Вы находитесь на странице: 1из 17

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH ANALISA MUTU PANGAN DAN


HASIL PERTANIAN

MATERI 2
ANALISA KADAR ABU

Disusun oleh :
Oriza Krisnata Wiwata

(141710101043)

THP A Kelompok 10

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
SEPTEMBER, 2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kandungan mineral dihubungakan dengan kadar abu dalam suatu bahan. Abu adalah
zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar abu suatu bahan erat kaitannya
dengan kandungan mineral bahan tersebut (Legowo dan Nurwantoro. 2004). Analisis kadar
abu diperlukan untuk mengetahui kualitas gizi (indikator mutu pangan), tingkat kemurnian
tepung atau gula, mengetahui pemalsuan selai buah, sari buah, kontaminasi mineral yang
bersifat toksik, dan mengetahui tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan.
Menentukan jumlah mineral dalam suatu bahan secaraasli sesuai dengan apa yang ada
dalam bahan adalah dangat sulit, karena itu dicari penyelesaiannya dengan menentukan sisa
hasil pembakaran aas garam garam dari mineral tersebut. Pengabuan akan mengakibatkan
hilangnya bahan bahan organik dam anorganik, sehingga terjadi perubahan radikal organik
dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion ion
negatif.
Didalam proses pengabuan terdari dari dua metode yaitu metode pengabuan kering
dan pengabuan basah. Faktor pemilihan metode didasarkan pada sifat organik dan anorganik
bahan, mineral yang akan dianalisis, dan sensitivitas metode. Metode pengabuan kering
dilakukan dengan menggunakan panas tinggi sekitar 500-600 C dan dengan keberadaan
oksigen. Sedangkan pengabuan basah dilakukan dengan menggunakan oksidator-oksidator
kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat. Prinsip analisis kadar abu metode kering yaitu
jumlah mineral atau abu merupakan sisa pembakaran bahan-bahan organik maupun anorganik
bahan pangan dan hasil pertanian pada suhu 500-600 C.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian.
2. Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hsil pertanian dengan metode pengabuan
kering.

BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA


2.1 Bahan
2.1.1 Bahan Pangan yang digunakan untuk Analisis
Bahan pangan yang digunakan untuk analisis kadar abu menggunakan metode
pengabuan kering adalah tepung kedelai dan tempe.
A. Tempe
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe
yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku
kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia
maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe
segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa
itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein,
akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).
Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik
dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri
tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Warna Putih
Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.
b. Tekstur Tempe Kompak
Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium sehingga terlihat
berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya
c. Aroma dan rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen
komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara
umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3144- 2009), seperti
tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009


Parameter
Bau, warna, rasa
Kadar abu, b/b
Kadar abu, b/b
Kadar protein (N x 6.25) b/b
Kadar lemak b/b

Syarat Mutu
Normal (khas tempe)
Maks. 65%
Maks. 1,5%
Min. 16%
Min. 10%

Serat kasar, b/b


Maks. 2,5%
Cemaran mikroba :
Escherichia coli
Maks. 10%
Salmonella
Maks. Negatif (per 25 g)
Cemaran logam :
Cadmium
Maks. 0,2 mg/kg
Timbal (Pb)
Maks. 2 mg/kg
Timah (Sn)
Maks. 40 mg/kg
Merkuri (Hg)
Maks. 0,003 mg/kg
Cemaran Arsen
Maks. 0,25 mg/kg
Sumber : Bandan Standardisasi Nasional (2009)
Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Komposisi Kimia Tempe
Komposisi
Air (wb)
Protein kasar (db)
Minyak kasar (db)
Karbohidrat (db)
Abu (db)
Serat kasar (db)
Nitrogen (db)
Sumber : Cahyadi (2006).

Jumlah
61,2 %
41,5 %
22,2 %
29,6 %
4,3 %
3,4 %
7,5 %

Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah produk


makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan
berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.
Tabel 4. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992
Kriteria uji
Persyaratan
Keadaan
- Bau
normal (khas tempe)
- Warna
Normal
- Rasa
normal
Air (% b/b)
maks 65
Abu (% b/b)
maks 1,5
Protein (% b/b) (Nx6,25)
Min 20
Cemaran mikroba
E coli
maks 10
Salmonella
Negative
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).
B. Kedelai
Kacang kedelai (Glycine max (L) Merril) adalah sebagai salah satu hasil pcrtaniun
yang sangat penting artinya sebagai bahan makanan karena jumlah dan mutu protein yang

dikandungnya

sangat tinggi bila dibandingkan

(Winarno, 1980).
Kedelai merupakan

bahan makanan

dengan kacang- kacangan lainnya

penting sebagai

surnber protein nabati

yang dikonsumsi dalam bentuk olahan dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi secara
langsung.

