Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.

ETOS BISNIS
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut
kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke
generasi yang lain. Inti etos disini adalah pembudayaan atau pembiasaan
penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap
sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari
perusahaan yang lain.
Banyak perusahaan besar sesungguhnya telah mengambil langkah
yang tepat ke arah penerapan prinsip-prinsip etika bisnis ini, kendati prinsip
yang mereka anut bisa beragam atau sebagiannya merupakan varian dari
prinsip-prinsip dengan pertama-tama membangun apa yang dikenal sebagai
budaya perusahaan (corporate culture) atau lebih cenderung disebut sebagai
etos bisnis
Dalam perusahaan ini pun berlaku nilai, lalu menjadi prinsip dan kode
etik perusahaan yang menentukan sikap dan pola perilaku seluruh
perusahaan dalam kegiatan bisnisnya sehari-hari. Tidak mengherankan
bahwa hampir setiap perusahaan besar mempunyai kekhasannya sendiri
yang menjadi simbol keunggulannya. Pada umumnya perusahaan yang
besar, berhasil, dan bertahan lama berdasarkan perkembangan murni pasar
(bukan karena perlindungan politik) mempunyai etos semacam itu.

B.

ETOS BISNIS DALAM DUNIA BISNIS


Sebagian besar orang beranggapan bahwa dalam menjalankan bisnis
seorang pebisnis tidak perlu mengindahkan aturan-aturan, norma-norma
serta nilai moral yang berlaku dalam bisnis karena bisnis merupakan suatu
persaingan, sehingga pelaku bisnis harus memfokuskan diri untuk berusaha
dengan berbagai macam cara dan upaya agar bisa menang dalam persaingan
bisnis yang ketat.
Dalam bisnis terdapat aturan yang penuh dengan persaingan dan
tentunya aturan-aturan tersebut berbeda dengan aturan moral dan sosial
yang biasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pebisnis yang
1

ingin mematuhi atau menerapkan aturan moral atau etika akan berada pada
posisi yang tidak menguntungkan. Namun, anggapan tersebut tidak
sepenuhnya benar karena ternyata beberapa perusahaan dapat berhasil
karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu.
Bisnis merupakan aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga
norma dan nilai moral yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat
dibawa dan diterapkan ke dalam kegiatan bisnis. Selain itu agar dapat
menjadi bisnis yang baik secara moral harus dibedakan antara legalitas dan
moralitas. Suatu kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena
terdapat dasar hukum yang melandasinya, tetapi tidak diterima secara moral.
Contohnya adalah praktek monopoli.
Berbagai aksi protes yang mengecam berbagai pelanggaran dalam
kegiatan bisnis menunjukkan bahwa bisnis harus dijalankan secara baik dan
tetap mengindahkan norma-norma moral sebagai dasar menjalankan bisnis.
Sebuah perusahaan yang unggul sebaiknya tidak hanya tergantung
pada kinerja yang baik, pengaturan manejerial dan financial yang baik,
keunggulan teknologi yang dimiliki, sarana dan prasarana yang dimiliki,
melainkan juga harus didasari dengan etika dan etos bisnis yang baik.
Dengan memperhatikan etos kerja dan etika bisnis maka kepercayaan
stakeholders terhadap perusahaan tetap terjaga. Hal ini tentunya membantu
perusahaan dalam menciptakan dan menjaga citra bisnis mengingat
kedudukan stakeholders sebagai pihak-pihak yang berkepentingan dengan
aktivitas perusahaan.
C.

