Вы находитесь на странице: 1из 16

Ketentuan mengenai pelabuhan[sunting]

Pelabuhan penyeberangan di sungai Saigon, Vietnam

Beberapa ketentuan umum yang terkait dengan pelabuhan Sungai dan danau sebagaimana diatur
dalam peraturan perundangan antara lain:
1. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar
muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
2. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan
laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
3. Pelabuhan sungai dan danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
4. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan
intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan
tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
5. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran,
fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan
serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
6. Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang
memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara

nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan,


pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan.
7. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh
perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
8. Angkutan sungai dan danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang
dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan untuk mengangkut
penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan
danau.
9. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau
terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.
10.Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan
kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
11. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana
tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan.
12.Kepelabuhanan adalah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan
untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang
dan atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan atau antarmoda
transportasi serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.
13.Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran,
fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan
serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.

Lokasi Pelabuhan Pedalaman[sunting]


Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau secara hierarki pelayanan angkutan sungai dan danau
terdiri atas:
1. pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau;
dan/atau

2. pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan penyeberangan:

antarprovinsi dan/atau antarnegara;

antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan/atau

dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai
dan danau dan/atau penyeberangan disusun dengan berpedoman pada:
1. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar nasional dan/atau internasional;
2. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya;
3. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
4. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;
5. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional;
6. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu;
7. jaringan jalan yang dihubungkan; dan/atau
8. jaringan jalur kereta api yang dihubungkan.

Rencana Induk Pelabuhan[sunting]


Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan untuk pelabuhan sungai dan danau ditetapkan oleh bupati/walikota.
Pembangunan pelabuhan sungai dan danau wajib memperoleh izin dari bupati/walikota.
Pembangunan pelabuhan sungai dan danau dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis
kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dengan memperhatikan keterpaduan intra dan
antarmoda transportasi. Pelabuhan sungai dan danau hanya dapat dioperasikan setelah selesai
dibangun dan memenuhi persyaratan operasional serta memperoleh izin. Izin mengoperasikan
pelabuhan sungai dan danau diberikan oleh bupati/walikota.

Fasilitas Pelabuhan[sunting]
Pelayanan pelabuhan penyeberangan dapat dilakukan apabila fasilitas pelabuhan
penyeberangan telah siap untuk dioperasikan. Fasilitas pelabuhan terdiri dari fasilitas daratan

berupa fasilitas pokok yang merupakan fasilitas yang harus dimiliki oleh pelabuhan dan fasilitas
penunjang untuk mendukung operasionalisasi pelabuhan.

Fasilitas pokok[sunting]
Fasilitas pokok pelabuhan yang meliputi:
1. terminal penumpang untuk keperluan menunggu sebelum keberangkatan kapal,
perpindahan antar moda transportasi perairan pedalaman dengan angkutan jalan serta
mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum;
2. penimbangan kendaraan bermuatan untuk mengendalikan kelebihan muatan serta
untuk mengetahui besar muatan yang diangkut dengan kapal perairan pedalaman.
3. jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);
4. perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa seperti loket penjualan
tiket;
5. fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker) untuk keperluaan kapal;
6. instalasi air, listrik dan telekomunikasi;
7. akses jalan dan/atau jalur kereta api;
8. fasilitas pemadam kebakaran;
9. tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.

Fasilitas penunjang[sunting]
Sedang fasilitas penunjang pelabuhan penyeberangan meliputi:
1. kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan
seperti kantor perwakilan perusahaan pelayaran.;
2. tempat penampungan limbah, dan pengolahan limbah;
3. fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;
4. areal pengembangan pelabuhan;
5. fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan pos/klinik kesehatan).

Dermaga[sunting]

Jenis-jenis dermaga yang biasa digunakan dalam perairan daratan

Dermaga merupakan tempat kapal ditambatkan di pelabuhan. Pada dermaga dilakukan


berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan keatas kapal. Di dermaga juga
dilakukan kegiatan untuk mengisi bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk
air kotor/limbah yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan.

