Вы находитесь на странице: 1из 46

Perjuangan Melawan Penjajahan

Belanda
Perlawanan Terhadap VOC
1. SULTAN HASANUDIN
Sultan Hasanuddin (lahir
di Makassar, Sulawesi Selatan, 12
Januari 1631 meninggal
di Makassar, Sulawesi Selatan, 12
Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah
Raja Gowa ke-16 dan pahlawan
nasional Indonesia yang terlahir dengan
nama I Mallombasi Muhammad Bakir
Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangepe. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan
gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih
dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia
dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinyaAyam
Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten
Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan
Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.
Sultan Hasanuddin lahir di Makasar, merupakan putera kedua dari Sultan
Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan
Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai
perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di
wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman,
Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum
berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin

naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan


kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan
pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah
sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia
mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan,
karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya
pihak Kompeni minta bantuan tentara
ke.Batavia. Pertempuran kembali pecah di
berbagai tempat. Sultan Hasanuddin
memberikan perlawanan sengit. Bantuan
tentara dari luar menambah kekuatan
pasukan Kompeni, hingga akhirnya
Kompeni berhasil
menerobos benteng terkuat Gowa yaitu B
enteng Sombaopu pada tanggal 12
Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian
mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12
Juni 1670.

2. UNTUNG SURAPATI
Untung Surapati (Bahasa Jawa: Untung Suropati)
(terlahir Surawiroaji, lahir di Bali, 1660 meninggal dunia di Bangil, Jawa
Timur, 5 Desember1706 pada umur 45/46 tahun) adalah seorang tokoh
dalam sejarah Nusantara yang dicatat dalam Babad Tanah Jawi. Kisahnya
menjadi legendaris karena mengisahkan seorang anak rakyat jelata
dan budak VOC yang menjadi seorang bangsawan dan Tumenggung
(Bupati) Pasuruan.
Kisah Untung Surapati yang legendaris dan perjuangannya
melawan kolonialisme VOC di Pulau Jawa membuatnya dikenal

sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia telah ditetapkan


sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No.
106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Untung Surapati, Nama aslinya Surawiroaji. Menurut Babad Tanah Jawi ia
berasal dari Bali yang ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang
perwira VOC yang ditugaskan di Makasar. Kapten van Beber kemudian
menjualnya kepada perwira VOC lain di Batavia yang bernama Moor. Sejak
memiliki budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Anak
kecil itu dianggap pembawa keberuntungan sehingga diberi nama "Si
Untung".
Ketika Untung berumur 20 tahun, ia dimasukkan penjara oleh Moor karena
menjalin hubungan dengan putrinya yang bernama Suzane. Untung
kemudian menghimpun para tahanan dan berhasil kabur dari penjara dan
menjadi buronan.
Pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC.
Putranya yang bernama Pangeran Purbaya melarikan diri ke Gunung
Gede. Ia memutuskan menyerah tetapi hanya mau dijemput
perwira VOC pribumi.
Kapten Ruys (pemimpin benteng Tanjungpura) berhasil menemukan
kelompok Untung. Mereka ditawari pekerjaan sebagai
tentara VOC daripada hidup sebagai buronan. Untung pun dilatih
ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi menjemput Pangeran
Purbaya.
Untung menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang
pula pasukan Vaandrig Kuffeler yang memperlakukan Pangeran
Purbaya dengan kasar. Untung tidak terima dan menghancurkan pasukan
Kuffeler di Sungai Cikalong, 28 Januari 1684.
Pangeran Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, tapi istrinya yang
bernama Gusik Kusuma meminta Untung mengantarnya pulang

ke Kartasura. Untung kini kembali menjadi buronan VOC. Antara lain ia


pernah menghancurkan pasukan Jacob Couper yang mengejarnya di desa
Rajapalah.
Ketika melewati Kesultanan Cirebon, Untung berkelahi dengan Raden
Surapati, anak angkat sultan. Setelah diadili, terbukti yang bersalah
adalah Surapati. Surapati pun dihukum mati. Sejak itu nama "Surapati"
oleh Sultan Cirebon diserahkan kepada Untung.

3. SULTAN AGENG TIRTAYASA


Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 1683) adalah putra Sultan
Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan
Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelarPangeran Surya.
Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang
bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya
meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul
Fathi Abdul Fattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal
ketika ia mendirikan keraton baru di
dusun Tirtayasa (terletak
di Kabupaten Serang). Ia
dimakamkan di Mesjid Banten
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa
di Kesultanan Banten pada
periode 1651 - 1683. Ia memimpin
banyak perlawanan terhadap
Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan
yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak
perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.

Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai


kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru
dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh
Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran
Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk
menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung
pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan
Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan SaintMartin.

Perlawanan Pattimura

1. PATTIMURA
Pattimura (Thomas Matulessy) (lahir
di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8
Juni 1783 meninggal
di Ambon, Maluku, 16 Desember1817 pada
umur 34 tahun), juga dikenal dengan
nama Kapitan Pattimura adalah
pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali
terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan
bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama
Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang
terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di
negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".

Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia


mengatakan dalam bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam
bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan
(bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia
adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah
Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan
Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut
Kasimiliali.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam
militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari
bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah RajaRaja. Mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak
Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli,
pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran
Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain
dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus
merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan
dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika
pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu
Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk
memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer,
akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini
dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817
mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi
politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua
abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah
pimpinan Kapitan Pattimura. Maka pada waktu pecah perang melawan
penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat
dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang
karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi).
Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang

bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir


Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin
rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun
benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan
diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan
menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan
Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura
yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang
besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah
seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda
di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para
penglimanya antara lain Melchior Kesaulya,Anthoni Rebhok, Philip
Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan
Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede,
pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah
Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat
dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh
Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri
pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di
kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura
dikukuhkan sebagai PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN oleh
pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.

