Вы находитесь на странице: 1из 12

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

MATA KULIAH FRAUD DAN ATESTASI


DOSEN PENGAMPU: Dr. NIRWANA, S.E., M.SI., Ak.

BENDERA MERAH LINGKUNGAN INTERNAL: PERAN


MANAJEMEN DAN AUDITOR INTERNAL DALAM
MENDETEKSI TANDA-TANDA KECURANGAN

SYARIF SYAHRIR MALLE


NIM P3400214019
GHALIYAH NIMASSITA
NIM P3400214026
(KELOMPOK 2 MAKSI B)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
0

I. PENDAHULUAN
Fraud atau kecurangan, dengan segala bentuk dan modusnya telah membawa
dampak buruk dan kerugian kepada organisasi bisnis maupun organisasi sektor publik. Setiap
organisasi apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya semua memiliki risiko terjadinya
fraud. Praktik penggelapan, penyalahgunaan aset, penipuan pengadaan barang dan jasa,
penipuan laporan keuangan termasuk korupsi, dari yang sederhana sampai yang sangat canggih
dan kompleks, akhir-akhir ini banyak terjadi.
Kita boleh menganggap bahwa norma-norma moral (moral standards) bagi kebanyakan
orang dalam dunia usaha adalah cukup wajar dan disamping itu dalam banyak situasi masih ada
sistem pengendalian internal (internal control system) yang juga dapat membantu orang untuk
dapat menahan diri terhadap godaan yang timbul berhubungan dengan adanya jumlah uang yang
besar yang memang merupakan konsekuensi aktivitas usaha. Namun tidak ada cara yang
mujarab untuk dapat memastikan bahwa seseorang yang dipercaya oleh pimpinan perusahaan
tidak akan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ada akuntan yang
mengatakan Belief is good, but control is better (mempercayai adalah baik, tetapi
pengendalian adalah lebih baik lagi). (Tunggal Widajaja, 2013).
Fraud terjadi karena ada kesempatan untuk melakukannya. Rumusannya seperti berikut.
Umumnya ada kelemahan dalam pengendalian internal, entah berupa celah dalam kebijakan,
tehnologi informasi atau pengawasan transaksi tidak dilakukan secara rutin. Ibaratnya, jendela
rumah yang rusak (broken window) yang mengundang pencuri. Pelaku fraud menghadapi
tekanan kebutuhan pribadi atau tidak memiliki integritas pribadi yang kuat. Maka pelaku
mempunyai alasan yang masuk akal untuk memperkaya diri. Rasionalisasi seperti gaji saya
kurang, atau Orang lain juga melakukan, atau perusahaan tidak akan bangkrut karena saya
sepertinya membenarkan aksi si pelaku. Rumusan sederhananya : F = K+R. Fraud adalah
kelemahan internal yang dimanfaatkan dengan rasionalisasi pelaku untuk keuntungan pribadi.
Bagaimanapun, tidak menjadi masalah berapa banyak sumber daya yang dialokasikan
untuk mempromosikan integritas, risiko kecurangan tetap mungkin terjadi. Lalu yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana menilai kemungkinan masalah demikian akan muncul? dan
bagaimana Manajemen dan Auditor Internal dapat mendeteksi Fraud?

II. TINJAUAN TEORI DAN KONSEP


1. Teori Agensi
Penelitian dalam teori agensi, mengadopsi dari teori ekonomi dan biasanya dilakukan
dengan eksperimen dan bukti empiris. Teori agensi banyak digunakan untuk menganalisis
hubungan antara dua pihak prinsipal (majikan) dan agent (agen). Dalam konteks ini maka
sistem pengendalian juga dapat dikaji melalui hubungan antara si pengawas (General Manajer)
dan pihak yang diawasi (manajer operasional). Hubungan Prinsipal - Agen ini dapat digunakan
untuk mengkaji dan mendesain sistem pengendalian. Ketat atau longgarnya sistem pengendalian
1

sangat tergantung pada tingkat keyakinan pimpinan perusahaan kepada manajer operasional.
Kalau manajer operasional dipercaya maka biasanya system pengendalian relatif lebih longgar.
Demikian sebaliknya, jika pimpinan perusahaan kurang percaya kepada manajer operasional,
maka system pengendalian lebih ketat (Sumarno,2006).

