Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Obat
Obat dapat digunakan untuk membantu mengobati ketergantungan
alkohol dan penyalahgunaan. Beberapa obat-obatan mengurangi
gejala penarikan selama detoxification. Obat-obatan lainnya
membantu Anda tinggal seadanya panjang selama proses
pemulihan.
Obat Choices
Obat-obatan lebih sering digunakan untuk mengobati gejala
penarikan selama detoxification termasuk:
* Antianxiety obat-obatan (benzodiazepines seperti diazepam),
yang merawat dengan gejala seperti igauan tremens (DTS).
* Penyitaan obat-obatan untuk mengurangi atau menghentikan
parah gejala penarikan selama detoxification.
Kecanduan Alkohol
Topik ini adalah tentang penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan
pada orang dewasa. Untuk informasi tentang masalah alkohol dalam
teens atau anak-anak, lihat topik Teen Alcohol and Drug Abuse. Untuk
informasi tentang penyalahgunaan narkoba di dewasa, lihat topik
Penyalahgunaan Narkoba dan ketergantungan.
Apakah penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan alkohol?
Penyalahgunaan alkohol berarti tidak sehat atau mempunyai kebiasaan
minum yang berbahaya, seperti minum setiap hari atau minum terlalu
banyak pada suatu waktu. Penyalahgunaan alkohol dapat
membahayakan hubungan Anda, menyebabkan Anda kehilangan
pekerjaan, dan mengakibatkan masalah hukum seperti saat
mengemudi mabuk (teler). Bila Anda penyalahgunaan alkohol, Anda
terus minum walaupun Anda tahu Anda minum menyebabkan masalah.
ARTIKEL KESEHATAN
KELUARGA
Ada banyak cara menurunkan berat badan, mulai dari bermacam metode diet,
olahraga, operasi sedot lemak, tusuk jarum, sampai minum obat pelangsing. Manakah yang
aman dan efektif ?
Merujuk pada badan kesehatan dunia, WHO, disebutkan bahwa penurunan berat badan yang
baik tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi merupakan terapi jangka panjang. Yang
dibutuhkan untuk mengurangi berat badan bukan sekadar mengurangi porsi makan, tetapi
juga diperlukan bimbingan dari ahli gizi sebelum melakukan perubahan pola makan, disertai
aktivitas fisik serta terapi perilaku.
Untuk mencari tahu cara pelangsingan mana yang sehat, aman, sekaligus efektif, bacalah
uraian berikut sampai tuntas.
Sedot lemak
Cara membuang lemak yang kini sedang tren adalah operasi liposuction dan tummy-tuck.
Operasi ini banyak dipilih karena berat badan bisa turun secara drastis tanpa perlu capek
berolahraga dan melakukan diet, hal itu dibuktikan oleh kesaksian seorang artis ternama. Tapi
mengapa ya meski lemaknya sudah dibuang, badannya masih juga melar ?
Pada dasarnya liposuction adalah operasi untuk mengeluarkan lemak di bawah kulit, dan
dilakukan untuk mencapai keserasian bentuk tubuh, bukan untuk menurunkan berat badan.
Sedangkan tummy-tuck adalah proses pembuangan jaringan lemak yang berlebih dan kulit di
atasnya untuk membentuk tubuh lebih estetis. Lemak yang dikurangi pun tak boleh lebih dari
3-5 kg sekali operasi
Menurut dokter spesialis gizi, dr.Johanes Chandrawinata, MND,SpGK, kedua jenis operasi
tersebut biasa dilakukan dokter terhadap pasien yang memiliki tubuh bergelambir setelah
berat badan tubuhnya susut. Jadi, menurunkan berat dulu baru dioperasi, bukan operasi
untuk menurunkan berat karena setelah 3 bulan tubuh akan gemuk kembali.
TIPS
Dark Chocolate
Dark Chocolate memiliki kandungan biji coklat (kakao) yang paling tinggi
yaitu paling sedikit 70% mengandung kakao. Dark chocolate memiliki
kandungan kakao atau biji cokelat terbanyak, tanpa banyak gula dan tanpa
lemak jenuh atau minyak sayur terhidrogenasi (HVO).
White Chocolate
Sedangkan white chocolate hanya memiliki 33% kandungan coklat atau
kakao, sisanya adalah gula, susu dan vanila. Kandungan gula inilah yang
dapat memberikan efek diabetes.