RELATIVITAS MORAL DALAM BISNIS


Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, dapat dikatakan bahwa dalam
bisnis modern dewasa ini orang di tuntut untuk bersaing secara etis tanpa
mengenal adanya perlindungan dan dukungan politik tertentu, semua
perusahaan bisnis mau tidak mau harus bersaing berdasarkan prinsip etika
tertentu. Persoalannya, demikian kata De George, etika siapa? Ini berlaku
dalam bisnis global yang tidak mengenal batas negara. Konkretnya, etika
masyarakat mana yang harus diikuti oleh sebuah perusahaan multinasional
dari Amerika, misalnya, yang beroperasi di Asia, dimana norma etika dan

cara melakukan bisnis bisa berbeda sama sekali dari yang ditemukan di
Amerika?
Persoalan ini sesungguhnya menyangkut apakah norma dan prinsip
etika bersifat universal atau terkait dengan budaya. Untuk menjawab
pertanyaan ini menurut De George, kita perlu melihat terlebih dahulu tiga
pandangan yang umum, yaitu :
a. Pandangan pertama, bahwa norma etis berbeda antara satu tempat
dengan tempat yang lain. Maka prinsip pokok yang dipegang adalah di
mana saja perusahaan beroperasi, ikuti norma dan aturan moral yang
berlaku dalam negara tersebut.
b. Pandangan kedua,bahwa norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
Karena itu prinsip yang harus dipegang adalah bertindaklah dimana saja
sesuai prinsip yang dianut dan berlaku di negaramu sendiri.
c. Pandangan ketiga, adalah pandangan yang disebut De George immoralis
naif yang mengatakan bahwa tidak ada norma moral yang perlu diikuti
sama sekali.
Karena pandangan ini tidak benar, maka tidak akan di bahas disini.
Akan tetapi pandangan pertama sedikit didukung oleh A. MacIntyre,
menekankan bahwa setiap komunitas mempunyai nilai moral dan budaya
sendiri yang sama bobotnya dan harus dihargai. Maka, dalam kaitan dengan
bisnis internasional, perusahaan multinasional harus broperasi dengan dan
berdasarkan nilai moral dan budaya yang berlaku di negara tempat
perusahaan itu beroperasi.
Inti pandangan ini adalah bahwa tidak ada norma atau prinsip moral
yang berlaku universal. Maka, pokok yang harus di pegang adalah bahwa
prinsip dan norma yang dianut negara tuan rumah itulah yang dipatuhi dan
dijadikan pegangan. Namun, yang menjadi persoalan adalah anggapan
bahwa tidak ada nilai dan norma moral yang bersifat universal yang berlaku
di semua negara dan masyarakat;bahwa nilai dan norma yang berlaku di
satu negara berbeda dari yang berlaku di negara lain. Oleh karena kitu,
menurut pandangan ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar
3

karena bagaimanapun mencuri, merampas, tidak jujur pada orang lain


dimanapun juga akan di kecam dan dianggap sebagai tidak etis.
Yang menjadi persoalan adalah bahwa pandangan ini tidak
membedakan antara moralitas dan hukum. Keduanya memang ada kaitan
satu sama lain, namun berbeda hakikatnya. Hukum adalah positivasi norma
moral sesuai dengan harapan dan cita cita serta tradisi budaya suatu
masyarakat atau negara. Jadi, bisa saja hukum disatu negara berbeda dari
hukum dinegara lain sesuai dengan apa yang dianggap paling penting bagi
kehidupan suatu negara dan sesuai dengan pertimbangan negara tersebut.
Tapi, ini lalu tidak berarti bahwa norma dan nilai moral antara negara yang
satu dan negara yang lain tidak sama. Bahwa prinsip tidak boleh merugikan
pihak lain dalam berbisnis merupakan prinsip universal yang dianut dimana
saja, tidak bisa dibantah. Bahwa di pihak lain di Amerika ada undangundang anti-monopoli (karena monopoli merugikan banyak pihak)
sementara di Indonesia tidak ada undang-undang anti-monopoli (bahkan
terjadi monopoli ilegal) tidak berarti prinsip tidak merugikan orang lain
tidak bersifat universal. Persoalannya adalah bahwa perkembangan situasi
dan kemauan politik pemerintah berbeda sehingga ada situasi hukum yang
berbeda.
Pandangan kedua mengenai nilai dan norma moral sendiri paling
benar dalam arti tertentu mewakili kubu moralisme; bahwa pada dasarnya
norma dan nilai moral berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap
dan dianut sebagai benar di negara sendiri harus juga diperlakukan di negara
lain ( karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti berlaku
dengan sendirinya). Pandangan ini umumnya didasarkan pada anggapan
bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku manusia sebagai
manusia. Oleh karena itu, sejauh manusia adalah manusia., dimanapun dia
berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.
Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Karena, ada bahaya
bahwa perusahaan luar memaksakan nilai dan norma moralnya yang sudah
dikodifikasikan dalam hukum tertulis tertentu untuk diberlakukan di negara

