak lanjutinya) sampai
semua bukti terkumpul. Auditor internal harus menemukan apakah tanda-tanda tersebut
merupakan hasil dari suatu tindakan fraud atau hal yang lain. Keberadaan tanda-tanda fraud
harusnya dapat disadari dan selanjutnya menjadi indikator yang dapat ditindaklanjuti untuk
menemukan dan membuktikan adanya fraud.
Tanda-tanda terjadinya fraud dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok (Albrecht dkk
2006) yakni:
informasi
dan
pengaduan-pengaduan tentang
pada saat ada kecurangan di masa lalu. Ciri-ciri ini kemungkinan besar akan muncul lagi bila
terjadi kecurangan lain.
Kecurangan dapat sedini mungkin dapat ditangani manajemen atau auditor internal
apabila manajemen dan auditor internal jeli melihat tanda-tanda adanya kecurangan, antara
lain:
a. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun
sebelumnya.
b. Perbedaan yang terungkap dari hasil konfirmasi.
c. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.
d. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang khusus,
maupun yang umum.
e. Pembatasan yang diberikan bagi auditor (internal/eksternal) oleh karyawan.
f. Seseorang menangani hamper semua transaksi yang penting.
g. Tidak ada pengambilan cuti karyawan atau pada saat cuti, tidak ada orang yang
menggantikan karyawan yang sedang cuti tersebut.
h. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
i. Supervisi yang lemah.
j. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan.
k. Pengendalian operasi yang tidak baik.
l. Sangat tergantung pada sejumlah kecil pelanggan/pemasok.
V. KESIMPULAN
Fraud diterjemahkan penyimpangan, demikian pula dengan error dan irregularities
masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan. Perbedaan dari
penyimpangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, apakah tindakan
tersebut merupakan tindakan yang disengaja atau tidak. Fraud atau penyimpangan dilakukan
dengan unsur kesengajaan dalam melakukannya. ACFEs mendefinisikan fraud sebagai tindakan
mengambil keuntungan secara sengaja dengan cara menyalahgunakan suatu pekerjaan/jabatan
atau mencuri asset/sumberdaya dalam organisasi (Singleton, 2010). Tindakan fraud dilakukan
disebabkan karena tiga hal yaitu 1)Tekanan (Pressure), 2) Kesempatan (opportunity) dan 3)
Pembenaran atas tindakan (rationalization), ketiga hal tersebut dikenal dengan The Fraud
Triangle (Albercht and Albercht,2003;Singleton and Singleton, 2010).
Fraud biasanya muncul bersamaan dengan red flag. Red flag dapat didefinisikan sebgai
suatu kondsi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal. Penjelasan lain, dapat dikatakan
red flag adalah suatu indikasi akan adanya sesuatu yang tidak biasa dan perlu penyidikan lebih
lanjut. Skema fraud menurut ACFE digolongkan menjadi 3 (tiga) bentuk penyimpangan, yaitu
penyimpangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting), asset misappropriation
(penyalahgunaan aset) dan corruption
10
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Sri Sundari. 2012. Fraud: Bagaimana Mendetesinya?. Jurnal. Universitas
Hasanuddin.
Anugerah, Rita. 2014. Peranan Good Corporate Governance dalam Pencegahan Fraud. Jurnal
Akuntansi, Vol. 3, No. 1, Oktober 2014 : 101 - 113
Belqoui, 2002. Behavioral Management Accounting. Quorium Books, London
Dewi, Rosmita. 2014 Gejala Fraud dan Peran Auditor Internal Dalam Pendeteksian Fraud Di
Lingkungan Perguruan Tinggi, Jurnal. Universitas Pendidikan Indonesia
Hancox, Steven. J. Red Flags for Fraud. State Of New York Office of the State Comptroller.
(https://www.osc.state.ny.us/localgov/pubs/red_flags_fraud.pdf) diakses pada tanggal 28
September 2015.
Ovidiu. 2009. The Role of Financing Auditor in Detecting and Reporting Fraud and Error.
MPRA Paper No. 12888.
Rahman, Fathul, 2011. Peran Manajemen dan Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi
Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Eksis. Vol.7 No.2
Singleton, Tommy W. & Singleton, Aaron J. 2006. Fraud Auditing & Forensic Accounting. Fifth
Edition. Jhon Wiley & Son, Inc. New Jersey USA.
Sumarno. 2006. Pengaruh Sistem Pengendalia Terhadap Kinerja Manajerial. Tesis. Universitas
Diponogoro
Tunggal, Amin Widjaja. 2013. Dasar-Dasar Fraud Auditing. Cetakan I, Harvarindo: Jakarta.
Singleton, Tommy W. & Singleton, Aaron J. 2006. Fraud Auditing & Forensic Accounting. Fifth
Edition. Jhon Wiley & Son, Inc. New Jersey USA.
11