Sebisa mungkin pilihlah coklat dengan kandungan gula sedikit agar Anda dapat
menikmati manfaat besar yang dimiliki coklat. Anda akan merasakan manfaat jika Anda
mengkonsumsi cokelat dengan kandungan kakao atau biji coklat yang tinggi. Selamat
menikmati coklat Anda!
TIPS
S
Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang
tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat
anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat
mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, Saya minta maaf, karena kini saya hidup di
suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.
ES
A
ISastra
Esai
Menurutnya, cerpen karya mahasiswa itu jelek dan menggelikan. Tetapi dia harus tetap bersikap
apresiatif agar generasi penerus tradisi sastra Banjar tak berkecil hati dan berhenti berkreasi (lihat
paragraf 7). Tetapi, dalam logika tulisan cung parahu, kritik seacam itu tidak semata ditujukan kepada
karya mahasiswa yang jelek, tetapi juga dilempakan kepada karya sastrawan Banjar yang kualitas
tulisannya masih setaraf dengan karya mahasiswa. Anjuran baiknya, siapapun sastrawan itu, jika ingin
karyanya dibaca dan berbobot, harus banyak membaca karya-karya sastra dunia. Pendeknya, seniman
tak boleh koler dan arogan (puas dengan apa yang telah dicapainya di situ-situ saja).
Keempat, dia mengaku punya serangkaian kiat untuk menulis sastra Banjar yang berbobot. Menurutnya,
dalam kiatnya, sastra Banjar yang baik harus ditulis dalam bahasa Banjar yang baik, dalam pengertian
bahasa Banjar yang kaya, variatif, kontemplatif, berwawasan, dan sebagainya, dan seterusnya. Dengan
kata lain dia ingin mengatakan, sastrawan Banjar jangan sampai koler membaca jika karyanya ingin
bermakna dalam, bermutu tinggi, dan akhirnya mampu menstimulasi minat pembaca, dan sekaligus
penelitian sastra Banjar (lihat paragraf 8).
Dari keempat kesimpulan yang dapat saya catat ini, ada satu generalisasi utama yang agak gegabah
dalam mendefinisikan sastra Banjar jika yang dimaksud oleh esai itu hanya sastra yang ditulis dalam
bahasa Banjar. Esai Jamal tersebut tampaknya mampu melepaskan penulisnya dari kegalauan ketika dia
harus mencoba mendefinisikan sastra Banjar untuk kepentingan akademik yang pernah dilaluinya.
Mengapa tiba-tiba dia berbalik arah dan dengan mantap mengatakan bahwa bahasa Banjarlah identitas
utama sastra Banjar.
Keyakinan ini jelas mengeksklusi, menyingkirkan, sekelompok karya sastra yang ditulis oleh sastrawan
Banjar dalam bahasa Indonesia. Asumsi teoretis ini mengingkari pengetahuan penulisnya sendiri tentang
kompleksitas mendefiniskan sastra Banjar seperti pernah dia tuliskan dalam tesisnya. Dalam tesisnya
dia mengakui bahwa ada tiga kategori yang dapat digunakan untuk mendefinisikan sastra dalam
hubungannya dengan persoalan hakikat identitasnya (seperti kategori bahasa, kewarganegaraan, dan
orientasi sosiokultural).
Ketiganya merupakan realitas rumit yang saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. Artinya, hakikat
sastra Banjar tak semata dapat ditentukan secara mati dan pasti oleh faktor bahasanya saja, seperti
halnya sinetron atau film yang berbahasa Indonesia tidak serta merta dapat dianggap sebagai karya
sinema Indonesia. Penonton paling awam pun akan menolak menyebut film India sebagai film Indonesia
meski seluruh tokoh dalam film itu telah mahir berbahasa Indonesia berkat jasa dubber (juru sulih
suara).
Mengapa bisa demikian? Karena penonton bukan realitas pasif. Penonton pun punya pikiran aktif yang
mampu mengidentifikasi ciri-ciri visual yang mereka tangkap sebagai bukan bagian dari realitas visual
lokal mereka. Bahkan masih terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan lain untuk menggagas kategori
lain dalam memahami definisi sastra Banjar demi kepentingan praktis tertentu.
Demikian pula dalam mendefiniskan sastra Banjar. Karya sastra berbahasa Banjar juga memiliki peluang
untuk disebut bukan sebagai sastra Banjar. Seperti halnya Jamal mengatakan bahwa Si Palui itu bukan
sastra Banjar karena ia hanyalah pembanjaran cerita dalam bahasa Indonesia. Pelajaran tentang
bagaimana seharusnya kita menghadapi definisi sastra yang memang selalu berpotensi kabur dapat kita
baca melalui penelitian George Quinn (1992) ketika dia meneliti novel berbahasa Jawa dalam
disertasinya yang berjudul The Novel in Javanese.