Perang Paderi

1. TUANKU IMAM BONJOL


Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera
Barat, Indonesia 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan

di Lotak, Pineleng,Minahasa, 6 November 1864), adalah salah


seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang
melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang
Padri pada tahun 1803-1838. Tuanku Imam Bonjol diangkat
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor
087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.
Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang
lahir di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan
Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin,
merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki,
Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat,
Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin
Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan
Renceh dari Kamang, Agam sebagai
salah seorang pemimpin dari Harimau
nan Salapan adalah yang menunjuknya
sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum
Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal
dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Tak dapat dimungkiri, Perang
Padri meninggalkan kenangan heroik
sekaligus traumatis dalam memori
bangsa. Selama sekitar 18 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis
yang berperang adalah sesama
orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.
Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan
pemimpin ulama di kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan
menjalankan syariat Islam sesuai dengan Ahlus Sunnah wal
Jamaah (Sunni) yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah-sunnah
Rasullullah shalallahu 'alaihi wasallam. Kemudian pemimpin ulama yang
tergabung dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk

mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung beserta Kaum Adat untuk


meninggalkan beberapa kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam
(bid'ah).
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum
Padri (penamaan bagi kaum ulama) dengan Kaum Adat. Seiring itu
dibeberapa nagari dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan sampai
akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku
Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun 1815, dan pecah
pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar. Sultan Arifin
Muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan ke Lubukjambi.
Pada 21 Februari 1821, kaum Adat secara resmi bekerja sama dengan
pemerintah Hindia-Belanda berperang melawan kaum Padri dalam
perjanjian yang ditandatangani di Padang, sebagai
kompensasi Belanda mendapat hak akses dan penguasaan atas wilayah
darek (pedalaman Minangkabau).] Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa
keluarga dinasti kerajaan Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Tangkal
Alam Bagagar yang sudah berada di Padang waktu itu.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan
penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan
Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di
Padang, Dalam hal ini Kompeni melibatkan diri dalam perang karena
"diundang" oleh kaum Adat.
Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padri cukup tangguh sehingga
sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu
Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak
pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam
Bonjol untuk berdamai dengan maklumat Perjanjian Masang pada
tahun 1824. Hal ini dimaklumi karena disaat bersamaan Batavia juga
kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropah dan Jawa

seperti Perang Diponegoro. Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar


sendiri oleh Belanda dengan menyerang nagari Pandai Sikek.
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum
Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu
melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya
bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran,
mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan
masyarakat Minangkabau itu sendiri. Bersatunya kaum Adat dan kaum
Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan
nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan
konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat
berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur'an)).
Rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Padri atas
sesama orang Minang, Mandailing dan Batak, terefleksi dalam
ucapannya Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito
juo. Baa dek kalian? (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah
terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?).
Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di Bonjol
oleh Belanda dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17
Agustus 1837) yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda,
tetapi dengan tentara yang sebagian besar adalah bangsa pribumi yang
terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam
daftar nama para perwira pasukan Belanda, terdapat Mayor Jendral
Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, Letnan Satu
Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz. dan seterusnya, tetapi
juga terdapat nama-nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto
Prawiro, Inlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo,
Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero.
Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa,
4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder

begrepen (pasukan pembantu Sumenep, Madura). Serangan terhadap


benteng Bonjol dimulai orang-orang Bugis yang berada di bagian depan
dalam penyerangan pertahanan Padri.
Dari Batavia didatangkan terus tambahan
kekuatan tentara Belanda, dimana pada
tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal
Perle di Padang, Kapitein Sinninghe,
sejumlah orang Eropa dan Afrika,
1sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs.
Yang belakangan ini menunjuk kepada
serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda
di benua itu, kini negara Ghana dan Mali.
Mereka juga disebut Sepoysdan berdinas
dalam tentara Belanda.

Perang Diponegoro

1. PANGERAN DIPONEGORO
Pangeran Dipanegara, juga sering dieja Diponegoro (lahir
di Yogyakarta, 11 November 1785 meninggal di Makassar, Sulawesi
Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah
seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Pangeran Diponegoro
terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830)
melawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai
perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di
tanah milik Dipanegara di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah
muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat
setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Dipanegara yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat


simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi,
pamannya, Dipanegara menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas
di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Dipanegara
menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan
menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan
Dipanegara membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu.
Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung
dengan pasukan Dipanegara di Goa Selarong.Perjuangan Pangeran
Dipanegara ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden
Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000
tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Dipanegara.
Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan
kepada siapa saja yang bisa menangkap Dipanegara. Sampai akhirnya
Dipanegara ditangkap pada 1830.
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri,
kavaleri dan artileri yang sejak perang Napoleon menjadi senjata
andalan dalam pertempuran frontal di kedua belah pihak berlangsung
dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di
seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga
bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka
malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi;
begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke
wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu
dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru
berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi
dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang
diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan
musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi

berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun
melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulanbulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama
dengan alam sebagai senjata tak terkalahkan. Bila musim penghujan
tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha untuk gencatan
senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan
pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya
merupakan musuh yang tak tampak melemahkan moral dan kondisi
fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata
terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan
mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota;
menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para
pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah
komando pangeran Dipanegara. Namun pejuang pribumi tersebut tidak
gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang
serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu
wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa
timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah
perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam
sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare),
maupun metoda perang gerilya (geurilia warfare) yang dilaksanakan
melalui taktik hit and run dan penghadangan. ini bukan sebuah tribal war
atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan
berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan. perang ini juga
dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi
dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka
yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi
(spionase) dimana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari
informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.

Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Dipanegara


dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Dipanegara
terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan,
ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima
utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada
tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan
Dipanegara di Magelang. Di sana, Pangeran Dipanegara menyatakan
bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya
dilepaskan. Maka, Pangeran Dipanegara ditangkap dan diasingkan ke
Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng
Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putera Pangeran
Diponegoro. Pangeran Alip atau Ki Sodewo atau bagus Singlon,
Diponingrat, diponegoro Anom, Pangeran Joned terus melakukan
perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat Putera Pangeran
Diponegoro dibuang ke Ambon, sementara Pangeran Joned terbunuh
dalam peperangan, begitu juga Ki Sodewo.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan
Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia
sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan
200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk
Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton
Yogyakarta Dipanegara dianggap pemberontak, sehingga konon anak
cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri
Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan Dipanegara, dengan
mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Dipanegara
kala itu. Kini anak cucu Dipanegara dapat bebas masuk Kraton, terutama
untuk mengurus Silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.

Perang Banjarmasin

1. PANGERAN ANTASARI
Pangeran Antasari (lahir di Kayu
Tangi, Kesultanan Banjar, 1797atau 1809
meninggal di Bayan Begok, HindiaBelanda, 11 Oktober1862 pada umur 53
tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar. Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai
pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar)
dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin
dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa
wilayahDusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya
menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25
April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi
Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu
para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang
pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut,
Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul
Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai
medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia
dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan

Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng


pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah,
namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang
ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin
tertanggal 20 Juli 1861.
...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju
terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut
hak pusaka (kemerdekaan)...

Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa


pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan
imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun
mau menerima tawaran ini. Orang-orang yang tidak mendapat
pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
1. Antasari dengan anak-anaknya
2. Demang Lehman
3. Amin Oellah
4. Soero Patty dengan anak-anaknya
5. Kiai Djaya Lalana
6. Goseti Kassan dengan anak-anaknya

Perang Bali
Perang bali disebut juga perang jagaraga,karena pusat pertahanan
pasukan bali berada di Jagaraga.Perang ini di sebabkan adanya hal-hal
berikut ini.
1. Belanda menolak adanya hukum tawan karang yaitu hak dari raja-raja
Bali untuk merampas semua perahu asing yang terdampar di wilayah
kerajaannya.
2. Kerajaan Bali tidak mau memenuhi tuntutan Belanda untuk
menghapuskan Hukum Tawan Karang.

3. Belanda menuntut agar kerajaan-kerajaan Bali mengakui kekuasaan


pemerintgah Hindia Belanda.
4. Belanda minta agar kerajaan Bali melindungi perdagangannya
5. Kerajaan-kerajaan Bali menolak untuk tunduk pada pemerintah Hindia
Belanda
Segala permintaan Belanda ditolah oleh kerajaan Bali.Akibatnya,pada
tanggal 24 juni 1846 Belanda menyampaikan ultimatum kepada raja
Buleleng.Dalam waktu 3 * 24jam,raja Buleleng harus mengakui kekuasaan
dan melindungi perdagangan Belanda.Ultimatum itu tidak dihiraukan oleh
kerajaan Buleleng,Klungkung,Badung,maupun Karang Asem.Oleh karena
itu,pada tgl 27 juni 1846 Belanda mendatangkan pasukan dan mendarat
di pantai kerajaan Buleleng.Kekuatan pasukan terdiri dari 1700
orang.Sementara itu,prajurit-prajurit Bali telah bersiap-siap untuk
menyambut serangan Belanda.
Oleh karena persenjataan rakya Bali sangat sederhana,akhirnya Belanda
berhasil merebut benteng dan menduduki Istana Buleleng.Raja Buleleng
dan Patih Jelantik mundur ke Benteng Jagaraga.Mereka mengadakan
perjanjian perdamaian dengan Belanda diikuti oleh Raja KarangAsem.
Raja-raja Bali mengdakan perjanjian ini sebenarnya untuk mengatur siasat
guna mempersiapkan pasukan yang lebih besar dan kuat.Ketika pasukan
Belanda ditarik kebali ke Jawa,perlawanan muncul kembali di
Buleleng,KarangAsem,Badung dan Mengwi.Mereka menyerbu pos-pos
Belanda dan merebut senjata mereka.
Pada bulan maret 1848,Belanda mengirimkan kembali pasukan yang
kedua di bawah pimpinan Mayor Jenderal Van der Wijk.Belanda menuntut
agar raja-raja Bali menyerahkan serdadu Belanda dan para tahanan yang
melarikan diri.Di samping itu,Belanda minta agar raja Bali mengirim
utusan untuk minta maaf.Belanda juga menuntut agar Gusti Ketut Jelantik
menyerah.Tentu saja tuntutan ini ditolak oleh raja-raj Bali.Merasa tuntutan
di abaikan,terjadilah pertempuran yang hebat.Dalam pertempuran
dengan kekuatan kurang lebih 2300 tentara.Belanda berhasil mendesak
pasukan Bali sehingga pasukan Bali mundur ke benteng Jagaraga.Pasukan
Bali memusatkan pertahanannya di benteng ini.Di Jagaraga ini tentara

Bali berhasil menahan serangan tentara Belanda,bahkan tentara Belanda


mundur kembali ke pantai.
Pada tahun 1849 ekspedisi yang ketiga dikirinkan kembali dengan
kekuatan 5000 pasukan,baik dari darat maupun laut.Tentara ini kembali
mendarat di Buleleng.Dari Buleleng kemudian menuju Singaraja untuk
mengadakan perundingan-perundingan dengan kerajaan Buleleng atau
karangasem.Perundingan selalu mengalami kegagalan,karena Belanda
selalu menuntut agar Bali tunduk pada Belanda.Akibatnya,pertempuran
meletus kembali dengan diserbunya Benteng Jagaraga oleh
Belanda.Tentara Bali berusaha untuk mempertahankan Benteng Jagaraga
dengan mengobarkan semangat perang Puputan,yaitu perang habishabisan sampai semua pasukan gugur.Akhirnya,pasukan Belanda di
bawah pimpinan Jenderal Michaels berhasi merebut benteng Jagaraga.
Setelah itu perlawanan sebenarnya masih tetap berlangsung,tetapi sudah
tidak begitu berarti bagi Belanda.Sejak tahun 1849,kerajaan-kerajaan Bali
menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Hindia Belanda.