Menurut Winamo

(1982), dari hasil mutu yang dihasilkan

petani hanya

sekitar 1 % yang dikonsumsi secara langsung (tanpa diproses) dan banyak yang disajikan
dalam bentuk rebus dan goreng. Kacang kedelai mempunyai nilai protein nabati yang
tinggi karena proteinnya rnernpunyai asarn amino lengkap yang hampir sama dengan pola
susunan asarn amino yang berasal
banyak ahli menganjurkan

dati hewan atau protein hewani. Oleh karena itu

agar penduduk di negara-negara berkernbang

menambah

kacang- kacangan dalam makanan sehari-hari (Kasyanto, 1987). Berikut ini tabel mengenai
komposisi zat gizi yang terkandung di dalam kacang kedelai.
TabeI 2. Komposisi Zat Gizi Kedelai per 100 gram Bahan
Komponen
Komposisi
Kalori (Kal)
331,00
Protein (gr)
34,90
Lemak (gr)
18,10
Karbohidrat (gr)
34,80
Serat (gr)
4,20
Kalsium (mg)
227,00
Fosfor (mg)
585,00
Bcsi (mg)
8,00
Vitamin A(SI)
110,00
Vitamin BI (mg)
1,07
Air (gr)
7,50
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996
2.1.2 Bahan Kimia yang digunakan disertai Cara Mempersiapkan
Dalam analisa kadar abu menggunakan metode pengabuan kering tidak menggunakan
bahan kimia.
2.2 Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan dalam analisa kadar abu metode pengabuan kering adalah
tempe dan tepung kedelai. Bahan (tempe dan tepung kedelai) ditimbang masing-masing
sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan kedalam krus porselen untuk dilakukan analisa kadar
abu menggunakan metode pengabuan kering.

2.3 Prosedur Analisa

Krus Porselen

Sampel

Pengovenan 15 menit

Penghalusan
Penimbangan 2 g

Eksikator 15 menit
Penimbangan

Pemasukan sampel pada krus porselin

Penimbangan
Pemasukan dalam tanur
Skala 30-40, 1 jam , Skala 60-80, 4 jam

Pendinginan 24 jam
Pengovenan 15 menit

Eksikator 15 menit

Penimbangan

Diagram 1. Diagram alir prosedur analisa kadar abu


Praktikum analisa kadar abu menggunakan metode pengabuan kering yaitu
menggunakan panas tinggi dan adanya oksigen, fungsinya digunakan untuk analisis kadar abu
total (analisis proksimat). Bahan yang digunakan dalam analisis kadar abu adalah tepung
kedelai dan tempe.
Pertama kurs porselen dioven dengan suhu 105 oC selama 15 menit, fungsinya untuk
mengurangi kadar abu pada krus porselen dan menguapkan sisa air yang mungkin masih
tertinggal, sehingga tidak mengganggu analisa kadar abu yang dilakukan. Kurs porselen yang
telah dioven kemudian di ambil meggunakan penjepit secara perlahan dan dimasukkan
kedalam eksikator, fungsinya untuk menstabilkan RH dan agar suhu kurs porselen menjadi
stabil. Timbang kurs porselen sebagai (a gram), fungsinya untuk mengetahui berat krus
porselen kosong, sehingga dapat memudahkan proses perhitungan.
Sampel (tepung kedelai dan tempe) dimasukkan kedalam kurs porselen, dan sampel
ditimbang sebanyak 2 gram, sampel dan kurs poselen ditimbang sebagai (b gram).
Penimbangan berfungsi untuk mengetahui berat sampel sehingga memudahkan proses
perhitungan.
Sampel yang telah ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tanur pengabuan,
fungsinya untuk mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi sampai
terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan. Oksigen yang terdapat didalam
udara bertindak sebagai oksidator. Setelah dimasukkan kedalam tanur, atur suhu pada skala
30-40oC selama 1 jam, fungsinya untuk mendestruksi senyawa organik. Penggunaan skala
pada tahap awal tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan kurs porselen pecah,
selain itu untuk mencegah menguapnya senyawa volatil. Tahap awal ini dilakukan hingga
asap yang keluar dari tanur hilang, kemudian naikkan suhu pada skala 60-80oC selama 4 jam,
fungsi penaikkan suhu adalah untuk mempercepat proses pengabuan.
Setelah 4 jam dilakukan proses pengabuan, kemudian tanur dimatikan dan tunggu
selama 24 jam, fungsinya adalah agar residu organik tidak meguap ketika tanur langsung
dibuka. Suhu didalam tanur yang digunakan sangat tinggi, sehingga apabila langsung dibuka

dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan. Kemudian oven kembali kurs porselen yang
berisi bahan selama 15 menit, fungsinya untuk menurunkan suhu dan kemudian dimasukkan
kedalam eksikator selama 15 menit supaya RH (Relative Humidity) stabil. Kurs porselen dan
sampel yang telah diabukan kemudian ditimbang sebagai c gram, fungsinya untuk mengetahui
berat sampel setelah pengabuan sehingga memudahkan proses perhitungan. Ulangi
penimbangan hingga dicapai berat konstan. Hitung kadar abu dalam basis basah dan basis
kering, kemudian hitung standart deviasi dan RSD.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan

Sampel

Tempe

Ulan
gan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Berat
cawan
(a gram)
11.287
9
14.082
9
23.227
9
13.684
8
14.346
6
13.119
3
13.858
9
14.577
5
13.939
7
13.243
3
13.123
2
23.029
7
13.378
3
19.470
8
14.555
6
13.679

Berat
cawan+
bahan (b
gram)

Kadar Abu (%)

Berat cawan
+ setelah
pengabuan
( c gram)

Berat abu
(gr)

2.5775

11.3094

0.0215

2.5725

14.1021

0.0192

2.0076

23.2428

0.0149

2.0043

13.7069

0.0221

2.0186

14.3679

0.0213

15.2
15.858
2
16.593
2
15.941
5
15.137
1

2.0807

13.1396

0.0203

1.9993

13.875

0.0161

2.0157

14.5967

0.0192

2.0018

13.963

0.0233

1.6121

13.525

0.2817

14.794
24.687
7
15.160
7
21.274
1
16.305
1
15.448

1.6708

13.5589

0.4357

1.658

23.0695

0.0398

1.7824

13.4661

0.0878

1.8033

19.4876

0.0168

1.7495
1.7693

14.5764
13.8125

0.0208
0.133

13.865
4
16.655
4
25.235
5
15.689
1
16.365
2

Berat
bahan
awal
(gr)

bb

bk

0,0834

0,2383

0,0746

0,2132

0,0742
0,1103
0,1055
0,0976
0,0805
0,0953
0,1164
1,7474
2,6077
0,2400
0,4926
0,0932
0,1189
0,7517

0,2121
0,3150
0,3015
0,2788
0,2301
0,2721
0,3326
4,9926
7,4507
0,6859
1,4074
0,2662
0,3397
2,1477

17
18

Tepung
Kedelai

5
15.059
6
13.925

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

13.6595
14.2281
13.3862
13.5157
13.9246
23.009
22.0098
19.474
21.278
11.2894
13.4679
13.6669
14.3503
13.9467
14.0852

8
16.709
4
15.560
6

1.6498

15.1868

0.1272

1.6356

13.9673

0.0423

Rata-rata

0,7389
1,2570

SD

0,6860

1,9599

RSD

155,921
1

155,921
1

15.6615
2.0020
16.2286
2.0005
15.3868
2.0006
15.5174
2.0017
15.9268
2.0022
25.0165
2.0075
24.0193
2.0095
21.4772
2.0032
23.2825
2.0045
13.3271
2.0377
15.5726
2.1047
15.7365
2.0696
16.2812
1.9309
16.1044
2.1577
15.9622
1.877
Rata-rata
SD
RSD

13.7527
14.3209
13.4798
13.6096
14.0204
23.1026
22.1045
19.5683
21.3734
11.3687
13.5455
13.7476
14.4464
14.0468
14.1739

0.0932
0.0928
0.0936
0.0939
0.0958
0.0936
0.0947
0.0943
0.0954
0.0793
0.0776
0.0807
0.0961
0.1001
0.0887

1. Bahan : Tempe
Berat setelah pengabuan
Rumus : berat krus+berat bahan setelah pengabuan berat krus
Ulangan 1
=13,8125 13,6795
= 0,133
Ulangan 2

= 15,1868 15,0596
= 0,1272

Ulangan 3

= 13,9673 13,925
= 0,0423

2.