Dalam seluruh uraiannya dia sama sekali tidak berani menyebut novel-novel yang ditelitinya sebagai
novel Jawa, tetapi dengan penuh kehati-hatian dia menyebut novel-novel tersebut dengan istilah the
novel in Javanese atau novel berbahasa Jawa. Untuk konsumsi pembaca koran, mungkin tidak ada
bahaya sama sekali jika istilah sastra Banjar yang agak semena-mena itu ditawarkan. Tetapi, untuk
penggunaan akademik, Quinn telah memberikan teladan agar jangan terlalu mudah menyimplifikasi
persoalan yang sebenarnya rumit sebelum segala aspek evaluatif mengenai sastra Banjar yang
sesungguhnya dipaparkan secara lengkap.
Sebenarnya sudah lama Terry Eagleton (dalam Literary Theory, An Introduction, 1988: 5-7)
menjelaskan betapa rapuhnya jika kita mendefiniskan sastra dengan berlandaskan pada faktor bahasa
semata. Secara metaforik, cara mendefiniskan sastra Banjar yang dilandaskan pada bahasa dapat
dianalogikan dengan upaya mendefinisikan apa yang dimaksud dengan sastra dan bukan sastra yang
ngalih banar.
Eagleton menyimpulkan bahwa faktor bahasa sastra yang khas dan bahasa keseharian yang biasa adalah
konsep yang bermasalah karena bahasa biasa yang dimaksud di sini diposisikan sebagai entitas homogen
sehingga apa yang dianggap biasa menjadi ilusi. Batas antara bahasa yang biasa dan yang khas
sebenarnya juga kabur karena bahasa sesungguhnya terdiri atas beragam variasi dan wacana, mengikuti
keberagaman kelas sosial, daerah, dan jenis kelamin (Eagleton, 5-7).
Kenyataan semacam ini pun akan dihadapi oleh sastra Banjar. Penghuni sastra Banjar itu juga tidak
sehomogen yang dibayangkan Jamal. Dalam konstelasi pemahaman sastra sebagai realitas bersama,
pembaca yang aktif juga punya peran otoritatif untuk menyebut karya sastra yang seperti apa di banua
ini yang layak disebut sebagai sastra Banjar. Dalam esainya Jamal telah memainkan peran otoritatifnya
sebagai penulis yang relatif terkenal dan ingin mengidentikkan sastra Banjar dengan bahasa Banjar. Jika
dipaksakan demikian, sastra Banjar menjadi rumah yang sangat eksklusif dan ngalih banar dimasuki oleh
karya sastra berorientasi sosiokultural Banjar dan ditulis oleh warga Banjar dalam bahasa Indonesia
Sampai sekarang ini, pendidikan & IpTek di Indonesia masih jauh tertinggal
ooleh Negara-negara lain. Padahal di Indonesia sistem pendidikannya sudah
cukup bagus. Cuma mungkin harus lebih digalakkan lagi, sehingga
kualitasnya emakin meningkat.
Pendidikan & kemajuan IpTek itu sangat berhubungan erat. Karna IpTek itu
takkan bisa maju kalau pendidikan gitu-gitu aja terus. Oleh karna itu kualitas
dari pendidikan di Indonesia harus ditingkatkan sehingga banyak orang
Indonesia yang nantinya jadi orang-orang pinter/ilmuwan yang bisa
memajukan IpTek, jadi IpTek bisa maju sejalan dengan pendidikan.
Dan lagi pendidikan harus disamaratakan pada semua orang. Maksudnya
bukan cuma orang berduit aja yang bisa sekolah. Semua orang pantes untuk
ikut program wajib belajar 9 tahun. Sebab belum tentu dari orang-orang
berduit itulah orang-orang pinter/ilmuwan muncul karna bisa aja orangorang pinter itu muncul dari orang-orang yang ga mampu.
Mereka ga bisa menyalurkan kepinteran mereka karan ketidakmampuan
mereka dalam hal biaya.
Jadi pada intinya kalau Indonesia mau jadi Negara yang maju, kualitas dari
pendidikan harus disamaratakan sampai ke orang-orang yang ga mampu,
sehingga orang-orang pinter/ilmuwan banyak yang muncul & IpTek di
Indonesia bisa maju...
Cia You Indonesia....