2.

Teori Motivasi

Teori motivasi berhubungan dengan kekuatan intrinsik dalam diri individu-yaitu, motif
dan kebutuhan individu. Lebih eksplisit, motivasi berkaitan dengan "bagaimana perilaku akan
dimulai, diberi energi, ditopang, diarahkan, dihentikan. Untuk alasan ini, motivasi penting bagi
suatu organisasi dan akuntansi manajemen. Pada dasarnya mengacu pada kebutuhan atau motif
individu yang membuat tindakan individu secara spesifik. Motivasi berkaitan semua aspek
perilaku individu mana yang disengaja dan tindakan sadar dimulai dalam organisasi untuk
mengarahkan individu sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka sebanyak mungkin
sementara mereka berusaha untuk mencapaitujuan organisasi. Tindakan ini dapat dimulai baik
secara langsung olehtindakan atau melalui adopsi manajemen yang tepat. Dengan demikian,
teknik akuntansi manajemen memerlukan sebuah pemahaman yang baik dari motivasi dalam
organisasi.literatur tentang motivasi mengidentifikasi lima teori motivasi: teori kebutuhan, teori
dua faktor, teori nilai / harapan, teori prestasi, dan teori ketidakadilan. Masing-masing teori ini
mengidentifikasi faktor-faktor apa dalam individu dan lingkungan nya mengaktifkan kinerja
tinggi, atau upaya untuk menjelaskan dan menggambarkan proses bagaimana mengendalikan
perilaku dan bagaimana mengendalikan (Belqaoui,2002).

3.

Definisi Fraud (Kecurangan)

Melakukan kesalahan dengan penipuan dinamakan bermacam-macam. Ada yang


menamakannya kecurangan (fraud), white-collar crime, penggelapan (embezzlement), dan lainlain. Kecurangan (fraud) secara singkat dinyatakan sebagai suatu penyajian yang palsu atau
penyembunyian fakta yang material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu.
The Institute of Internal Auditor di Amerika Serikat mendefinisikan kecurangan
mencakup suatu kesatuan ketidakberesan (irregularities) dan tindakan illegal yang bercirikan
penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dari/atau kerugian organisasi oleh
orang di luar atau di dalam organisasi. Menurut Blacks Law Dictionary, fraud mencakup
segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan seseorang untuk
mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan, dan
mencakup semua cara yang tak terduga, penuh siasat, licik, tersembunyi dan setiap cara yang
tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu (dalam Anugerah; 2014).
Sementara itu International Standards on Auditing (ISA) seksi 240 yang membahas
tentang tanggung jawab auditor untuk mempertimbangan fraud, mendefinisikan fraud
2

sebagai; tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang
berperan dalam governance, karyawan atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau
penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal.
Menurut Mark R. Simmons, (dalam Koesmana dkk; 2007 dalam Anugerah 2014)
untuk dikatakan sebagai fraud harus memenuhi 4 kriteria yaitu; (1) Tindakan dilakukan secara
sengaja, (2) Adanya korban yang menganggap (karena tidak tahu keadaan sebenarnya) bahwa
tindakan tersebut adalah wajar dan benar, pelaku dan korban dapat berupa individu, kelompok
atau organisasi, (3) Korban percaya dan bertindak atas dasar tindakan pelaku, (4) Korban
menderita rugi akibat tindakan pelaku.
Fraud yang terjadi dalam organisasi/perusahaan dapat dilakukan oleh berbagai tingkatan
mulai dari level bawah, pihak manajemen sampai pemilik. Proses pengadaan di perusahaan
merupakan salah satu contoh tindakan fraud (Koesmana dkk, 2007 dalam Anugerah, 2014),
dimana pelaku adalah orang atau kelompok orang dalam perusahaan (pegawai) yang menerima
imbalan dari rekanan yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut. Pegawai perusahaan
bertindak sedemikian rupa sehingga rekanan memberikan imbalan kepada pegawai perusahaan
dan akhirnya rekanan memenangkan kegiatan pengadaan tersebut meski harga yang ditawarkan
lebih tinggi dari yang sewajarnya (kriteria). 1). Perusahaan yang tidak mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh pegawainya, dan percaya saja kemudian menganggap proses pengadaan itu
telah dilakukan sesuai dengan yang seharusnya (kriteria 2). Perusahaan kemudian menyetujui
dan melakukan pembayaran (kriteria 3) dan akhirnya perusahaan menderita kerugian karena
telah membayar pengadaan lebih besar dari yang seharusnya (kriteria 4).
Dalam buku Widjaja Tunggal (2013) disebutkan kecurangan manajemen adalah
kesalahan penyajian mengenai tingkat kinerja korporasi atau unit organisasi yang secara sengaja
dilakukan oleh karyawan dalam peran manajerialnya yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan dan kecurangan demikian dalam bentuk promosi, bonus atau insentif ekonomi
lainnya, dan simbol status.