Jenis Dermaga Perairan Pedalaman[sunting]


Ada beberapa jenis dermaga yang biasanya digunakan yaitu:
Dermaga quay wall[sunting]

Bentuk-bentuk dermaga quay wall yang sering digunakan

Terdiri struktur yang sejajar pantai, berupa tembok yang berdiri diatas pantai, dapat dibangun
dengan beberapa pendekatan konstruksi diantaranya sheet pile baja/beton, caisson beton atau
open filled structure.
Beberapa pertimbangan dalam pembangunan quay wall:

Dermaga Quay wall adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan relatif berimpit dengan
pantai (kemiringan pantai curam).

Konstruksi dermaga biasanya dibangun langsung berhimpit dengan areal darat.

Kedalaman perairan cukup memadai dan memungkinkan bagi kapal merapat dekat sisi
darat (pantai). Kedalaman perairan tergantung kepada ukuran kapal yang akan berlabuh
pada dermaga tersebut.

Kondisi tanah cukup keras

Pasang surut tidak mempengaruhi pada pemilihan tipe struktur tetapi berpengaruh pada
detail dimensi struktur yang dibutuhkan.

Dermaga dolphin[sunting]
Tempat sandar kapal berupa dolphin diatas tiang pancang. Biasanya dilokasi dgn pantai yang
landai, diperlukan jembatan trestel sampai dengan kedalaman yang dibutuhkan.
Beberapa pertimbangan yang digunakan dalam pembangunan dermaga dolphin:

Dermaga dolphin adalah sarana tambat kapal yang fasilitas bongkar muatnya ada di haluan
atau buritan.

Jarak kedalaman perairan yang disyaratkan dari pantai relatif cukup panjang.

Terdapat konstruksi tambahan berupa jembatan dermaga (trestel), tanggul atau dapat juga
keduanya.

Sarana tambat yang akan direncanakan terdiri dari struktur breasting dan mooring yang
dihubungkan dengan catwalk.

Posisi breasting berfungsi utama sebagai sarana sandar kapal, tapi juga dapat berfungsi
sebagai sarana tambat kapal jika dipasang bollard, sedangkan mooring dolphin berfungsi
menahan kapal sehingga tetap berada pada posisi sandar.

Pasang surut tidak mempengaruhi pada pemilihan tipe struktur tetapi berpengaruh pada
detail dimensi struktur yang dibutuhkan.

Dermaga apung/system Jetty[sunting]

Dermaga apung yang digunakan untuk Ferry Penyeberangan di sungai Saigon, Vietnam

Dermaga apung adalah tempat untuk menambatkan kapal pada suatu ponton yang mengapung
diatas air. Digunakannya ponton adalah untuk mengantisipasi air pasang surut laut, sehingga
posisi kapal dengan dermaga selalu sama, kemudian antara ponton dengan dermaga
dihubungkan dengan suatu landasan/jembatan yang flexibel ke darat yang bisa mengakomodasi
pasang surut laut. Biasanya dermaga apung digunakan untuk kapal kecil, yach atau feri seperti
yang digunakan di dermaga penyeberangan yang banayak ditemukan di sungai-sungai yang
mengalami pasang surut.
Ada beberapa jenis bahan yang digunakan untuk membuat dermaga apung seperti:

Dermaga ponton baja yang mempunyai keunggulan mudah untuk dibuat tetapi perlu
perawatan, khususnya yang digunakan dimuara sungai yang airnya bersifat lebih korosif.

Dermaga ponton beton yang mempunyai keunggulan mudah untuk dirawat sepanjang tidak
bocor.

Dermaga ponton dari kayu gelondongan, yang menggunakan kayu gelondongan yang berat
jenisnya lebih rendah dari air sehingga bisa mengapungkan dermaga.

Desain Dermaga[sunting]
Dasar pertimbangan dalam perencanaan dermaga adalah sebagai berikut:

Posisi dermaga ditentukan oleh ketersediaan lahan dan kestabilan tanah disekitar sungai.

Panjang dermaga dihitung berdasarkan kebutuhan kapal yang akan berlabuh, dasar
pertimbangan desain panjang dermaga yang bisanya dijadikan acuan adalah 1.07 sampai
1,16 panjang kapal (LOA)

Lebar dermaga disesuaikan dengan kemudahan aktivitas bongkar muat kapal dan
pergerakan kendaraan pengangkut di darat.

Letak dermaga dekat dengan fasilitas penunjang yang ada di daratan.

Elevasi dermaga ditentukan dengan memperhatikan kondisi elevasi muka air sungai/pasang
surut.