dimana perusahaan itu beroperasi.


Ada bahaya bahwa perusahaan Amerika akan memaksakan hukum
bisnis tertentu ( yang dijiwai oleh prinsip moral tertentu) di negara di mana
perusahaan itu beropersi karena anggapan bahwa prinsip dan nilai moral
tertentu berlaku universal. Persoalannya, sering perkembangan ekonomi,
sosial, politik, negara tuan rumah belum semaju perkembangan ekonomi,
sosial, politik di negara asal suatu perusahaan sehingga hukum yang berlaku
di negara asal belum tentu bisa diterapkan begitu saja di negara tuan rumah
(kendati tidak bisa disangkal bahwa norma moral yang menjadi dasarnya
diakui di negara tuan rumah). Namun menurut De George prinsip yang
paling pokok yang berlaku universal, khususnya dalam bisnis adalah prinsip
integritas pribadi atau integritas moral. Bagi de George, dalam bisnis
modern bersaing secara etnis berarti bersaing dengan penuh integritas
pribadi.
Ada dua keunggulan prinsip integritas pribadi dibandingkan dengan
prinsip

moral

lainnya,

yang

menjadi

alasan

mengapa

DeGeorge

menganggapnya sebagai prinsip moral paling universal bagi dunia bisnis.


Pertama, prinsip integritas pribadi tidak punya konotasi negatif seperti
halnya pada prinsip-prinsip moral lainnya, bahkan pada kata etika dan
moralitas itu sendiri. Bagi banyak orang, kata etika, apalagi prinsip etika,
mempunyai nada moralitas dan paksaan dari luar. Sebaliknya bertindak
berdasarkan integritas pribadi berarti bertindak sesuai dengan norma-norma
perilaku yang diterima dan dianut diri sendiri dan juga berarti
memberlakukan pada diri sendiri norma-norma yang juga di tuntut oleh
etika dan moralitas. Dengan kata lain, prinsip integritas pribadi mengandung
pengertian bahwa norma yang dianut adalah norma yang sudah diterima
menjadi milik pribadi dan tidak lagi bersifat aksternal. Ini berarti bersaing
dengan mempertaruhkan integritas pribadi berarti bersaing dalam bisnis
sesuai dengan nilai tertinggi yang dianut pribadi tersebut. Prinsip integritas
moral disini sesungguhnya sama dengan prinsip otonomi pada Khant. Hal
yang sama berlaku dalam perusahaan.