4. Klasifikasi Fraud (Fraud Schemes)


The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang pemeriksaan
atas kecurangan yangberkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk
memberantas kecurangan,
Mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal
dengan istilah Fraud Tree yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan
Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan
bagan sebagai berikut :

Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut, The ACFE
membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan
yaitu:
1.

Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation);

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta


perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena
sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
2.

Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement);

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau


eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang
sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian
4

laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan
istilah window dressing.
3.

Korupsi (Corruption).

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi
di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang
kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.
Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama
menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma).
Termasuk
didalamnya
adalah
penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery),
penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi
(economic extortion).
4.

Cybercrime.

Delf (2004) dalam Anugerah (2014) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu
cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai
keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi
jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan,dimana teknologi berkembang dengan
pesat dan canggih.
Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari
beberapa sisi, yaitu:
1.

Berdasarkan pencatatan

Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:


a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-the- books,
lebih mudah untuk ditemukan);
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi
yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books);
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui
pengujian transaksi akuntansi yang dibukukan, seperti: pencurian uang pembayaran
piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit
untuk ditemukan).
2.

Berdasarkan frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:


a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan
kecurangan walaupun terjadi beberapa kali pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam
arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek
5

mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek
yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang
terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan
terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang
dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek
terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.
3.

Berdasarkan konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak


terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena
adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua
pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihakpihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
4.

Berdasarkan keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:


a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang- orang yang
bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan aset yang disimpan
deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa dana
(disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam
operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak
benar,
pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya,
pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan
pengiriman barang yang tidak benar.

5. Pohon Fraud (Fraud Tree)


Association of Certified Fraud Examiners menyusun peta mengenai fraud ditempat kerja
(occupational fraud) yang berbentuk pohon dengan cabang dan ranting atau dapat juga disebut
juga peta kecurangan (Tuanakota; 2007). Peta kecurangan ini menggambarkan bagaimana
pembagian fraud menurut jenis-jenisnya.
Tiga cabang utama dari pohon fraud tersebut terdiri dari;
1. Corruption (korupsi), yang terdiri dari empat ranting yaitu conflicts of interests
(benturan kepentingan), bribery (penyuapan), illegal gratuities (pemberian hadiah
atau gatifikasi) dan economic extration. Benturan kepentingan bisa terjadi dalam
transaksi pembelian maupun penjualan, yang melakukan praktik KKN (pemerintah
dengan rekanan).
6