1. I GUSTI KETUT JELANTIK

I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal


dari Karangasem, Bali. Ia merupakan
patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan
dalam Perang Jagaraga yang terjadi di Bali pada
tahun 1849. Perlawanan ini bermula karena
pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin
menghapuskan hak tawan karang yang berlaku di
Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali
untuk mengambil kapal yang kandas di
perairannya beserta seluruh isinya. Ucapannya
yang terkenal ketika itu ialah "Apapun tidak akan terjadi. Selama aku
hidup aku tidak akan mangakui kekuasaan Belanda di negeri ini". Perang
ini berakhir sebagai suatu puputan, seluruh anggota kerajaan dan
rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah
penghabisan. Namun akhirnya ia harus mundur ke Gunung
Batur, Kintamani. Pada saat inilah beliau gugur.

Perang Sisingamangaraja XII


1. SISINGAMANGARAJA XII
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18
Februari 1845 meninggal di Dairi, 17
Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah
seorang raja di negeri Toba,Sumatera Utara,
pejuang yang berperang melawan Belanda,
kemudian diangkat oleh
pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan
Nasional Indonesiasejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK
Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu
dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.[1]
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian
digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar

Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya
Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga
disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai
maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door
policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing
yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau
menandatangani Korte Verklaring(perjanjian pendek)
di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini
membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi
lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas
kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya
untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan
tahun.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta
bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh
Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil
sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja XII di
Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat
kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta
penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda
terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun
kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII,
yang kemudian mengumumkan pulas(perang) pada tanggal 16
Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai
dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan
pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250
orang tentaradari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat
pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3
Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII

beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar


mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa
Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada
dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa
kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur
juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan
konsolidasi pasukannya[rujukan?]. Kemudian bersama pasukan bantuan
dariAceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan
dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu pada tahun 1884.

Perang Aceh
Perang AcehBelanda atau disingkat Perang Aceh adalah perang
Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1904.
Kesultanan Aceh menyerah pada januari 1904, tapi perlawanan rakyat
Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh,
dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal
perang Citadel van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di
Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Khler, dan
langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Khler saat itu
membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira
Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan
wilayah Deli, Langkat, Asahandan Serdang kepada Belanda, padahal
daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah
kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka

berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah


Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas
kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang
Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda
tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat
perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini
didukung Britania.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan
perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda,
yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk
mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas
diSelat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak
dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik
dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan
Usmaniyah di Singapura. Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki
Usmani pada tahun 1871. Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda
menjadikannya sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden
Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud
Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan
Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

Perang Samalanga pertama pada tanggal 26 Agustus 1877. Panglima


besar Belanda, Mayor Jenderal Karel van der Heyden kembali ke

pasukannya setelah mendapatkan perawatan pada matanya yang


tertembak
Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima
Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang
dipimpin Khler. Khler dengan 3000 serdadunya dapat
dipatahkan, dimana Khler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873.
Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling
besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh
beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk,
Lampu'uk, Peukan Bada, sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu
orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa
wilayah lain.
Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh
Jenderal Jan van Swieten. Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26
Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. Pada 31
Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh
jadi bagian dari Kerajaan Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26
Januari 1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang
dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indrapuri. Perang pertama dan kedua
ini adalah perang total dan frontal, dimana pemerintah masih berjalan
mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala
Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan
dikobarkan perang fi sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini
dilangsungkan sampai tahun 1903. Dalam perang gerilya ini pasukan
Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada
tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen
di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar
kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.
Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan
perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan
pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.

Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai


tenaga ahli Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang menyamar selama 2
tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan
ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat
Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk
menaklukkan Aceh.
Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer
Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya
golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan
pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan
menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinanpimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan
niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara
mendirikanlanggar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu
pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang
menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr
Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van
Heutz, dimana dibentuk pasukan marchausse yang dipimpin oleh Hans
Christoffel dengan pasukan Colone Macan yang telah mampu dan
menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh untuk
mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara penculikan
anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel menculik
permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van der Maaten menawan
putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal 5
Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van der Maaten dengan diam-diam
menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi
sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara

perempuannya dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima


Polim meletakkan senjata dan menyerah ke Lhokseumawe pada
Desember 1903. Setelah Panglima Polim menyerah, banyak penghulupenghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak Panglima Polim.
Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat
Aceh yang dilakukan di bawah pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van
Daalenyang menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta
Reh (14 Juni 1904) dimana 2.922 orang dibunuhnya, yang terdiri dari
1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yang masih
melakukan perlawanan secara
gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat
ditangkap dan diasingkan ke Sumedang.