0,2586

2,2029

0,4399

3.2 Cara Perhitungan

0,7710

Kadar abu dalam basis basah (bb)

0,4655
0,4639
0,4679
0,4691
0,4785
0,4663
0,4713
0,4707
0,4759
0,3892
0,3687
0,3899
0,4977
0,4639
0,4726

0,4791
0,4774
0,4815
0,4828
0,4924
0,4798
0,4850
0,4845
0,4898
0,4005
0,3794
0,4013
0,5122
0,4774
0,4863

0,4541
0,0382
8,4060

0,4673
0,0393
8,4060

Kadar abu (g/100 g bahan basah) =

Ulangan 1

0,133
1,7693

[(W 1W 2)]
W

x 100

x 100

= 7,51710

Ulangan 2

0,1272
1,6498

x 100

= 7,71003

Ulangan 3

0,0423
1,6356

x 100

= 2,58621
Rata-rata kadar abu basis basah (bb)
7,51710+7,71003+ 2,58621
=
3
= 5,93778
Kadar abu dalam basis kering (bk)

3.

Kadar abu (g/100 g bahan kering) =

Ulangan 1

7,51710
[10065] x 100

7,51710
x 100
35

= 21,47742

Ulangan 2

7,71003
[10065] x 100

7,71003
35

x 100

= 22,02864

Ulangan 3

2,58621
[10065]

x 100

kadar abu(bb)
[100,kadar air (bb)]

x 100

2,58621
35

x 100

= 7,389163
Rata-rata kadar abu basis kering (bk)
21,47742+22,02864 +7,389163
=
3
4.

= 16,96508
Standar Deviasi basis basah (bb)
( xrata 2 x )2
SD
=
n1

5.

(21,4774216,96508)2+(22,0286416,96508)2 +(7,38916316,96508)2
31

= 8,29756
Perhitungan RSD/CV basis basah (bb)
SD
CV
= rata2 x x 100
=

2,90415
5,93778

x 100

= 48,90967
7.

= 2,90415
Standar Deviasi basis kering (bk)
SD
=

6.

(7,517105,93778) +(7,710035,93778) +( 2,586215,93778)


31

Perhitungan RSD/CV basis kering (bk)


8,29756
CV
= 16,96508 x 100
= 48,90967

3.3 Pembahasan
Data kadar abu pada tempe shift 1 dan shift 2, dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kadar abu tempe shift 1 dan shift 2

Bahan

Kadar
Abu
(%;Bb)
7,5171

Tempe

Tempe

7,7100
3
2,5862
1
4,9259
4
0,9316
3
1,1889
1

Kadar
Abu
(%,bk)
21,477
4
22,028
6
7,3891
6
14,074
1
2,6617
9
3,3968
9

Ratarata
(bb)

Ratarata
(bk)

SD
(Bb)

SD
(Bk)

RSD
(%;BB)

RSD
(%;BK
)

5,9377
8

16,965
1

2,9041
5

8,2975
6

48,909
7

48,909
7

2,3488
3

6,7109
3

2,2355
5

6,3872
9

95,177
4

95,177
4

Data kadar abu shift 1 dalam diagram chart, dapat dilihat pada gambar 1.

60

48.91

50

48.91

40
30
16.97

20
10

5.94

2.9

8.3

Gambar 1. Kadar abu tempe shift 1.


Data kadar abu shift 2 dalam diagram chart, dapat dilihat pada gambar 2.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

95.18

2.35

6.71

2.24

95.18

6.39

Gambar 2. Kadar abu tempe shift 2.


Dari tabel 5 atau pada gambar 1 dan 2 dapat dilihat bahwa secara umum kadar abu
dalam basis kering lebih tinggi dari basis basah. Hal ini dikarenakan jumlah pembagi dalam
basis kering lebih kecil dari basis basah mengingat dalam basis kering jumlah air tidak diikut
sertakan dalam pembagi. Pada dasarnya nilai yang bisa digunakan untuk membandingkan
kandungan antar komponen satu dan komponen yang lainnya adalah kandungan basis kering
karena nilai basis basah dipengaruhi kadar abu bahan yang dapat berubah-ubah.