Desain Dermaga Quay Wall[sunting]


Struktur wall sangat tergantung kepada beberapa hal sebagai berikut:

Kondisi tanah, merupakan faktor utama dalam penentuan jenis quay wall yang akan dipilih

Tekanan tanah

Muatan pada dermaga, beban merata, beban titik, gaya-gaya mooring (yang diterima melalui
bollard ataupun fender

Kedalaman didepan dermaga

Pengaruh pasang surut dan garis air

Faktor-faktor sekunder lainnya seperti angin, arus, gelombang, dan beberapa faktor minor
lainnya.

Desain Dermaga Apung[sunting]

Potongan melintang dan tampak atas sebuah dermaga apung

Platform terapung seperti halnya pontoon harus didisain hingga taraf kestabilan dan keamanan
yang diinginkan. Pontoon tersebut haruslah memiliki area permukaan dan tinggi freeboard yang
mencukupi sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dimensi pontoon yang didisain akan
tergantung dari tipe pembebanan yang digunakan.
Beban-beban yang harus dipertimbangkan yang dapat bekerja pada sebuah pontoon.
1. Beban statik dan beban hidup.
2. Reaksi dari jalan akses (jembatan atau gangway).
3. Tekanan hidrostatis.
4. Beban mati.

5. Gaya angkat.

Perangkat bongkar muat[sunting]


Perangkat bongkar muat pelabuhan merupakan hal yang penting khususnya untuk angkutan
barang.
1. Kran untuk bongkar muat muatan dari darat ke kapal atau sebaliknya. Untuk peti kemas
dalam jumlah yang kecil dapat menggunakan kran darat ataupun kran kapal, apabila
jumlah bongkar muat semakin banyak diperlukan kran petikemas atau yang biasa
disebut sebagai container crane.
2. Kran untuk pemindahan petikemas di lapangan penumpukan berupa kran biasa, atau
reach stacker ataupun RTG (ruber tired gantry) dengan semakin banyaknya peti kemas
yang harus dipindah.
3. Forklift yang digunakan untuk pengangkatan peti kemas kosong ataupun untuk
mengangkat dan memindahkan muatan petikemas yang tersusun diatas palet-palet.
4. Perangkat angkutan barang curah, baik curah cair maupun curah kering. Belakangan ini
angkutan curah cair minyak kelapa sawit, BBM merupakan komoditi yang banyak
diangkut dari dan ke perairan pedalaman, termasuk curah kering seperti batubara,
semen dan lain sebagainya.

Mooring[sunting]
Berbagai kapal yang menggunakan perairan pedalaman memerlukan fasilitas moring ataupun
perawatan. Ada dua bentuk dasar kegiatan moring kapal pada perairan pedalaman yaitu:

Di bantaran alur pelayaran, yang dapat digunakan oleh pengunjung, seperti dermaga yang
ditempatkan didepan pasar; pelabuhan perairan pedalaman yang dioperasikan secara
komersil; moring dikawasan perumahan rakyat yang tinggal disekitar alur pelayaran.

Diluar alur pelayaran, berupa celukan, kolam pelabuhan ataupun di Marina yang khusu
diperuntukkan bagi kapal-kapal yang sedang tidak digunakan, dengan tujuan agar alur
pelayaran tidak terganggu oleh kapal yang sedang lego jangkar ataupun ditambatkan di
dermaga. Moring yang demikian sangat penting untuk alur pelayaran yang sempit.

Moring kapal besar[sunting]

Mooring kapal besar di dermaga

Kapal atau perahu dikatakan tertambat apabila telah terikat ke obyek tetap seperti dermaga atau
obyek terapung seperti dermaga apung. Untuk menambatkan kapal ke dermaga digunakan talitemali yang dapat menahan kapal dari arus, angin ataupun gelombang yang terjadi perairan.
Semakin besar kapal yang ditambatkan diperlukan tali tambat yang lebih banyak, kapal tangker
membutuhkan sampai 12 tali tambat, kapal layar membutuhkan 4 sampai 6 tali tambat. Untuk
menambatkan kapal ke dermaga awak kapal harus berkoordinasi dengan buruh pelabuhan
(kepil) dalam menambatkan tali kapal ke dermaga.

