Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
yang tumbuh. Ini membuktikan bahwa tidak prototrofik yang terbentuk, dan
disimpulkan bahwa kontak antar sel memang dibutuhkan agar terjadi suatu
perubahan genetic yang bukan terjadi karena suatu bahan yang disekresikan oleh
sel sel bakteri sebelumnya. Dan disimpulkan bahwa E.coli mempunyai suatu
tipe sistem perkawinan yang disebut konjugasi yang memungkinkan transfer
materi genetic antar bakteri. Konjugasi inilah sebenarnya yang menyebabkan
terjadinya rekombinasi, seperti pada percobaan tersebut.
Pada konjugasi terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke sebuah sel
resipient melewati suatu penghubungan antar sel khusus, yang disebut tabung
konjugasi. Dalam hal ini tabung konjugasi itu memang terbentuk antar sel sel
bakteri. Sel bakteri berkemampuan menjadi donor selama proses konjugasi,
memiliki karakteristik pembeda berupa adanya jaluran tambahan ( khusus ) serupa
rambut di permukaan sel yang disebut sebagai f pili.
Medium-medium khusus yang digunakan lebih lanjut adalah yang
mengandung sodium azida, fag T1, laktose dan galaktose. Hasil pengujian yang
menggunakan medium-medium khusus lain itu menunjukkan bahwa sekitar 9
menit setelah percampuran sel-sel Hfr H dan F-, gen azir ditransfer ke sel resipien
(Strickberger, 1985; Russel, 1992). Gen tonr ditransfer ke sel resipien sekitar 10
menit setelah pencampuran sel-sel Hfr H dan F-; gen lac+ dan gal+ masing-masing
ditransfer sekitar 17 menit dan 25 menit setelah pencampuran (Russel, 1992).
Pada menit-menit berikut setelah bukti pentransferan pertama terdeteksi,
memang terjadi peningkatan frekuensi (persentase) rekombinan yang terkait
dengan tiap penanda atas dasar seluruh rekombinan yang terdeteksi. Sebagai
contoh misalnya pada 10 menit pertama frekuensi rekombinan azir (yang
merupakan bukti transfer penanda azir) adalah sekitar 10%; sedangkan pada waktu
5 menit berikutnya (15 menit pertama), frekuensi itu sudah mencapai sekitar 70%.
Pengkajian lebih lanjut terhadap konjugasi terputus yang menggunakan
strain-strain induk Hfr maupun F- yang lain, memperlihatkan urut-urutan transfer
yang serupa, sekalipun tiap strain Hfr memulai transfer dari tapak yang berlainan
(Gardner, dkk., 1991). Diketahui pula bahwa factor F dapat berintegrasi
diberbagai tapak pada kromosom sirkuler E. coli. Dalam hal ini tapak integrasi
menentukan asal-usul karakter transfer suatu strain Hfr. Orientasi integrasi factor
F menentukan apakah urutan penanda kromosom yang ditransfer itu searah atau
berlawanan dengan arah jarum jam dalam hubungannya dengan peta kromosom
E. coli. Tapak-tapak integrasi faktor F serta arah transfer kromosom pada
konjugasi beberapa strain Hfr ditunjukkan pada lingkaran dalam.
Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Hasil Percobaan Konjugasi Terputus
Data tentang transfer gen-gen penanda pada percobaan konjugasi terputus
seperti yang telah dikemukakan memperlihatkan bahwa transfer kromosom Hfr ke
dalam sel F- berlangsung dalam pola linear (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992).
Transfer sebuah kromosom lengkap dari suatu sel Hfr ke satu sel F- berlangsung
dalam waktu 90-100 menit, tergantung kepada macam strain yang digunakan
sebagai strain Hfr maupun F-. Data percobaan konjugasi terputus memang
menunjukkan bahwa transfer kromosom tampaknya berlangsung dalam laju yang
konstan (Gardner, dkk., 1991).
Suatu jarak peta seukuran satu menit berhubungan dengan panjang segmen
kromosom yang ditransfer dalam satu menit selama konjugasi (Gardner, dkk.,
1991). Standar peta kromosom E. coli terbagi dalam interval-interval menit dari 0
(secara arbitrer ditetapkan pada gen thr A) hingga ke 100 menit (atas dasar hasil
percobaan konjugasi terputus). Satuan menit pada pemetaan bakteri ekivalen
dengan unit peta (map unit) di kalangan makhluk hidup eukariotik (Klug dan
Cummings, 2000).