Dari data tabel 5 atau pada gambar 1 dan 2 nilai kadar abu (bb) dan (bk) shift 1
mempunyai data yang berbeda jauh dengan data pada shift 2. Dimana data kadar abu pada
shift 1 yaitu 5,93778 (bb) dan 16,9651 (bk), sedangkan pada shift 2 yaitu 2,34883 (bb) dan
6,71093 (bk). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat cahyadi (2006), dimana data yang
didapatkan bahwa tempe mempunyai kadar abu pada basis kering sebesar 4,3%. Maka dari itu
pada kedua shift data kadar abu yang didapat mempunyai nilai kadar abu basis kering yang
tidak sesuai dengan data yang didapat pada jurnal tersebut.
Pada pengamatan ketelitian pengambilan sampel pada shift 1 dan 2 juga mengalami
penyimpangan. Dikarenakan menurut literatur ketelitian dari suatu hasil analisis lebih mudah
ditentukan dengan perhitungan statistik. Biasanya diukur dengan menghitung standar deviasi
dari data yang didapat, kemudian dihitung nilai Relative Standard Deviation (RSD) yang
merupakan persentase simpangan baku terhadap rata-rata. Makin kecil RSD dari suatu
analisis maka makin tinggi ketelitiannya. Biasanya nilai RSD maksimal yang masih
ditoleransi sebagai ketelitian yang baik adalah 5%. Nilai RSD yang diterima tergantung dari
konsentrasi analat yang diperoleh dari hasil pengujian (Sari, 2014). Dan pada data yang
didapatkan shift 1 menunjukkan data 1,6946 (ulanagan 1) ; 1,7865 (ulangan 2) ; 1,7287
(ulangan 3) dan pada shift 2 dengan data 1,6363 (ulangan 1) ; 1,5226 (ulangan 2) ; 1,5933
(ulangan 3). Dapat dilihat pada data bahwa sampel abu yang didaptkan berbeda cukup
signifikan yang akan menyebabkan ketelitian yang semakin buruk. Maka dari itu RSD
(relative standar deviasi) pada tempe lebih dari 5% yaitu pada shift 1 sebesar 48,9097 (bb)
dan 48,9097 (bk) sedangkan pada shift 2 sebesar 95,1774 (bb) dan 95,1774 (bk)
Penyimpangan yang teradi dimungkinkan dikarenakan prosedur yang tidak sesuai.
Penentuan kadar abu menurut panduan (SNI 01-2891-1992) Sampel sebanyak 2 3 grm
dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Kemudian lakukan
penabuan dalam tanur listrik dengan suhu aksimum 550 0C sampai pengabuan sempurna.
Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pada praktikum yang dilakukan
digunakan suhu pengabuan yang berbeda, praktikum yang dilakukan dengan menggunakan
suhu 60-80 OC jadi dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan prosedur suhu pengabuan, dan
memungkinkan suhu yang terlalu rendah pada proses pengabuan pada praktikum dapat
menyebabkan data praktikum yang didapatkan kurang akurat serta nilai kadar abu yang lebih
besar dari lainnya.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum kadar abu yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan,
yaitu :
1. Kadar air pada tempe yang diamati belum memenuhi persyaratan, dikarenakan nilai kadar
abu yang terlalau besar baik itu basis basah maupun basis kering.
2. Nilai ketelitian dan ketepatan pada sampel tempe belum mempunyai nilai yang baik,
dikarenakan data yang terlalu berbeda jauh pada setiap pengulangan. Hal ini menyebabaka
nilai SD maupn RSD yang terlalu tinggi.
3. Nilai kadar abu basis kering mempunyai persentase yang lebih tingi dikarenakan, jumlah
pembagi dalam basis kering lebih kecil dari basis basah mengingat dalam basis kering jumlah
air tidak diikut sertakan dalam pembagi.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam membantu kelancaran praktikum
berikutnya, yaitu: Praktikan wajib mempelajari materi yang akan diterapkan dalam praktikum
agar mempermudah praktikan dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
BSN. 2009. Tempe (SNI 01-3144- 2009). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-3144-1992.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bandung : Bumi Aksara.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata
Aksara.
Kasmidjo, R.B,. 1989. Tempe Mikrobiologi dan Biokomia Pengolahan serta Pemanfaatannya.
Yogyakarta : UGM Press.
Kasyanto, W. 1987. Membuat Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.
Legowo, Anang M dan Nurwantoro.2004. Analisis Pangan. Semarang: Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro.
Sari, Puspita. 2014. Pengantar Analisis Mutu Pangan dan Hasil Pertanian. PPT. Jember: FTP
UNEJ.
Sarwono ,B,. 1996. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : Penebar Swadaya.
Winarno ,F.G. 1980. Perbaikan Cara Penyimpanan dan Pengolahan Bahan Pangan. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB.
Winarno ,F.G. 1982. Bahan Pangan Terfermentasi. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pangan IPB.

LAMPIRAN GAMBAR

Вам также может понравиться