Moring kapal kecil[sunting]

Mooring kapal kecil di dermaga

Kapal perairan pedalaman umumnya berukuran kecil, sehingga tidak membutuhkan boulder
yang besar pada saat merapat di dermaga perlu ditambatkan, agar tidak terbawa oleh arus.
Pada gambar[3] berikut ditunjukkan cara melakukan penambatan (mooring) kapal kecil.

Simpul kapal kecil

simpul kapal kecil pada tiang

Untuk menambatkan kapal di Dermaga , digunakan simpul pada bolder seperti ditunjukkan
dalam gambar berikut, simpul ini tidak gampang terbuka tetapi mudah untuk dibuka kembali.
Sedang bila ditambatkan di pada tiang, maka simpul yang digunakan adalah seperti ditunjukkan
dalam gambar berikutnya.

Operasional pelabuhan[sunting]
Pelayanan Kapal[sunting]
Pelayanan kapal[4] dimulai dari kapal masuk ke perairan pelabuhan, berada di kolam pelabuhan,
ketika akan bersandar di tambatan, sampai saat kapal meninggalkan pelabuhan. Dalam rangka
menjaga keselamatan kapal, penumpang dan muatannya sewaktu memasuki alur pelayaran
menuju dermaga atau kolam pelabuhan untuk berlabuh, maka untuk pelabuhan-pelabuhan
tertentu dengan kapal-kapal tertentu harus dipandu oleh petugas pandu yang disediakan oleh
Pelabuhan. Pemerintah telah menetapkan perairan-perairan yang termasuk dalam kategori
perairan wajib pandu[5], perairan pandu luar biasa dan perairan di luar batas perairan pandu.
Untuk mengantar petugas pandu ke/dan kapal diperlukan peralatan kapal yang disebut kapal
pandu. Terhadap kapal yang keluar masuk pelabuhan dan mempunyai kapal berukuran GT 500
(lima ratus Gross Tonnage) atau lebih.

Bongkar Muat Barang[sunting]


Jenis peralatan bongkar muat yang digunakan di pelabuhan sangat tergantung kepada jenis
barang yang akan dibongkar/muat. Secara umum jenis barang dimaksud dikelompokkan
menjadi 3 jenis yaitu:

barang yang dikemas dengan petikemas, yang semakin banyak digunakan karena
kecepatan bongkar muat yang tinggi sehingga mengurang waktu dan biaya yang rendah.

barang umum (general Cargo), yang mulai ditinggalkan karena kecepatan bongkar muat
yang lambat serta dibutuhkan biaya yang besar, tetapi pelayaran rakyat masih tetap
menggunakan pendekatan ini.

barang curah (kering/cair).

Instalasi Penunjang[sunting]
Instalasi penunjang yang dimaksudkan di sini adalah instalasi yang menunjang kegiatan
pelayanan jasa kepelabuhanan yang meliputi:

instalasi listrik dalam hal ini biasanya digunakan PLN, kecuali PLN tidak mampu
menyediakan listrik bagi pelabuhan karena letak yang jauh dari jaringan PLN ataupun tidak
mempunyai kapasitas yang mencukupi

instalasi air yang dapat disediakan oleh PAM milik pemerintah daerah ataupun swasta

instalasi pengumpulan, pengolahan limbah yang bisanya dikelola oleh pelabuhan atau
bekerja sama dengan pihak ketiga.

Logpond[sunting]
Dalam rangka ketertiban, kelancaran dan keselamatan lalu lintas diperairan perlu segera
mengadakan ketentuanketentuan lebih lanjut tentang cara-cara pengangkutan
kayu/pembuatan logpond, maka Direktur Jenderal Perhubungan Darat dan Direktur Jenderal
Kehutanan telah membuat keputusan bersama pada tahun 1972. Dalam keputusan bersama
tersebut ditetapkan bahwa penggunaan sungai dan perairan pedalaman untuk kegiatankegiatan angkutan kayu dan pembuatan logpond (tempat penimbunan kayu diperairan sungai),
diperlukan izin dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Persyaratan pembuatan logpond[sunting]


Persyaratan pembuatan tempat penimbunan, kayu dilakukan oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Darat dan diarahkan agar
1. tidak mengganggu alur pelayaran
2. tidak mengakibatkan pendangkalan;
3. tidak terletak pada belokan sungai dan wilayah pemukiman;
4. tidak membahayakan kehidupan masyarakat dan mencemarkan lingkungan

Ukuran logpond[sunting]
Ukuran pembuatan tempat penimbunan kayu ditetapkan sebagai berikut
1. panjang ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan navigasi pada alur
pelayaran dan kondisi penggunaan perairan daratan untuk keperluan lainnya;
2. lebar tidak boleh melebihi dari sepertiga lebar alur pela yaran pada lokasi tersebut;
3. luas satu meter persegi dataran air disamakan dengan satu meter kubik kayu (logs).