2. Asset Misappropriation (penyalahgunaan aset), merupakan pencurian asset


perusahaan, dengan melibatkan orang dalam seperti manajemen dan karyawan atau
pihak ketiga lainnya, misalnya pencurian kas, persediaan dan pengeluaran yang
bersifat fraud. Fraud penyalahgunaan aset akan menyebabkan laporan keuangan
disajikan tidak sesuai dengan pedoman Prinsip Akuntansi Berlaku Umum, bahkan
justru melibatkan penyesuaian- penyesuaian yang dibuat untuk menyembunyikan
penyalahgunaan aset tersebt. Cabang ini terdiri dari 2 (dua) ranting yaitu Cash dan
Inventory dan All Others Assets.
3. Fradulent Statement (laporan yang dimanipulasi) yang meliputi fraudulent
financial statements (fraud laporan keuangan) dan non-fraudulent financial
statemeannts. Fraud dalam laporan keuangan merupakan bentuk salah saji atau
kelalaian yang disengaja atas jumlah atau pengungkapan yang menyesatkan pengguna
laporan keuangan tersebut, seperti menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari
yang sebenarnya (asset/revenue overstatement) atau menyajikan aset dan revenue
lebih rendah dari yang sebenarnya (asset/revenue overstatement). Fraud bentuk ini
meliputi penyalahgunaan prinsip-prinsip akuntansi yang disengaja, perubahan
catatan atau pemalsuan catatan.
Misappropriation (penyalahgunaan aset) dan fradulent statement (laporan yang
dimanipulasi) merupakan bentuk fraud yang banyak terjadi di perusahaan/organisasi
swasta. Good corporate governance merupakan tatakelola perusahaan yang dapat
diandalkan untuk mengurangi mencegah terjadinya dua jenis fraud tersebut.

III. PENELITIAN TERDAHULU


Dalam penelitian yang dilakukan Rahman (2011) tentang Peran manajemen dan
tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, menemukan
Kekeliruan dan kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan mengindikasikan adanya salah
saji secara material, kejahatan dalam bidang ekonomi (Fraud) atau hubungan dua pihak yang
terlibat dalam menjalankan sebuah entitas (agency theory) yang menimbulkan asymmetric
information baik yang dilakukan oleh suatu perusahaan, manajemen ataupun individu. Auditor
memiliki tanggungjawab yang besar untuk mendeteksi Fraud asymmetric information serta
menilai kewajaran laporan keuangan dari salah saji secara material yang sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berterima umum, standar auditing dan kode etik akuntan. Sedangkan peran
manajemen bertanggungjawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat, membangun
serta memelihara pengendalian intern yang diantaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan
melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen
yang tercantum dalam laporan keuangan serta mewujudkan Good Corparate Governance yang
dalam salah satu penerapannya menerima keberadaan komite audit sebagai suatu bagian dari
organisasi perusahaan.

Sedangkan dalam penelitian Amiruddin dan Sri Sundari (2012) tentang bagaimana
mendeteksi fraud, menemukan bahwa Kemampuan auditor eksternal dalam mendeteksi fraud,
bergantung pula pada kecanggihan pelaku fraud, frekuensi dari manipulasi, tingkat kolusi dan
ukuran senioritas yang dilibatkan. Fraud dapat terungkap, bila ada kerja sama antara beberapa
pihak yang terkait dengan entitas, seperti dewan direksi, pihak manajemen, akuntan publik dan
internal auditor. Adanya diskusi dengan pihak-pihak tersebut, saling memberi informasi dan
memberi respon yang lebih komprehensif dan dengan adanya dokumentasi yang lengkap, salah
satu cara dalam mendeteksi adanya fraud.
Corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan, akan membawa dampak
yang positif terhadap pengurangan resiko terjadinya fraud. Dalam penerapan corporate
governance harus dibarengi dengan suatu sIstem manajemen yang efektif dan mengandung
pengendalian internal yang dijalankan oleh orang-orang yang profesional dan bertanggung
jawab.
Adapun penelitian Ovidiu (2009) menyatakan Auditor harus merencanakan dan
melaksanakan audit dengan sikap skeptisisme profesional, mengakui bahwa kondisi atau
peristiwa dapat ditemukan yang menunjukkan bahwa kecurangan atau kesalahan mungkin ada.
Berdasarkan penilaian risiko audit, auditor harus mengembangkan program untuk mengaudit
prosedur oleh yang untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan, semua signifikan kesalahan dan penipuan telah diidentifikasi. Diharapkan bahwa
auditor untuk menerapkan prosedur yang akan mengarah pada penemuan kesalahan atau
kecurangan tanpa dampak yang signifikan terhadap laporan keuangan dapat tidak bertanggung
jawab atas penyimpangan tersebut tidak terdeteksi. Auditor harus berkomunikasi dengan
manajemen kliennya. Dia harus meminta informasi manajemen mengenai penipuan yang
signifikan atau kesalahan telah terdeteksi dalam rangka mendeteksi masalah kunci yang dapat
menyebabkan kegiatan tertentu, pelaksanaan prosedur audit lebih