1. TEUKU UMAR
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11
Februari 1899) adalah pahlawan
kemerdekaan Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura
bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan Belanda ketika telah
mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak.
Ketika perang Aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang
bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak 19
tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan
ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah
diangkat sebagai keuchik gampong(kepala desa) di daerah
Daya Meulaboh[3].
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak
Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar

kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi
XXV Mukim.
Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi
janda Cut Nyak Dhien, puteri pamannya Teuku
Nanta Setia. Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku
Ibrahim Lamnga meninggal dunia
pada Juni 1878 dalam peperangan melawan
Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian
berjuang bersama melancarkan serangan
terhadap pos-pos Belanda.

2. CUT NYAK DHIEN


Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan
Aceh, 1848 Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di
Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang
Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara
suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga
tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut
Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan
Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak
Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar
memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien
setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai
anak yang diberi nama Cut Gambang.[1] Setelah pernikahannya
dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama
melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat

menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia


berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.
Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun,
sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan
keberadaannya karena iba.[2][3] Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda
Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun,
keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga
masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap.
Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal
pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh,
Sumedang.
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh,
dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal
perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang
pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan
Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen
Rudolf Khler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada
tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah
pimpinan Khler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya
Baiturrahmandan membakarnya. Kesultanan Aceh dapat
memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis
depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Khler tewas
tertembak pada April 1873.
J.B. van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan
di Perang Aceh
Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten,
daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan
Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya
akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada
tanggal 24 Desember1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk
merebut kembali daerah VI Mukim.

Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29


Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah
akan menghancurkan Belanda.[2]
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya
Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya
untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya
menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal
ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh
melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan
Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.

Teuku Umar, suami kedua Cut Nyak Dhien.


Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah.
Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan
mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin
kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang
berjumlah 250 orang pergi ke Kutarajadan "menyerahkan diri"
kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya
mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar
gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit
pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan
rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat
oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak

Dhien dan memakinya.[1][2] Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk


kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan
dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda,
sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di
unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut
cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan
mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan
perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah
kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe
Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).
Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda marah
dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak
Dhien dan Teuku Umar. Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan
dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van
Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel,
dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada
kekacauan. Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar
rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.
Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh
(Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda
terus-terusan mengganti jendral yang bertugas. Unit "Marchausse" lalu
dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh
orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan
orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di
jalannya. Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada
orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De
Marsose".Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya
karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa
mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan
mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak
sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar

untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya,


Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak
Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang
lalu memeluknya dan berkata:
Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan

air mata pada orang yang sudah syahid


Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah
pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan
suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada
tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan
daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah
mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya
terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba
para pasukan-pasukannya.
Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda
Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi
markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang
markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan
bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil rencong dan
mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil
dihentikan oleh Belanda. Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut
Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan
yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.

Perjuangan Melawan
Penjajahan Jepang
Tokoh Pahlawan Pergerakan Nasional
1. Kiai Haji Samanhudi
Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya ialah
Sudarno Nadi.(Laweyan, Surakarta, Jawa
Tengah, 1868 Klaten, Jawa Tengah 28
Desember 1956) adalah pendiri Sarekat
Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa
di Indonesia yang awalnya merupakan
wadah bagi para pengusaha batik di
Surakarta.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan
oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang
mayoritas beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911. Oleh
sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai
organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911,
ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Sesudah itu, Serikat Islam
dipimpin oleh Haji Oemar Said Cokroaminito.

2. HOS Tjokroaminoto
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di
Ponorogo, Jawa Timur, 6 Agustus 1882
meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934
pada umur 52 tahun) adalah seorang pemimpin
organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12
bersaudara dari ayah bernama R.M.
Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu.

Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai


bupati Ponorogo.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid
yang yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan
Indonesia, yaitu Semaun yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis,
dan Kartosuwiryo yang agamis.
Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi
Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh
sakit setelah Kongres SI di Banjarmasin.
Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah Setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan
suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga
kemampuan pada seorang pejuang
kemerdekaan.

3. Haji Agus Salim


Haji Agus Salim lahir dengan nama Mashudul
Haq (yang bermakna "pembela kebenaran"
tahun 1884 adalah seorang pejuang
kemerdekaan Indonesia. Agus Salim lahir dari
pasangan Angku Sutan Mohammad Salim
dan Siti Zainab. Ayahnya adalah seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi
Riau.
Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI) dan menjadi
pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Peran Agus Salim
pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain:
. anggota Volksraad (1921-1924)
. anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
. Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
. pembukaan hubungan diplomatik Indonesia - Arab - Mesir tahun 1947

. Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947


. Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam
pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua
Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri
RI pada kabinet Presidentil dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya
dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun
penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim masih
mengenal batas-batas dan menjunjung tinggi
Kode Etik Jurnalistik. Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU
Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata,
Jakarta.

4. Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo adalah seorang
Dokter Pendiri Indische Partij. Cipto
Mangunkusumo adalah seorang dokter
profesional yang lebih dikenal sebagai tokoh
pejuang kemerdekaan nasional. Dia
merupakan salah seorang pendiri Indische
Partij, organisasi partai partai pertama yang berjuang untuk mencapai
Indonesia merdeka dan turut aktif di Komite Bumiputera.
Awal perjuangan Cipto Mangunkusumo, pria kelahiran Pecangakan,
Ambarawa tahun 1886, ini dimulai sejak dia kerap menulis karangankarangan yang menceritakan tentang berbagai penderitaan rakyat akibat
penjajahan Belanda. Karangan-karangan yang dimuat harian De Express
itu oleh pemerintahan Belanda dianggap sebagai usaha untuk
menanamkan rasa kebencian pembaca terhadap Belanda.
Tidak bekerja sebagai dokter pemerintah yang diupah oleh pemerintahan
Belanda, membuat dr. Cipto semakin intens melakukan perjuangan. Pada
tahun 1912, dia bersama Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat (Ki