Pada saat melakukan berbagai percobaan konjugasi terputus lain yang
menggunakan strain-strain induk Hfr maupun F- yang lain, Wollman dan Jacob
memperoleh hasil yang serupa, sebagaimana yang telah dikemukakan secara
umum sebelumnya. Namun demikian ditemukan satu perbedaan penting (Klug
dan Cummings, 2000).
Wollman mengajukan postulat bahwa data yang terungkap, disebabkan
oleh wujud kromosom E. coli yang bersifat sirkuler (Klug dan Cummings, 2000).
Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa jika awal O berbeda-beda antar strain,
maka urutan gen yang akan ditransfer berbeda-beda pula, tetapi apa yang
menentukan O. Diduga bahwa pada berbagai strain Hfr faktor F berintegrasi ke
dalam kromosom pada titik-titik yang berbeda, dan posisi titik itu menentukan
tapak O.
Pada tahap 1 ditunjukkan satu contoh integrasi faktor F ke dalam
kromosom inang sehingga menyebabkan sel F+ berubah menjadi sel Hfr. Selama
konjugasi antara sel Hfr dan sel F-, posisi faktor F menentukan titik awal transfer
(tahap 2 dan 3). Gen-gen yang letaknya dekat dengan tapak O pertama kali
ditansfer, dan faktor F ditransfer paling akhir (tahap 4); jarang terjadi konjugasi
berlangsung dalam waktu cukup lama sehingga seluruh kromosom ditransfer
(tahap 5). Inilah alasannya bahwa setiap kali sel Hfr berkonjugasi dengan sel F-,
sel resipien tetap tergolong sel F-.
Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Percobaan Konjugasi yang Tidak
Terputus
Sebenarnya percobaan konjugasi yang tidak terputus, dapat juga
digunakan untuk melakukan pemetaan kromosom E. coli (Gardner, dkk., 1991).
Jika pada percobaan sebelumnya, proses konjugasi diupayakan terputus-putus,
pada percobaan ini konjugasi dibiarkan berlangsung selama 1-2 jam tanpa
terputus. Pada kenyataannya frekuensi tiap penanda rekombinan lain (azir tonr
lac+ gal+), identik dengan gambaran frekuensi penanda-penanda itu, yang
terungkap pada percobaan konjugasi terputus. Frekuensi penanda-penanda
rekombinan lain (azir tonr lac+ gal+) masing-masing adalah 90%, 80%, 40% dan
25%. Pertama, putusnya tabung konjugasi maupun kromosom per satuan waktu
mempunyai peluang yang hampir tetap; dan kedua, tiap dua penanda donor
diintegrasikan ke dalam kromosom resipien melalui sepasang kejadian
rekombinasi mempunyai peluang yang rendah, karena integrasi suatu fragmen
donor ke dalam sebuah kromosom resipien selalu membutuhkan dua kejadian
rekombinasi (Gardner, dkk., 1991).
BAB 14
REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI
Table 14.1
Percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan h+r dan hr+
(Klug dan Cummings, 2000)
Frekuensi
Genotip
(%) plak
h r-
42
h+ r
34
h+24
r-
12
hr
12
76
Tipe Rekombinan
Table 14.2
Data frekuensi rekombinasi selengkapnya hasil percobaan Hersley dan Chase yang
memanfaatkan infeksi simultan fag T2
Persilangan
Turunan, Persentase
h+ r +
h r+
h+r
hr
12
42
34
12
44
14
13
29
5.9
56
32
6.4
42
7.8
7.1
43
0.74
59
39
0.94
50
0.83
0.76
48
Data yang terlihat pada table 14.2 jelas memperlihatkan bahwa pada tiap
persilangan itu, kedua kelompok tipe rekombinan mempunyai frekuensi yang
hampir sama. Itulah alasannya bahwa tampaknya rekombinasi yang terjadi itu
bersifat resiprok. Selain itu data pada table 14.2 itu juga memperlihatkan adanya
pola kelompok pautan tertentu. Sebagai contoh misalnya frekuensi rekombinasi
pada pesilangan h-rl3 sebesar antara 25-30% di satu pihak, dan pada persilangan
h-rl sebesar 1-2% di pihak lain. Dalam hubungan ini mutan-mutan r yang terletak
di daerah kromosom fag yang berbeda diberi notasi tersendiri misalnya r1, r7, dan
sebagainya.