IV. PEMBAHASAN
Bendera Merah Lingkungan Internal
Untuk mendeteksi fraud, manajemen dan auditor internal harus mempelajari
indikator/tanda-tanda atau symptons (red flags) dan mengejarnya (menindak lanjutinya) sampai
semua bukti terkumpul. Auditor internal harus menemukan apakah tanda-tanda tersebut
merupakan hasil dari suatu tindakan fraud atau hal yang lain. Keberadaan tanda-tanda fraud
harusnya dapat disadari dan selanjutnya menjadi indikator yang dapat ditindaklanjuti untuk
menemukan dan membuktikan adanya fraud.
Tanda-tanda terjadinya fraud dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok (Albrecht dkk
2006) yakni:

1. Accounting anomalies. Misalnya; penggunaan dokumen fotokopian, pembatalan


pembayaran atau kredit yang berlebihan, akun jatuh tempoh yang berlebihan,
meningkatnya item rekonsiliasi.
2. Internal control weeknesses. Meliputi kelemahan pada lingkungan pengendalian, sistem
akuntansi, aktivitas pengendalian dan prosedur. Misalnya; tidak ada pemisahan fungsi dan
tanggung jawab yang jelas, kurangnya pengamanan fisik aset, kurangnya ceking yang
independen, kurangnya otorisasi, kurangnya pencatatan dokumen yang memadai serta
sistem akuntansi yang tidak memadai.
3. Alnalytical anomalies, Adalah prosedur-prosedur atau hubungan-hubungan, kejadiankejadian yang tidak biasa dan masuk akal. Meliputi transaksi-transaksi atau kejadian
yang terjadi pada waktu dan tempat yang tidak biasa, yang melibatkan orang-orang yang
biasanya terlibat dalam transakasi atau kejadian tersebut. Misalnya prosedur, kebijakan
atau praktik-prakte yang tidak biasa, kekurangan/ kelebiahan kas, perubahan volume
atau harga yang tidak masuk akal.
4. Extravagant lifestyle, Adalah gaya hidup mewah. Perubahan gaya hidup seseorang
(pegawai atau pimpinan) yang sebelumnya biasa-biasa saja, kemudian menjadi bergaya
hidup mewah dengan mobil baru, pergi ke luar negeri dan sebagainya, merupakan
pertanda/indikator yang perlu ditindaklanjuti kemungkinan terjadinya fraud.
5. Unusual behavior, Adalah perilaku yang tidak biasa. Penelitian psikologi menunjukkan
bahwa ketika seseorang melakukan fraud (terutama untuk yang pertama kali) pelaku
akan diliputi rasa bersalah dan ketakutan, dan akan menjadi stress. Seterusnya si pelaku
ini akan berkelakuan berbeda dari biasa, untuk menutupi perasaan atau rasa stress
tersebut.
6. Tips and complaints, meliputi
kemungkinan terjadinya fraud.

informasi

dan

pengaduan-pengaduan tentang

Red Flags Fraud: Peran Auditor Internal Dalam Mendeteksi Fraud


A red flag is a set of circumstances that are unusual in nature or vary from the normal
activity. It is a signal that something is out of the ordinary and may need to be investigated
further. Remember that red flags do not indicate guilt or innocence but merely provide
possible warning signs of fraud (dalam Hancox, State of New York Office of the State
Comptroller).
Red flags adalah keadaan/kondisi yang tidak biasa atau janggal atau berbeda dengan
keadaan normal. Red plags merupakan indikator (symptons) yang menunjukkan sesuatu yang
tidak biasa telah terjadi dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Namun red plags tersebut
tidak semestinya menunjukkan seseorang bersalah atau tidak, tapi merupakan tanda-tanda yang
memperingatkan mungkin fraud telah terjadi. Red flags merupakan ciri-ciri/kondisi yang timbul