Berbisnis dengan mempertahankan integritas moral perusahaan berarti


berbisnis dengan mematuhi norma dan prinsip moral yang sesungguhnya
sudah dijadikan etos bisnis tersebut. Maka, prinsip etika bisnis disini tidak
lagi menjadi sesuatu yang dipaksakan dari luar oleh masyarakat, oleh pihak
lain, ataupun oleh negara, melainkan justru telah dijadikan iklim, jiwa,
semangat, etos dari perusahaan tersebut. Secara maksimal, pelaku bisnis
diharapkan mempunyai kemauan baik dan kesadaran moral untuk berbisnis
yang secara baik, dan tidak sekedar dipaksa oleh prinsip dalam bentuk
aturan-aturan bisnis yang ketat. Ini mempunyai lingkup yang luas mencakup
bertindak jujur, bertanggung jawab, atas produk yang ditawarkan, fair dalam
transaksi dagang, jaminan terhadap hak karyawan, dan sebagainya.Yang
menjadi persoalan adalah konsep integritas pribadi atau inegritas moral
lebih merupakan suatu konsep Amerika atau Barat pada umumnya. Bagi
Indonesia rasanya konsep ini tidak punya nilai dan muatan moral sama
sekali. Orang begitu mudah mengabaikannya. Orang begitu gampang
melakukan tindakan yang merusak integirtas pribadi atau nama baiknya
sendiri. Bahkan integritas pribadi hampir tidak kenal sama sekali. Berbagai
kasus korupsi dalam bentuk kasus korupsi dalam bentuk suap, kolusi, suratsurat sakti baik dalam bidang politik-birokrasi maupun bisnis menunjukkan
betapa integritas pribadi di abaikan begitu saja. Kasus Eddy Tansil dan
dugaan kolusi di MA membuat kita mempertanyakan konsep integritas
moral dan pribadi orang orang kita, bahkan dari orang orang yang
mempunyai kedudukan terhormat. Orang orang terhormat dalam
masyarakat karena kedudukannya di bidang politik dan bisnis ternyata tidak
punya integritas pribadi sama sekali. Karena itu,prinsip integritas pribadi
yang dianggap De George sebagai prinsip moral paling universal bagi dunia
bisnis ternyata syarat dengan kandungan historis-kultural dan karena itu
relatif sifatnya.
Ini tidak berarti Prinsip integritas moral ditolak sama sekali. Prinsip
ini tetap penting.

Hanya saja prinsip ini punya kelemahan yang tidak

terelakkan seperti prinsip moral lainnya: hanya berhenti sebagai imbauan.


Oleh karena itu, sebagai moralitas pada umumnya masyarakat tidak bisa

berbuat banyak ketika orang tertentu tidak peduli pada integritas moralnya.
Maka,dalam konteks dimanaintegritas pribadi dan moral mempunyai gema
yang kuat. Tentu saja kita tetap optimis bahwa dalam bsinis global yang
mengandalkan mekanisme pasar yang tidak pandang bulu, integritas pribadi
lama kelaman dapat menjadi sebuah prinsip yang menentukan bagi kegiatan
bisnis yang etis. Ini terutama karena dengan mengandalkan pasar global,
praktik-praktik monopolistis dan kolusi relatif akan tergusur sehingga orang
mau tidak mau akan lebih mangandalkan integritas pribadinya, yang
ditunjukkan oleh keunggulan objektifnya dalam pasar.
D.

STAKEHOLDER
Stakeholder merupakan semua pihak yang berkepentingan dalam
aktivitas bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau organisasi.
Stakeholder juga dapat diartikan sebagai suatu lingkungan masyarakat berupa
individu atau institusi yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan,
keputusan, kebijakan praktek-praktek atau tujuan perusahaan itu secara
institusional. Adapun kepentingan yang dimaksud mencakup 3 tingkatan,
kepedulian sederhana lantaran mendapat pengaruh dari perusahaan itu (an
interest) hak legal atau moral untuk suatu perlakuan tertentu atau suatu
perlindungan tertentu (a legal of moral right) dan klaim legal terhadap
kepemilikan perusahaan (ownership).
Menurut Trevino dan Nelson (1995) empat unsur utama yang
berkepentingan dalam setiap keputusan bisnis adalah konsumen, pegawai,
pemegang saham dan lingkungan (masyarakat sebagai keseluruhan).
Berikut pihak-pihak yang dapat dikatakan sebagai stakeholders :

Pelanggan
Suatu perusahaan biasanya tidak akan bertahan lama tanpa ada
seorang customer karena komunikasi yang terjalin akan menjadi sebuah
kerja sama positif bagi sebuah perusahaan. Customer merupakan target
dari suatu perusahaan untuk menjualkan hasil produksinya. Untuk
menarik seorangcustomer, suatu perusahaan harus menyediakan produk
dan layanan yang terbaik serta harga yang bersahabat.
7