Ijin pembuatan logpond[sunting]


Untuk mendapatkan izin pembuatan tempat penimbunan kayu, pemohon mengajukan surat
permohonan kepada kepada Menteri Perhubungan dengan melampirkan
1. bukti pemegang HPH dan atau HPHH;
2. laporan hash l pendataan lapangan untuk pembuatan tempat penimbunan kayu yang
bersangkutan;

3. peta lokasi untuk tempat peniMbunan kayu;


4. rekomendasi dari Pemerintah Daerah setempat;
5. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
6. Pemegang izin tempat penimbunan kayu diwajibkan mematuhi ketentuan-ketentuan
yang dicantumkan dalam surat pemberian izin pembuatan tempat penimbunan kayu
dan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang usahanya.
7. Selanjutnya menetapkan bahwa untuk membuat tempat penimbunan kayu yang terletak
diperairan-daratan. yang merupakan alur pelayaran kapal laut, harus mendapatkan
rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

JENIS-JENIS PELABUHAN
Tatanan Kepelabuhan merupakan Dasar
Perencanaan Pembangunan.
Disini, dimaksudkan dengan kepelabuhan
adalah meliputi segala sesuatu yang berkaitan
dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan,
dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran
dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan
berlayar, tempat perpindahan intra dan/ atau antar moda, serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah.
Pada tulisan sebelumnya, saya menyampaikan sedikit secara umum tentang kepelabuhan di Indonesia dan
menyangkut perkembangan kepelabuhanan di Kabupaten Natuna.
Adapun beberapa jenis pelabuhan dan menurut fungsi masing-masing, meliputi :
1. PELABUHAN UMUM, adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum;
2. PELABUHAN KHUSUS, merupakan pelabuhan yang dibangun dan dijalankan guna menunjang kegiatan yang
bersifat khusus dan pada umumnya untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu;
3. PELABUHAN LAUT, merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan pelayanan angkutan laut;
4. PELABUHAN PENYEBERANGAN, merupakan pelabuhan yang digunakan khusus untuk kegiatan penyebrangan
dari satu pelabuhan dengan pelabuhan yang lainnya yang mempunyai keterkaitan;
5. PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU, merupakan pelabuhan yang melayani kebutuhan angkutan di sebuah danau
ataupun sungai; dan
6. PELABUHAN DARATAN, adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas-batas yang jelas, dilengkapi
dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang serta prasarana dan sarana angkutan barang
dengan cara pengemasan khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan umum.

Maksud dan tujuan tatanan pelabuhan nasional, dimana Tatanan Kepelabuhanan Nasional merupakan dasar dalam
perencanaan pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian pelabuhan di seluruh Indonesia.
Baik pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan daratan dan pelabuhan
khusus yang bertujuan :
1. Terjalinnya suatu jaringan infrastruktur pelabuhan secara terpadu, selaras dan harmonis agar bersaing dan tidak
saling mengganggu yang bersifat dinamis;
2. Terjadinya efisiensi transportasi laut secara nasional;
3. Terwujudnya penyediaan jasa kepelabuhanan sesuai dengan tingkat kebutuhan; dan
4. Terwujudnya penyelenggaraan pelabuhan yang handal dan berkemampuan tinggi, dalam rangka menunjang
pembangunan nasional dan daerah.
Selain itu, tatanan kepelabuhan nasional ini juga dituntut untuk memperhatikan :
a. tata ruang wilayah;
b. sistem transportasi nasional;
c. pertumbuhan ekonomi;
d. pola/jalur pelayanan angkutan Laut Nasional dan Internasional;
e. kelestarian lingkungan;
f. keselamatan pelayaran; dan
g. standarisai nasional, kriteria dan norma.
Selain itu pelabuhan juga melaksanakan tugas dan peranan, sebagai berikut;
a. Bidang Pemerintahan
1) pelaksana fungsi keselamatan pelayaran;
2) pelaksana fungsi Bea dan Cukai;
3) pelaksana fungsi imigrasi;
4) pelaksana fungsi karantina; dan
5) pelaksana fungsi keamanan dan ketertiban;
b. pengusahaan jasa kepelabuhanan:
1) Usaha pokok yang meliputi pelayanan kapal, barang dan penumpang; dan
2) Usaha penunjang yang meliputi persewaan gudang, lahan dan lain-lain.
Pelabuhan terbagi menjadi beberapa jenis menurut hirarki dan fungsinya, yaitu :
1. Pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama primer;
2. Pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder;
3. Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier;
4. Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer; dan
5. Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.
Selain itu ada beberapa jenis pelabuhan khusus, yaitu :
1. Pelabuhan khusus nasional/internasional;
2. Pelabuhan khusus regional; dan
3. Pelabuhan khusus lokal.
Ada beberapa ketentuan didalam pengelolaan Pelabuhan, yaitu ;
1. Pelabuhan khusus nasional/internasional
a. bobot kapal yang dilayani 3000 DWT atau lebih;
b. panjang dermaga 70 M atau lebih, konstruksi beton/baja;
c. kedalaman di depan dermaga - 5 M LWS atau lebih;
d. menangani pelayanan Barang-barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan
e. melayani kegiatan pelayanan lintas Provinsi dan Internasional.