Hajar Dewantara) mendirikan Indische Partij, sebuah partai politik yang


merupakan partai pertama yang berjuang untuk mencapai Indonesia
merdeka.
Di Banda Neira, dr. Cipto mendekam/terbuang sebagai tahanan selama
tiga belas tahun. Dari Banda Naire dia dipindahkan ke Ujungpandang. Dan
tidak lama kemudian dipindahkan lagi ke Sukabumi, Jawa Barat. Namun
karena penyakit asmanya semakin parah, sementara udara Sukabumi
tidak cocok untuk penderita penyakit tersebut, dia dipindahkan lagi ke
Jakarta.
Jakarta merupakan kota terakhirnya hingga akhir hidupnya. dr. Cipto
Mangunkusumo meninggal di Jakarta, 8 Maret 1943, dan dimakamkan di
Watu Ceper, Ambarawa. Atas jasa dan pengorbanannya sebagai pejuang
pembela bangsa, oleh negara namanya
dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional yang disahkan dengan SK Presiden RI
No.109 Tahun 1964, Tanggal 2 Mei 1964 dan
namanya pun diabadikan sebagai nama
Rumah Sakit Umum Pusat di Jakarta.

5. Dr. Sutomo
Pendiri Boedi Oetomo. Lahir di Nganjuk, 30 Juli
1888, dari keluarga Raden Suwaji, seorang priyayi pegawai pangrehpraja
yang berkecukupan dan berpikiran modern. Sutomo masuk STOVIA
(School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) pada 1903.Lalu, ia bersama
beberapa mahasiswa mendirikan organisasi Budi Utomo, pada 1908, yang
dianggap sebagai tonggak pergerakan bangsa. Tahun 1930, Sutomo
mendirikan Partai Bangsa Indonesia, dan berlanjut pada 1935 mendirikan
Parindra (Partai Indonesia Raya) yang menjadi wadah perjuangannya
merintis kemerdekaan.
6. KH. Samanhudi
Seorang Pedagang Sekaligus Pejuang. Lahir di Lawayen, Solo pada 1868,
dari keluarga pedagang. Pada 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam,
organisasi nasional yang menentang Belanda dan memperjuangkan

martabat pedagang pribumi. SDI kemudian berubah menjadi Sarekat


Islam (SI) pada 1912, dan pada konggres tahun 1913, KH Samanhudi
terpilih menjadi ketua. Terlibat dalam gejolak
politik pasca-kemerdekaan dengan mendirikan
organisasi Barisan Pemberontak Indonesia yang
melawan Belanda NICA, dan laskar rakyat
bernama Gerakan Kesatuan Alap-Alap.
7. Abdul Muis
Sang Pahlawan Pena. Lahir di Bukit Tinggi, 3 Juli
1883, Abdul Muis adalah pejuang rakyat dengan
senjata pena yang tajam menusuk tirani
Belanda. Dengan pena pula ia mengobarkan semangat perlawanan dan
memperjuangkan kemerdekaan. Menempuh pendidikan dokter di STOVIA,
Batavia, ia memutuskan berhenti dan aktif
menulis di koran De Express.Ia bergabung
dengan Sarekat Islam, sebelum mendirikan
Komite Bumiputera bersama tokoh pergerakan
nasional lainnya untuk melawan Belanda. Ia juga
menulis buku sastra berjudul Salah Asuhan.
8. RM. Suwardi Suryaningrat
Pendiri Taman Siswa Lahir di Yogyakarta, 2 Mei
1889, lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro. Ia seorang aktivis
pergerakan nasional dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi, salah
satunya dengan mendirikan Perguruan Taman
Siswa. Hari kelahirannya diperingati sebagai
Hari Pendidikan Nasional. Semboyannya yang
terkenal adalah: Ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani.
9. Dr Cipto Mangunkusumo
Pendiri Indische Partij, Lahir di Ambarawa,
1886, adalah tokoh pendiri Indische Partij, dan
dikenal sebagai Tiga Serangkai bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki

Hajar Dewantara. Cipto aktif menulis di koran De Locomotief sejak 1907.


Tulisannya banyak mengkritik Belanda maupun budaya feodal para
priyayi. Sebelum mendirikan Indische Partij bersama Tiga Serangkai, Cipto
aktif dalam pergerakan Budi Utomo. Namun, karena perbedaan visi dan
Cipto merasa Budi Utomo kurang mewakili aspirasi politiknya, maka ia
mengundurkan diri dari kepengurusan dan bahkan keluar. Cipto terlibat
dalam aksi Komite Bumi Putera melawan
Belanda, berbuntut penangkapan terhadap Tiga
Serangkai oleh pemerintah Belanda. Selama
masa pembuangan, mereka tetap mengobarkan
perlawanan lewat tulisan.
10.

Raden Ajeng Kartini

Raden ajeng kartini memperjuangkan nasib


kaum wanita melalui pendidikan. Kartini mendirikan sekolah untuk wanita
pribumi pada tahun 1903. Beliau juga
mendirikan sekolah dirumahnya, di Rembang.
Pada tahun 1904 Kartini meninggal dunia.
Kumpulan-kumpulan surat-suratnya disusun
dalam sebuah buku yang berjudul Habis gelap
terbitlah terang
11.

Ki hajar Dewantara
Ki hajar Dewantara memiliki nama asli Raden
mas Suwardi Suryaningrat . Bersama dengan
Danudirja Setia Budi ( Douwes Dekker) dan Cipto
Mangun Kusumo, beliau mendirikan Indische
Partij. Beliau juga mendirikan Perguruan Taman
Siswa. Perguruan Taman ini mengajarkan kepada
siswanya sifat kebangsaan. Karena perananya
yang besar dalam dunia pendidikan, Ki hajar
Dewantara diberi julukan sebagai bapak

Pendidikan Nasional.