Pemasok
Pemasok adalah partner kerja dari perusahaan yang siap memenuhi
ketersediaan bahan baku, oleh karena itu kinerja perusahaan juga
sebagian tergantung pada kemampuan pemasok dalam mengantarkan
bahan baku dengan tepat waktu

Pemilik dan pemberi modal


Pada awalnya suatu bisnis dimulai dari ide seseorang atau lebih tentang
suatu barang atau jasa dan mereka mengeluarkan uangnya (modal) untuk
membiayai usaha tersebut, karena mereka memiliki keyakinan bahwa
kelak dikemudian hari akan mendapatkan imbalan (keuntungan) dan
mereka mengorganisasi, mengelola dan menanggung segala resiko bisnis.

E.

Pemerintah lokal dan nasional

Kreditur

Masyarakat secara keseluruhan

Pesaing

PENDEKATAN STAKEHOLDERS
Pendekatan Skateholder merupakan sebuah pendekatan baru yang
banyak digunakan, khususnya dalam etika bisnis, belakangan ini dengan
mencoba mengintegrasikan kepentingan bisnis disatu pihak dan tuntutan
etika dipihak lain. Dalam hal ini, pendekatan stakeholder adalah cara
mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur
dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Pendekatan
ini lalu terutama memetakan hubungan hubungan yang terjalin dalam
kegiatan bisnis pada umumnya untuk memperlihatkan siapa saja yang punya
kepentingan, terkait, dan terlibat dalam kegiatan bisnis pada umumnya itu.
Pada akhirnya, pendekatan ini memepunyai satu tujuan imperatif: bisnis
harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak
terkait yang berkepentingan (stakeholder) dengan suatu kegiatan bisnis
dijamin, diperhatikan, dan dihargai. Sekaligus dengan pendekatan ini bisa
dilihat secara jelas bagaimana prinsip-prinsip etika bsinis yang dibahas
dalam bab ini menemukan tempatnya yang relevan dalam interaksi bisnis
8

dari sebuah perusahaan dengan berbagai pihak terkait.


Dasar pemikirannya adalah bahwa semua pihak yang punya
kepentingan dalam suatu kegiatan bisnis terlibat didalamnya karena ingin
memperoleh keuntungan, maka hak dan kepentingan mereka harus di
perhatikan dan dijamin. Yang menarik, pada akhirnya pendekatan
stakeholder bermuara pada prinsip minimal yang telah disebutkan di depan:
tidak merugikan hak dan kepentingan manapun dalam suatu kegiatan bisnis.
Ini berarti, pada akhirnya pendekatan stakeholder menuntut agar bisnis
apapun perlu dijalankan secara baik dan etis justru demi menjamin
kepentingan semua pihak yang terkait dalam bisnis tersebut. Yang juga
menarik adalah bahwa sama dengan prinsip no harm., pendekatan ini pun
memperlihatkan secara sangat gamblang bahwa pada akhirnya pendekatan
ini ditempuh demi kepentingan bisnis perusahaan yang bersangkutan.
Artinya, supaya bisnis dari perusahaan itu dapat berhasil dan tahan lama,
perusahaan manapun dalam kegiatan bisnisnya dituntut, atau menuntut
dirinya, untuk menjamin dan menghargai hak dan kepentingan semua pihak
yang terkait dengan bisnisnya. Karena salah satu saja dari pihak-pihak yang
berkepentingan dan terlibat didalamnya dirugikan, pihak tersebut tidak akan
mau lagi menjalin bisnis dengan perusahaan tersebut.

F.