Berkenaan dengan adanya kelompok pautan tertentu seperti yang telah
dikemukakan, atas dasar percobaan-percobaan yang telah dilakukan, Hersley dan
Rotman menemukan bahwa, mengacu kepada frekuensi rekombinan yang kecil
banyak gen yang terangkai bersama (berdekatan) sebagai satu kelompok, selalu
menunjukkan jarak kelompok pautan yang sama sebesar 30% (Strickberger,
1985). Dalam hubungan ini Hersley mengajukan hipotesis yang menyatakan
bahwa ada tiga kelompok pautan pada fag T2, dinyatakan pula bahwa proses
penggabungan (kombinasi) secara bebas (Independent assortment) antara
kelompok-kelompok pautan itu ditandai oleh frekuansi rekombinasi sekitar 30%,
dan bukan sebesar 50% sebagaimana yang biasanya diharapkan pada makhluk
hidup yang lebih tinggi. Atas dasar percobaan-percobaan yang dilakukan Hersley
dan Rotman (yang menggunakan strain-strain fag T2) memang terungkap bahwa,
sekalipun ditemukan berbagai jarak pautan (frekuensi rekombinasi), tidak ada satu
pun yang pernah melampaui frekuensi 30%.
Percobaan rekombinasi yang memanfaatkan infeksi simultan seperti
tersebut sudah dilakukan dengan menggunakan sejumlah besar gen muatan
berbagai fag bekteri, tidak hanya terbatas pada fag T2. Dalam hubungan ini
dilakukan juga percobaan rekombinasi fag bakteri yang memanfaatkan infeksi
simultan tiga strain yang melibatkan tiga gen. Hasil percobaan yang yang
memanfaatkan infeksi simultan tiga strain itu bahkan digunakan untuk pemetaan
gen fag. Hersley dan Chase sudah melakukan upaya itu, dengan menggunakan
tiga strain fag T2 (Strickberger, 1985). Tiap strain tersebut melibatkan gen h, m,
dan r. hasil percobaan itu ditunjukkan pada table 14.3.
Table 14.3
Turunan
h+m+r+
h+m+r
hm+r+
h+mr+
hm+r
hmr+
h+mr
Hmr
hm+rl+>< h+mrl+><
25
22
17
12
h+m+rl
25
15
18
20
10
10
17
19
14
26
hm+rl
14
26
15
20
Kejadian rekombinasi yang datanya terlihat pada table 14.3 hanya dapat
terjadi karena ada pertukaran genetic antara ketiga strain; pertukaran genetic itu
berlangsung melalui dua aternatif cara: 1) terjadi dua rekombinasi berurutan
dalam sel yang sama, rekombinasi pertama berlangsung antara kromosom dua
strain, sedangkan rekombinasi kedua berlangsung antara strain rekomninan yang
telah terbentuk dan strain ketiga, 2) terjadi perkawinan serempak antara ketiga
kromosom dan ketiga strain pada suatu waktu yang sama. Di antara kedua
laternatif cara itu, manakah yang sesungguhnya terjadi belum diketahui.
Pada banyak persilangan antara fag, di lain pihak nilai, interferensi genetic
justru negatif, akibat nilai koefesien koinsidensi lebih besar dari 1. Hal itu berarti
bahwa pindah silang pada suatu daerah kromosom akan meningkatkan kejadian
pindah silang pada daerah kromosom di dekatnya. Pada kondisi semacam ini nilai
frekuensi rekombinasi ganda (akibat pindah silang ganda) yang diobservasi lebih
tinggi dibandingkan nilai harapan. Mari kita perhatikan nilai suatu persilangan
tiga gen (factor) antara strain-strain fag yang dilakukan oleh Kaiser
(Strickberger, 1985). Hasil persilang tifa factor tersebut ditunjukkan pada table
14.4.
Table 14.4
Hasil persilangan tiga factor Kaizer antara strain-strain mutan fag s + mi >< +
co1+ ( Strickberger, 1985)
Jumlah Total
12324
Turunan Persentase
+++ s co mi s ++ + co mi s co + ++ mi s + mi + co +
0,31
0,19
2,21
2,58
0,91
0,98
51,84
40,98
Catatan:
Jarak antar factor:
s co
dilakukan Chase dan Doermann. Persilangan itu dilakukan antara mutan r pada
fag T4, dan frekuensi rekombinasi ganda yang terungkap sebesar 5-35 kali lebih
tinggi daripada frekuensi harapan. Data persilangan Chase dan Daermann yang
memperlihatkan bahwa, jika frekuensi rekombinasi pada dua interval kromosom
yang berdekatan menjadi lebih kecil maka terjadi peningkatan interferensi
negative yang mencolok.