12.

Wahid Hasyim

Wahid Hasyim adalah putra Hasyim Ashari, pelopor dan pendiri NU


( nahdatul ulama). Tujuan NU adalah memecahkan berbagai persoalan
umat islam baik dalam hal agama maupun kehidupan di masyarakat.
Tahun 1983, Wahid Hasyim bergabung dengan NU. Empat tahun kemudian
beliau diangkat sebagai ketua NU. Perkembangan NU sebagai organisasi
politik dan keagaman, tidak lepas dari perananya.

Perjuangan Mempersiapkan
Kemerdekaan
Indonesia
Tokoh-Tokoh Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Beberapa tokoh yang berperan penting dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai
berikut.

1. Ir. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung
Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21
Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada masa perjuangan hingga masa
kemerdekaan menjadi panutan bagi para pejuang kemerdekaan yang lain.
Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.
a.

Bung Karno menyusun konsep teks

proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda


bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.
b.

Bung Karno menandatangani teks

Proklamasi atas nama bangsa Indonesia


bersama Bung Hatta.
c.

Bung Karno membacakan teks Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan


Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

2. Drs. Moh. Hatta


Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta,
lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 wafat di Jakarta,
14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga
Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bung Hatta adalah teman
seperjuangan Bung Karno. Beberapa peran Bung
Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
adalah sebagai berikut.
a.

Bung Hatta menyusun konsep teks

proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda


bersama Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.
b.

Bung Hatta menandatangani

teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia


bersama Bung Karno.

3. Mr. Achmad Soebardjo


Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23
Maret 1896 wafat 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah
Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Mr. Achmad Soebardjo
merupakan salah seorang tokoh dari golongan tua yang berperan dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun peranan Mr.
Achmad Soebardjo adalah sebagai berikut.
Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah
Laksamana Tadashi Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

4. Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan


Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia
melanggar perintah Sekutu yang melarang para pemimpin Indonesia
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Peranannya dalam mempersiapkan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut.
Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya
untuk tempat penyusunan konsep teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.

5. Sukarni
Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli
1916 wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54 tahun), yang nama
lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia. Sukarni adalah salah
seorang tokoh pemuda dan pejuang yang gigih
melawan penjajah. Peran Sukarni antara lain
sebagai berikut.
Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani
teks Proklamasi adalah Bung Karno dan Bung
Hatta atas nama bangsa Indonesia.

6. Fatmawati
Fatmawati yang bernama asli Fatimah. Lahir di
Bengkulu pada tahun 1923 dan meninggal dunia
di Jakarta pada tahun 1980 dan dimakamkan di
TMP Kalibata, Jakarta. Fatmawati setia menemani Bung Karno selama
masa perjuangan. Peranan Fatmawati dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.
Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka
Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

7. Sayuti Melik

Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga sangat berperan dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai
berikut.
Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah ia sempurnakan dari
tulisan tangan Bung Karno.

Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia
Tokoh-Tokoh Proklamasi
Ir.Soekarno

1.

Siapa yang tidak kenal dengan Ir.Soekarno, Beliau


adalah orang yang paling berjasa dalam
kemerdekaan republik indonesia.
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno
yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta,
21 Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada masa
perjuangan hingga masa kemerdekaan menjadi
panutan bagi para pejuang kemerdekaan yang lain. Beberapa peran Bung
Karno di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana
Tadashi Maeda bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.
b. Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa
Indonesia bersama Bung Hatta.
c. Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di
kediamannya di jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Drs. Moh. Hatta

2.

Selain sebagai Wakil presiden Indonesia


beliau juga adalah Bapak Koperasi Indonesia.
Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer
sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,
Sumatera Barat (kampung TS), 12 Agustus
1902 wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada
umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan,
dan juga Wakil Presiden Indonesia yang
pertama. Bung Hatta adalah teman seperjuangan Bung Karno. Beberapa
peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah
sebagai berikut.

Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana


Tadashi Maeda bersama Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.
Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia
bersama Bung Karno.

3. Prof. Dr. R. Soepomo, S.H.


Buah pikirannya banyak dipakai dalam penyusunan UUD 1945. Ia
ahli ilmu tata negara dan hukum.
Pada sidang BPUPKI ia menjadi ketua
panitia kecil yang bertugas merancang
Undang-Undang Dasar. Dalam sidang
pertama BPUPKI, 31 Mei 1945, Soepomo
mengemukakan lima dasar negara. Ia juga
diberi tugas memperbaiki redaksi dari
rancangan UUD. Terakhir Soepomo duduk
sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

4. Prof. Mohammad Yamin, S.H.


Kegiatan berorganisasi dimulainya dengan
memasuki Jong Sumatranen Bond. Kemudian
menjadi Indonesia Muda. Ia juga salah satu tokoh
lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Dalam sidang BPUPKI, Moh. Yamin
menyampaikan gagasan mengenai dasar falsafah
negara yang kemudian dinamakan Pancasila.

5. Mr. Achmad Soebardjo


Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret
1896 wafat 15 Desember 1978 pada umur 82
tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang
pertama. Mr. Achmad Soebardjo merupakan salah
seorang tokoh dari golongan tua yang berperan
dalam mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Adapun peranan Mr. Achmad
Soebardjo adalah sebagai berikut.
Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks
proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama Bung Karno dan
Bung Hatta.