ETIKA PADA STAKEHOLDER


Nilai dari suatu bisnis terhadap masyarakat adalah kekayaan dan
pekerjaan yang diciptakannya serta produk-produk dan jasa-jasa yang
dipasarkan dan disediakan bagi para konsumen pada harga yang sepadan
dan berkualitas. Untuk menciptakan nilai semacam itu, suatu bisnis harus
mempertahankan kesehatan ekonomi dan kelangsungan hidupnya, namun
kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang cukup. Bisnis memiliki peran
untuk meningkatkan taraf kehidupan para pelanggan, karyawan, dan
pemegang sahamnya dengan berbagi kekayaan yang telah mereka ciptakan.
Para pemasok dan pesaing seharusnya berharap perusahaan menghormati
kewajiban-kewajiban mereka dengan semangat kejujuran dan keadilan.
Selain itu bisnis juga menjadi bagian dalam pembentukan masa depan dari
9

komunitas-komunitas yang ada dalam lingkungan perusahaan, baik internal


maupun eksternal.
Dalam bukunya, Etika Bisnis : Pengambilan Keputusan Untuk
Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial Hartman dan Desjardin
(2008) memaparkan bagaimana seharusnya perusahaan berinteraksi dengan
para pemegang kepentingan (Stakeholders), antara lain :
a. Konsumen / Pelanggan
Konsumen atau pelanggan merupakan pembeli produk suatu perusahaan
yang dapat menjadi penentu keberhasilan perusahaan. Perusahaan harus
memiliki tanggung jawab kepada konsumen, antara lain:
-

Menyediakan produk dan jasa dengan kualitas terbaik dan sesuai


dengan permintaan mereka

Memperlakukan para pelanggan dengan adil dalam semua aspek


transaksi

bisnis,

termasuk

pelayanan

berkualitas

tinggi

dan

memberikan penggantian atas ketidakpuasan mereka.


-

Berusaha keras untuk memastikan bahwa kesehatan dan keselamatan


para pelanggan begitu juga dengan kualitas lingkungan mereka, akan
dipelihara dan ditingkatkan oleh produk dan jasa perusahaan.

Menjamin penghormatan atas martabat manusia dalam produk yang


ditawarkan, dipasarkan dan diiklankan, serta menghormati integritas
budaya pelanggan.

b. Karyawan
Karyawan merupakan asset berwujud paling bernilai bagi perusahaan,
dengan meningkatkan kulitas SDM, perusahaan akan selalu menuju
pertumbuhan yang diharapkan. Oleh karena itu, perusahaan memiliki
tanggung jawab untuk :
-

Menyediakan pekerjaan dan kompensasi yang meningkatkan kondisi


kehidupan pekerja

Menyediakan kondisi kerja yang menghormati kesehatan dan martabat


setiap karyawan

10

Bersikap jujur dalam berkomunikasi dengan para karyawan dan


bersikap terbuka dalam berbagi informasi, dibatasi oleh aturan hokum
dan hambatan persaingan.

Melakukan negosiasi dengan itikad baik ketika timbul konflik

Melindungi para karyawan dari cedera dan penyakit yang dapat


dihindari di tempat kerja.

Menghindari praktik yang mendriskiminasi dan menjamin perlakuan


yang sama dalam area seperti gender, umur, ras dan agama.

Mendorong dan membantu para karywan dalam mengembangkan


keahlian yang relevan dan dapat dibagikan.

c. Pemilik / Investor
Investor / Pemilik bisnis memberikan mandat untuk turut mengelola
usahanya dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan dan kekayaan
pemilik atau investor, oleh karena itu etika perusahaan terhadap investor
yaitu :
-

Menerapkan manajemen yang professional dan tekun dalam rangka


memastikan pengembalian yang adil dan kompetitif atas investasi
pemilik perusahaan.

Mengungkapkan informasi yang relevan kepada pemilik / investor


terkait dengan persyaratan hokum dan hambatan kompetitif.