2. Pelabuhan khusus regional


a. bobot kapal yang dilayani lebih clan 1000 DWT dan kurang dan 3000 DWT;
b. panjang dermaga kurang dari 70 M', konstruksi beton/baja;
c. kedalaman di depan dermaga kurang clan - 5 M LWS;
d. tidak menangani pelayanan barang-barang berbahaya dan beracun (B3); dan
e. melayani kegiatan pelayanan lintas Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi.
3. Pelabuhan khusus local
a. bobot kapal kurang dari 1000 DWT;
b. panjang dermaga kurang clan 50 M' dengan konstruksi kayu;
c. kedalaman di depan dermaga kurang clan - 4 M LWS;
d. tidak menangani pelayanan barang berbahaya dan beracun (B3) dan melayani kegiatan pelayanan lintas Kota
dalam satu Kabupaten/Kota.
Ada beberapa fasilitas pokok dan penunjang yang wajib dimiliki oleh sebuah pelabuhan, yaitu :
a. perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. kolam pelabuhan;
c. fasilitas sandar kapal;
d. penimbangan muatan;
e. terminal penumpang;
f. akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa;
h. fasilitas penyimpanan bahan bakar (Bunker);
i. instalasi air, listrik dan komunikasi;
j. akses jalan dan atau rel kereta api;
k. fasilitas pemadam kebakaran; dan
l. tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.
Kemudian fasilitas penunjangnya adalah :
a. kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan;
b. tempat penampungan limbah;
c. fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan; dan
d. area pengembangan pelabuhan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam hal pengelolaan pelabuhan, yaitu :
a. Pelabuhan harus terletak pada lokasi yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran serta dapat
dikembangkan dan dipelihara sesuai standar yang berlaku;
b. Pelabuhan harus mempertimbangkan kemudahan pencapaian bagi pengguna;
c. Pelabuhan harus mudah dikembangkan, untuk memenuhi peningkatan permintaan akan jasa angkutan laut;
d. Pelabuhan harus menjamin pengoperasian dalam jangka waktu panjang;
e. Pelabuhan harus berwawasan lingkungan; dan
f. Pelabuhan harus terjangkau secara ekonomis bagi pengguna dan penyelenggara pelabuhan.
Kita melihat kembali niat baik Pemerintah Kabupaten Natuna (khususnya), untuk membuat Pelabuhan Samudra.
Tentu hal ini perlu didukung dengan modal yang besar. Dana yang besar dibutuhkan untuk membuat terminal yang
akan dilakukan dalam beberapa tahap. Namun yakin dan percaya, nilai investasi itu terbilang kecil dibanding manfaat
yang bakal diperoleh ke depan nanti.
Dalam hal pembangunan pelabuhan, saya yakin pengusaha pelayaran akan mengusulkan kepada Pemerintah, agar
memperdalam kolam pelabuhan yang akan dibangun, minimal mencapai kedalaman 20meter. Dengan demikian,
pelabuhan ini mampu menampung kapal-kapal bermuatan lebih dari 6.000 TEUs. Dengan adanya kolam pelabuhan
yang dalam tersebut, para pengusaha yakin jika pengelola pelabuhan dapat meningkatkan produktivitas bongkar
muat, hingga mencapai 20-25 box container per jam per crane.