6. Laksamana Tadashi Maeda


Walaupun beliau orang Jepang , dia rela membantu indonesia karena
simpati akan nasib rakyat indonesia
Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut
Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia
melanggar perintah Sekutu yang melarang para pemimpin Indonesia
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peranannya dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai
berikut.
Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya untuk tempat
penyusunan konsep teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

7. Sukarni

Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 wafat di Jakarta, 7 Mei
1971 pada umur 54 tahun), yang nama
lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah
tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Sukarni
adalah salah seorang tokoh pemuda dan pejuang
yang gigih melawan penjajah. Peran Sukarni
antara lain sebagai berikut.
a. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks Proklamasi adalah Bung
Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa

Indonesia.
b. Sukarni jugalah dan para golongan muda yang mendesak Soekarno &
Hatta agar segera mempercepat proklamasi kemerdekaan RI.

8. Fatmawati

Beliaulah sang istri dari Bapak Proklamator Indonesia


Fatmawati yang bernama asli Fatimah. Lahir di
Bengkulu pada tahun 1923 dan meninggal dunia di
Jakarta pada tahun 1980 dan dimakamkan di TMP
Kalibata, Jakarta. Fatmawati setia menemani Bung
Karno selama masa perjuangan. Peranan
Fatmawati dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.
Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka
Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56,
Jakarta.

Sayuti Melik

9.

Dialah yang mengetik Teks Proklamasi untuk


dibacakan Ir.Soekarno
Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga
sangat berperan dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai
berikut.
Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah
ia sempurnakan dari tulisan tangan Bung Karno.
10.

B.M.Diah

Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam


menyiarkan kabar berita Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

11.

Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti


Mereka berperan penting dalam pengibaran
bendera merah putih pada acara proklamasi
17-08-1945. Tri Murti sebagai petugas pengibar
pemegang baki bendera merah putih.

12.

Frans S. Mendur

Beliau seorang wartawan yang menjadi


perekam sejarah melalui gambar-gambar
hasil bidikannya pada peristiwa-peristiwa
perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia bersama kawan-kawannya di
Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

13.

Syahrudin
Adalah seorang telegraphis
pada kantor berita Jepang
yang mengabarkan berita
proklamasi kemerdekaan
Negara Indonesia ke seluruh
dunia secara sembunyisembunyi ketika personil

jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.

14.

Soewirjo

Beliau adalah Gubernur Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan


upacara proklamasi dan pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar

Вам также может понравиться

  • Kelinci Yang Angkuh
    Kelinci Yang Angkuh
    Документ1 страница
    Kelinci Yang Angkuh
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • HIMPUNAN
    HIMPUNAN
    Документ18 страниц
    HIMPUNAN
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Merajut Manusia Dan Masyarakat Berdasarkan Pancasila
    Merajut Manusia Dan Masyarakat Berdasarkan Pancasila
    Документ2 страницы
    Merajut Manusia Dan Masyarakat Berdasarkan Pancasila
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Naskah Drama Kelompok 1
    Naskah Drama Kelompok 1
    Документ4 страницы
    Naskah Drama Kelompok 1
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Legenda Batu Menangis
    Legenda Batu Menangis
    Документ4 страницы
    Legenda Batu Menangis
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Legenda Batu Menangis
    Legenda Batu Menangis
    Документ4 страницы
    Legenda Batu Menangis
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Merajut Manusia Dan Masyarakat Berdasarkan Pancasila
    Merajut Manusia Dan Masyarakat Berdasarkan Pancasila
    Документ2 страницы
    Merajut Manusia Dan Masyarakat Berdasarkan Pancasila
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Mobilisasi Sangat Dipengaruhi Oleh Sistem Neuromuskular
    Mobilisasi Sangat Dipengaruhi Oleh Sistem Neuromuskular
    Документ3 страницы
    Mobilisasi Sangat Dipengaruhi Oleh Sistem Neuromuskular
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Kebugaran Jasmani
    Kebugaran Jasmani
    Документ6 страниц
    Kebugaran Jasmani
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Dapus Filariasis
    Dapus Filariasis
    Документ1 страница
    Dapus Filariasis
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • C. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium
    C. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium
    Документ2 страницы
    C. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • SP Jiwa
    SP Jiwa
    Документ26 страниц
    SP Jiwa
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    0% (1)
  • Ekonomi Kerakyatan
    Ekonomi Kerakyatan
    Документ1 страница
    Ekonomi Kerakyatan
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Askep KDK Pengkajian
    Askep KDK Pengkajian
    Документ36 страниц
    Askep KDK Pengkajian
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Penyakit Taun
    Penyakit Taun
    Документ2 страницы
    Penyakit Taun
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Penyakit Kolera
    Penyakit Kolera
    Документ13 страниц
    Penyakit Kolera
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Materi Trauma Telinga
    Materi Trauma Telinga
    Документ114 страниц
    Materi Trauma Telinga
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • KDM
    KDM
    Документ9 страниц
    KDM
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • KDM
    KDM
    Документ9 страниц
    KDM
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Imunisasi Campak
    Imunisasi Campak
    Документ1 страница
    Imunisasi Campak
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Sendi
    Sendi
    Документ4 страницы
    Sendi
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Jadwal
    Jadwal
    Документ2 страницы
    Jadwal
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Lingkaran
    Lingkaran
    Документ2 страницы
    Lingkaran
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • C. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium
    C. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium
    Документ2 страницы
    C. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Tambahan B.indo
    Tambahan B.indo
    Документ4 страницы
    Tambahan B.indo
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Sains
    Sains
    Документ21 страница
    Sains
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Perjuangan
    Perjuangan
    Документ5 страниц
    Perjuangan
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет
  • Paragraf Bindo
    Paragraf Bindo
    Документ13 страниц
    Paragraf Bindo
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    100% (1)
  • Penjajahan Jepang
    Penjajahan Jepang
    Документ19 страниц
    Penjajahan Jepang
    Febby 'Ebhy' Sadegha Nugraha
    Оценок пока нет