Mengamankan, melindungi dan meningkatkan asset para pemilik/


investor

Menghormati usulan, keluhan dan resolusi formal para pemilik /


investor.

d. Supplier
Supplier / Pemasok merupakan aspek tak terpisahkan dalam operasional
perusahaan. Dengan adanya supplier perusahaan dapat terbantu dengan
supply kebutuhan barang yang dibutuhkan perusahaan.
-

Memupuk stabilitas hubungan kerja jangka panjang dengan pemasok


dengan imbalan nilai, kualitas, daya saing dan keandalan.

Membayar tepat waktu kepada para pemasok dan sesuai dengan


kesepakatan dagang.

11

Mencari, mendorong, dan memilih para pemasok dan subkontraktor


yang mempraktikkan penghormatan terhadap martabat manusia dalam
pekerjaannya.

Berbagi informasi dengan para pemasok dan mengintegrasikannya


dalam proses perencanaan perusahaan.

e. Pesaing
Persaingan ekonomi yang adil merupakan salah satu persyaratan dasar
dalam rangka meningkatkan kemakmuran Negara dan pada akhirnya
menciptakan barang dan jasa yang lebih berkualitas.
-

Mengembangkan pasar terbuka untuk perdagangan dan investasi

Mengembangkan perilaku yang bersaing dan menguntungkan secara


sosial serta menunjukkan rasa saling menghormati antara pesaing.

Menghormati hak atas kekayaan intelektual dan paten.

Menolak untuk mencuri gagasan baik inovasi maupun penciptaan


produk.

f. Pemerintah dan Komunitas Umum


Sebagai bagian dari suatu warga Negara, perusahaan dapat berkontribusi
dalam usaha perbaikan dan hak-hak asasi manusia dalam rangka
meningkatkan ekonomi Negara tempat perusahaan beroperasi.
-

Mendukung kebijakann-kebijakan dan praktik-praktik public yang


memajukan

pengembangan

manusia

melalui

hubungan

yang

harmonis.
-

Mematuhi tata peraturan yang berkaitan dengan hukum usaha di


Negara dimana perusahaan beroperasi.

Memajukan dan menstimulasi pembangunan yang berkelanjutan dan


memainkan

peran

utama

dalam

menjaga

dan

meningkatkan

lingkungan fisik dan melakukan konservasi terhadap sumber daya


alami.

BAB II
DASAR-DASAR TEORI

12

Dalam dunia bisnis, kepentingan masing-masing pihak sangat perlu


diperhatikan dengan pendekatan dan berdasar prinsip-prinsip moral dan etika
bisnis. Namun demikian masing-masing pihak memiliki kepentingan yang tidak
jarang kepentingan tersebut saling berbenturan. Sehingga terkadang salah satu
pihak yang berkepentingan merasa dirugikan. Dalam hal ini, etika bisnis dianggap
mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut, tentunya masing-masing pihak
diharapkan memiliki pemahaman yang sama tentang apa itu etika bisnis.
Dalam prakteknya, etika bisnis selalu menghadapi tantangan dari berbagai
kepentingan dan niat tersembunyi. Diperlukan kesadaran untuk mengambil peran
aktif dalam menciptakan situasi etis, tidak membiarkan kepentingan dan niat
tersembunyi menjadi bagian dari masalah. Pemahaman bersama bahwa etika
bisnis merupakan inti dari penyehatan dan penguatan kualitas perusahaan,
haruslah menjadi komitmen antara stakeholder.
Stakeholder yang terdiri dari berbagai pihak, Investor, Kreditur, Supplier,
Karyawan, Pemerintah, Masyarakat, dsb, tentunya memiliki keinginan bahwa
perusahaan yang mereka memiliki kepentingan didalamnya haruslah dijalankan
sesuai dengan prosedur dan tata aturan yang telah disepakati bersama. Pemilik /
Pemegang Saham dan Manajemen yang kita kenal sebagai Pihak Internal (Internal
Stakeholder) amat menentukan awal dari keberadaan suatu perusahaan dimana
pemilik / Pemegang Saham memberi kemungkinan melalui penyediaan fasilitas
sedangkan manajemen mendapatkan mandat untuk mewujudkannya melaui
aktivitas rill.
Dengan status yang disandangnya, perusahaan membentuk perilaku
terhadap berbagai stakeholder nya didalam system atau struktur ekonomi
tempatnya beroperasi. Perilaku itu didasari suatu asumsi motivasional bahwa
perusahaan merefleksikan sifat hakiki manusia ekonomi yang rasional, yaitu
berbuat sedemikian rupa untuk mendapatkan nilai sebesar-besarnya pada
pengeluaran nilai yang paling sedikit.
Singkatnya, maksimalisasi keuntungan sebagai upaya maksimalisasi nilai
perusahaan yang dimiliki pemegang saham (stakeholders value). Dengan
motivasi itu pula, perusahaan menyusun strateginya.