Masalah lain yang perlu untuk ditangani secara serius adalah lamanya kepengurusan kepabeanan di pelabuhan
kelak.
Indonesia memang identik dengan birokrasinya yang berbelit belit, yang membuka peluang untuk praktek praktek
yang tidak etis seperti KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Nantinya dengan adanya Pelabuhan Samudra, para pengusaha (terutama investor asing) lebih memilih untuk
menjadikan pelabuhan ini, sebagai tempat untuk kapal kapal feeder mereka bersandar. Karena selama ini, mereka
lebih memilih untuk menempatkan kapal utamanya di pelabuhan pelabuhan di negara negara tetangga, seperti
Singapura dan Malaysia. Karena kepengurusan administrasi di sana jauh lebih efisien dan efektif. Sudah saatnya,
Pelabuhan Samudra memanfaatkan potensi ekonomi yang seharusnya menjadi milik kita (inilah mimpi anak negeri
seperti saya dan umumnya masyarakat Indonesia).
Yang perlu di ingat lagi, permasalahan semua bisa diatasi dengan melengkapi pelabuhan di Indonesia, khususnya
Pelabuhan Samudra di Natuna Indonesia, dengan Sistem Informasi dan Sarana Komunikasi yang memadai.
Kemudian perlu dilakukan evaluasi terhadap proporsionalitas managamen di pelabuhan. Jika kita ingin mempercepat
jalannya suatu sistem, salah satu caranya ialah menyederhanakan proses dari sitem birokrasi berbelit tanpa
mengesampingkan esensinya.
Oleh karena itu praktek praktek birokratif, harus segera dihilangkan guna meningkatkan kinerja pelabuhan dari segi
pengelolaan waktu yang efektif dan efisien. Tetapi hal yang paling penting untuk diperhatikan juga, adalah
pengembangan sumber daya manusia di pelabuhan, khususnya pelabuhan samudra ini nanti. Hal ini penting karena,
jangan sampai perampingan satuan kerja pada pelabuhan, justru menurunkan tingkat produktivitas dari pelabuhan
itu sendiri. Maka dari itu diperlukan tenaga tenaga kerja yang terampil dan handal, dalam jumlah yang pas, untuk
melaksanakan fungsi dan tugas dari pengelolaan pelabuhan yang baik. Tentu saja pengembangan keterampilan
dalam hal penggunaan teknologi, berbasis informasi dan juga yang sifatnya teknikal merupakan prioritas. Karena hal
inilah yang mampu mendorong produktivitas kinerja dari tenaga-tenaga kerja yang ada.
Namun masalah pelabuhan di Indonesia adalah suatu hal yang kompleks. Diperlukan kesungguhan dari tiap-tiap
stakeholders yang ada, untuk memperbaiki kinerja pelabuhan. Selain itu, diperlukan pengukuran yang presisi
terhadap tiap strategi yang di terapkan. Agar modal yang besar, yang digunakan untuk membangun pelabuhan dapat
dipertanggung jawabkan dan mencapai hasil sesuai, khusus buat daerah dan umumnya untuk negara. Pemerintah
tentu saja memegang peran penting dalam hal ini. Pemerintah harus berperan sebagai penyedia yang secara
berkala memantau penerapan dari semua strategi yang telah disepakati dan diterapkan. Karena pada umumnya,
meskipun telah dirumuskan dan direncanakan dengan sangat baik, tiap strategi yang ada akan menjadi kacau saat
diimplementasikan jika tidak disertai pemantauan dan evaluasi yang sesuai. Hal ini tentu saja akan terjadi jika
kurangnya koordinasi. Diharapkan pemerintah dapat menjalankan peran ini dengan baik, bukan malah semakin
memperburuk. (Red : ada beberapa tentang bobot, panjang, kedalaman, TEUs. Penulis kutip dari beberapa buku
tentang pelayaran dan kepelabuhanan semasa belajar di TARUNA AKADEMI PELAYARAN).
(Ditulis oleh : Wan Muktarhadi, SE. MM. Kasubag. Program Dishub Kominfo Kab. Natuna)

Вам также может понравиться