REKOMBINASI INTRAGENIK
Rekombinasi ini ditemukan di lingkup makhuk hidup seluler termasuk
eukariot, ternyata juga ditemukan pada fag yaitu pada fag T4, yang merupakan
karya Seymour Benzer.
Awal dekade 1950, Benzer melakukan pengamatan dan pengkajian rinci
terhadap lokus rII fag T4 (Klug dan Cummings, 2000). Benzer berhasil
melaksanakan percobaan yang mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan
genetic yang sangat jarang terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen,
bukan antar gen seperti sebelumnya. Benzer juga berhasil menunjukkan bahwa
peristiwa rekombinasi semacam itu terjadi antar DNA fag-fag bakteri selama
infeksi simultan terhadap E. coli.
Hasil akhir Benzer adalah terungkapnya peta rinci dari lokus rII. Kerja
Benzer disebut juga analisis struktur halus dari gen. Karya ini pun tidak ternilai
harganya karena terungkap melalui percobaan yang dilaksanakan sebelum teknik
DNA-sequencing dikembangkan.
Proses upaya pertama Benzer mengisolasi atas sejumlah mutan didalam
lokus rII fag T4. Dalam hal ini mutan dalam lokus tersebut menghasilkan plak
yang berlainnan jika dibiarkan pada cawan yang mengandung E.coli strain B.
sebanyak 20000 mutan telah diisolasi. Kunci analisis bahwa mutan tersebut tidak
dapat lisis terhadap strain E.coli yang lain seperti K12 () yang telah mengalami
lizogenasi oleh fag . Tetapi strain wild type mampu melakukan lisis pada kedua
strain tersebut yaitu pada strain B dan K12 (). Berdasarkan hal tersebut lokus rII
yang menghasilkan wild type maka rekombinan wild type tersebut dapat hidup
dalam sel E.coli K12 () dan berhasil bereproduksi serta menghasilkan plak wild
type.
Upaya lain yang dilakukan Benzer yaitu menghitung jumlah total turunan
mutan maupun jumlah rekombinan wild type. Teknik yang dilakukan yaitu teknik
pengenceran serial T4 (klug dan Cummings, 2000 dalam corebima, 2008) dan
dengan teknik ini mampu menentukan mutan lokus rII yang dihasilkan pada E.
coli B maupun total wild type yang melakukan lisis terhadap E.coli K12 ().
Selain itu juga melakukan uji komplementasi untuk menjaga ketelitian data/hasil.
Bilamana banyak pasangan mutan yang diuji komplementasi maka setiap
mutan dikelompokkan dalam satu dari dua kelompok yang bisa disebut A dan B.
tiap kelonpok ini disebut sebagai cistron yaitu cistron A dan cistron B pada lokus
rII fag T4.dengan pengujian ini menunjukkan bahwa rekombinasi intragenik
dalam cistron A dan cistron B. total jumlah turunan fag juga dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah plak. Contohnya: jumlah rekombinan adalah sebanyak
4 x 10 3/ml sedangkan total jumlah turunan adalah 8 x 10 9/ml, maka frekuensi
rekombinan antara dua mutan adalah
dkk., 1991; Russel, 1992). Transfer sebuah kromosom lengkap dari suatu
sel Hfr ke satu sel F- berlangsung dalam waktu 90-100 menit, tergantung
kepada macam strain yang digunakan sebagai strain Hfr maupun F-. Data
percobaan konjugasi terputus memang menunjukkan bahwa transfer
kromosom tampaknya berlangsung dalam laju yang konstan (Gardner,
dkk., 1991). Standar peta kromosom E. coli terbagi dalam interval-interval
menit dari 0 (secara arbitrer ditetapkan pada gen thr A) hingga ke 100
menit (atas dasar hasil percobaan konjugasi terputus). Satuan menit pada
pemetaan bakteri ekivalen dengan unit peta (map unit) di kalangan
makhluk hidup eukariotik (Klug dan Cummings, 2000).