13

Berlainan dengan perilaku terhadap institusiinstitusi pasar (primary


stakeholders) yang bisa secara terang-terangan dan langsung dimotivasi untuk
maksimalisasi keuntungan, perilaku perusahaan terhadap institusi-institusi diluar
pasar ( secondary stakeholder ) lebih menekankan upaya untuk memperoleh citra
baik keseluruhan perusahaan beserta produk dan proses produksinya, walaupun
disadari pula bahwa pada akhirnya akan mempengaruhi suksesnya hubungan
dengan institusi-institusi pasar.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

14

A.

KESIMPULAN
Pemahaman bersama bahwa etika bisnis merupakan inti dari
penyehatan dan penguatan kualitas perusahaan, haruslah menjadi komitmen
antara Stakeholder dan Manajemen Perusahaan. Namun demikian, dalam
prakteknya, masing-masing pihak memiliki kepentingan, yang tidak jarang
kepentingan tersebut saling berbenturan.
Dengan dasar itulah, Manajemen Perusahaan dan Stakeholder harus
memiliki pemahaman yang sama terkait dengan fungsi Etos Bisnis dalam
opersional perusahaan. Selain itu, manajemen perusahaan dituntut untuk
memiliki fondasi ataupun standard operasional prosedur yang dengan
kesemuanya itu dapat menjadi rujukan ketika berhubungan dengan
stakeholder. Artinya, semua pihak yang punya kepentingan dalam suatu
kegiatan bisnis dan terlibat didalamnya hak dan kepentingan mereka harus
di perhatikan dan dijamin.
Pada akhirnya, pendekatan stakeholder merupakan pendekatan yang
menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis justru
demi menjamin kepentingan semua pihak yang terkait dalam bisnis tersebut.

B.

SARAN
Sebuah perusahaan yang unggul sebaiknya tidak hanya tergantung
pada kinerja yang baik, pengaturan manejerial dan finansial yang baik,
keunggulan teknologi, sarana dan prasarana yang dimiliki, melainkan juga
harus didasari dengan etika dan etos bisnis yang baik.
Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok,

pemodal

dan

masyarakat umum secara etis dan jujur adalah cara supaya dapat bertahan di
dalam dunia bisnis saat ini. Saling menjaga kepercayaan dalam kerjasama
akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2010. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius
Djajendra. 2011. Etika adalah Tentang Stakeholder.
15

http://djajendra-motivator.com/?p=8848
(diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)
Hartman dan Desjardin. 2008. Etika Bisnis :Pengambilan Keputusan Untuk
Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta : Penerbit Erlangga
Supriyadi, Zulfa. 2014. Hubungan Stakeholder Dengan Organisasi Perusahaan
https://zufasupriyadi.wordpress.com/2014/05/25/hubungan-stakeholderdengan-organisasi-perusahaan/
(diakses pada tanggal 10 Oktober 2015)
Wibowo, Arif. Dkk. 2011. Etika Pada Stakeholder.
http://www.academia.edu/9605294/etika-pada-stakeholder
(diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)

16

Вам также может понравиться