pada saat ada kecurangan di masa lalu. Ciri-ciri ini kemungkinan besar akan muncul lagi bila
terjadi kecurangan lain.
Kecurangan dapat sedini mungkin dapat ditangani manajemen atau auditor internal
apabila manajemen dan auditor internal jeli melihat tanda-tanda adanya kecurangan, antara
lain:
a. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun
sebelumnya.
b. Perbedaan yang terungkap dari hasil konfirmasi.
c. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.
d. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang khusus,
maupun yang umum.
e. Pembatasan yang diberikan bagi auditor (internal/eksternal) oleh karyawan.
f. Seseorang menangani hamper semua transaksi yang penting.
g. Tidak ada pengambilan cuti karyawan atau pada saat cuti, tidak ada orang yang
menggantikan karyawan yang sedang cuti tersebut.
h. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
i. Supervisi yang lemah.
j. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan.
k. Pengendalian operasi yang tidak baik.
l. Sangat tergantung pada sejumlah kecil pelanggan/pemasok.

V. KESIMPULAN
Fraud diterjemahkan penyimpangan, demikian pula dengan error dan irregularities
masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan. Perbedaan dari
penyimpangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, apakah tindakan
tersebut merupakan tindakan yang disengaja atau tidak. Fraud atau penyimpangan dilakukan
dengan unsur kesengajaan dalam melakukannya. ACFEs mendefinisikan fraud sebagai tindakan
mengambil keuntungan secara sengaja dengan cara menyalahgunakan suatu pekerjaan/jabatan
atau mencuri asset/sumberdaya dalam organisasi (Singleton, 2010). Tindakan fraud dilakukan
disebabkan karena tiga hal yaitu 1)Tekanan (Pressure), 2) Kesempatan (opportunity) dan 3)
Pembenaran atas tindakan (rationalization), ketiga hal tersebut dikenal dengan The Fraud
Triangle (Albercht and Albercht,2003;Singleton and Singleton, 2010).
Fraud biasanya muncul bersamaan dengan red flag. Red flag dapat didefinisikan sebgai
suatu kondsi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal. Penjelasan lain, dapat dikatakan
red flag adalah suatu indikasi akan adanya sesuatu yang tidak biasa dan perlu penyidikan lebih
lanjut. Skema fraud menurut ACFE digolongkan menjadi 3 (tiga) bentuk penyimpangan, yaitu
penyimpangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting), asset misappropriation
(penyalahgunaan aset) dan corruption
10

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Sri Sundari. 2012. Fraud: Bagaimana Mendetesinya?. Jurnal. Universitas
Hasanuddin.
Anugerah, Rita. 2014. Peranan Good Corporate Governance dalam Pencegahan Fraud. Jurnal
Akuntansi, Vol. 3, No. 1, Oktober 2014 : 101 - 113
Belqoui, 2002. Behavioral Management Accounting. Quorium Books, London
Dewi, Rosmita. 2014 Gejala Fraud dan Peran Auditor Internal Dalam Pendeteksian Fraud Di
Lingkungan Perguruan Tinggi, Jurnal. Universitas Pendidikan Indonesia
Hancox, Steven. J. Red Flags for Fraud. State Of New York Office of the State Comptroller.
(https://www.osc.state.ny.us/localgov/pubs/red_flags_fraud.pdf) diakses pada tanggal 28
September 2015.
Ovidiu. 2009. The Role of Financing Auditor in Detecting and Reporting Fraud and Error.
MPRA Paper No. 12888.
Rahman, Fathul, 2011. Peran Manajemen dan Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi
Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Eksis. Vol.7 No.2
Singleton, Tommy W. & Singleton, Aaron J. 2006. Fraud Auditing & Forensic Accounting. Fifth
Edition. Jhon Wiley & Son, Inc. New Jersey USA.
Sumarno. 2006. Pengaruh Sistem Pengendalia Terhadap Kinerja Manajerial. Tesis. Universitas
Diponogoro
Tunggal, Amin Widjaja. 2013. Dasar-Dasar Fraud Auditing. Cetakan I, Harvarindo: Jakarta.
Singleton, Tommy W. & Singleton, Aaron J. 2006. Fraud Auditing & Forensic Accounting. Fifth
Edition. Jhon Wiley & Son, Inc. New Jersey USA.

11

Вам также может понравиться